Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH EKOLOGI LAHAN RAWA

PENGARUH HIDROTOPOGRAFI
TERHADAP TANAMAN JAGUNG SERTA PENGELOLAAN
TATA AIR DAN PENANAMAN JAGUNG DI LAHAN RAWA

Dosen Pengampu :

Dr. Riswandi, S.Pt., M.Si


Disusun Oleh :

NAMA : GEZA JAGAD SATRIA


NIM : 05041282126032
KELAS : B. PETERNAKAN

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya haturkan kepada Allah. SWT atas limpahan rahmat
serta anugerah dari-nya saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Pengaruh Topografi Dan Hidrotopografi Terhadap Tanaman Jagung Serta
Pengelolaan Limbah Jagung Untuk Pakan Ternak”. Sebelumnya saya ucapkan
terima kasih kepada Bapak Dr. Riswandi, S.Pt., M.Si. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ekologi Lahan Rawa yang sudah membantu dan membimbing saya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Selanjutnya dengan rendah hati saya meminta kritik dan saran dari pembaca
untuk kebaikan makalah ini karena saya sangat menyadari, bahwa makalah yang
telah dibuat ini masih memiliki banyak kekurangan. Walaupun makalah ini jauh
dari sempurna tetapi saya berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan
dan memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, 20 Maret 2023

Geza Jagad Satria


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Lahan Rawa
A. Permasalahan Lahan Rawa

B. Kebijakan Pengembangan Lahan Rawa


2.2 Topografi dan Hidrotopografi Lahan Rawa
2.2 Sistem Tata Air di Lahan Rawa

A. Tanggul Penangkis Banjir


B. Waduk Retarder
C. Saluran Interepsi

D. Saluran Drainese dan Irigasi


2.3 Budidaya Jagung di Lahan Rawa
A. Penanaman Jagung di Lahan Rawa
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan rawa ialah lahan yang dipengaruhi oleh rezim air akibat pasang surut
air laut, sungai, atau akibat kiriman banjir (genangan) lahan ini tergenang secara
periodic atau terus menerus secara alami dalam waktu yang lama karena
drainese yang terhambat, lahan ini memiliki keasaman yang tinggi dan miskin
akan unsur hara, kering pada kemarau walaupun begitu lahan ini apabila
dikelola dengan baik bisa menjadi ‘’Mesin ATM’’ lahan ini bisa dijadikan
untuk sektor peternakan, perikanan, pertanian dan perkebunan salah satu
tanaman dalam bidang pertanian ialah jagung yang merupakan penyumbang
sumber pangan.
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan dari keluarga
rumput-rumputan yang digolongkan dalam tanaman biji-bijian. Jagung dikenal
oleh masyarakat Indonesia karena tanaman jenis zea bisa dijadikan bahan
makanan pokok pengganti nasi dan berbagai macam makanan olahan. Selain itu
bagian dari tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
seperti daun, batang, klobot dan janggelnya jagung hidup pada pH tanah 5,5-
7,5 tetapi untuk lahan rawa memiliki pH yang lumayan rendah maka dari itu
perlu dilakukan pengelolaan dan sistem penataan agar bisa menghasilkan
sumber pangan yang baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Hidrotopografi Lahan Rawa?
2. Bagaimana Sistem Tata Air di Lahan Rawa?
3. Apakah Jagung bisa berproduksi dengan baik di Lahan Rawa?
4. Mengapa Penataan Tata Air di Lahan Rawa Perlu?
5. Bagaiamana Cara Pengelolaan Limbah Jagung?
1.3 Tujuan
Agar mengetahui topografi dan hidrotopografi, sistem perairan, budidaya
jagung di lahan rawa dan pengelolaan limbah jagung
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lahan Rawa


