Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DI PULAU KALIMANTAN

OLEH:
TIA VERONIKA
NIM:
200903079
DOSEN PEGAMPU: RUDI KRISTIAN P. M, S.Sos, M.A

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas ujian tengah semester yang berjudul “Kebakaran Hutan dan Lahan
Di Pulau Kalimantan” dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah manajemen bencana. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada
pembaca tentang pengaruh karakteristik tanah gambut terhadap kebakaran hutan di
Kalimantan dan terlebih juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rudi Kristian P. M, S.Sos, M.A
selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 8 Maret 2022


 
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gambut merupakan lahan basah yang mengandung bahan material organik yang
terbentuk dari pembusukan bahan-bahan organik selama ribuan tahun. Gambut bisa
menyimpan 30 persen karbon dunia, mencegah kekeringan, dan mencegah pencampuran air
asin di irigasi pertanian serta menjadi rumah bagi satwa langkah.
Indonesia memiliki luas rawa gambut yang diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar
10,8% dari luas daratan yang ada di Indonesia. Papua menjadi provinsi yang paling banyak
memiliki lahan gambut seluas 6,3 juta ha, Kalimantan Tengah 2,7 juta ha, Riau 2,2 juta ha,
Kalimantan Barat 1,8 juta ha dan Sumatera Selatan 1,7 juta ha. Lahan rawa gambut
merupakan bagian dari sumberdaya alam yang mempunyai fungsi untuk pelestarian
sumberdaya air, peredam banjir, sebagai tempat pendukung kehidupan/ keanekaragaman
hayati, pengendali iklim (melalui kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon)
dan sebagainya (Wahyunto, 2003).
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran yang terjadi di permukaan
lahan kemudian api menyebar secara perlahan di bawah permukaan lahan dimana titik yang
unsur serabut yang berada di bawah permukaan kering dan mudah terbakar. Sehingga asap
dengan pembakaran yang tidak menyala dipermukaan tampak jelas. Mengingat kebakaran
terjadinya di dalam tanah dan hanya asapnya saja yang muncul ke permukaan, maka kegiatan
pemadaman api akan sulit dilakukan (BAPPENAS, 1999). Umumnya kebakaran lahan
gambut disebabkan oleh konversi lahan gambut. Hal ini disebabkan air tanah turun karena
tidak ada pengisian air tanah dari lahan disekitarnya, seta zona perakaran menjadi dangkal
dan kering. Lahan gambut yang kering menyebabkan lahan penyerap air menjadi tidak bisa
lagi menyerap air dan kering. Keringnya lahan gambut menyebabkan tanah dan rumput/
semak yang ada diatasnya menjadi kering. Tanaman kering menjadi mudah terbakar, dimana
api membakar bahan/ tanaman kering yang berada dipermukaan dan terjadilah difusi panas
yang membuat gambut yang ada dibawahnya menjadi lebih kering.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kebakaran hutan
dan lahan (Karhutla) gambut di Kalimantan sepanjang 2021 mencapai 13.367 ha. Jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah ini mengalami kenaikan yang cukup
signifikan. Dimana KLHK mencatat Karhutla gambut sepanjang 2020 mencapai 1.413 ha
Rezainy (2020). Kebakaran yang terjadi di hutan gambut tergolong berat mengingat
karakteristik gambut yang terbentuk dari bahan organik yang sangat mudah berpotensi
sebagai awal mulanya kebakaran. Timbunan bahan organik tersebut berpotensi menyebabkan
terjadinya ground fire, yaitu kebakaran dibawah permukaan sedangkan permukaan gambut
yang rata memudahkan merembetnya api dari satu pohon ke pohon lain pada saat terjadinya
kebakaran diatas permukaan. Hal inilah yang menyebabkan terjadi kebakaran di lahan
gambut secara serempak di bawah.
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan fenomena yang sering terjadi di
Indonesia khususnya Pulau Kalimantan dan bebepa pulau lainnya yang tentunya terjadi setiap
tahun pada musim kemarau. Penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan
disebabkan oleh faktor alam dan ulah manusia baik yang sengaja melakukan pembakaran
ataupun akibat kelalaian dalam menggunakan api, hal ini didukung oleh kondisi-kondisi
tertentu yang membuat rawan terjadinya kebakaran. Dari uraian diatas mendorong penulis
untuk menganalisis kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa manfaat lahan gambut?
2. Apa faktor-faktor kebakaran lahan gambut di Kalimantan?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari kebakaran lahan gambut di Kalimantan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui manfaat lahan gambut bagi kehidupan manusia.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kebakaran lahan gambut di Kalimantan.
3. Untuk menegetahi dampak yang ditimbulkan dari kebakaran lahan gambut di
Kalimantan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manfaat Lahan Gambut
Wibowo, (2009) Perubahan iklim adalah fenomena global yang ditandai dengan
perubahan suhu serta pola curah hujan. Penyebab perubahan iklim meningkatnya konsentrasi
gas rumah kaca ke atmosfer seperti karbon dioksida dan nitrogen oksida yang konsentrasinya,
yang mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi. Peningkatan suhu global akan
