Anda di halaman 1dari 23

TUGAS M1

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN


“Isu-Isu Konservasi Sumberdaya Lahan di Kawasan
Pegunungan/Perbukitan dan Solusi Manajemennya”

Disusun Oleh:
Nama : Angeline Callista
NIM : 225040201111098
Kelas :P

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2024

i
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Dampak Degradasi Lahan ..................................................................... 4
BAB II ANALISIS MASALAH DEGRADASI LAHAN .......................................... 7
2.1 Analisis Degradasi ................................................................................. 7
2.2 Permasalahan Degradasi Lahan di Kawasan Pegunungan/Perbukitan . 8
2.3 Solusi Alternatif Degradasi Lahan di Kawasan Pegunungan/Perbukitan 9
BAB III TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR YANG TEPAT SASARAN
.......................................................................................................................... 12
BAB IV STRATEGI MANAJEMEN KAWASAN PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
.......................................................................................................................... 17
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 20
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 20
5.2 Saran ................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ketersediaan
sumberdaya lahan yang sangat luas. Ketersediaan lahan yang melimpah di
Indonesia dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bidang pertanian sehingga
Indonesia dijuluki sebagai negara agraris karena sebagian besar masyarakat
berprofesi sebagai petani. Penggunaan sumberdaya lahan di bidang pertanian
dapat berupa perkebunan, agroforestri, hortikultura, monokultur, dan hutan.
Namun, apabila dibandingkan, luasan penggunaan lahan sebagai hutan dapat
dikatakan kecil yang mana diakibatkan oleh adanya pengalihfungsian lahan yang
seharusnya adalah hutan menjadi lahan-lahan terbuka dan lahan pertanian
tanaman semusim. Di Indonesia, sedikitnya sekitar 25,11 juta hektar lahan ini
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang terdiri dari dua macam yaitu lahan
kering dan lahan basah (BPS, 2015). Akibat hal inilah yang menyebabkan adanya
kemungkinan kerusakan alam yang tentu akan menyebabkan perubahan fungsi
dari sumberdaya tersebut. Maka dari itu, akan lebih baik apabila penggunaan
lahan harus disesuaikan dengan kemampuan lahannya sehingga mampu
menghasilkan produksi yang optimal dan dampak jangka panjang yang timbul
tidak merugikan bagi kehidupan manusia dan sekitarnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, populasi penduduk Indonesia semakin
meningkat yang berdampak pada terjadinya penurunan luas hutan yang ada di
Indonesia. Salah satu penyebab penurunan luas hutan adalah pembukaan lahan
seperti pengalihfungsian lahan menjadi kawasan pemukiman, pariwisata ataupun
industri. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktifitas lahan, baik yang
sifatnya sementara maupun tetap. Dalam definisi lain degradasi merupakan lahan
tidak produktif, lahan kritis atau lahan tidur yang dibiarkan terlantar tidak digarap
dan umumnya ditumbuhi semak belukar. (Wahyunto dan Dariah, 2014). Lahan
yang terdegradasi juga dapat dikatakan sebagai lahan uang tidak produktif, lahan
kritis, atau lahan tidur yang dibiarkan terlantar tidak digarap dan umumnya
ditumbuhi semak belukar. Degradasi lahan disebabkan oleh konservasi hutan
yang tidak terkontrol, usaha pertambangan, penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuan lahan, penggunaan lahan yang kurang tepat, dan lahan
dibiarkan terbuka.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan proses degradasi
lahan seperti oleh erosi dan sedimentasi, penurunan pH tanah, pencemaran
limbah organik dan adanya ancaman hama dan penyakit (FAO, 1976 dalam Rusdi
et al., 2013). Di Indonesia sendiri, luas hutan telah menyusut dari 130,1 juta ha
(67,7 % dari luas daratan) pada tahun 1993 menjadi 123,4 juta ha (64,2 % dari
luas daratan) pada tahun 2001. Penyusutan ini disebabkan oleh penjarahan hutan,
kebakaran, dan konversi untuk kegiatan lain seperti pertambangan, pembangunan
jalan, dan permukiman. Sekitar 35 % dari hutan produksi tetap seluas 35 juta ha
juga rusak berat. Hutan yang dapat dikonversi kini tinggal 16,65 juta ha. Apabila
dengan laju konversi tetap seperti saat ini maka dalam waktu 25 tahun areal hutan
konversi akan habis. Saat ini laju deforestasi hutan Indonesia diperkirakan sekitar
1,6 juta hektar per tahun (Dephut, 2009).
Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang terdapat di Indonesia dan
tergolong kedalam wilayah dengan tingkat degradasi lahan yang tinggi dimana hal
tersebut dapat terjadi akibat adanya jenis tanah yang peka terhadap erosi pada
1
daerah hulu yaitu tanah vulkanik. Akibat adanya jenis tanah ini menyebabkan
adanya penurunan kualitas lahan. Selain itu, degradasi lahan di Pulau Jawa
disebabkan oleh tingkat penduduk yang meningkat sehingga mengharuskan untuk
mengalihfungsikan lahan hutan menjadi pemukiman, lahan pertanian, serta
kawasan industri. Salah satu isu degradasi lahan yaitu terjadi di Bandung Utara.
Alih fungsi lahan menjadi kawasan pemukiman komersil menjadi penyebab utama
terjadinya degradasi lahan di Bandung Utara. Pembangunan pemukiman tersebut
mengakibatkan pencemaran air sungai dan laut. Selain itu, terjadi penurunan
kualitas tanah dan air serta penurunan jumlah tutupan tanah pada lahan.
Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kelestarian dari alam
seharusnya memberikan arahan dan aturan kepada pihak-pihak tersebut. Namun,
pemerintah yang bersifat permisif pada beberapa pihak yang melakukan alih
fungsi lahan menjadi penyebab utama meningkatknya luasan lahan terdegradasi
