Anda di halaman 1dari 23

1

TUGAS PENGEMBANGAN SUMBER AIR

LAHAN BASAH

DISUSUN OLEH: AGUNG FERDIANSYAH 03091001003

DOSEN PENGASUH: IR. H. SARINO, MSCE. AGUS LESTARI YUONO S.T. M.T.

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012

Daftar isi

Pendahuluan............................................................................................................. 3 Latar belakang,................................................................................................. 3 Tujuan .............................................................................................................. 3 Ruang lingkup materi........................................................................................ 4 Landasan teori.......................................................................................................... 7 Definisi lahan basah.......................................................................................... 7 Fungsi lahan basah............................................................................................ 8 Pengembangan lahan basah dan masalah yang dialami.................................... 9 Pembahasan............................................................................................................. 11 Kualitas lahan basah......................................................................................... 11 Degradasi lahan basah...................................................................................... 16 Rehabilitasi lahan basah................................................................................... 18 Penutup................................................................................................................... 22 Kesimpulan...................................................................................................... 22 Saran................................................................................................................ 22 Daftar pustaka........................................................................................................ 23

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan sumber air adalah salah satu mata kuliah di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Mata kuliah ini membahas mengenai analisis dan perencanaan dalam pengembangan sumber air sehingga sumber air tersebut dapat dikembangkan dan bermanfaat sesuai rencana. Dalam perencanaan dari Pengembangan sumber air, adalah penting untuk terlebih dahulu melakukan analisis terhadap lahan basah di dalam ruang lingkup pengembangan tersebut supaya dapat direncanakan dengan tepat. Karena peranannya dalam perencanaan Pengembangan sumber air yang besar maka perlu diketahui dan dianalisis mengenai kualitas, degradasi, dan rehabilitasi dari lahan basah, sehingga dapat ditentukan seperti apa pengembangan yang akan dapat dilakukan dan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh sumber daya air tersebut.

B. Tujuan

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dari lahan basah. 2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan degradasi pada lahan basah. 3. Mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan dalm rangka melakukan rehabilitasi terhadap lahan basah.

C. Ruang Lingkup Materi

1. Definisi lahan basah Lahan basah dalah Daerah rawa-rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut (Konvensi Ramsar). Pengertian di atas menunjukkan bahwa cakupan lahan basah di wilayah pesisir meliputi terumbu karang, padang lamun, dataran lumpur dan dataran pasir, mangrove, wilayah pasang surut, maupun estuari; sedang di daratan cakupan lahan basah meliputi rawarawa baik air tawar maupun gambut, danau, sungai, dan lahan basah buatan seperti kolam, tambak, sawah, embung, dan waduk. kerjasama Untuk tujuan pengelolaan lahan basah dibawah kerangka Internasional, Konvensi Ramsar, mengeluarkan sistem

pengelompokan tipe-tipe lahan basah menjadi 3 (tipe) utama yaitu: 1. Lahan basah pesisir dan lautan, terdiri dari 11 tipe antara lain terumbu karang dan estuari. 2. Lahan basah daratan, terdiri dari 20 tipe antara lain sungai dan danau. 3. Lahan basah buatan, terdiri dari 9 tipe antara lain tambak dan kolam pengolahan limbah.

2. Fungsi dan manfaat lahan basah Lahan basah pada umumnya merupakan wilayah yang sangat produktif dan mempunyai keanekaragaman yang tinggi, baik hayati maupun non hayati. Penilaian keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa lahan basah adalah salah satu sistem penyangga kehidupan yang sangat potensial. Manfaat langsung (direct function) 1. Pengendali banjir dan kekeringan, 2. Pengaman pantai dari intrusi air laut, 3. Pengaman garis pantai (abrasi/erosi) dan badai, 4. Jalur transportasi, 5. Rekreasi, 6. Penelitian dan pendidikan. Manfaat ekologi 1. Penambat sedimen dari darat dan penjernih air, 2. Penahan dan penyedia unsur hara, 3. Penahan dan penawar, pencemaran, 4. Stabilisasi iklim mikro, 5. Pengendali iklim global Hasil produksi 1. Penyedia air untuk masyarakat, 2. Pengisi air tanah, 3. Penyedia air untuk lahan basah lainnya, 4. Penyedia hasil hutan, 5. Sumber kehidupan liar dan sumber makanan, 6. Sumber perikanan, 7. Pendukung pertanian,

