Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PENGEMBANGAN LAHAN BASAH

FUNGSI LINGKUNGAN LAHAN BASAH

DISUSUN

OLEH :

NAMA

: BAGUS RIZKYA PUTRA

NIM

: 1207113573

KELAS

:A

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

PENDAHULUAN

Pemanfaatan sumberdaya lahan oleh manusia merupakan


suatu kebutuhan yang tak terpisahkan dari kehidupan.
Kebutuhan akan lahan berhubungan erat dengan kebutuhan
manusia berupa pangan, sandang, dan papan serta energi.
Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat
mengakibatkan tindakan pemanfaatan sumberdaya lahan pun
semakit pesat. Permintaan terhadap lahan untuk berbagai
bidang kehidupan, salah satunya lahan pertanian menjadi
semakin meningkat. Lahan yang dulunya dianggap sebagai
lahan marjinal, seperti lahan basah (dalam hal ini rawa dan
gambut) menjadi salah satu sasaran perluasan lahan pertanian.
Lahan basah memiliki keunikan tersendiri dan khas
dibanding sumberdaya lahan lainnya. Lahan basah pada
umumnya merupakan wilayah yang sangat produktif dan
mempunyai keanekaragaman yang tinggi, baik
keanekaragaman hayati maupun non hayati, sehingga diyakini
bahwa lahan basah merupakan salah satu sistem penyangga
kehidupan yang sangat potensial. Meskipun lahan basah dapat
dimanfaatkan untuk penggunaan lahan lainnya, namun dalam
pemanfaatannya manusia seringkali mengedepankan fungsi
produksi dibandingkan dengan fungsi lingkungan. Hal ini
menjadi penyebab terjadinya kerusakan dan pencemaran serta
kehilangan lahan basah sehingga tak dapat menjalankan fungsi
lingkungannya.

Lahan Basah
Berdasarkan hasil Konvensi Ramsar 1971, pengertian
lahan basah secara internasional adalah:
Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan;

tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau


mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan
laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada
waktu surut.

Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik,


kimia, dan biologi, seperti tanah, air, spesies tumbuhan dan
hewan, serta zat hara. Proses yang terjadi antar-komponen dan
di dalam tiap komponen membuat lahan basah dapat
mengerjakan fungsi-fungsi tertentu, dapat membangkitkan
hasilan, dan dapat memiliki tanda pengenal khas pada skala
ekosistem (Notohadiprawiro, T., 1997).

Contoh lahan basah alami:


sungai
danau
delta
hutan rawa gambut
hutan bakau
kerapa
koral
laguna

Lahan Basah Buatan

Lahan basah buatan adalah suatu sistem perawatan yang


mempergunakan proses alamiah yang melibatkan vegetasi
lahan basah, tanah dan mikrobakteri yang berasosiasi di
dalamnya dengan tujuan memperbaiki kualitas air (EPA,2004).
Lahan Basah buatan memiliki banyak fungsi diantranya untuk
filtrasi air. Ketika aliran air melewati lahan basah, mereka akan
berjalan perlahan dan sebagian besar bahan pencemar akan
terjerab oleh vegetasi untuk kemudian terangkat atau berubah
bentuk menjadi lebih tidak berbahaya.
Tumbuhan yang hidup dalam lahan basah membutuhkan unsur
hara yang terkandung dalam air. Jika yang tertahan adalah air
yang mengandung bahan pencemar berbahaya bagi
lingkungan namun bermanfaat bagi tumbuhan, maka bahan itu
akan diserapnya
(Wong, 1997).
Contoh Lahan Basah Buatan:
waduk
saluran irigasi
sawah
kolam dan parit

FUNGSI LINGKUNGAN LAHAN BASAH


Fungsi dan nilai lahan basah antara lain adalah mengatur
siklus air, menyediakan air permukaan dan air tanah, serta
mencegah terjadinya banjir dan kekeringan. Seiring dengan
pesatnya pembangunan di berbagai sektor, keberadaan potensi
sumberdaya air di kawasan lahan basah (kawasan gambut,
kawasan resapan air, sempadan sumber air, pantai, kawasan
sekitar danau/waduk, kawasan pantai berhutan bakau, dan
rawa) menjadi semakin terancam kelestariannya.