di Bandung Utara.
Selain permasalahan yang terdapat pada Bandung Utara, terdapat beberapa
isu degradasi lahan yang juga menimpa Papua. Seiring berjalannya waktu, terjadi
penurunan luas hutan di Papua yang disebabkan oleh alih fungsi lahan hutan
menjadi lahan pertambangan dan lahan perkebunan sawit. Berdasarkan hasil
wawancara media Tirtoid dengan Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan
pada tahun 2015, luas hutan yang ada di Papua mencapai 34.153.267 hektare
sedangkan pada tahun 2009 luas hutan di Papua mencapai 45 juta ha. Aktivitas
deforestasi yang dilakukan oleh beberapa pihak mengakibatkan degradasi lahan
yang menyebabkan penurunan kualitas tanah, udara, serta air di Papua.
Pelepasan kawasan hutan di Papua harus seizin dari lembaga pemerintahan.
Pemerintahan di daerah Papua memberi surat izin pelepasan kawasan hutan
kepada perusahaan yang ingin mengalihfungsikan hutan menjadi kawasan
perkebunan sawit, industri pangan, serta pertambangan. Adanya kebijakan
tersebut menyebabkan banyak perusahaan yang mengajukan surat izin untuk
memanfaatkan sumber daya lahan di Papua.
Kecamatan Lembah Seulawah yang terletak di Kabupaten Aceh Besar
termasuk dalam daerah rawan bencana dan rentan terhadap degradasi lahan
berupa longsor dan erosi. Berdasarkan kondisi morfologis, Kecamatan Lembah
Seulawah sebagian besar berupa daerah perbukitan dan pegunungan, sehingga
terjadi erosi dan longsor akibat proses pengikisan oleh air hujan secara intensif.
Sebagian besar lahan di daerah tersebut dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
Luas lahan untuk tanaman semusim sebesar 12.788 ha dan luas lahan untuk
tanaman tahunan campuran sebesar 2.975 ha. Kegiatan pertanian yang dilakukan
sebagian besar masyarakat pada daerah tersebut belum menerapkan prinsip
konservasi tanah dan air sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya
degradasi lahan yang dipengaruhi oleh air hujan. Faktor yang mempercepat
terjadinya erosi adalah aktivitas manusia dalam bidang pertanian serta aktivitas
pemanfaatan sumberdaya alam lain yang tidak bijak (Rusdi et al., 2013).
Aktivitas pertambangan batubara dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
berat pada hidrologi, flora, fauna, dan kondisi biologi tanah. Aktivitas tambang
yang menggunakan sistem tambang terbuka mengakibatkan penurunan kualitas
lahan, serta kerusakan sifat kimia dan fisika tanah. PT. Antang Gunung Meratus
merupakan perusahaan tambang pemegang Perjanjian Kontrak Pengusahaan
Penambangan Batubara (PKP2B) yang terletak di Kalimantan Selatan. PT. Antang
Gunung Meratus menggunakan metode penambangan terbuka (open-cut mining).
Berdasarkan letak topografinya, wilayah PT. Antang Gunung Meratus terletak di
2
daerah dataran dan daerah perbukitan. Areal bekas tambang merupakan tempat
merupakan tempat penumpukan mineral bebatuan tambang sehingga keadaan
lahan tersebut telah mengalami kerusahan baik secara fisik maupun kimia
(Maulidan et al., 2020). Pada lahan pasca tambang terdapat permasalahan
kesuburan tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman seperti
rendahnya kandungan unsur hara dan perubahan struktur dan tekstur tanah. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Siswanto et al. (2012) yang menyatakan
bahwa lahan pertambangan akan mengalami penurunan kualitas lahan atau
degradasi lahan, perubahan keadaan fisik, kimia, serta biologi tanah, perubahan
iklim mikro serta perubahan keadaan flora dan fauna.
Perbukitan Cangar terletak di daerah Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Kota
Batu. Kawasan ini terletak di ketinggian 1.000-3.000 mdpl. Regosol merupakan
jenis tanah yang berkembang di kawasan cangar. Jenis tanah tersebut terbentuk
dari pelapukan batuan yang mengandung abu vulkanik, pasir pantai, dan napal
dengan ciri tanah berwarna coklat kekuningan dan bersifat rentan terhadap erosi
serta memiliki produntivitas sendah hingga tinggi (Musofi, 2020). Degradasi lahan
yang terjadi di kawasan cangar disebabkan oleh erosi yang tinggi akibat
kemiringan lahan yang terjal dan penggunaan lahan pertanian yang tidak
menerapkan prinsip konservasi tanah dan air. Menurut Rusdi et al. (2013),
degradasi lahan yang terjadi di daerah pegunungan atau perbukitan disebabkan
oleh pengelolaan lahan yang tidak tepat dan erosi yang menyebabkan penurunan
kesuburan tanah. Pada lahan semusim di kawasan Cangar (tegalan atau ladang)
letak bedengannya dibentuk searah dengan lereng yang dapat menyebabkan
erosi. Adanya sistem pertanian yang terbuka di lereng pegunungan dan perbukitan
dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan, dan beranggapan
bahwa jika semakin luas area yang ditanami maka semakin banyak jumlah hasil
produksi yang dihasilkan. Selain itu, aktivitas petani secara tidak langsung yang
dapat mengakibatkan kerusakan lahan yaitu penggunaan pestisida dan bahan
kimia secara berlebihan. Petani melakukan hal tersebut karena bahan kimia dapat
memberikan perubahan secara cepat dibandingkan bahan organik.
No Kasus Lokasi Pihak yang Terlibat
1 Adanya alih fungsi lahan menjadi Bandung Pemerintah serta
daerah pemukiman komersil yang Utara phiak-pihak swasta
menyebabkan terjadinya
degradasi lahan.
2 Penurunan luas hutan akibat Papua Pemerintah dan
adanya alih fungsi lahan hutan perusahaan swasta
menjadi lahan pertambangan serta
lahan perkebunan kelapa sawit.
3 Terjadinya degradasi lahan seperti Kecamatan Para Petani lokal
longsor dan erosi yang diakibatkan Lembah
oleh penggunaan lahan yang Seulawah
terletak dikawasan lereng tanpa
adanya penerapan prinsip
konservasi tanah dan air.
4 Adanya aktivitas pertambangan Kalimantan Pemerintah dan PT.
batubara oleh PT. Antang Gunung Selatan Antang Gunung
Meratus yang berdampak pada Meratus
kesuburan tanah sekitar.