8. Sumber energi. Kekhasan (attributes) 1. Merupakan habitat berbagai keanekaragaman hayati, 2. Keunikan tradisi, budaya dan warisan, 3. Habitat bagi sebagian atau seluruh siklus hidup flora dan fauna. Dilihat dari fungsinya dari sektor produksi, tampak jelas bahwa lahan basah memiliki konstribusi besar dalam sektor produksi seperti dapat dilihat di atas. Sektor produksi, terutama yang berhubungan dengan pertanian memiliki kaitan yang erat terhadap perencanaan Pengembangan sumber air, karena mempengaruhi debit rencana jenis bangunan air, dan dimensi dari bangunan air yang akan dikembangkan. Karena peranannya itulah diperlukan suatu analisis terhadap kualitas, degradasi dan rehabilitasi dari lahan basah tersebut supaya lahan basah dapat memenuhi potensinya secara penuh dan memenuhi umur yang direncanakan.

BAB II LANDASAN TEORI

1. Definisi Lahan Basah

Istilah Lahan Basah, sebagai terjemahan wetland baru dikenal di Indonesia sekitar tahun 1990. Sebelumnya masyarakat Indonesia menyebut kawasan lahan basah berdasarkan bentuk/nama fisik masing-masing tipe seperti: rawa, danau, sawah, tambak, dan sebagainya. Disamping itu, berbagai departemen sektoral juga mendefinisikan lahan basah berdasarkan sektor wilayah pekerjaan masing-masing. Pengertian fisik lahan basah yang digunakan untuk menyamakan persepsi semua pihak mulai dikenal secara baku sejak diratifikasinya Konvensi Ramsar tahun 1991 yaitu: Lahan basah dalah Daerah rawa-rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut (Konvensi Ramsar). Pengertian di atas menunjukkan bahwa cakupan lahan basah di wilayah pesisir meliputi terumbu karang, padang lamun, dataran lumpur dan dataran pasir, mangrove, wilayah pasang surut, maupun estuari; sedang di daratan cakupan lahan basah meliputi rawarawa baik air tawar maupun gambut, danau, sungai, dan lahan basah buatan seperti kolam, tambak, sawah, embung, dan waduk. kerjasama Untuk tujuan pengelolaan lahan basah dibawah kerangka Internasional, Konvensi Ramsar, mengeluarkan sistem

pengelompokan tipe-tipe lahan basah menjadi 3 (tipe) utama yaitu:

1. Lahan basah pesisir dan lautan, terdiri dari 11 tipe antara lain terumbu karang dan estuari. 2. Lahan basah daratan, terdiri dari 20 tipe antara lain sungai dan danau. 3. Lahan basah buatan, terdiri dari 9 tipe antara lain tambak dan kolam pengolahan limbah. Di Indonesia, lahan basah utama diklasifikasikan sebagai berikut : > Rawa > Hutan mangrove > Terumbu karang > Padang lamun > Danau > Muara > Sungai > Sawah > Tambak dan Kolam garam

2. Fungsi Lahan Basah

Lahan basah pada umumnya merupakan wilayah yang sangat produktif dan mempunyai keanekaragaman yang tinggi, baik hayati maupun non hayati. Penilaian keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa lahan basah adalah salah satu sistem penyangga kehidupan yang sangat potensial. Manfaat langsung (direct function) 1. Pengendali banjir dan kekeringan,