Lahan rawa ialah lahan yang dipengaruhi oleh rezim air akibat pasang surut
air laut, sungai, atau akibat kiriman banjir (genangan) lahan ini tergenang secara
periodic atau terus menerus secara alami dalam waktu yang lama karena
drainese yang terhambat, lahan ini memiliki keasaman yang tinggi dan miskin
akan unsur hara, kering pada kemarau walaupun begitu lahan ini apabila
dikelola dengan baik
Lahan rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah (wetland) yang terletak
antara wilayah sistem daratan (terrestrial) dengan sistem perairan dalam
(aquatic). Wilayah ini dicirikan oleh muka air tanahnya yangdangkal atau
tergenang tipis. Menurut Tim Koordinasi Penyusunan Perencanaan Nasional
Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan (P2NPLRB) disebut rawa apabila
memenuhi 4 (empat) unsur utama berikut, yaitu: (1)jenuh air sampai tergenang
secara terus-menerus atau berkala yang menyebabkan suasana anaerobic, (2)
topografi landai, datar sampai cekung, (3) sedimen mineral (akibat erosi
terbawa aliran sungai) dan atau gambut akibat tumpukan sisa vegetasi
setempat), dan (4) ditumbuhi vegetasi secara alami (WACLIMAD 2012).
A. Permasalahan Lahan Rawa
- Rezim air yang fluktuatif dan beresiko kebanjiran pada musim hujan
- Kondisi sosial masyarakat yang rendah dan prasarana yang minim
- Pengolahan rawa secara sectoral
- pH Asam, tanah yang miskin akan zat hara
- Pengaturan air yang buruk
B. Kebijakan Pengembangan Lahan Rawa
- Revitalisasi Sumber Daya Manusia
- Revitalisasi Program
- Revitalisasi Pendanaan
2.2 Hidrotopografi Lahan Rawa
Hidrotopografi adalah kondisi ketinggian muka air terhadap topografi
permukaan lahan di lahan rawa pasang surut. Jenis hidrotopografi rawa pasang
surut dinyatakan dengan banyaknya jumlah terluapi pada lahan rawa pasang
surut, baik akibat kenaikan muka air laut atau kenaikan sungai utamanya. Selain
pengaruh pasang surut, luapan juga dapat disebabkan oleh tinggi hujan pada
wilayah hulu sungai ketika musim penghujan. Jenis hidrotopografi lahan rawa
pasang surut dibagi 4 jenis yaitu Hidrotopografi A, B, C dan D. Jenis A dan B
adalah hidrotopografi yang terluapi lebih dari 4 hingga 5 kali dalam 1 periode
pasang surut, dimana jenis A terluapi pada musim hujan maupun musim
kemarau sedangkan B terluapi 4 hingga 5 kali pada musim hujan saja. Jenis
hidrotopografi C dan D, lahannya tidak pernah terluapi. Muka air tanah pada
lahan C kurang dari 50 centimeter dari permukaan tanah, sedangkan jenis
hidrotopografi D lebih dari 50 centimeter.
Jenis hidrotopografi lahan pada daerah rawa mempengaruhi sistem tata air
yang dipergunakan untuk mengoptimalkan fungsi saluran yang ada. Untuk itu
diperlukan kajian tentang bagaimana pengaruh hidrotopografi lahan dengan
memperhatikan peruntukan lahan didapat jaringan tata air yang baik, sehingga
dapat mengoptimalkan hasil produksi pertanian maupun perkebunan.
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menentukan keadaan
hidrotopografi di lahan rawa :
1) Keadaan elevasi muka air tertinggi (MAT).
2) Keadaan elevasi muka tanah di lapangan yang sewaktu-waktu dapat
berubah kareena penurunan muka tanah akibat oksidasi tanah organik;
dan penataan permukaan tanah pada lahan, kolam ikan dan lain
sebagainya.
2.3 Sistem Tata Air di Lahan Rawa
Salah satu upaya meningkatkan fungsi lahan rawa reklamasi dengan cara
merehabilitasi dan meningkatkan jaringan tata air dan bangunan air yang sudah ada
sesuai dengan kebutuhan tata guna lahan dan budi daya pertanian yang akan
dikembangkan. Adapun upaya Tata air makro ialah pengelolaan air dalam suatu
kawasan yang luas dengan cara membuat jaringan reklamasi sehingga keberadaan
air bisa dikendalikan. Bisa dikendalikan di sini berarti di musim hujan lahan tidak
kebanjiran dan di musim kemarau tidak kekeringan. Karena kawasannya yang luas,
maka pembangunan dan pemeliharaannya tidak dilaksanakan secara perorangan
melainkan oleh pemerintah, badan usaha swasta, atau oleh masyarakat secara
kolektif. Bangunan-bangunan yang umumnya ada dalam suatu kawasan reklamasi
adalah tanggul penangkis banjir, saluran intersepsi, retarder, saluran drainase, dan
saluran irigasi. Kegiatan pembangunan sarana tersebut sering disebut sebagai
reklamasi.