3
5 Sebagian besar lahan semusim Kota Batu Para Petani Lokal
yang terdapat di sekitar Cangar ini
memiliki letak bedengan yang
searah dengan lereng sehingga
berpotensi untuk terjadinya erosi.

1.2 Dampak Degradasi Lahan


Degradasi lahan merupakan suatu proses penurunan produktivitas lahan yang
sifatnya tetap maupun sementara, yang dicirikan dengan penurunan sifat kimia,
fisik, dan biologi. Degradasi lahan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
yaitu adanya kegiatan ulah manusia dan faktor dari cuaca alam yang tidak baik.
Lahan yang terdegradasi bukan saja merupakan lahan yang tidak produktif, akan
tetapi juga dapat menjadi sumber bencana. Akibat negatif yang ditimbulkan
degradasi lahan tidak hanya dirasakan dimana lahan terdegradasi berada, akan
tetapi menyebar sangat luas dan jauh. Dengan semakin bertambah luasnya lahan
yang terdegradasi, baik di kawasan hutan maupun di luar hutan, di lahan basah
maupun lahan kering akan mengakibatkan semakin parahnya kerusakan
lingkungan, yang akan mendorong terjadinya bencana alam yang intensitasnya
semakin tinggi. Degradasi sumberdaya lahan berdampak pada daerah hulu dan
hilir baik dari aspek biofisik/ekologis, sosial-ekonomi, dan pembangunan untuk
kesejahteraan masyarakat.
Dampak Degradasi Lahan dan Hutan di Kawasan
Hulu (Insitu) Hilir (Offside)
No Kasus Biofisik/E Sosial Biofisik/ Sosial Pemban
kologis Ekonom Ekologis Ekonom gunan
i i
1 Degradasi Penebang Kerusak Terdapat Memaka Melakuk
pada lahan an pohon, an genanga n biaya an
gambut di adanya saluran n air perbaika perbaika
Kalimantan bekas parit serta n yang n lahan
kebarakan pada bekas besar dimulai
drainase pertamb dari
yang angan melakuk
menyeba an
bkan air pengemb
tidak alian
mengalir tekstur
dengan lahan
baik. dan
menana
m.
2 Degradasi Meluasny Pencem Adanya Penurun -
lahan yang a lahan aran genanga an
terjadi di tanpa lingkung n air dan produktiv
daerah adanya an sediment itas
Cangar tanaman asi lahan
disebabkan penutup
oleh tingkat lahan
erosi yang
4
tergolong
tinggi akibat
kemiringan
lahan yang
cukup terjal
serta
penggunaan
lahan yang
tidak sesuai
dengan
prinsip
konservasi
tanah dan air.
3 Adanya Menghilan Terjadiny - - -
degradasi gkan a
lahan yang vegetasi pencema
diakibatkan tutupan ran
oleh berbagai tanah dan lingkung
kegiatan diubah an
pertambanga menjadi
n batu dan lahan
pasir yang terbuka
berlokasi di yang
Gunung berpotensi
Tugel, menyebab
Kabupaten kan erosi
Sragen
4 Dilakukannya Penuruna Terjadiny - - -
penambanga n kualitas a
n bahan lingkunga pencema
galian dengan n hidup ran
golongan C seperti alih lingkung
yang terjadi difungsi an
Daerah lahan,
Istimewa perubahan
Yogyakarta topografi
serta
hilangnya
lapisan
tanah dan
sumber air
bawah
tanah
5 Adanya hilangnya Terjadiny Terbentu Penurun -
degradasi habitat a knya an
lahan pada dan pencema genanga Produktiv
Kecamatan fragmenta ran n air dan itas
Kledung yang si bagi lingkung sediment
terjadi akibat keaneraga an asi
banyaknya man
5
konversi hayati,
hutan menjadi erosi
lahan tanah dan
pertanian, banjir
disertai
dengan
penerapan
sistem
pertanian
yang dapat
dikatakan
tidak ramah
lingkungan.

6
BAB II
ANALISIS MASALAH DEGRADASI LAHAN
2.1 Analisis Degradasi
Lahan yang memiliki potensi yang sangat besar dalam menunjang kehidupan
manusia kerap diolah secara intensif tanpa memperhatikan dampak negatif dari
aktivitas tersebut. Menurut Sutrisno dan Heryani (2013), faktor utama yang
menyebabkan terjadinya degradasi lahan adalah erosi yang melebihi ambang
toleransi. Lahan yang berpotensi terdegradasi tersebar pada kawasan
bergelombang, berbukit dan bergunung dengan lereng >15%. Tanah pada
kawasan tersebut berpotensi besar dalam terjadinya longsor sehingga mudah
mengalami erosi. Kegiatan manusia yang tidak bijak dalam mengelola sumber
daya lahan kerap menjadi alasan utama terjadinya erosi. Aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam oleh manusia secara tidak bijaksana menyebabkan semakin
berkurangnya kualitas sumber daya lahan. Erosi yang terjadi di lahan pertanian
sering terjadi di wilayah yang memiliki tingkat kelerengan yang sangat tinggi. Erosi
terjadi akibat adanya interaksi antara faktor iklim, topografi, tanah, vegetasi, dan
manusia (Sultianita, 2016). Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi erosi
adalah intensitas curah hujan. Faktor topografi yang berpengaruh terhadap erosi
adalah kecuraman dan panjangan lereng. Faktor tanah yang mempengaruhi erosi
adalah luas jenis tanah yang rentan erosi, luas lahan kritis, dan luas tanah dengan
kedalaman rendah. Aktivitas manusia yang meningkatkan terjadinya erosi adalah
pengolahan tanah dan pengairan yang kurang tepat.
Degradasi lahan merupakan proses penurunan kualitas lahan yang dicirikan
dengan menurunnya sifak kimia, fisik, dan biologi tanah (Wahyunto & Dariah,
2014). Degradasi atau penurunan kulitas lahan merupakan isu penting dalam
agenda internasional pada abad ke-21. Berdasarkan prinsipnya, degradasi lahan
disebabkan oleh tiga aspek, yaitu:
1. Fisik
Degradasi secara fisik dapat berupa pemadatan, pergerakan,
ketidakseimbangan air, terhalangnya aerasi dan drainase, serta kerusakan
struktur tanah.
2. Kimia
Degradasi secara kimia terdiri atas asidifikasi, pengurasan dan pencucian
hara, ketidakseimbangan unsur hara dan keracunan, salinisasi, pemasaman
dan alkanisasi, dan pencemaran.
3. Biologi
Degradasi secara biologi terdiri dari penurunan karbon organik tanah,
penurunan keaneka-ragaman hayati tanah dan vegetasi, serta
penurunankarbon biomas.
Adapun menurut Wahyunto dan Dariah (2014), lahan yang terdegradasi
umumnya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Degradasi Ringan
Lahan yang termasuk dalam degradasi ringan memiliki karakteristik seperti
kondisi wilayah berombak bergelombang sampai berbukit sampai bergunung
dengan lereng antara 5-25%; penggunaan lahan berupa pertanian lahan