2. Pengaman pantai dari intrusi air laut, 3. Pengaman garis pantai (abrasi/erosi) dan badai, 4. Jalur transportasi, 5. Rekreasi, 6. Penelitian dan pendidikan. Manfaat ekologi 1. Penambat sedimen dari darat dan penjernih air, 2. Penahan dan penyedia unsur hara, 3. Penahan dan penawar, pencemaran, 4. Stabilisasi iklim mikro, 5. Pengendali iklim global Hasil produksi 1. Penyedia air untuk masyarakat, 2. Pengisi air tanah, 3. Penyedia air untuk lahan basah lainnya, 4. Penyedia hasil hutan, 5. Sumber kehidupan liar dan sumber makanan, 6. Sumber perikanan, 7. Pendukung pertanian, 8. Sumber energi. Kekhasan (attributes) 1. Merupakan habitat berbagai keanekaragaman hayati, 2. Keunikan tradisi, budaya dan warisan, 3. Habitat bagi sebagian atau seluruh siklus hidup flora dan fauna.

10

3. Pengembangan Lahan Basah dan Masalah yang Dialami

Karena potensinya yang besar seperti di bahas pada sub-bab sebelumnya itulah lahan basah perlu untuk dikembangkan supaya dapat memenuhi potensinya hingga ke batas maksimal. Hanya saja pengembangan potensi lahan basah seringkali berbenturan dengan upaya pelestariannya sehingga hanya akan memenuhi salah satu fungsi saja dari lahan basah saja. Misal, hanya memenuhi potensi produksi saja tetapi merugikan atau mematikan potensi lahan basah tersebut secara ekologi. Karena adanya kemungkina benturan antar potensi apabila

pengembangan hanya menitikberatkan pada salah satu potensi saja, maka diperlukanlah suatu analisa terhadap lahan basah tersebut sehingga benturan tersebut dapat diminimalisasi, dan memaksimalisasi semua potensi yang mungkin untuk dikembangkan pada lahan tersebut. Salah satu analisa yang perlu untuk dilakukan dalam pengembangan lahan basah adalah analisa terhadap kualitas, degradasi dan rehabilitasi dari lahan basah tersebut.

10

11

BAB III PEMBAHASAN

1. Kualitas Lahan Basah

Kualitas dari suatu lahan basah ditentukan oleh kualitas air dan kualitas tanah dari lahan basah tersebut. Kualitas air akan menentukan jenis makhluk hidup apa yang sesuai untuk dibudidayakan pada lahan tersebut. Sedangka kualitas tanah, selain terhadap jenis makhluk hidup yang dibudidayakan juga berpengaruh terhadap jenis pondasi terhadap bangunan air yang akan digunakan untuk pengembangan dari lahan basah tersebut. Definisi kualitas air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 tahun1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, salinitas), parameter kimia ( pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam) dan parameter biologi keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya)

1. Parameter Fisika a. Suhu : Suhu suatu badan air diantaranya dipengaruhi oleh ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, aliran serta kedalaman badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misal O2, CO2, N2 dan sebagainya.

11

12

b. Salinitas: Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas sangat perlu diukur. Salinitas adalah konsentrasi ion total yang terdapat di perairan. Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0.5 , perairan payau antara 0.5 30 dan perairan laut 30 40 Pada perairan sungai nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan dari laut ketika pasang maupun surut.

2. Parameter Kimia. a. pH: pH limbah cair adalah ukuran keasaman atau kebasaan limbah cair. pH normal 6-8.Sedangkan ph air terpolusi berbeda2 tergantung jenis buangannya. Contohnya pabrik pengalengan nilai pH berkisar 6.2-7.6, pabrik susu dan produk-produknya berkisar 5.3-7.8, pH pabrik pulp dan kertas berkisar 7.6-9.5. b. Oksigen terlarut (OD) : OD berasal dr proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanaman, dan oksigen yang masuk dari atmosfer. Konsentrasi OD dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Pada suhu 20 dgn takanan 1atm konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh =9.2 ppm. Sedangkan pd suhu 50=5.6 ppm. Semakin tinggi suhu air semakin rendah tingkat kejenuhan. c. Biochemical Oxigen Demand (BOD) : Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yg dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Nilai BOD tdk menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Oksigen tersebut dipergunakan untuk menguraikan atau membongkar senyawa organik. Dengan demikian kadar oksigen dalam limbah cair lama kelamaan

