Dosen Pengampu
Disusun Oleh
Hamidayanti
2110115120015
BANJARMASIN
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................5
2.1 Lahan Rawa Lebak.............................................................................................5
2.2 Tipe Lahan Rawa Lebak.....................................................................................7
2.3 Kondisi Hidrologi...............................................................................................10
2.4 Nilai dan Jasa Ekosistem Rawa Lebak............................................................10
2.5 Dampak dan Konservasinya.............................................................................12
BAB III.........................................................................................................................13
PENUTUP...................................................................................................................13
3.1 Kesimpilan.........................................................................................................13
3.2 Saran.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan rawa merupakan kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan secara
bijak agar dapat menjadi sumber pertumbuhan yang mampu mendorong laju
pembangunan perekonomian dan memakmurkan rakyatnya. Oleh karena itu
walaupun dalam era otonomi yang memberikan wewenang luas, pengelolaan
lahan rawa pasang surut harus tetap mengindahkan kondisi dan sifat-sifat lahan
yang khas dan unik. Dalam arti tidak membuat kegiatan yang mengarah pada
perubahan lingkungan yang drastis, yang dapat berdampat negatif tehadap
kualitas lingkungan setempat maupun wilayah lain. Wilayah lain yang dimaksud
adalah wilayah yang secara administrasi dan hukum sudah di luar wilayahnya,
namun masih menjadi satu kesatuan karena sistem rawa yang melingkupinya.
(Ar-Riza and Alkasuma 2008)
PEMBAHASAN
2.1 Lahan Rawa Lebak
Lahan rawa lebak merupakan rawa yang terdapat di kiri dan kanan sungai
besar dan anak-anaknya, dengan topografi datar, tergenang air pada musim
penghujan, dan kering pada musim kemarau. Pada keadaan air macak-macak
sampai dengan ketinggian air lebih kurang 30 cm, lahan tersebut ditanami padi
sedangkan pada kondisi kering tanaman pangan lainnya dapat ditanam
Pola pengelolaan yang dapat disarankan untuk rawa tadah hujan diarahkan
pada mempertahankan kekhasan ekosistem dengan pemanfaatan bagi sektor
perikanan dengan kegiatan tambahannya adalah pertanian dan peternakan.
Pada rawa banjiran diarahkan pada kegiatan pertanian dengan kegiatan lainnya
adalah perikanan dan pertanian tergantung pada musim dan ketersediaan air,
dan pada rawa campuran diarahkan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan air
dengan menyediakan lebung dan penyerasian pola tanam dengan daur banjir.
(Amin 2016)
Luas lahan rawa lebak di Indonesia sekitar 13,28 juta hektar, luas ini
diperkirakan sekitar sepertiga dari luas totallahan rawa. Luas lahan rawa lebak
yang telah dibuka untuk persawahan dan permukiman sekitar 1,55 juta hektar,
dari luasan tersebut sekitar 1,01 juta hektar (71%) dibuka meialui swadaya
masyarakat dan sisanya (29%) oleh pemerintah. Berdasarkan data terse but,
maka luas lahan rawa lebak yang belum dibuka masih cukup luas (sekitar 11,73
juta hektar). Namun menurut lrianto (2006) luas lahan rawa Iebak yang
berpotensi untuk pertanian dan belum dibuka hanya sekitar 1.411.317 ha
(10,6%). Secara umum tingkat kesuburan lahan rawa Iebak lebih baik
dibandingkan lahan rawa pasang surut, karena tanah di lahan rawa lebak
tersusun dari endapan sungai (~uviQtil) yang tidak mengandung bahan
sulfidiklpirit. Kecuali pada zona peralihan antara lahan rawa lebak dan lahan
rawa pasang surut di Iapisan bawah pada kedalaman lebih dari 1 meter
ditemukan Iapisan bahan sulfidik yang merupakan endapan marin. Lahan rawa
lebak dangkal merupakan bagian yang paling potensial untuk pertanian
dibandingkan lahan rawa lebak tengahan dan dalam. Lahan rawa lebak dangkal
dan tengahan umumnya dijadikan persawahan dengan pertanaman palawija dan
sayuran di bagian guludanlbedengan pada sistem surjan. Sementara lebak
dalam, karena bentuknya mirip eekungan kondisi airnya relatif masih tetap dalam
walaupun pada musim kemarau, sehingga lebih sesuai untuk budidaya
perikanan air tawar. (Soendjoto and Dharmono 2016)
Kendala utama dalam pengelolaan lahan rawa lebak adalah tinggi air selama
musim hujan. Sebaliknya pada musim kemarau tinggi genangan air berangsur
turun menjadi hampir kering. Seeara tradisional, petani menanami lahannya
setelah genangan air mulai turun pada akhir musim hujan. Penanaman dimulai
dari lebak dangkal dan berlanjut ke lebak tengahan. Pada kondisi ElNino
(kemarau panjang), lahan rawa lebak merupakan lahan subur untuk pertanaman
padi, palawija dan hortikultura. Lahan rawa lebak merupakan salah satu lumbung
padilberas nasional yang mampu mendukung dan mengamankan program
ketahanan pangan. Oleh karena itu, potensinya yang besar untuk perluasan
areal produksi pertanian dapat dilakukan melalui perbaikan biofisik lahan.