7
kering, kebun campuran, dan perkebunan; serta hasil produksi dari lahan
pertanian tidak sesuai dengan input yang diberikan.
2. Degradasi Sedang
Lahan yang termasuk dalam degradasi sedang memiliki karakteristik
seperti kondisi wilayah bergelombang, berbukit dan bergunung dengan lereng
15 – 30% dan ada pula daerah dengan kelerangan lebih dari 40%; vegetasi
yang tumbuh berupa semak belukar dan semak belukar; penggunaan lahan
berupa pertanian lahan kering dan kebun campuran; serta ketersediaan unsur
hara cukup rendah terutama pada lahan yang berlereng sehingga kurang
produktif untuk pengembangan usaha pertanian pangan.
3. Degradasi Berat
Lahan yang termasuk dalam degradasi sedang memiliki karakteristik
seperti terdapatdi daerah perbukitan dan pegunungan dengan lereng >25%
bahkan beberapa tempat ada yang lerengnya >50%; vegetasi penutup tanah
berupa semak
2.2 Permasalahan Degradasi Lahan di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Permasalahan pertama terjadi di Kecamatan Lembah Seulawah yang terletak
di Kabupaten Aceh Besar termasuk dalam daerah rawan bencana dan rentan
terhadap degradasi lahan berupa longsor dan erosi. Berdasarkan kondisi
morfologis, Kecamatan Lembah Seulawah sebagian besar berupa daerah
perbukitan dan pegunungan, sehingga terjadi erosi dan longsor akibat proses
pengikisan oleh air hujan secara intensif. Sebagian besar lahan di daerah tersebut
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Luas lahan untuk tanaman semusim
sebesar 12.788 ha dan luas lahan untuk tanaman tahunan campuran sebesar
2.975 ha. Kegiatan pertanian yang dilakukan sebagian besar masyarakat pada
daerah tersebut belum menerapkan prinsip konservasi tanah dan air sehingga
menjadi salah satu penyebab terjadinya degradasi lahan yang dipengaruhi oleh air
hujan. Faktor yang mempercepat terjadinya erosi adalah aktivitas manusia dalam
bidang pertanian serta aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam lain yang tidak
bijak (Rusdi et al., 2013).
Permasalahan kedua terjadi di Perbukitan Cangar terletak di daerah Taman
Hutan Raya Raden Soerjo, Kota Batu. Kawasan ini terletak di ketinggian 1.000-
3.000 mdpl. Regosol merupakan jenis tanah yang berkembang di kawasan cangar.
Jenis tanah tersebut berasal dari abu vulkanis dengan ciri tanah berwarna colat
kekuningan dan bersifat sangat peka terhadap erosi (Hanik dan Sutrisno, 2012).
Degradasi lahan yang terjadi di kawasan cangar disebabkan oleh erosi yang tinggi
akibat kemiringan lahan yang terjal dan penggunaan lahan pertanian yang tidak
menerapkan prinsip konservasi tanah dan air. Menurut Rusdi et al., (2013),
degradasi lahan yang terjadi di daerah pegunungan atau perbukitan disebabkan
oleh pengelolaan lahan yang tidak tepat dan erosi yang menyebabkan penurunan
kesuburan tanah. Pada lahan semusim di kawasan Cangar (tegalan atau ladang)
letak bedengannya dibentuk searah dengan lereng yang dapat menyebabkan
erosi. Adanya sistem pertanian yang terbuka di lereng pegunungan dan perbukitan
dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan, dan beranggapan
bahwa jika semakin luas area yang ditanami maka semakin banyak jumlah hasil
produksi yang dihasilkan. Selain itu, aktivitas petani secara tidak langsung yang
dapat mengakibatkan kerusakan lahan yaitu penggunaan pestisida dan bahan
kimia secara berlebihan. Petani melakukan hal tersebut karena bahan kimia dapat
memberikan perubahan secara cepat dibandingkan bahan organik.
8
Permasalahan ketiga terjadi di Gunung Tugel terletak di Kabupaten Sragen.
Degradasi lahan yang terjadi di kawasan ini disebabkan oleh kegiatan
pertambangan pasir dan batu. Dampak negatif yang terjadi akibat aktivitas
penambangan dapat mempengaruhi keseimbangan dan fungsi lingkungan seperti
pengikisan terhadap humus tanah, terbentuknya lubang-lubang bekas tambang,
serta erosi. Selain itu, dampak dari pertambangan menghilangkan vegetasi
tutupan tanah sehingga mengubahnya menjadi lahan terbuka yang mampu
meningkatkan erosi (Dijaya, 2020).
Permasalahan keempat terjadi di Desa Pacarejo, Kabupaten Gunungkidul.
Penambangan bahan galian golongan C menjadi salah satu modal dasar
pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahan galian tambang merupakan
sumber daya mineral yang tidak dapat diperbaharui sehingga biasa ditemukan
kerusakan lingkungan pada lahan pasca penambangan. Penambangan secara
terbuka dilakukan di Desa Pascarejo dengan pengerukan bukit secara vertikal.
Kegiatan penambangan batu gamping dilakukan menggunakan alat sederhana
berupa palu, godem, dan cangkul. Seiring berjalannya waktu, areal kegiatan
penambangan batu gamping semakin luas. Dampak dari aktivitas penambangan
tersebut mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan hidup seperti alih fungsi
lahan, perubahan topografi, hilangnya lapisan tanah pucuk danhilangnya sumber
air bawah tanah. Selain itu, batu gamping mengandung gas CaCO3 jika bereaksi
dengan air hujan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem di lokasi
penambangan. Bentuk gangguan kerusakan lahan akibat aktivitas penambangan
dapat dilihat dari berbagai aspek lahan yang terganggu yaitu bentang alam,
vegetasi atau penutup lahan, tanah dan hidrologi (Ariyanto dan Dibyosaputro,
2013).
Selanjutnya permasalahan kelima atau permasalahan terakhir terjadi di
daerah dataran tinggi yang terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten
Temanggung.Wilayah Kecamatan Kledung terletak pada ketinggian tanah rata-
rata 1.138 mdpl dengan suhu rata-rata 25oC. Degradasi lahan di Kecamatan
Kledung terjadi akibat konversi lahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian
serta penerapan sistem pertanian yang tidak ramah lingkungan seperti
penggunaan bahan kimia. Perluasan aktivitas pertanian mengakibatkan hilangnya
habitat dan fragmentasi bagi keaneragaman hayati. Selain itu, konversi lahan juga
menimbulkan masalah baru diantaranya mulai terjadi erosi tanah dan banjir.
Dengan terjadinya degradasi lahan maka akan membahayakan bagi masyarakat ,
lingkungan fisiknya serta kondisi sosial ekonomi masyarakat. Budidaya tembakau
di Kecamatan Kledung sangat mempengaruhi ekonomi masyarakat sekitar.
Namun, tingginya aktivitas penanaman tembakau dapat menurunkan kualitas
tanah dan jika tidak ditindaklanjuti akan menurunkan jumlah produksi tembakau
(Rengganis dan Rudiarto, 2021).
2.3 Solusi Alternatif Degradasi Lahan di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi lahan
terdegradasi di kawasan pegunungan/perbukitan antara lain, menanam vegetasi
berupa tanaman penguat teras yang toleran terhadap iklim dan ditanam mengikuti
garis kontur; mengembalikan sisa-sisa tanaman ke lahan budidaya; pada lahan
yang memiliki lereng curam perlu dilakukan konservasi melalui penghijauan
dengan menanam tanaman tahunan yang toleran terhadap iklim setempat.
Penanaman vegetasi pada lereng curam berfungsi sebagai penahan erosi dan