Peranan lahan basah dalam siklus hidrologis adalah


sebagai berikut:
1. Sebagai pengontrol kualitas air, di mana lahan basah
sebagai kawasan strategis yang memisahkan ekosistem
daratan dengan ekosistem akuatik, sehingga dalam posisinya
ini, lahan basah dapat mencegah air larian dari daratan dan
menyaring bahan polutan dan sedimen sebelum masuk ke
badan air. Fungsi ini didukung oleh vegetasi yang terdapat di
kawasan lahan basah yang dapat memfilter substansi kimia
tertentu sekaligus mengambil nutrisi dari tanaman mati yang
berpotensi menurunkan kualitas air secara dominan pada
ekosistem akuatik.
2. Sebagai pengisi air tanah, terutama dijalankan oleh
dataran banjir, rawa air tanah, danau, lahan gambut, dan hutan
rawa. Peran ini tidak hanya terbatas pada pengisian air tanah
saja, tapi juga sekaligus menjadi tempat pelepasan air tanah
sebelum menuju ke badan air (sungai permukaan). Antara
kedua fungsi ini, perlu adanya keseimbangan dalam
mekanismenya.
3.Sebagai habitat ikan dan organisme liar (wildlife). Pada
fungsi ini, lahan basah merupakan tempat ideal bagi
berkumpulnya berbagai macam hewan (ikan, burung, reptil,
dan insekta) dan tumbuhan. Sebagian di antara mereka
menjadikan lahan basah sebagai habitat,sebagian lagi
menjadikan ini hanya sebagai tempat persinggahan untuk
mencari makan. Atas dasar ini, lahan basah telah menajdi
bagian penting dalam lingkungan wildlife.
4.Sebagai pengontrol abrasi bibir pantai & tepian sungai,
didukung oleh karakter vegetasi lahan basah (seperti bakau,
rambai, eceng gondok). Sistem perakarannya dapat
memperlambat kelajuan air dan mereduksi energi gelombang,
sementara batang & daunnya memperlambat arus air. Pada

beberapa tipe lahan basah, walaupun tidak bervegetasi (seperti


saluran irigasi), kemiringan alami lahan basah dapat menjadi
buffer untuk erosi tepian sungai.

5. Pada fungsi biologi, lahan basah merupakan habitat


yang mendukung kehidupan beberapa jenis tumbuhan
dan binatang.
6. Pada fungsi ekologi, lahan basah merupakan gudang
penyimpan karbon bumi yang merupakan hasil penguraian
materi yang telah terjadi dalam jangka waktu yang sangat
lama. Rusaknya fungsi ini dapat mengakibatkan emisi karbon
ke atmosfer yang berkontribusi kepada pemanasan global dan
perubahan ikilim serta terganggunya keseimbangan ekologi.
7. Pada fungsi hidrologi, lahan basah berfungsi menyimpan
cadangan air permukaan dan air bawah permukaan,
membantu memperlambat pelepasan air daratan ke laut.
8. Menampung limpasan (Run Off) air sungai, sehingga
ditengah laju kerusakan hutan di bagian hulu di tambah dengan
laju pendangkalan sungai di bagian hilir yang luar biasa, maka
kemampuan tersebut sangat diperlukan untuk meminimalkan
banjir di bagian tengah dan hilir yang umumnya banyak
terdapat wilayah-wilayah pemukiman dan infrastruktur dalam
skala besar.