mempengaruhi pola iklim dunia, merubah distribusi hujan, arah dan kecepatan angin. Semua
ini akan berdampak pada kehidupan manusia di bumi, sebagai contoh, berkembangnya
berbagai jenis penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan, kekeringan, banjir dan
sebagainya.
Jutaan orang di dunia bergantung pada lahan gambut yang seringkali melakukan
praktik pertanian yang tidak berkelanjutan. Padahal lahan gambut yang subur jauh dari
pemanfaatan yang tidak bertanggung jawab dapat menjadi sumber makanan, air bersih, dan
manfaat lainnya bagi banyak orang. Global Landscapes Forum, (2017) gambut bermanfaat
untuk mencegah kekeringan, banjir dan pencampuran air asin untuk irigasi di area pertanian.
Lahan gambut juga dapat menjaga keragaman hayati dengan menjadi rumah bagi hewan
langka seperti orangutan dan harimau Sumatera. Di wilayah tropis lahan gambut menyimpan
karbon yang paling banyak. Lahan gambut juga memegang peranan penting dalam mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim. Walaupun jumlah lahan gambut hanya sekitar 3-5% di
permukaan bumi, namun keberadaannya merupakan rumah bagi lebih dari 30% cadangan
karbon dunia yang tersimpan di tanah. Diperkirakan lahan gambut menyimpan karbon dua
kali lebih banyak dari hutan di seluruh dunia, dan empat kali dari yang ada di atmosfer.
Gambut memiliki kandungan karbon yang besar yang dapat mengontrol perubahan iklim
global. Jika lahan gambut ini terbakar, atau terdegradasi, akan teremisi berbagai jenis gas
rumah kaca ke atmosfer yang siap untuk merubah iklim global.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kalimantan
Kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan umumnya terjadi oleh ulah manusia,
baik disengaja maupun kelalaiannya. Tidak dipungkiri alam juga dapat menyebabkan
kebakaran seperti panas yang berkepanjangan, petir, dan sebagainya. Dalam bukunya
Adinugroho (2005) menyebutkan penyebab terjadinya kebaran lahan gambut;
1) Konvensi lahan
Kebakaran yang disebabkan oleh manusia. Kebakaran ini terjadi karena kegiatan manusia
untuk membuka lahan baik itu untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, pemukiman,
bagunan, dan lain sebagainya. Dapat dikatan konvensi lahan ini merupakna pengalihanfungsi
lahan hutan menjadi kawasan indusrti dan perumahan.
2) Pembakaran Vegetasi
Kebakaran ini terjadi oleh api pembakaran yang disengaja nanum tidak terkontrol
sehingga terjadi kebakaran lahan yang parah. Pembakar Vegetasi dilakukan oleh manusia
untuk membuka areal HTI perkebunan. Saharjo dalam Adinugroho (2005: 8) baik areal HTI,
hutan alam dan perladangan berpindah dapat menyebabkan 99% kebakaran.
3) Pembuatan kanal-kanal di lahan gambut
Umumnya digunakan untuk sarana transportasi kayu dari hasil tebagan maupun irigasi.
Hal ini terjadi bila saluran tidak dibuat pengontrol air, sehingga air yang dikandung gambut
menjadi kering dan dapat menyebabkan kebakaran sewaktu-waktu. Saluran ini dibuat oleh
masyarakat maupun pemerintah untuk menghubungkan sungai dengan hutan gambut untuk
mengeluarkan haisl tebangan. Misalnya saluran irigasi yang dibuat pemerintah yaitu di
kawasan eks Proyek Lahan Gambut di Kalimantan Tengah.
4) Penebangan liar
Kegiatan penebangan pohon dan pembukaan lahan di kawasan hutan tanpa izin dan
menyalahi norma dan kaidah hukum yang berlaku. Hal ini menyebabkan turunnya sumber
daya air. Ketika pohon ditebang dan daerah tersebut menjadi gersang, maka taka da lagi yang
membantu tanah menyerap lebih banyak air, dengan demikian akhirnya menyebabkan
terjadinya penurunan sumber daya air dan meninggalkan sisa daun dan ranting kering yang
berpotensi menjadi bahan bakar ketika ada percikan api atau panas yang membuat lahan
rentan untuk terbakar.
5) Iklim
Berbagai aktivitas manusia, terutama proses industri dan transportasi, membuat atmosfer
semakin rusak, maka terjadilah perubahan-perubahan unsur-unsur dalam atmosfer. Hal
inimmenyebabkan radiasi yang dipantulkan kembali oleh bumi ke luar angkasa terhambat.
Akibatnya,suhu rata-rata diseluruh permukaan bumi meningkat. Peristiwa ini Disebut dengan
pemanasan global Tuhulele, (2014). Suhu yang tinggi terutama akibat pemanasan global, bisa
menyebabkan hutan terbakar. Biasanya suhu panas mulai membakar ranting atau dedaunan
kering yang kemudian meluas karena adanya tiupan angin, serta curah hujan yang rendah dan
panas yang berkempanjangan. Rusak ekosistem lahan akibat kebakaran hutan dan lahan akan
mempercepat proses perubahan iklim.
Bahan bakar api merupakan faktor yang penting dalam membuka lahan. Pembakaran
dianggap alternatif yang paling mudah untuk membuka lahan. Apalagi lahan gambut yang
kering dapat menyebabkan kebakaran dibawah permukaan lahan dan hal ini sangat sulit
untuk dikendalikan karena keberadaan titik apa yang tidak tampak dari atas permukaan. Biasa
kejadian ini diawali dengan kebakaran dipermukaan lahan dan menyebar ke bawah
permukaan lahan.
2.3 Dampak Kebakaran Lahan Gambut
Kebakaran hutan dan lahan gambut secara berpengaruh terhadap terdegradasinya
kondisi lingkungan, kesehatan manusia dan aspek sosial ekonomi bagi masyarakat Syaufina.
(2008):