Penelitian yang lebih intensif perlu dilakukan untuk mendapatkan varietas-
varietas tanaman yang mampu beradaptasi dan berproduksi tinggi serta rasanya
disenangi konsumen, sehingga sesuai dibudidayakan di lahan rawa lebak (Amin
2016)
2.2 Tipe Lahan Rawa Lebak
Tipe lahan lebak, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Pengairan pada rawa lebak hampir sama dengan sistem rawa pasang surut.
Pada sistem rawa pasang surut air memungkinkan untuk menggenangi areal
persawahan pada saat air pasang, sedang pada rawa lebak prinsip kerjanya adalah
mengatur keluarnya air sehingga lahan tidak tergenang dan kebutuhan tanaman
akan air ataupun kelembaban tanah terpenuhi dengan menggunakan bangunan
tabat/ pengatur air. Pengaturan air pada sistem rawa pasang surut dan lebak
mempunyai tujuan agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan baik untuk budidaya
pertanian, perkebunan maupun perikanan.(Alwi 2014)
Rawa lebak memiliki potensi sumberdaya yang besar dalam hal pertanian
dan perikanan. Potensi tersebut membuat rawa lebak memiliki nilai-nilai bagi
masyarakat yang tinggal di sekitarnya, seperti nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai
politik. Nilai ekonomi berkaitan dengan fungsi rawa lebak sebagai sumber mata
pencaharian utama bagi masyarakatnya. Masyarakat yang tinggal di sekitar rawa
akan sangat bergantung pada rawa lebak untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya. Sementara nilai politik mengacu pada sistem kepemilikan rawa yang
berubah setiap musimnya. Perubahan sistem kepemilikian tersebut jelas merupakan
suatu goncangan yang mengganggu stabilitas masyarakat. Masyarakat menjadi
tidak bisa memanfaatkan nilai ekonomi rawa lebak dan menjadi rentan akan kondisi
rawan pangan. Berdasarkan pemaparan tersebut penting untuk melihat sejauh mana
nilai ekonomi, sosial dan politik rawa lebak serta mengetahui resiliensi komunitas
dalam menghadapi kondisi rawan pangan di wilayah rawa lebak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpilan
Indonesia memiliki rawa yang sangat luas, lebih kurang 33,4 juta hektar
dimana sekitar 60 % nya merupakan rawa pasang surut. Luas sisanya sekitar 40 %
merupakan rawa lebak atau rawa non pasang surut . lebih dari 9 juta ha dari rawa
pasang surut sudah di reklamasi, sebagian oleh Pemerintah (sekitar 1.3 juta ha) dan
sebagian lagi oleh Penduduk lokal utamanya suku Bugis dan Banjar (sekitar 2.4 juta
ha), kurang lebih seluas 5.3 juta ha dikembangkan oleh perusahaan swasta
terutama untuk perkebunan sawit dan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan selebihnya
untuk pertambakan. Pengembangan rawa di Indonesia berawal di Pulau Sumatera
dan Kalimantan yang dirintis pada awal abad ke dua puluh oleh transmigran
lokal/spontan. Sedangkan reklamasi rawa dengan skala besar disponsori oleh
Pemerintah, yang mencapai puncaknya pada dasawarsa 70-an dan 80-an dengan
tujuan menunjang program transmigrasi dan peningkatan produksi pangan serta
pemerataan pembangunan guna mendorong pengembangan ekonomi wilayah.