9
menghindari potensi terjadinya longsor (Wahyunto dan Dariah, 2014). Teknologi
konservasi tanah merupakan teknik yang mampu menghambat erosi tanah,
meningkatkan perakaran efektif, kapasitas air tersedia dan C-organik tanah.
Penutup tanah organik adalah salah satu aspek penting dalam penerapan
konservasi tanah dan air, karena dapat memengaruhi neraca air tanah, aktivitas
biologi tanah, serta peningkatan bahan organik dan kesuburan tanah. Menurut
FAO (2010 dalam Erfandi, 2016), terdapat beberapa prinsip yang harus diterapkan
dalam teknik konservasi tanah, yaitu olah tanaman minimum, penggunaan
penutup tanah permanen berupa residu tanaman dan/atau tanaman penutup
tanah (cover crop), serta rotasi tanaman. Tanaman penutup tanah dan mulsa
berperan penting dalam mengurangi erosi dan kecepatan aliran permukaan.
Pemilihan tanaman penutup tanah tergantung dari hasil penutupan tanah, hasil
hijauan yang diperoleh, fungsi dalam pengendalian gulma, dan fungsi sebagai
tanaman konservasi tanah. Aspek konservasi tanah diarahkan untuk:
1. Perlindungan tanah terhadap butiran–butiran hujan yang jatuh dengan
meningkatkan persentase tanama penutup tanah (legume cover crops), sisa
tanaman yang dikembalikan dan tajuk tanaman serta persentase vegetasi
tanaman tahunan
2. Mengurangi jumlah aliran permukaan melalui peningkatan
infiltrasi,mengurangi kemiringan lereng, memperpendek panjang lereng
dengan cara pembuatan rorak, saluran resapan, pembuatan teras seperti
gulud, strip vegetatif. Pengendelian secara mekanik juga perlu dilakukan
untuk mencegah degradasi lahan, diantaranya pembuatan saluran drainase,
pembuatan teras yang dilengkapi dengn saluran pembuangan air dan
terjunan, pembuatan rorak untuk resapan air, pembuatan bangunan penahan
longsor, serta pembuatan dinding penguat tebing.
Bahaya erosi di kawasan berlereng disebabkan oleh pola penggunaan lahan,
tindakan pengelolaan tanah, dan nilai erodibilitas sehingga diperlukan tindakan
konservasi yang sesuai dengan kelompok TPL. Lahan dengan tingkat erosi ringan
(R), pengelolaan lahan yang tepat adalah pemilihan dan pengaturan pola tanam,
penanaman penutup tanah, penggunaan tanaman/sisa tanaman sebagai mulsa,
pergiliran tanaman menggunakan legum atau tanaman pangan lainnya dan
pengaturan populas itanaman yang ideal serta penerapan sistem tumpang sari.
Lahan dengan tingkat erosi sedang (S), pengelolaan lahan yang tepat adalah
pemilihan dan pengaturan pola tanam, penanaman tanaman penutup
tanah,penggunaaan tanaman/ sisa tanaman sebagai mulsa, teknik konservasi
pada tanaman tahunan yang tepat adalah pembuatan teras, penanaman menurut
kontur, penanaman baris dan pengaturan pola tanam, penanaman penutup tanah,
pembuatan teras bangku disertai pembuatan rorak. Sedangkan lahan dengan
tingkat erosi berat (B), pengelolaan lahan yang tepat adalah penggunaan lahan
untuk pengembangan usaha tani tanaman tahunan berupa tanaman perkebunan
dan tanaman industri. (Rusdi et al., 2013).
Masalah Yang Penyebab Alternatif
No Kasus
Terjadi Masalah Solusi
1 Sebagian besar Erosi dan Aktivitas Menanam
lahan di daerah Longsor manusia dalam vegetasi
tersebut bidang berupa
dimanfaatkan pertanian serta tanaman
10
sebagai lahan aktivitas penguat teras
pertanian di pemanfaatan yang toleran
Kecamatan sumberdaya terhadap iklim
Lembah Seulawah alam lain yang dan ditanam
yang terletak di tidak bijak mengikuti garis
Kabupaten Aceh kontur
Besar
2 Degradasi lahan Pengelolaan Penggunaan Melakukan
yang terjadi di lahan yang tidak lahan penanaman
kawasan cangar tepat dan erosi pertanian yang vegetasi
disebabkan oleh yang tidak berupa
erosi yang tinggi menyebabkan menerapkan tanaman
akibat kemiringan penurunan prinsip penguat teras
lahan yang terjal kesuburan tanah konservasi yang toleran
dan penggunaan tanah dan air terhadap iklim
lahan pertanian dan ditanam
yang tidak mengikuti garis
menerapkan kontur
prinsip konservasi
tanah dan air
3 Degradasi lahan Menghilangkan Aktivitas Reklamasi
yang terjadi di vegetasi tutupan Penambangan
kawasan ini tanah sehingga
disebabkan oleh mengubahnya
kegiatan menjadi lahan
pertambangan terbuka yang
pasir dan batu di mampu
Gunung Tugel yang meningkatkan
terletak di erosi
Kabupaten Sragen
4 Penambangan Mengakibatkan Aktivitas Reklamasi
bahan galian penurunan Penambangan
golongan C di kualitas
Daerah Istimewa lingkungan
Yogyakarta hidup seperti
alih fungsi lahan,
perubahan
topografi,
hilangnya
lapisan tanah
pucuk
danhilangnya
sumber air
bawah tanah
5 Degradasi lahan di Hilangnya Alih fungsi Pemerintah
Kecamatan habitat dan lahan hutan daerah dapat
Kledung terjadi fragmentasi bagi menjadi lahan membuat
akibat konversi keaneragaman pertanian regulasi yang
lahan dari lahan hayati, erosi lebih detil
hutan menjadi tanah dan banjir mengenai
11
lahan pertanian guna lahan di
serta penerapan Kecamatan
sistem pertanian Kledung,
yang tidak ramah karena kondisi
lingkungan geografis
Kecamatan
Kledung yang
unik sehingga
memerlukan
regulasi
khusus dalam
peraturan guna
lahan

BAB III
TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR YANG TEPAT SASARAN
Konservasi sumber daya tanah dan air sangat penting dimana yang
dimaksudkan adalah untuk menjaga kelangsungan produksi bahan makanan dan
fiber, guna memenuhi kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat, di
samping juga untuk mengamankan lingkungan (Suripin, 2002). Pelaksanaan
reboisasi yang dilakukan pada hutan tebang habis dan tanah-tanah gundul dengan
tanaman-tanaman pilihan, membiarkan tumbuhnya tanaman-tanaman alami
(rumput-rumputan, semak belukar, dan lain-lain) dibawah tanaman-tanaman
pilihan tersebut akan sangat membantu terwujudnya ekosistem kawasan hutan itu
dengan baik dan dengan demikian hutan dapat berperan sesuai dengan fungsinya
yaitu sebagai pengawet tanah dan air. Secara umum konservasi tanah
didefinisikan sebagai pemanfaatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai
dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Adapun
secara prinsip konservasi air yaitu penggunaan air yang jatuh ke tanah se-efisien
mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak
dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Konservasi tanah secara umum dapat diartikan sebagai pemanfaatan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah
tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan
agar tidak terjadi kerusakan tanah.Dalam praktiknya konservasi tanah dapat
berupa suatu kegiatan seperti pengendalian banjir, erosi, pengaturan penggunaan
air, peningkatan daya guna lahan, peningkatan produksi dan pendapatan petani,
dan meningkatkan peran masyarakat dalam usaha peningkatan produktivitas
tanah (Wahyudi, 2014). Menurut pernyataan dari Harahap (2013), yang
menyatakan bahwan dalam melaksanakan konservasi tanah memiliki tujuan
untuk:
1. Mencegah kerusakan tanah akibat erosi
2. Memperbaiki tanah yang rusak