1. Terdegradasinya kondisi lingkungan

1. Perubahan kualitas fisik gambut


Penurunan kadar air yabg dikandung tanah gambut. Dampak kebakaran
mempengaruhi sifat dan karakteristik tanah saat terjadinya kebakaran.
2. Perubahan kualitas kimia gambut
Dampak kebakaran juga mempengaruhi sifat kimia gambut dimana hasil dari
terbakarnya gambut yaitu abu pembakaran tersebut mempengaruhi pH tanah dan
kandungan yang ada didalam gambut. Perubahan kimia yang dikandung oleh gambut
ini berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi diatas.
3. Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut karena mikroorganisme yang mati
akibat kebakaran.
4. Suksesi atau perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan juga akan
terganggu (benih-benih vegetasi di dalam tanah gambut rusak/terbakar), sehingga
akan menurunkan keanekaragaman hayati.
5. Rusaknya siklus hidrologi
Menurunkan kemampuan intersepsi air hujan ke dalam tanah, mengurangi transpirasi
vegetasi, menurunkan kelembaban tanah, dan meningkatkan jumlah air yang mengalir
di permukaan. Kondisi demikian menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah
terbakar, terjadinya sedimentasi dan perubahan kualitas air, serta turunnya populasi
dan keanekaragaman ikan di perairan. Selain itu, kerusakan hidrologi di lahan gambut
akan menyebabkan jangkauan intrusi air laut semakin jauh ke darat.
6. Gambut menyimpan cadangan karbon, apabila terjadi kebakaran maka akan terjadi
emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar. Sebagai gas rumah kaca,
karbondioksida berdampak pada pemanasan global. Berdasarkan studi ADB,
kebakaran gambut 1997 menghasilkan emisi karbon sebesar 156,3 juta ton (75 persen
dari total emisi karbon) dan 5 juta ton partikel debu.
2. Kesehatan manusia

Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan gambut ini adanya asap
pekat. Hal ini membuat ribuan penduduk dilaporkan menderita penyakit infeksi saluran
pernafasan, sakit mata, dan batuk. Kebakaran gambut juga menyebabkan rusaknya
kualitas air, sehingga air menjadi kurang layak untuk diminum.

3. Aspek sosial ekonomi

Dampak ini merupakan dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat. Banyak
masyarakat yang kehilangan mata pencaharian karena asap pekat dan juga karena masyarakat
yang bergantung hidup pada hutan misalnya berladang, berternak, berburu/menangkap ikan.
Lahan pertanian dan perkebunan yang terbakar memusnahkan semua tanaman, yang
membuat petani gagal panen. Kondisi ini membuat kelangkaan pangan karena hasil kebun
dan pertanian telah terbakar. Dampak kebakaran membuat hubungan negara dengan negara
tetangga terganggu. Karena mereka juga merasakan dampak dari asap kebakaran lahan ini.
Analisis Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kalimantan Dari Aspek
Perekonomian Masyarakat

Mayoritas lahan di kalimantan adalah tanah gambut. Kondisi ini menyebabkan mata
pencaharian penduduknya adalah bertani dan kuli bangunan. Sebagian lain berdagang
atau berjualan. Kebakaran lahan yang terjadi hampir tiap tahun, seperti tahun 2021 yang
lalu berdampak negatif di semua sektor, terutama bagi masyarakat sekitar kebakaran
lahan. Dampak ekonomi dari kebakaran lahan di lahan Gambut adalah sebagai berikut