JENIS-JENIS LAHAN BASAH


Dua jenis umum lahan basah yang
dikenal yaitu tidal wetland dan non-tidal wetland.
1. Tidal wetland : adalah lahan basah yang berhubungan
dengan estuari, dimana air laut bercampur dengan air tawar
dan membentuk lingkungan dengan bermacam-macam kadar
salinitas. Fluktuasi pemasukan air laut yang tergantung pada
pasang surut seringkali menciptakan lingkungan yang sulit bagi

vegetasi, salah satu yang dapat beradaptasi disini adalah


tumbuuhan mangrove dan beberapa tanaman yang tahan
terhadap salinitas.
2. Non-tidal wetland : adalah lahan basah yang biasanya
berada di sepanjang aliran sungai, di bagian yang dangakal
dikelilingi oleh tanah kering. Keberadaannya tergantung musim,
dimana mereka akan mengering pada satu atau beberapa
musim di setiap tahunnya. Tipe
ini bisa di ditemui di Amerika atau Alaska. (EPA,2006)
Lahan basah memindahkan polutan dari perairan
melibatkan proses yang komplek antara aspek biologi, fisika
dan kimia. Pengambilan nutrient oleh tumbuhan tingkat tinggi
dan penyimpanan logam berat di dalam akar adalah komponen
biologi yang paling nyata pada ekosistem lahan basah (Orson
1992; Rai 1995 dalam Wong 1997).
Dalam pengambilan polutan oleh tumbuhan, transformasi
bakteri dan proses fisika-kimia termasuk adsorpsi, presipitasi
dan sedimentasi dalam tanah dan rhizospere di zona akar
adalah mekanisme utama untuk pengangkatan bahan
pencemar (Wong,1997)
Ditinjau secara fisik, kimiawi dan biologis, peran rawa
dalam proses penghilangan bahan pencemar dari air limbah
terjadi menurut salah satu proses berikut (Wildeman dan
Laudon 1989 dalam Khiatudin,.2003)
1. Penyariingan bahan tersuspensi dan koloida yang
terdapat dalam air.
2. Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan
daun tumbuhan hidup.
3. Pengikatan atau pertukaran bahan pencemar dengan
tanah rawa, bahan tanaman hidup, bahan tanaman mati
dan bahan alga hidup.
Kerusakan dan Pencemaran Lahan Basah

Pada awalnya lahan basah dijauhi karena merupakan sarang


nyamuk yang dapat menimbulkan penyakit malaria. Dengan
alasan ini pula merupakan salah satu penyebab terjadinya
pembukaan lahan basah untuk memberantas sarang nyamuk
dan penyakit yang ditimbulkannya. Sekitar akhir 1800-an lahan
basah dianggap sebagai penyebab nyamuk malaria, sehingga
kegiatan untuk pengeringan lahan basah menjadi luas. Seiring
dengan perkembangan teknologi tahun-tahun berikutnya,
kerugian dan kerusakan dari lahan basah semakin terus
bertambah karena alasan tersebut, dan sebagai alasan untuk
mendapatkan lahan pertanian, membuka pemukiman dan lainlain, yang tergambar pada kontrol dan eksploitasi alam oleh
manusia, meletakkan dasar bagi pemberantasan lahan basah
(Caliskan, 2008). Lahan basah telah dikeringkan, berubah
menjadi lahan pertanian dan perkembangan komersial dan
residensial pada tingkat yang mengkhawatirkan (Mitsch dan
Gosselink, 1993).
Konversi lahan basah yang telah berlangsung berabad-abad di
berbagai bagian dunia telah merusakkan jutaan hektar lahan
basah, terutama di negara-negara industri. Pengembangan
pertanian paling banyak menghilangkan lahan basah
(Notohadiprawiro, 1996). Sebagai contoh, Sejak kedatangan
orang Eropa ke Amerika, setengah dari lahan basah di AS telah
hilang (zeesmi, 1997 dalam Caliskan, 2008). Meskipun nilai
intrinsiknya besar, lahan basah telah kehilangan sistem
tanahnya di bawah penggunaan manusia, sehingga sebagian
besar lahan basah di Eropa, dan Mediterania pada khususnya,
telah hilang (Hollis, 1995). Di Spanyol, diperkirakan bahwa lebih
dari 60% dari lahan basah telah hilang dalam 50 tahun terakhir.
Semenanjung Iberia barat tengah 94% dari lahan basah asli
menghilang pada periode antara 1896 dan 1996 (GallegoFernandez, et al., 1999.
Kerusakan lahan basah juga bisa berupa pencemaran yang
kemudian menyebabkan perubahan kesetimbangan ekologis
lahan basah, sedimentasi danau dan rawa, masuknya invasive
alien spesies, dan pengurasan sumberdaya akibat pemanfaatan
berlebih. Kerusakan yang terjadi menyebabkan banyak
kawasan lahan basah terutama rawa dan danau mengalami
pendangkalan, eutrophikasi, hilangnya spesies asli, dan