12
3. Meningkatkan serta memelihara produktivitas tanah agar dapat berfungsi
secara lestari dan berkelanjutan
4. Menetapkan kelas kemampuan tanah dan tindakan-tindakan atau perlakuan
yang diperlukan agar tanah tersebut dapat dipergunakan seoptimal mungkin
dalam jangka waktu yang tidak terbatas
Konservasi air merupakan upaya adanya suatu tindakan yang dilakukan
terhadap air dengan pengaturan penggunaan atau pemanfaatannya berprinsip
pada tercapainya keseimbangan tata air. Konservasi air dapat dilakukan melalui
peningkatan pemanfaatan dua komponen hidrologi (air permukaan dan air tanah)
serta peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Pengelolaan air permukaan
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Pengendalian aliran permukaan
2. Pemanenan air (water harvesting)
3. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah
4. Pengolahan tanah
5. Penggunaan bahan penyumbat tanah dan penolak air
6. Melapisi saluran air.
Konservasi tanah dan konservasi air saling berkaitan aktivitasnya karena
setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata
guna air pada areal tersebut, sehingga berbagai tindakan konservasi air juga
merupakan tindakan konservasi tanah. Tujuan utama dilakukannya kegiatan
konservasi tanah dan air adlah mengendalikan erosi tanah dan aliran permukaan.
Konservasi tanah dan air melalui pendekatan agroekosistem dapat meningkatkan
keuntungan usaha tani, memperbaiki ketahanan pangan,dan meningkatkan
produktivitas lahan secara berkelanjutan. Terdapat tiga prinsip dasar yang
digunakan sebagai pedoman dalam menentukan inovasi teknologi yang
diterapkan dalam teknik konservasi tanah dan air, diantaranya melindungi
permukaan tanah dari pukulan butir-butir hujan secaralangsung, meningkatkan
infiltrasi untuk mengurangi aliranpermukaan, dan mengurangi kecepatan aliran
permukaan.
Secara umum, teknik konservasi tanah dan air terdiri dari 3 metode diantaya
yaitu sebagai berikut:
1. Metode Vegetatif
Teknik konservasi secara vegetatif merupakan pemanfaatan tanaman atau
vegetasi baik sisa-sisa tanaman sebagai pelindung tanah dari erosi, peningkatan
kandungan lengas tanah, penghambatan laju aliran permukaan, serta perbaikan
sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Penggunaan tanaman
ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya
pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (run-
off), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah (Jatan,2012).
Metode efektif yang dapat digunakan dalam mengendalikan laju erosi,
diantaranya penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry)

13
termasuk didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman
menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman,
tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di
dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping),
dan tumpang gilir (relay cropping). Keuntungan dari penerapan teknik konservasi
ini adalah penerapan yang relatif mudah, mampu meningkatkan kelestarian
lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, serta sebagai
sumber bahan organik bagi tanah (Noor, 2010).
2. Metode Mekanis
Metode mekanis merupakan upaya konservasi tanah dengan teknik
pengolahan tanah dan pembuatan bangunan yang diharapkan mampu
mengurangi laju erosi. Metode mekanis yang umumnya digunakan, antara lain:
a. Terasering, yang Merupakan pembuatan teras-teras pada lahan miring yang
bertujuan untuk mengurangi sudut lahan sehingga mampu meminimalisir
terjadinya erosi.
b. Guludan, yang merupakan pembuatan gundukan tanah yang bertujuan agar
air mampu mengalir searah dengan garis kontur
c. Teras, yang merupakan timbunan tanah yang dibuat melintang atau
memotong kemiringan lahan, yang berfungsi untuk menangkap aliran
permukaan serta mengarahkannya ke tempat yang stabil dengan kecepatan
yang tidak erosive
d. Pengolahan Tanah menurut Kontur, Pada pengolahan tanah menurut kontur,
pembajakan dilakukan menurut kontur, sehingga terbentuk jalur tumpukan
tanah dan alur diantara tumpukan tanah. Tujuan dari pengolahan tanah ini
adalah menghambat aliran permukaan dan menghindari pengangkutan tanah.
e. Cekdam dan Rorak, Cek dam dibuat dengan menempatkan papan atau
tumpukan tanah untuk mengurangi erosi pada parit, menghambat kecepatan
air, dan tanah mengendap pada tempat tersebut. Rorak merupakan lubang
resapan air yang berfungsi untuk menampung aliran air, memperbaiki aerasi,
dan tempat pemupukan bahan organik.

3. Metode Kimiawi
Metode kimiawi adalah usaha pencegahan erosi yaitu dengan pemanfaatan
soil Conditioner atau bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah
sehingga akan tahan terhadap erosi. Konservasi kimia dalam konservai tanah dan
air adalah penggunaan preparat kimia baik berupa senyawa sintetik maupun
bahan alami yang telah diolah, dalam jumlah relatif sedikit, meningkatkan stabilitas
agregat tanah dan mencegah erosi.
Teknik konservasi tanah dan air yang direkomendasikan ditentukan
berdasarkan jenis penggunaan lahan, kemiringan, vegetasi dominan, dan
teknologi konservasi existing. Teknik konservasi yang direkomendasikan antara
lain:

14
a. Penanaman cover crop pada lahan terbuka Penanaman rumput ini selain
dapat mencegah erosi juga memperindah penampilan kebun tanaman hias
yang diusahakan.
b. Pembuatan para-para dan perbaikan kolam untuk penampungan air
Pembuatan kolam untuk penampungan air masih bersifat sederhana dan
belom memadai syarat penampuangan air secara teknis.
c. Perbaikan letak dan arah bedengan Bedengan-bedengan tanaman yang
dibuat searah lereng apabila dibuat pada lahan yang relative datar tidak terlalu
bermasalah dalam hal mengendalikan erosi, akan tetapi apabila hal tersebut
dibuat pada lahan dengan kemiringan yang lebih curam maka hal tersebut
menimbulkan terjadinya erosi.