A. Tanggul penangkis banjir


Drainase saja sering tidak mampu mengatasi meluapnya air di musim hujan
terutama pada rawa lebak. Oleh sebab itu, sering dibuat tanggul di sepanjang
saluran. Tanggul ini sering pula dimanfaatkan sebagai sarana jalan darat,
terutama di musim kemarau.
B. Waduk retarder
Waduk retarder atau sering disebut chek dam atau waduk umumnya dibuat
di lahan rawa lebak atau lebak peralihan. Fungsi bangunan ini untuk
menampung air di musim hujan, mengendalikan banjir, dan menyimpannya
untuk disalurkan di musim kamarau.
C. Saluran Interepsi
Saluran intersepsi dibuat untuk menampung aliran permukaan dari lahan
kering di atas lahan rawa. Letaknya pada berbatasan antara lahan kering dan
lahan rawa.
D. Saluran drainase dan irigasi
Saluran drainase dibuat guna menampung dan menyalurkan air yang
berlebihan dalam suatu kawasan ke luar lokasi. Sebaliknya, saluran irigasi
dibuat untuk menyalurkan air dari luar lokasi ke suatu kawasan untuk
menjaga kelembaban tanah atau mencuci senyawa-senyawa beracun. Oleh
sebab itu, pembuatan saluran drainase harus dibarengi dengan pembuatan
saluran irigasi. Dalam sistem tata air makro, saluran drainase dan irigasi
biasanya dibedakan atas saluran primer, sekunder, dan tersier. Saluran
primer merupakan saluran terbesar yang menghubungkan sumber air atau
sungai dengan saluran sekunder. Saluran ini secara tradisional sering pula
disebut sebagai handil. 2 Saluran sekunder merupakan cabang saluran
primer dan menghubungkannya dengan saluran tersier. Sedangkan saluran
tersier merupakan cabang saluran sekunder dan menghubungkannya dengan
saluran yang lebih kecil yang terdapat dalam sistem tata air mikro. Dengan
demikian, saluran tersier merupakan penghubung tata air makro dengan tata
air mikro. Air di saluran drainase umumnya berkualitas kurang baik karena
mengandung senyawa-senyawa beracun. Oleh sebab itu, saluran drainase
dan irigasi sebaiknya diletakkan secara terpisah, supaya air irigasi yang
berkualitas baik tidak bercampur dengan air drainase. Air irigasi bisa berasal
dari sungai, waduk, atau tandon-tandon air lainnya. Letak saluran irigasi
biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan saluran drainase. Untuk dapat
melakukan pengaturan secara baik, setiap ujung saluran diberi pintu
pengatur air yang bisa dibuka dan ditutup setiap saat dikehendaki. Namun
demikian, kondisi ini sering terkendala karena saluran juga digunakan untuk
sarana transportasi. Bila ini terjadi, minimal pada ujung saluran sekunder,
pintu air harus berfungsi. Pintu air drainase biasanya dibuka di musim hujan
dan ditutup di musim kemarau kecuali bila air berlebihan. Pintu saluran
irigasi, dibuka dan ditutup sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi
air di lahan. Di lahan pasang surut atau pasang surut peralihan, saluran