1. Dampak langsung dari kebakaran lahan adalah terjadinya penurunan pendapatan.


Penurunan pendapatan yang dirasakan masyarakat dan rrumah tangga mengalami
penurunan tingkat pendapatan yang paling besar dibandingkan dengan pemerintah
maupun perusahaan. Ini berarti masyarakat sebagai pihak yang terdampak langsung
dengan adanya kebakaran lahan.
2. Dampak kebakaran juga dapat dirasakan dari segi kesehatan, akibat dari adanya
kebakaran hutan dikalimantan menimbulkan bencana asap. Akibatnya banyak
menimbulkan keluhan keluhan seperti, keluhan pernapasan terutama pada orang yang
berisiko tinggi atau sensiti. Bencana asap tersebut sangat mempengaruhi kualitas
udara dikalimantan tentu hal ini sangat berdampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat seperti munculnya penyakit gangguan ISPA dan Pneumonia Sukana,
(2015).
3. Dampak tidak langsung dapat dilihat pada kurangnya keinginan oarng untuk
berivestasi akibat kebakaran lahan dan hutan untuk daerah-daerah di Kalimantan,
yang persepsi masyarakat tentang daerah yang langganan dengan kabut asap.
Masyarakat sudah mulai mempertimbangkan hal ini, efeknya adalah harga tanah di
beberapa daerah di Kalimantan menjadi lebih murah dibandingkan harga tanah di
kawasan lain seperti penelitian yang lakukan oleh Rahmini, 2021 bahwa terdapat
perbedaan harga di daerah Kecamatan Gambut di Banjarbaru. Dimana masyarakat
kecamatan Gambut merupakan daerah langganan asap.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara mendasar perambahan hutan menyebabkan ketidak seimbangan alam
(kerusanan hutan) menyebabkan terjadinya kebakaran pada lahan gambut. Umumnya
kebakaran lahan gambut disebabkan oleh konversi lahan gambut. Hal ini disebabkan
air tanah turun karena tidak ada pengisian air tanah dari lahan disekitarnya, seta zona
perakaran menjadi dangkal dan kering. dan juga Lahan gambut juga memegang
peranan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. kebakaran lahan
gambut dipicu oleh beberapa faktor yaitu kovensi lahan, pembakaran vegetasi,
pembuatan kanal kanal dilahan hutan, penebangan liar, dan iklim. dari faktor faktor
tersebutlah yang memicu kebakaran hutan, dari kebakaran hutan tersebut berdampak
Kebakaran hutan dan lahan gambut secara berpengaruh terhadap terdegradasinya
kondisi lingkungan, kesehatan manusia dan aspek sosial ekonomi bagi masyarakat.
Mayoritas lahan di kalimantan adalah tanah gambut. Kebakaran lahan yang terjadi
hampir tiap tahun, seperti tahun 2021 yang lalu berdampak negatif di semua
sektor, terutama bagi masyarakat sekitar kebakaran lahan. Dampak ekonomi dari
kebakaranlahan di lahan Gambut adalah sebagai berikut langsung dari kebakaran
lahan adalah terjadinya penurunan pendapatan. Ini berarti tidak langsung dapat dilihat
pada kurangnya keinginan oaring untuk berivestasi akibat kebakaran lahan dan hutan
untuk daerah-daerah di Kalimantan, yang persepsi masyarakat tentang daerah yang
langganan dengan kabut asap. Ini berarti efek lanjutan dari Karhutla memberikan efek
negative lainnya bagi warga yang memiliki lahan didaerah Gambut.

3.2 Saran
Mencari inovasi baru (teknologi tepat guna) yang dapat digunakan untuk
memberikan alternatif tidak membakar kebun/semak, seperti teknologi pemanfaatan
lahan gambut sebagai media tanaman, dll untuk meningkatkan efisiensi dan nilai
tambah produk pertanian. Memberikan insentif kepada sekelompok atau seseorang
yang mempu menjaga kawasannya dari kebakaran dan memberikan disinsentif kepada
yang tidak mampu menjaga kawasannya dari kebakaran serta menciptakan program
program yang dapat menghambat dilakukannya pembakaran hutan dan lahan dan
menyebarluaskannya kepada masyarakat, seperti menggandengkan upaya pencegahan
pembakaran.

Daftar Pustaka
Jurnal

Rahmini, N., & Sopiana, Y. (2021). DAMPAK EKONOMI KARHUTLA DI PROVINSI


KALIMANTAN SELATAN (TELAAH KUALITATIF PADA KEBAKARAN LAHAN DI
KECAMATAN GAMBUT KALIMANTAN SELATAN). In PROSIDING SEMINAR
NASIONAL LINGKUNGAN LAHAN BASAH (Vol. 6, No. 1).
https://snllb.ulm.ac.id/prosiding/index.php/snllb-lit/article/viewFile/525/533

Rezainy, A., Syaufina, L., & Sitanggang, I. S. (2020). Pemetaan daerah rawan kebakaran di
lahan gambut berdasarkan pola sekuens titik panas Di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan
Tengah. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural
Resources and Environmental Management), 10(1), 66-76.
https://www.researchgate.net/publication/340064486_PEMETAAN_DAERAH_RAWAN_K
EBAKARAN_DI_LAHAN_GAMBUT_BERDASARKAN_POLA_SEKUENS_TITIK_PA
NAS_DI_KABUPATEN_PULANG_PISAU_KALIMANTAN_TENGAH

Tuhulele, P. T. (2014). Kebakaran Hutan di Indonesia dan Proses Penegakan Hukumnya