Rekomendasi Teknologi Rekomendasi


KTA Penyelesaian
No Kasus Solusi
Mekanis/Sipil Ekonomi
Vegetatif
Teknis Kelembagaan
1 Degradasi - - - -
pada lahan
gambut di
Kalimantan
2 Degradasi Melakukan Penanaman Pembuatan -
lahan yang penanama vegetasi teras dan
terjadi di n vegetasi berupa guludan
kawasan berupa tanaman
cangar tanaman penguat
disebabkan penguat yang
oleh erosi teras yang toleran
yang tinggi toleran terhadap
akibat terhadap iklim
kemiringan iklim dan
lahan yang ditanam
terjal dan mengikuti
penggunaa garis kontur
n lahan
pertanian
yang tidak
menerapka
n prinsip
konservasi
tanah dan
air
3 Degradasi Tindakan Penanaman Agroforestry Membuat
lahan konservasi cengkih dan organisasi
akibat erosi tanah pinus bersama
pada areal seperti: petani yang
pertanian di menutup ada disekitar
Kecamatan tanah
Lembah dengan
Seulawah tumbuh -

15
Kabupaten tumbuhan
Aceh Besar dan
tanaman
atau sisa -
sisa
tanaman,
dan
memperbai
ki dan
menjaga
keadaan
tanah agar
resisten
terhadap
penghacur
an butiran
tanah dan
terhadap
pengangku
tan butir
tanah oleh
aliran
permukaan
serta
memperbe
sar daya
tanah untuk
menyerap
air di
permukaan
tanah
4 Penamban Reklamasi Penanaman Pembuatan -
gan bahan Tanaman Teras untuk
galian Retiver mengurangi
golongan C limpasan air
di Daerah
Istimewa
Yogyakarta
5 Degradasi - - - -
stok karbo
(C) akibat
alih guna
lahan hutan
menjadi
kakao di
DAS Nopu,
Sulawesi
Tengah

16
BAB IV
STRATEGI MANAJEMEN KAWASAN PEGUNUNGAN/PERBUKITAN
Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan
salah satu ancaman terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih
fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain adalah rendahnya isentif bagi petani
dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan berusahatani relatif rendah. Selain
itu, usaha pertanian dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit diprediksi dan
mahalnya biaya pengendalian seperti cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya
sarana produksi dan pemasaran. Alih fungsi lahan banyak terjadi justru pada lahan
pertanian yang mempunyai produktivitas tinggi menjadi lahan non-pertanian.
Dilaporkan dalam periode tahun 1981- 1999, sekitar 30% (sekitar satu juta ha)
lahan sawah di pulau Jawa, dan sekitar 17% (0,6 juta ha) di luar pulau Jawa telah
menyusut dan beralih ke nonpertanian, terutama ke areal industri dan perumahan.
Lahan pegunungan memiliki sebuah potensi yang besar sebagai kawasan
pertanian produktif, banyak petini yang memanfaatkan lahan tersebut dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup dan menopang ekonomi keluarga. Namun,
kawasan perkebunan sering terjadi bencana longsor dan merenggut korban jiwa
dan harta bendanya. Selain itu, terdapat juga bencana lain seperti erosi yang
menyebabkan degradasi lahan, pendangkalan sungai dan terganggunya sistem
hidrologi daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan banjir dan kekeringan
di daerah hilir. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan Kawasan yang melebihi
ambang batas pada lahan dengan tanpa memperhatikan aspek kelestariannya.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Suryana (2006), yang menyatakan bahwa
kawasan pegunungan memiliki fungsi sebagai penyangga air dari hilir.
Adapun beberapa permasalahan yang perlu diketahui sebelum dapat
melakukan dan menjalankan strategi manajemen adalah bahwa lahan
pegunungan memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi terkait erosi dan
longsor sehingga sangat diperlukan strategi dan manajemen pengelolaan lahan
yang tepat dan sesuai. Adapun strategi dan manajemen yang dapat dilakukan
menurut Sitorus (2009), adalah dengan melakukan kegiatan budidaya yang
dilakukan sesuai dengan kaidah konservasi seperti pembuatan terasering,
pemanfaatan tanaman penutup tanah dan pola tanam tumpang sari, pemerintah
sebagai pihak penengah melakukan suatu kegiatan perbaikan pada kawasan
secara berkelanjutan seperti pembentukan proyek-proyek rehabilitasi lahan baik
secara vegetatif maupun secara teknis, meningkatkan keterlibatan mastarakat
dalam kegiatan konservasi suatu lahan di kawasan perbukitan, proses konservasi
yang dilakukan tidak hanya melibatkakan petani tetapi ada peran penting penyuluh
dalam memberikan saran jenis tanaman yang akan ditanami, melakukan
sosialisasi mengenai pemahaman lingkungan hidup dikawasan perbukitan, peran
departemen pertanian dalam konservasi lahan dalam menyediakan sarana bagi
petani maupun penyuluh, memperhatikan jenis tanaman yang menunjang
keberhasilan konservasi lahan dan pemerintah memberikan subsidi komoditas
atau jenis tanaman yang dapat menunjang keberhasilan konservasi lahan.

17
Kawasan pegunungan merupakan salah satu kawasan yang berpotensi
besar dalam bidang pertanian. Sebagian besar petani memanfaatkan lahan
tersebut untuk menunjang perekonomiannya dengan menanam komoditas
pangan, hortikultura, dan perkenbunan. Namun, maraknya alih fungsi lahan hutan
menjadi lahan pertanian intensif yang menyebabkan erosi. Penyebab utama
terjadinya erosi di kawasan pegunungan adalah praktek penebanngan dan
perusakan hutan (deforesterisasi). Selain erosi, terdapat beberapa dampak lain
yang terjadi akibat degradasi lahan, diantaranya pendangkalan sungai,
sedimentasi, terganggunya sistem hidrologi daerah aliran sungai (DAS) serta,
penurunan kualitas lahan. Hal tersebut sering terjadi dikarenakan penggunaan
lahan di kawasan pegunungan yang melebihi ambang batas tanpa
mempertimbangkan kelestariannya.