menurunnya kesejahteraan masyarakat (Kementerian


Lingkungan Hidup, 2004.
Pada daerah tertentu, aktivitas yang dilakukan dalam upaya
untuk pengembangan atau kelangsungan hidup dapat
menyebabkan pencemaran. Pencemaran lahan basah
menimbulkan ancaman serius terhadap struktur dan fungsi
ekosistem lahan basah (Mitsch dan Gosselink, 2000; Lamers et
al, 2002. Pencemaran pada lahan basah terjadi tiada lain akibat
aktivitas manusia (human-induce) yang berada baik di dalam
maupun di luar lingkungan lahan basah. Pada umumnya
sumber pencemaran berasal dari aktivitas manusia yang
menghasilkan limbah buangan (residu) dan polutan yang
dibuang sembarangan. Kebanyakan pencemaran terjadi pada
badan air sehingga menurunkan kualitas air.
Lahan basah yang telah menjadi korban pencemaran sebagian
besar berdekatan dengan daerah berikut (Mkuula, 1993):
1. Pusat-pusat perkotaan; Pesatnya pembangunan dan
peningkatan penduduk merambah sebagian lahan basah
sebagai bagian dari perkotaan. Proses urbanisasi yang
cepat mempengaruhi pencemaran yang semakin parah
akibat pembuangan sampah (limbah padat) dan limbah
cair yang berasal dari penduduk, domestik, dan industri.
2. Daerah yang dekat industri berpolusi besar, seperti
pengolahan sisal (serat; Industri merupakan sumber
utama polusi air, udara dan tanah. Limbah industri dapat
mengandung logam berat seperti merkuri, timbal krom,
dan kadmium; garam sianida, nitrit dan nitrat, bahan
organik, mikro-organisme dan nutrisi, bahan kimia dan
beracun seperti pestisida.
3. Daerah di mana pertambangan merupakan sarana
utama pendapatan; Sumberdaya yang terkandung di
lahan basah sangat potensial untuk dikelola khususnya
pertambangan. Tak jarang kita temui lokasi tambang yang
berada di sekitar lahan basah. Pencemaran yang timbul
dari kegiatan pertambangan sangat memprihatinkan.
Dengan munculnya pengeboran gas alam dan mungkin

minyak di wilayah pesisir, mungkin ada dampak negatif


yang sangat besar pada laut terutama rapuhnya lahan
basah, dan pesisir. Pada skala pertambangan besar yang
terorganisir, dampak lingkungan relatif mudah untuk
dicegah dan dikendalikan. Namun, pertambangan skala
kecil tidak terorganisir dan tidak terkendali telah
melakukan kerusakan luar biasa untuk lingkungan.
Overburden merupakan sampah utama yang dihasilkan
oleh industri pertambangan. Fraksi komoditi yang berguna
biasanya sangat kecil, dan sisanya adalah batu dan tanah
sampah yang dibuang tanpa memperhatikan lingkungan.
4. Daerah di mana aplikasi pestisida sangat luas;
Pestisida menimbulkan masalah pencemaran lingkungan
ketika dibuang ke lingkungan karena beracun bagi banyak
spesies non-target. Beberapa pestisida tetap aktif untuk
waktu yang lama atau dapat terurai menjadi senyawa
yang lebih beracun. Sumber-sumber pencemaran
pestisida berasal dari penyimpanan dan pengelolaan yang
tidak. Kurangnya kesadaran akan bahaya terkait dengan
penanganan pestisida semakin merumitkan masalah. Air
adalah penerima utama polutan pestisida. Sekitar 50%
dari pestisida yang disemprotkan ke tanaman jatuh di
tanah atau terbawa oleh angin dan memasuki badan air
melalui air hujan atau irigasi. Beberapa pestisida akhirnya
mencemari air minum.