12

13

akan berkurang dan limbah cair menjadi bertambah keruh dan berbau, sehingga kehidupan air sulit berlangsung secara normal. d. Kadar Logam : Logam berat yg berbahaya dan sering

mengkontaminasi lingkungan diantaranya merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenic (As), cadmium (Cd), kromium (Cr), Nikel (NI) dan Tembaga (Cu). 1. Tembaga (Cu) : Tembaga merupakan logam berat yang dikumpai pada perairan alami dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan, akan tetapi akan bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan diatas 0.1 ppm. Pada perairan alami, kadar tembaga biasanya , 0.02 mg/liter. 2. Timbal (Pb) : Timbal pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Perairan tawar alami biasanya memiliki kadar timbal , 0.05 mg/liter. Pada perairan laut kadar timbal sekitar 0.025 mg/liter. Timbal tidak termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup, bahkan cenderung bersifat toksik bagi hewan dan manusia karena dapat terakumulasi pada tulang. 3. Merkuri (Hg) : Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berada dalam bentuk cairan pada suhu normal. Kadar merkuri pada perairan tawar alami berkisar antara 10-100 g/liter, sedangkan pada perairan laut berkisar antara , 10-30 g/liter (Senyawa merkuri bersifat sangat toksik bagi manusia dan hewan. 4. Cadmium (Cd) : Bahan pencemar kadmium dalam air berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah pertambangan.Sifat kadmium sangat mirip dengan seng. Lapisan permukaan air yang bersifat aerobik mengandung kadmium terlarut dalam konsentrasi relatif tinggi terutama dalam bentuk ion CaCl+. Di lapisan tengah perairan dimana kondisinya anaerob airnya hanya sedikit

mengandung kadmium karena terjadinya proses reduksi oleh

13

14

mikroba yang mereduksi sulfat menjadi sulfida yang kemudian mengendapkan CaCl+ mjd Cd. Gambrel dalam Nora F Y Tam (1997) mengatakan bahwa penyerapan kadmium oleh tanaman rawa akan lebih efektif dalam keadaan asam dan teroksidasi. pH yang rendah akan meningkatkan daya larut logam berat di tanah dan penyerapan oleh tanaman.

Sedangkan kualitas tanah ditentukan oleh daya dukung tanah, unsur hara dan nilai sedimentasi.

2. Degradasi Lahan Basah Definisi degradasi agak bersifat subjective (Lamb, 1994), memiliki arti yang berbeda tergantung pada suatu kelompok masyarakat. Menurut Oldeman (1992) mengatakan bahwa degradasi adalah suatu proses dimana terjadi

penurunan kapasitas baik saat ini maupun masa mendatang dalam memberikan hasil (product). Menurut Firmansyah (2003) faktor alami penyebab degradasi tanah antara lain: areal berlereng curam, tanah yang mudah rusak, curah hujan intensif, dan lain-lain. Faktor degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik langsung maupun tidak langsung lebih mendominasi dibandingkan faktor alami, antar lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan kondisi lahan, sosial ketidakstabilan dan ekonomi, politik masalah dan kesalahan dan

pengelolaan,

kesehatan,

pengembangan pertanian yang tidak tepat. Lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia secara langsung, yaitu : deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, ekploitasi berlebihan, serta aktivitas industri dan bioindustri. Sedangkan

14

15

faktor penyebab tanah terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain : deforestasi, mekanisme dalam usaha tani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman secara monokultur. Faktor-faktor tersebut di Indonesia pada umumnya terjadi secara simultan, sebab deforestasi umumnya adalah langkah permulaan degradasi lahan, dan umumnya tergantung dari aktivitas berikutnya apakah ditolerenkan, digunakan ladang atau perkebunan maka akan terjadi pembakaran akibat campur tangan manusia yang tidak terkendali.