Dalam upaya memningkatkan produktivitas suatu lahan, terdapat beberapa


strategi yang dapat dilakukan seperti dengan melakukan peningkatan kualitas
tanah melalui ameliorasi dimana ameliorasi ini merupakan salah satu bahan yang
berfungsi sebagai pembenah tanah. Menurut Mateus et al. (2016), Ameliorasi
tanah dapat dilakukan dengan cara melakukan pemberian pupuk organik seperti
pupuk kandang, kompos dan biochar dari limbah pertanian dan lain sebagainya.
Penerapan teknik ameliorasi merupakan tindakan yang tepat dalam upaya
pemulihan lahan-lahan pertanian baik lahan kering maupun basah dari keadaan
jenuh. Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
tanah adalah menanam cover crop sebagai penutup tanah. Langkah tersebut
dapat menghemat biaya petani dalam pengolahan tanah dan pembelian pupuk.
Penanaman tanaman penutup tanah tidak hanya memberikan hasil ekonomis
langsung tetapi merupakan sumber nitrogen yang cukup besar melalui fiksasi
nitrogen biologis. Selain metode vegetatif, berbagai macam metode mekanik
terutama pembangunan bangunan sederhana di lahan seperti teras guludan, teras
18
individu, teras bangku, embung, creeck fed ponds, rorak, saluransaluran dan
terjunan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan.
Perencanaan terpadu terhadap DAS diperlukan dalam kaitannya sebagai
bagian dari sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sebagai contoh apabila
terjadi kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup maka kerusakan yang
terus menerus akan memicu krisis pangan, krisis air bahkan krisis energi yang
berasal dari alam air terjun. Kerusakan SDA khususnya sumber daya air
mengakibatkan kemampuan penyediaan pangan makin terbatas, ha ini karena
tidak meratanya ketersediaan air dibuktikankan dengan turunnya debit air waduk
maupun sungai. Prinsip kebijakan perencanaan pembangunan bidang kehutanan
dan konservasi sumber daya air adalah terjaganya kelestarian sehingga
mewujudkan konservasi sumber daya air.
Manajemen sumber daya lahan tidak terlepas dari peran pemangku
kepentingan atau stakeholders. Stakeholders berperan dalam menentukan
kebijakan, penentuan sasaran dan tujuan kegiatan, rencana kegiatan,
implementasi program yang telah direncanakan serta evaluasi dan monitoring
kegiatan. Stakeholder memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam hal
pengelolaan sumberdaya alam. Stakeholder yang mampu mewakili berbagai
komunitas yang ada, antara lain:
1. Masyarakat
Masyarakat merupakan subjek sekaligus objek yang terkena dampak
secara langsung dari perubahan ekosistem pegunungan. Masyarakat
berperan dalam menyampaikan aspirasi dan kebutuhan, serta memiliki hak
mengelola lahan miliknya. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah memberikan
usulan ataupun melakukan negoisasi.
2. Lembaga Pemerintahan
Lembaga pemerintahan yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah terdiri
atas Departemen Kehutanan, Pemerintah Daerah (dinas yang menangani
kehutanan), Departemen Pertanian, Bappeda, Departemen Dalam Negeri,
dan Perhutani.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat berperan dalam memperjuangkan aspirasi
masyarakat dan memberikan masukan melalui kegiatan advokasi, mediasi,
protes/demo, dan kemitraan.
4. Pelaku Usaha
Pelaku usaha seperti pedagang dan penyewa lahan untuk komersial
berperan dalam melakukan pengembangan ekonomi melalui kegiatan
promosi, kemitraan, dan negoisasi.

19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sumber daya lahan yang terdapat di Indonesia telah banyak mengalami
degradasi. Degredasi lahan pada pegunungan atau perbukitan dapat disebabkan
adanya topografi dan vegetasi. Selain itu, penyebab utama dari degradasi lahan
adalah banyak alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian hingga
pemukiman. Selain dari itu erosi, pertanian yang intensif dan penggunaan bahan
kimia secara terus meneris menyababkan sumber daya lahan terdegradasi.
Wilayah yang mengalami degradasi lahan berdampak pada ekonomi, sosial dan
lingkungan sekitar. Semakin maraknya degrades lahan mempengaruhi kehidupan
manusai, mulai dari hilangnya sumber mata pencaharian hingga peralihan profesi.
Hal lain juga menjadi dampak dari degradasi yaitu meningkatnya gas emisi rumah
kaca yang berdampak pada pemanasan global, keadan tersebut disebabkan oleh
perkebunan kelapa sawit yang kian hari meningkat. Hal tersebut menyebabkan
pentingnya penanggulangan yang tepat untuk mengatasi degradasi lahan.
beberapa metode yang kerap dilakukan oleh masyarakat dalam memperbaiki
kualitas lahan diantaranya adalah metode pedekatanan vegetate dan teknis.
Selain dari itu perlu juga pihak pihak tertentu yang berperan penting penting dalam
mengurangi maraknya degradasi lahan seperti pemerintah dan pihak pihak
penyuluh
5.2 Saran
Diharapkan kepada masyarakat, pemerintah juga pada para stakeholders
terkait dapat melakukan manajemen sumber daya lahan dan tetap menjaga dan
turut serta memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Selain itu, diharap juga
bahwa pemerintah harus memiliki sikap yang adil dan lebih tegas dalam
pemberian bentuk konsekuensi pada para oknum-oknum tidak bertanggung jawab
guna meminimaliisir adanya pengulangan kejahatan tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Lahan Menurut Penggunaan Lahan 2015.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Jariyah, N. A., & Pramono, I. B. (2013). Kerentanan sosial ekonomi dan biofisik di
DAS Serayu: Collaborative management. Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan, 10(3), 141-156.
Mamondol, M. R. (2018). Fungsi strategis Danau Poso, gangguan keseimbangan
ekosistem, dan upaya penanggulangannya.
Maulidan, A., Arifin, Y. F., & Pujawati, E. D. (2020). Studi Pertumbuhan Tanaman
Pada Areal Pasca Tambang Dataran Tinggi Di Kalimantan Selatan. Jurnal
Sylva Scienteae Volume, 3(6).
Musofi, S. A. (2020). Peta Distribusi Kandungan Fe dalam Air Sumur berdasarkan
Jenis Tanah di Kecamatan Sewon Tahun 2020 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Rusdi, M. R. Alibasyah dan A. Karim. 2013. Degradasi Lahan Akibat Erosi Pada
Areal Pertanian di Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar. J.
Manajemen Sumberdaya Lahan. 2(3): 240-249.
Setiawan, Bayu, Prapto Yudono, dan Sriyanto Waluyo. 2018. Evaluasi Tipe
PemanfaatanLahan Pertanian dalam Upaya Mitigasi Kerusakan Lahan Di
Desa Giritirta, KecamatanPejawaran, Kabupaten Banjarnegara. Jurnal
Vegetalika. 7(2): 1- 15.
Siswanto B., Krisnayani B. D., Utomo W. H.,and Anderson C. W. N. 2012
Rehabilitation of Artisanal Gold Mining Land in West Lombok, Indonesia:
Characterization of Overburden and The Surrounding Soils.Journal of
Geology and Mining Research4(1):1-7, January 2012. ISSN 2006-9766.
Sitorus.S.R.P. 2009. Kualitas Degradasi dan Rehabilitasi Lahan. Edisi Ketigs. IPB
bogor: 42 Sudarma, I. M., dan Widyantara, W. (2016). Persepsi masyarakat
terhadap ekosistem daerah aliran sungai ayung menuju sumberdaya air
berkelanjutan. J. Bumi Lestari, 16, 78- 91.
Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.
Suryana, Achmad, dll. 2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada
Lahan Pegunungan.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian
Susetyaningsih, A. (2012). Pengaturan penggunaan lahan di daerah hulu DAS
Cimanuk sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air. Jurnal
Konstruksi, 10(01).
Wahyunto, W., & Dariah, A. (2014). Degradasi lahan di Indonesia: kondisi existing,
karakteristik, dan penyeragaman definisi mendukung gerakan menuju satu
peta.

21

Anda mungkin juga menyukai