Mitigasi Kerusakan dan Pencemaran Lahan Basah


Dalam pengertian umum, mitigasi berarti mengurangi
kerusakan lingkungan dengan menghindari, meminimalkan,
dan kompensasi untuk kegiatan yang merusak atau
menghancurkan sumber daya yang dilindungi (Anonim, 2003).
Ada tiga jenis mitigasi umumnya diakui sebagai metode yang
dapat diterima untuk mengkompensasi dampak kerusakan
lahan basah: restorasi (restoration), penciptaan (creation), dan
peningkatan (enhancement). Restorasi lahan basah mengacu
pada pembentukan kembali (reestablishment) dari lahan basah

di suatu daerah di mana secara historis lahan basah ada tapi


yang nampak sekarang sedikit atau tidak adanya fungsi lahan
basah. Penciptaan (creation) lahan basah mengacu pada
pembuatan lahan basah di daerah yang bukan lahan basah di
masa lalu. Peningkatan (enhancement) mengacu pada
peningkatan satu atau lebih fungsi dari ada lahan basah
(Kruczynski, 1990).
Dalam konteks lahan basah, mitigasi sering diartikan sebagai
kompensasi, dan berarti restorasi, penciptaan, peningkatan,
atau beberapa tindakan lain yang dilakukan untuk tujuan
spesifik dari kompensasi untuk kerusakan atau kehancuran
lahan basah (Anonim, 2003). Selain dari ketiga metode yang
umumnya dilakukan dalam kegiatan mitigasi lahan basah,
menurut Morgan dan Robert (1999) metode yang paling sering
juga digunakan namun menjadi pilihan terakhir adalah
pelestarian (preservation). Kegiatan pelestarian merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk tetap mempertahankan kondisi
lahan basah yang ada dalam menjalankan fungsinya (Odum
dan Turner, 1987).
Banyak peneliti telah menawarkan kesimpulan tentang
berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
kegiatan mitigasi saat ini dan masa depan. Umumnya dapat
digambarkan dalam lima kategori. Ini termasuk (Castelle, et al.,
1992):

Informasi teknis dan ilmiah;


Perencanaan proyek dan pelaksanaan;
Tipe lahan basah;
Fungsi lahan basah;
Jenis mitigasi, dan
Waktu.

PENUTUP

jika mencermati kecenderungan pengalihan fungsi lahan


basah untuk kepentingan pembangunan pemukiman dan
infrastruktur baru, sebagaimana selama ini di telah
berlangsung di kota-kota yang sedang berkembang di wilayah
provinsi Kalimantan Tengah, di tambah dengan laju kerusakan
hutan di bagian hulu dan laju pendangkalan di bagian hilir yang
luar biasa, maka diperlukan semacam blue print konsep
pembangunan yang berwawasan lingkungan (eco-development
concept) yang akan memandu kebijakan yang pro lingkungan
dan pro pertumbuhan ekonomi dan memandu upaya
perencanaan wilayah regional, wilayah kota, dan kawasan
pemukiman yang tepat, di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
dan region Kalimantan, jika kita tidak ingin menuai bencana
yang lebih besar di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

http://arwansoil.blogspot.com/2011/03/mitigasikerusakan-dan-pencemaran-lahan.html

http://soil.blog.ugm.ac.id/files/2006/11/1997-Lahanbasah.pdf

http://indrakamis.blogspot.com/2009/01/hamparanpetak-luaw-lahan-basah.html

http://ppkmlb.page.tl/Sekilas-Lahan-Basah.htm

Anda mungkin juga menyukai