2.1. Klasifikasi degradasi lahan Diantara penggunaan untuk pertanian dan kehutanan, tanah merupakan komponen paling penting. Intensitas dan meningkatnya tekanan pada lahan menyebabkan efek degradasi dan polusi, yang mana akan mengakibatkan hilang secar keseluruhan maupun sebagian kapasitas produksi. Degradasi Lahan/Tanah dapat didefinisikan sebagai proses yang mana satu atau lebih dari fungsi potensial ekologi dari tanah rusak. Terdapat 3 bentuk dari sifat-sifat erosi menurut FAO

Sheet erosion (Erosi permukaan)

Merupakan bentuk umum erosi. Partikel tanah yang tak terlindung dihilangkan oleh erosi angin dan akibat dari air hujan. Partikel tanah kemudian dipindahkan oleh arus permukaan air hujan pada sungai dan sistem arus.

Wind erosion (erosi angin)

Jarang terjadi, tetapi ambil bagian dalam hilangnya vegetasi dan partikel tanah. Tanda dari erosi angin termasuk deposisi dari pertikel pasir sekeliling tanaman dan permukaan area yang terkena.

Gully Erosion

Erosi selokan sebenarnya jarang terjadi tanpa sheet erosion. Tipe degradasi tanah dibagi 2 macam, yaitu :

15

16

1) berhubungan dengan displasemen bahan tanah yang terdiri dari erosi air dan erosi angin. 2) berdasarkan deterosiasi in situ terdiri dari degradasi kimia (hilangnya unsur hara/bahan organik, salinasi dan polusi), dan degradasi fisik. Derajat tipe degradasi terbagi menjadi rendah sedang, kuat dan ektrim, dengan faktor penyebab adalah deforestasi, overgrazing, kesalahan pengelolan pertanian, ekspoitasi berlebihan, dan aktivitas industri.

2.2. Faktor terjadinya degradasi lahan Faktor terjadinya erosi menurut Prof.Dr.Ir.H. Suntoro Wongso Atmojo. MS. Dalam tulisannya degradasi lahan dan ancaman bagi pertanian, antara lain : 1. Erosi. Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan DAS bagian hulu, yang akan berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering akan menyebabkan degradasi lahan Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. 2. Pencemaran Agrokimia. Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak

proporsional. Pada tahun enampuluhan terjadilah biorevolusi dibidang pertanian, yang dikenal dengan revolusi hijau dan telah berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler, yaitu dengan dikenalkannya penggunaan agrokimia, baik berupa pupuk

16

17

kimia

maupun

obat-obatan mulai

(insektisida). dirasakan

Namun, antara lain

dampak berupa

penggunaan

agrokimia

pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam. 3. Pencemaran Industri. Pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat juga disebabkan karena kegiatan industri. Pengembangan sektor industri akan berpotensi menimbulkan dampak negatip terhadap lingkungan pertanian kita, dikarenakan adanya limbah cair, gas dan padatan yang asing bagi lingkungan pertanian. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa gas buang seperti belerang dioksida (SO2) akan menyebabkan terjadinya hujan asam dan akan merusak lahan pertanian. Disamping itu, adanya limbah cair dengan kandungan logam berat beracun (Pb, Ni, Cd, Hg) akan menyebabkan degradasi lahan pertanian dan terjadinya pencemaran dakhil. Limbah cair ini apa bila masuk ke badan air pengairan 4. Pertambangan dan galian C. Dampak negatif pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan bekas penambangan yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan sisa ekstraksi (tailing) yang akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi tanah. Sisa ektraksi ini bisa bereaksi sangat asam atau sangat basa, sehingga akan berpengaruh pada degradasi kesuburan tanah. 5. Alih fungsi lahan. Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain adalah rendahnya isentif bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan berusahatani relatif rendah. Selain itu, usaha pertanian dihadapkan pada berbagai

17

18

masalah yang sulit diprediksi dan mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya sarana produksi dan pemasaran. Alih fungsi lahan banyak terjadi justru pada lahan pertanian yang mempunyai produktivitas tinggi menjadi lahan nonpertanian.