irigasi dan drainase sering disatukan untuk menghemat biaya. Ketika surut,
saluran berfungsi sebagai saluran drinase. Ketika pasang, saluran berfungsi
sebagai saluran irigasi.
2.4 Budidaya Jagung di Lahan Rawa
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan dari keluarga
rumput-rumputan yang digolongkan dalam tanaman biji-bijian. Jagung dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia karena tanaman jenis zea ini bisa dijadikan
bahan makanan pokok pengganti nasi dan berbagai macam makanan olahan.
Selain itu bagian dari tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak seperti daun, batang, klobot dan janggelnya. Tanaman jagung tumbuh
didataran rendah sampai tinggi hingga 1200 meter dpl, memerlukan media
tanah lempung, lempung berpasir, tanah vulkanik, yang subur, gembur, kaya
bahan organic, memerlukan sinar matahari minimal 8 jam per hari suhu udara
20-33 derajat celsius, curah hujan sedang, ph tanah 5,5-7 dengan drainase yang
baik.
Lahan rawa yang memiliki pH yang sangat asam karena asam sulfat tinggi
tingkat kesuburan tanah yang bervariasi, tingginya kemasaman tanah serta
adanya zat beracun Al dan Fe.Tingkat kemasaman (pH) dilahan rawa
umumnya dipengaruhi oleh lingkungan setempat, bahan organik dan
perbedaan tingkat oksidasi. Pada musim kemarau tanah lebih teroksidasi
dan lebih salin sehingga kemasaman meningkat (pH lebih rendah) dan sistem
perairan yang dilahan rawa dapat merusak tanaman jagung .
Adapun upaya yang dilakukan yaitu Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas jagung adalah menggunakan varietas unggul yang berdaya hasil
tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat. Pengembangan varietas
unggul baik dari jenis hibrida maupun bersari bebas, telah berkontribusi
nyata terhadap peningkatan produktivitas dan produksi. Peran varietas
unggul sangat strategis karena terkait dengan beberapa hal yakni: a) dapat
meningkatkan hasil per satuan luas tanam, b) ketahanan terhadap hama dan
penyakit tertentu, c) daya adaptasi atau kesesuaian pada wilayah atau
ekosistem spesifik, dan d) merupakan komponen teknologi yang relatif
mudah/cepat diadopsi petani.
Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan
tanah adalah dengan pemberian pupuk baik pupuk organik maupun pupuk
anorganik. Pupuk hayati atau sering disebutkan biofertilizer yaitu pupuk
yang dibuat dari mikroba yang mempunyai kemampuan untuk menyediakan
unsur hara bagi tanaman, misalnya kebutuhan nitrogen, fosfat, Mg, Zn dan
Cu. Penerapan pupuk hayati Rhizobium pada budidaya tanaman kacang-
kacangan dapat meningkatkan hasil rata-rata 13-50%. Pada jenis-jenis
mikroba yang non-simbiotik umumnya mengeluarkan senyawa aktif
tertentu (enzim) yang mampu meluruhkan unsur yang terikat dengan tanah
sehingga dapat diserap oleh tanaman.