Penduduk asli suku Melayu dan para pendatang dari suku Bugis dan Banjar secara
tradisional bermukim dirawa pasang surut di Sumatra dan Kalimantan. Semenjak
tahun 80an, sektor swasta menjadi penggerak utama dalam aktivitas
pengembangan lahan rawa terutama rawa pasang surut. Pada awal tahun 90an
hanya sekitar 200.000 ha lahan rawa dikembangkan untuk perkebunan dan sekitar
300.000 ha yang dikembangkan untuk tambak oleh sektor swasta. Pada tahun 2000,
lahan rawa yang dikembangkan meningkat dengan pesat, 5 juta ha lahan
perkebunan dan 450.000 ha untuk lahan pertambakan.
3.2 Saran
Mungkin, dalam penulisan makalah saya kali ini mempunyai kekurangan,
saya mohon untuk diberikan saran oleh pembaca, agar saya bisa mengembankan
lagi dan memperbaiki lagi kesalahan saya dalam karya tulis maupun tugas saya
berikutnya.Jika pembaca mempunyai saran maupun kritiknya bisa disampaikan
melalui email. 2110115120015@mhs.ulm.ac.id agar saya bisa memperbaiki dan
mengembangkan kemampuan saya dalam penulisan. Mungkin ini saja yang bisa
saya sampaikan, kekurangan dan kelebihannya mohon dimaafkan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Muhammad. 2014. “Prospek Lahan Rawa Pasang Surut Untuk Tanaman Padi.”
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”
(2007): 45–59.
http://kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/6_alwi.pdf.
Amin, Mohamad. 2016. “Potensi, Eksploitasi Dan Konservasi Berkelanjutan Lahan
Basah Di Indonesia.” Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah 1: 14–22.
Ar-Riza, and Alkasuma. 2008. “Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut Dan Strategi
Pengembangannya Dalam Era Otonomi Daerah.” Jurnal Sumberdaya Lahan
2(2): 95–104.
Baldwin, Andrew H., Aat Barendregt, and Dennis F. Whigham. 2009. Tidal
Freshwater Wetlands Tidal Freshwater Wetlands- An Introduction to the
Ecosystem.
Budianta, Dedik, Yuanita Windusari, and T Abel. 2016. “Beneficial Effect of Local
Resources to Improve Food Crop Production in Tidal Swamp of Indonesia.”
International Journal of Environmental & Agriculture Research (IJOEAR) 2(1):
98–101. https://ijoear.com/issue-detail/issue-January-2016.
Lebak, Rawa, and Sumatera Selatan. 2019. “BUDI DAYA DAN ADAPTASI
VARIETAS UNGGUL BARU PADI PADA LAHAN RAWA LEBAK SUMATERA
SELATAN Cultivation And Adaptation of New Superior Varieties Paddy In Lebak
Swampy Lands In South Sumatra.”
Muthmainnah, Dina et al. 2012. “Pola Pengelolaan Rawa Lebak Berbasis
Keterpaduan Ekologi- Ekonomi-Sosial-Budaya Untuk Pemanfaatan
Berkelanjutan.” J. Kebijak. Perikanan. Ind 4(2): 59–67.
Ogan, D I, and Komering Ilir. 2008. “FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA
LEBAK.” 3(2): 57–66.
Soendjoto, Mochamad Arief, and Dharmono. 2016. “Potensi, Peluang, Dan
Tantangan Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah Secara Berkelanjutan.”
Prosiding Seminar Universitas Lambung Mangkurat 2015: 1–20.
Sudana, Wayan. 2009. “Potensi Dan Prospek Lahan Rawa Sebagai Sumber
Produksi Pertanian.” : 141–51.
Tejoyuwono, and Notohadiprawiro. 2006. “Lahan Basah.” Repro : Ilmu Tanah UGM
(Lahan Basah): 1–10.