Dengan demikian masalah degradasi lahan basah terjadi karena pola pemanfaatan yang tidak tepat yakni kurang memperhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan, yang disebabkan karena aspek ekonomi yakni kemiskinan dan kekurangpahaman terhadap teknik konservasi.

3. Rehabilitasi Lahan Basah

Karena permasalahan seperti yang telah diuraikan di atas, maka salah satu hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan adalah bagaimana cara melakukan rehabilitasi terhadap lahan basah tersebut bila kerusakan sudah terlanjur terjadi. Rehabilitasi perlu dilakukan supaya lahan tersebut tetap dapat produktif sehingga menghindari hancurnya lahan tersebut. Restorasi dan rehabilitasi lahan basah seringkali membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang besar. Upaya yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah mengurangi tekanan kerusakan yang terjadi pada suatu kawasan. Hingga saat ini kegiatan restorasi dan rehabiliasti yang berhasil dilakukan umumnya pada lahan basah pesisir terutama mangrove. Kegiatan serupa untuk restorasi dan rehabilitasi lahan basah darat seperti danau dan rawa belum begitu banyak. Upaya yang dilakukan biasanya masih terbatas pada pengkajian dan uji coba rehabilitasi

18

19

seperti yang dilakukan di Danau Tempe Sulawesi Selatan dan pengendalian kerusakan lahan gambut di Kalimantan. Contoh upaya yang telah rehabilitasi yang telah dilakukan: Strategi 10.1: Mengembangkan program restorasi dan rehabilitasi terhadap lahan basah yang mengalami kerusakan. Rencana aksi: 1. Melakukan inventarisasi sebaran dan kondisi lahan basah yang mengalami kerusakan. 2. Membuat skala prioritas (berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya nilai konservasi) bagi lahan basah rusak yang membutuhkan upaya restorasi dan rehabilitasi. 3. Melakukan pengkajian, percontohan dan penyebarluasan informasi mengenai metode restorasi dan rehabilitasi lahan basah. 4. Melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan restorasi berdasarkan skala prioritas yang telah ditetapkan. 5. Meningkatkan kepedulian dan upaya restorasi kawasan-kawasan lahan basah buatan. 6. Menyusun panduan mengenai pengendalian kebakaran, perbaikan tata air, pengendalian kerusakan akibat penambangan liar, dan penanganan pencemaran. Tolok ukur keberhasilan: Terdapat hasil kajian berupa daftar prioritas lahan basah yang harus direstorasi dan direhabilitasi di setiap provinsi. Semua pemangku kepentingan di provinsi, terutama provinsi yang memiliki lahan basah penting memperoleh panduan teknis mengenai pengendalian kebakaran, perbaikan tata air, pengendalian kerusakan akibat penambangan liar, dan penanganan

pencemaran secara rutin. Terdapat penurunan yang signifikan secara nasional jumlah lahan basah yang berada dalam kondisi kritis.

