Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH LAHAN MARGINAL DAN TEKNIK

PENGELOLAANNYA

LAHAN PASANG SURUT

Oleh:

JUNIVER CHAPRIATI

174110417

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

FAKULTAS PERTANIAN

AGROTEKNOLOGI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT.yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayahnya, serta nikmat kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “lahan pasang surut”.

Dengan rasa hormat penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Dr. Ir. H. Edy Sabli, M.Si selaku dosen pembimbing yang banyak

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis .ucapan terimakasih juga penulis

sampaikan kepada orang tua dan rekan-rekan yang telah mendukung dan

berpartisipasi membantu baik moril maupun materil.

Penulis sangat berharap kritikan dan saran yang mendukung kepada pembaca

apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini.Karena pada kritikan dan

saran yang mendukung sangat membantu penulis dalam memperbaiki dan

menyempurnakan penulisan makalah ini.Panulis berharap semoga makalah ini dapat

bermanfaat.

Pekanbaru, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................... i

Daftar isi ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

2.1 Pengertian lahan pasang surut .............................................................................. 3

2.2 Luas lahan dan penyebarannya ............................................................................ 4

2.3 Tipologi dan Tipe lahan pasang surut ................................................................. 5

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 9

3.1 kesimpulan ........................................................................................................... 9

3.2 Saran ..................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan program ekstensifikasi pertanian diarahkan pada


pemanfaatan lahan-lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut. Diperkirarakan
dari 33.5 juta ha lahan rawa pasang surut yang sebagian besar terdapat di Sumatera,
Kalimantan, dan Irian Jaya, hanya sekitar 0.9 juta ha yang sudah dibuka untuk areal
pertanian produktif (Subagyo danWidjaya-Adhi, 1998).

Lahan rawa pasang surut atau gambut adalah suatu wilayah rawa yang
dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut yang secara berkala mengalami luapan
air pasang. Jadi lahan rawa pasang surut dapat dikatakan sebagai lahan yang
memperoleh pengaruh pasang surut air laut atau sungai-sungai sekitarnya. Bila
musim penghujan lahan-lahan ini tergenang air sampai satu meter di atas permukaan
tanah, tetapi bila musim kering bahkan permukaan air tanah menjadi lebih besar 50
cm di bawah permukaan tanah. Bahwa lebak ialah lahan rawa yang tidak
memperoleh pengaruh pasang surut air laut.

Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang
sudahdikenal masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air
tersedia, dan teknik pengelolaannya. Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada
cara pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan
air di lahan pasang surut. Sifat tanah danair yang perlu dipahami di lahan pasang
surut ini berkaitan dengan: tanah sulfat masam dengan senyawa piritnya, tanah
gambut, air pasang besar dan kecil, kedalaman air tanah, dan kemasaman air yang
menggenangi lahan.

1
Ekosistem gambut merupakan penyangga hidrologi dan cadangan karbon
yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Oleh karenanya, ekosistem ini harus
dilindungi agar fungsinya dapat dipertahankan sampai generasi mendatang. Aspek
legal mengenai konservasi lahan gambut diatur dalam Keputusan Presiden No. 32
tahun 1990 tentang kawasan lindung.. Konservasi lahan gambut juga dimaksudkan
untuk meminimalkan teremisinya karbon tersimpan yang jumlahnya sangat besar.
Oleh karena itu, Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha
tani. Dengan upaya yang sungguh - sungguh, lahan pasang surut ini dapat
bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas

1.2 Rumusan Masalah

Hal-hal yang dibahas di dalam makalah ini yaitu :

a. Pengertian lahan pasang surut


b. Luas lahan dan penyebarannya
c. Tipologi dan tipe lahan pasang surut
d. Manfaat lahan pasang surut

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian lahan pasang surut

Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara terus menerus akibat drainase
buruk. Lahan rawa di bagi menjadi dua yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut.
Lahan rawa pasang surut merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut.

Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah
sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari
pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian
besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah
sulfat masam.

Menurut Pariwono (1989), pasang surut diartikan sebagai naik turunnya


muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964)
pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan
air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik
menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.

Lahan rawa pasang surut jika dikembangkan secara optimal dengan


meningkatkan fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi lahan yang potensial untuk
dijadikan lahan pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan
lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut berupa
faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi

3
Kemudian tanah pasang surut biasanya dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan terutama untuk lahan persawahan.Luas lahan pasang surut yang dapat
dimanfaatkan berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan
pasang surut telah menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat
disekitarnya meskipun belum dapat menggunakannya sepanjang tahun. Rata - rata
lahan pasang surut hanya dapat ditanami sekali dalam setahunnya selebihnya
dibiarkan dalam keadaan bero karena tergenangair.