A. Penanaman Jagung di Lahan Rawa


Prosedur penanaman ialah dengan cara pembuatan Surjan lalu dilanjutkan
sebagai berikut:
• Varietas adaptif sangat dianjurkan dalam budidaya jagung di lahan
rawa. Beberapa varietas adaptif di lahan rawa antara lain (I) Hibrida
: Bima 4, Bima 5, Bima 6,Bisi 2 dan Bisi 16, dan (2) Komposit :
Sukmaraga, Arjuna, Srikandi Kuning
• Benih, Benih bermutu dan berlabel dianjurkan dalam budidaya
jagung di lahan rawa. Benih bermutu lisyaratkan untuk memiliki
kemurnian genetik (tingkat kemurnian benih minimal 98%), mutu
fisiologi (daya umbuh benih 80%) dan mutu fisik (kotoran benih
2%), kadar air 12% dan masa berlaku benih belum sampai bats
kadaluarsa.
• Penyiapan Lahan, Penyiapan lahan dapat dilakukan secara mekanis
dengan rotary atau manual dengan cangkul. Pengaturan air dengan
cara membuat saluran drainase dengan jarak antar saluran 6-8 m,
panjang sesuai ukuran lahan, lebar 0 5 m dan kedalaman 0,3 m.
Jagung tergolong tanaman yang tidak tahan kelebihan atau
kekurangan air, karena itu ketersediaan air perlu diperhatikan agar
tanaman tumbuh optimal.
• Dolomit dan pupuk Hayati atau Biofertilizer digunakan sebagai
amelioran dengan takaran disesuaikan tingkat Pemasaman tanah.
Bila pH tanah 3,5-4,5 dolomit yang diberikan 2-3 tha; bila pH tanah
>4,5, dolomit yang diberikan 1-2 ha. Takaran pupuk
Hayati/Kandang 2-3 t/ha. Cara aplikasi kedua bahan amelioran
tersebut dicampur, kemudian diberikan pada lubang tanam.
• Buat lubang tanam yang jaraknya 75 x 40 cm dengan 2
tanaman/lubang atau 75 x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang. Populasi
optimum jagung per hektar 66.600 tanaman. Kebutuhan benih 15-
20 kg/ha. Sebelum tanam benih diberi perlakuan dengan metalaksil
2 g/kg benih untuk mengendalikan penyakit bulai. Penyulaman juga
harus dilakukan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh agar
populasi optimum tercapa
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lahan rawa ialah lahan yang dipengaruhi oleh rezim air akibat pasang surut
air laut, sungai, atau akibat kiriman banjir (genangan) lahan ini tergenang secara
periodic atau terus menerus secara alami dalam waktu yang lama karena drainese
yang terhambat, lahan ini memiliki keasaman yang tinggi dan miskin akan unsur
hara, kering pada kemarau walaupun begitu lahan ini apabila dikelola dengan baik,
Sistem tata air di lahan rawa ada beberapa yang perlu disiapkan 1) Tanggul
Penangkis Banjir 2) Waduk Retarder 3) Saluran Interepsi dan 4) Saluran Drainese
dan Irigasi, lalu Jenis hidrotopografi lahan pada daerah rawa mempengaruhi sistem
tata air yang dipergunakan untuk mengoptimalkan fungsi saluran yang ada dimana
waktu yang berbeda tergantung tipenya, untuk penanaman jagung ialah dilakukan
1) pemilihan varietas yang baik, 2) Pemupukan untuk peningkatan zat hara 3) jarak
tanam dan 4) Pengelolaan tata air.

3.2 Saran
Dengan makalah ini saya berharap pembaca dapat mengetahui budidaya jagung
di lahan rawa, penataan sistem air, dan hidrotopografi lahan rawa. Mungkin masih
banyak kesalahan dalam makalah ini saya harap pembaca dapat mengoreksinya.
DAFTAR PUSTAKA

Haryono, (2013) “Kondisi dan Potensi Lahan Rawa di Indonesia,” in Lahan Rawa
Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia, Edisi ke-2., Budiman, H. Syahbuddin, and R.
Hermawanto, Eds. Jaka: IAARD Press.
Najiyati, S., dkk. (1997. Studi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Puslitbangtrans.
Jakarta.
H. Herawati, “Kajian Sistem Tata Air di Petak Tersier Daerah Rawa Pinang Komplek
Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Pertanian,” pontianak, 2010.
Zainuddin, A. 2005. Respon tiga varietas jagung manis(Zea mayssaccharata
Sturt) terhadap perlakuan pupuk organik. J. Gamma 1 (1).

Anda mungkin juga menyukai