19

20

Strategi 10.2: Mengendalikan kerusakan lahan gambut akibat pembangunan kanal. Rencana aksi: 1. Melakukan inventarisasi terhadap keberadaan/sebaran dan status

kepemilikan maupun operasional kanal-kanal di lahan gambut di seluruh Indonesia. 2. Melakukan kajian dampak keberadaan kanal terhadap kondisi ekologis lahan basah di suatu wilayah (biodiversity, kebakaran, kekeringan dan sosial ekonomi). 3. Melakukan kajian lingkungan secara menyeluruh dampak (hidrologis, pelaksanaan

keanekaragaman

hayati,

kebakaran)

sebagai

penyekatan kanal (canal blocking). 4. Mengidentifikasi prioritas penyekatan kanal-kanal yang diduga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lahan basah (gambut). 5. Menyusun dan menyebarluaskan panduan teknik penutupan kanal. 6. Melaksanakan penutupan kanal-kanal berdasarkan prioritas. 7. Menyebarluaskan informasi mengenai konsep perdagangan karbon dan mekanisme pendanaan lainnya dalam restorasi dan rehabilitasi lahan basah. 8. Mengoptimalkan peranan jasa lingkungan lahan basah melalui mekanisme perdagangan karbon dan pendanaan lain (seperti CDM, BCF, dan DNS) dalam pembiayaan rehabilitasi lahan basah. 9. Mengembangkan percontohan proyek karbon untuk merehabilitasi dan mengkonservasi kawasan lahan basah. 10. Menyebarluaskan hasil-hasil penelitian maupun percontohan proyek karbon dalam bahasa yang mudah dipahami untuk diterapkan di kawasan lain yang sesuai.

20

21

Tolok ukur keberhasilan: Seluruh kanal-kanal yang menyebabkan dampak negatif pada lahan basah gambut telah disekat/ ditutup. Terdapat proyek-proyek percontohan

perdagangan karbon untuk kegiatan rehabilitasi dan konservasi di setiap provinsi yang memiliki lahan basah penting dan perkembangannya dapat dipantau oleh para pemangku kepentingan.

21

22

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1.

Lahan basah merupakan lahan yang memiliki berbagai potensi untuk dikembangkan.

2.

Dalam pengembangannya lahan basah seringkali mengalami berbagai macam kerusakan baik yang bersifat alamiah ataupun yang disebabkan oleh faktor manusia

3.

Untuk menghindari kerusakan, diperlukan upaya analisis terhadap kualitas dan degradasi dari lahan basah tersebut.

4.

Ada berbagai parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas dari lahan basah, berupa kualitas air dan kualitas tanah.

5.

Degradasi lahan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, utamanya oleh erosi.

6.

Perlu dilakukan suatu upaya rehabilitasi untuk menjaga kelestarian dari lahan basah demi menjaga keseimbangan alam.

B. Saran 1. Agar dapat disusun suatu pedoman perencanaan pengembangan di kawasan lahan basah. 2. Supaya penyuluhan kepada masyarakat sekitar lahan basah lebih digalakkan lagi sehingga problem kebodohan dapat dihindari. 3. Supaya dilakukan suatu sistem pengawasan yang terpadu terhadap pemanfaatan lahan basah untuk menghindari kerusakan terhadap lahan tersebut.

22

23

DAFTAR PUSTAKA
Komite nasional pengelolaan ekosistem lahan basah. 2004.Strategi Nasional dan rencana aksi pengelolaan lahan basah Indonesia, diakses dari

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PHPA/PHKA/NSAP2004.pdf , pada tanggal 28

Januari 2012 Diakses dari, http://www.lablink.or.id/Eko/Wetland/lhbs.htm , pada tanggal 28 Januari 2012 Kusumastuti, Widya. 2009. Evaluasi Lahan Basah Bervegetasi Mangrove Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus Di Desa Kepetingan Kabupaten Sidoarjo). Semarang. Universitas Diponegoro. Thesis Pamoengkas, Prijanto. 2000. Degradasi dan rehabilitasi hutan tropika basah (kajian falsafah sains). Bogor. Institut Pertanian Bogor. Paper Individu. EROSI DAN DEGRADASI LAHAN DI INDONESIA. Diakses dari

http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/04/erosi-dan-degradasi-lahan-di-indonesia.html

pada tanggal 28 Januari 2012

23

Anda mungkin juga menyukai