Sebagai Komitmen dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim. Supremasi Hukum: Jurnal
Kajian Ilmu Hukum, 3(2). http://scholar.googleusercontent.com/scholar?
q=cache:09rGLeqChewJ:scholar.google.com/+Tuhulele,+P.+T.+(2014).
+Kebakaran+Hutan+di+Indonesia+dan+Proses+Penegakan+Hukumnya+Sebagai+Komitmen
+dalam+Mengatasi+Dampak+Perubahan+Iklim.+Supremasi+Hukum:
+Jurnal+Kajian+Ilmu+Hukum,+3(2).&hl=id&as_sdt=0,5

Sukana, B., & Bisara, D. (2015). Kejadian ISPA dan Pneumonia Akibat Kebakaran Hutan Di
Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. Indonesian Journal of Health Ecology,
14(3), 250-258. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Sukana
%2C+B.%2C+%26+Bisara%2C+D.+
%282015%29.+Kejadian+ISPA+dan+Pneumonia+Akibat+Kebakaran+Hutan+Di+Kabupaten
+Pulang+Pisau+Provinsi+Kalimantan+Tengah.+Indonesian+Journal+of+Health+Ecology
%2C+14%283%29%2C+250-258.&btnG=#d=gs_qabs&t=1649664447089&u=%23p
%3DwctBkoX_ouUJ

Wibowo, A. (2009). Peran lahan gambut dalam perubahan iklim global. Jurnal Tekno Hutan
Tanaman, 2(1), 19-26.
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/42889229/jurnal_dampak_kerusakan_gambut_terhadap
_iklim-with-cover-page-v2.pdf?Expires=1649578677&Signature=C8D68OGkc-
sQuOoFbad6B-xV4Y2AUWQ14yaef9p7qq80cQgvU-
KAdrIuz3f329~eGZ48Yju2u5nKoO7W81OY43COXA~2t6th5hyEbp-
psft30wPGEUIfaDIFbLtrarKPKed0gWHiSmNFPq-FcTZGkuB8V7WFkTcr-
ZeGSCYaoUQj9pyh1RNivxDWbzyvbb0pkOOSN2dDOCWkammFRws5hpHzSkXnZwPpzy
lIw1-ICObBGIYgjb6Z9dacEhZY-cKdGmbgPFxxVvkUSVGP~anvgKvewUyH-
IHpEvAshDXzUyWqg4OKp6nIbUmZBqn1JQ2J93s69wbqwpaw-MyKBefUTQ__&Key-
Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA
Buku

Adinugroho, W. C., Suryadiputra, I. N. N., & Saharjo, B. H. (2005). Panduan pengendalian


kebakaran hutan dan lahan gambut. wahyu catur adinugroho.
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=Ji2R4TMX4R4C&oi=fnd&pg=PR1&dq=related:Czh4SQIzbpQJ:scholar.goo
gle.com/
&ots=hM_ij0Ipmy&sig=GQGGm95AtG3DDIxuBwpP06Rn1do&redir_esc=y#v=onepage&q
&f=false

BAPPENAS-ADB. 1999. Causes, Extent, Impact and Cost of 1997/1998 Fires and Drought.
National Development Planning Agency (BAPPENAS) and Asian Development Bank
(ADB). Jakarta. https://media.neliti.com/media/publications/113803-none-588421ab.pdf

Global Landscapes Forum. 2017. Mengapa lahan gambut penting. Pusat Penelitian
Kehutanan Internasional (CIFOR). https://www.cifor.org/publications/pdf_files/brief/6476-
brief.pdf

Syaufina, Lailan. (2008). Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia; perilaku api, penyebab,
dan dampak kebakaran. Bayumedia Pub.
https://www.google.co.id/books/edition/Kebakaran_hutan_dan_lahan_di_Indonesia/
AANsPgAACAAJ?hl=id

Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo (2003). Peta Luas Sebaran Lahan Gambut dan
Kandungan Karbon di Pulau Sumatera / Maps of Area of Peatland Distribution and Carbon
Content in Sumatera, 1990 – 2002. Wetlands International - Indonesia Programme & Wildlife
Habitat Canada (WHC). https://www.wetlands.or.id/PDF/buku/Atlas%20Sebaran
%20Gambut%20Sumatera.pdf

Anda mungkin juga menyukai