Tergenangnya lahan pasang surut secara periodik ada kaitannya dengan


kepentingan pembangkit tenaga listrik dan meluapnya air pada musim penghujan. (
Hanggari,2008)

2.2 Luas lahan dan penyebarannya

Dengan menggunakan peta satuan lahan skala 1 : 250.000, Nugroho et al.


(1992) memperkirakan luas lahan rawa pasang surut di Indonesia, khususnya
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya mencapai 20,11 juta ha, yang terdiri
dari 2,07 juta ha lahan potensial, 6,71 juta ha lahan sulfat masam, 10,89 juta ha lahan
gambut dan 0,44 juta ha lahan salin. Sedangkan menurut wilayah dan statusnya,
menunjukkan bahwa potensi lahan pasang surut terluas ada di Sumatera, Kalimantan
dan Irian Jaya . Lahan tersebut tersebar terutama di pantai timur dan barat
Sumatera, pantai selatan Kalimantan, pantai barat Sulawesi serta pantai utara dan
selatan Irian Jaya sedangkan sebaran tipologi lahan berbeda menurut wilayah dalam
arti bahwa tiap wilayah dapat mencakup beberapa tipologi lahan dan tipe luapan air.

Dari luas lahan pasang surut tersebut, sekitar 9,53 juta hektar berpotensi
untuk dijadikan lahan pertanian, sedangkan yang berpotensi untuk areal tanaman
pangan sekitar 6 juta hektar. Areal yang sudah direklamasi sekitar 4,186 juta hektar,
sehingga masih tersedia lahan sekitar 5,344 juta hektar yang dapat dikembangkan
sebagai areal pertanian. Dari lahan yang direklamasi, seluas 3.005.194 ha
dilakukan oleh penduduk lokal dan seluas 1.180.876 ha dilakukan oleh pemerintah

4
yang utamanya untuk daerah transmigrasi dan perkebunan Pemanfaatan lahan yang
direklamasi oleh pemerintah adalah 688.741 ha sebagai sawah dan 231.044 ha
sebagai tegalan atau kebun, sedangkan 261.091 ha untuk keperluan lainnya.

2.3 Tipologi dan Tipe lahan pasang surut

A. Tipologi Lahan Pasang Surut

Berdasarkan tipologinya lahan pasang surut digolongkan ke dalam empat tipologi


utama, yaitu:

(1) lahan potensial

Lahan potensial adalah lahan yang paling kecil kendalanya dengan ciri
lapisan pirit (2 %) berada pada kedalaman lebih dari 30 cm, tekstur tanahnya liat,
kandungan N dan P tersedia rendah, kandungan pasir kurang dari 5 persen,
kandungan debu 20 % dan derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5 . (Manwan, I.
dkk.1992). Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah
sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman
lebih dari 50 cm dari permukaan tanah (Jumberi)
(2) lahan sulfat masam

lahan sulfat masam adalah lahan yang lapisan piritnya berada pada
kedalaman kurang dari 30 cm dan berdasarkan tingkat oksidadinya lahan sulfat
masam ini dibagi lagi lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang
belum mengalami oksidasi dan lahan sulfat masam aktual yaitu lahan sulfat masam
yang telah mengalami oksidadi. (Manwan, I. dkk.1992). Lahan sulfat masam ini
dibedakan lagi menjadi :

1. lahan sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum


teroksidasi

5
2. lahan sulfat masam aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah
teroksidasi yang dicirikan oleh adanya horizon sulfurik dan pH tanah<
3,5. (Jumberi,)

(3) lahan gambut/bergambut

lahan gambut/bergambut adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dan


berdasarkan ketebalan gambutnya lahan ini dibagi ke dalam empat sub tipologi yaitu
lahan bergambut, gambut dangkal, gambut dalam dan gambut sangat dalam,
umumnya lahan gambut kahat beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya
sangat penting untu pertumbuban dan pekermbangan tanaman(Manwan, I.
dkk.1992).

lahan gambut ini dibagi lagi menjadi :

(a) lahan bergambut bila ketebalan lapisan gambut 20-50 cm,


(b) gambut dangkal bila ketebalan lapisan gambut 50-100 cm,
(c) gambut sedang bila ketebalan lapisan gambut 100-200 cm,
(d) gambut dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan
(e) gambut sangat dalam bila ketebalan lapisan gambut > 300 cm. (Jumberi,)
(f) lahan salin

lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat intrusi air laut,
sehingga mempunyai daya hantar listrik 4 MS/cm, kandungan Na dalam larutan
tanah 8 – 15 % (Manwan, I. dkk.1992).

Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi
air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8% selama lebih dari
3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial, sulfat
masam dan gambut. (Jumberi,?)

6
Berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa adalah:

(a) kedalaman lapisan mengandung pirit/bahan sulfidik, dan kondisinya


masih tereduksi atau sudah mengalami proses oksidasi,
(b) ketebalan dan tingkat dekomposisi gambut serta kandungan hara gambut,
(c) pengaruh luapan pasang dari air salin/payau,
(d) lama dan kedalaman genangan air banjir, dan
(e) keadaan lapisan tanah bawah, atau substratum.

Penggolongan tipologi lahan pasang surut di atas sangat umum, sehingga


menyulitkan transfer teknologi dalam satu tipologi lahan, oleh karena itu diusulkan
penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri
dan karakteristik yang lebih spesifik

B. Tipe Luapan air pasang surut

Berdasarkan tipe luapan air, tipe luapan lahan pasang surut:

(1) tipe luapan A bila lahan selalu terluapi air baik pada waktu pasang besar
maupun pasang kecil dan Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air
pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau,;
(2) tipe luapan B bila lahannya hanya terluapi oleh air pasang besar. lahan
bertipe luapan B hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja;
(3) lahan tidak terluapi air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil,
tetapi permukaan air tanah kurang dari 30 cm dari permukaan tanah.
Lahan bertipe luapan C tidak terluapi air pasang tetapi kedalaman muka
air tanahnya kurang dari 50 cm,;

7
(4) tipe luapan D bila lahannya tidak terluapi oleh air pasang baik pasang
besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanahnya berada pada
kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah.

2.4 Pemanfaatan Lahan Pasang Surut

Pemanfaatan lahan pasangan surut terutama tipe A dan tipe B yaitu sistem
persawahan karena sistem ini paling tepat dan aman terutama terhadap kendala yang
ditimbulkan akibat sifat fisik dan kimia tanah. Sistem sawah akan membuat tanah
tetap dalam keadaan reduksi dan pada keadaan ini pirit tetap stabil di dalam tanah
sehingga tidak membahayakan bagi tanaman padi (Widjaya-Adhi et al., 1992).
Berhubungan dengan sistem ini maka pemilihan varietas yang sesuai, pengelolaan air
dan pemanfaatan vegetasi alami merupakan kunci utama dalam memperoleh hasil
yang optimal.

Kendala dan Upaya Pemanfaatan Lahan Pasang Surut Lahan pasang surut biasanya
dicirikan oleh kombinasi beberapa kendala seperti (Anwarhan dan Sulaiman, 1985):

1. Ph rendah
2. Genangan yang dalam
3. Akumulasi zatzat beracun ( besi dan aluminium)
4. Salinitas tinggi, kekurangan unsur hara
5. Serangan hama dan penyakit
6. Tumbuhnya gulma yang dominan.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan
pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
kemasaman tanah dan air tinggi sehingga tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman. Pengembalian bahan organik pada sistem Tepuli kampar ternyata dapat
memperbaiki kemasaman dan kesuburan tanah.
Menurut hasil penelitian Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
menunjukkan pengembalian jerami padi 2,5 t/ha dapat menurunkan kemasaman atau
pH tanah dari sekitar 3,5 menjadi 4,5 serta meningkatkan kandungan hara kalium
dalam tanah. Teknologi Tepulikampar terbukti mengandung kaidah-kaidah
konservasi lahan, penerapannya menghadapi masalah lambatnya dekomposisi
(perombakan) bahan organik secara alami.Berkaitan dengan itu, Balittra telah
menemukan sejenis jamur perombak dari jenis Trichoderma yang dapat
mempercepat perombakan bahan organik.

3.2 Saran
Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya banyak
sekali yang dapat dipelajari dari pasang surut ini.yang sangat perlu bagi
kelangsungan kehidupan perairan.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://rahmanfauzii.blogspot.com/2013/06/sawah-pasang-surut.html

http://yudhozona.blogspot.com/2011/06/sawah-pasang-surut.html

http://dodishinta.blogspot.com/2012/11/pemanfaatan-lahan-pasang-surut-untuk.html

10

Anda mungkin juga menyukai