Anda di halaman 1dari 18

Makalah Geografi

Bencana Alam, Kebakaran Hutan di Riau

Disusun oleh
Shinta Dwi Suci Ramdani
Kelas X MIPA 1

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sumber


Cirebon
2015
1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyusun Makalah Geografi Bencana Alam,
Kebakaran Hutan di Riau ini, tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan dan hambatan
itu bisa teratasi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran diperlukan untuk memperbaiki dan
membangun penulis. Kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Cirebon, November 2015

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR

iii

ISI.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................
1.1 Latar
Belakang..................................................................................
1.2 Identifikasi
Masalah..........................................................................
1.3
Tujuan................................................................................................
BAB II
ISI.............................................................................................
2.1
Pengertian
Hutan
2.2
Hutan...
2.3
Kebakaran
Hutan
dan

Kebakaran

1
1
2
2
3
3
3

Geografi

5
Riau..............................................
2.4 Dampak Kebakaran Hutan................................................ 7
2.5
Pencegahan
dan
Penanggulangan
Kebakaran
10
Hutan........................
BAB III
13
KESIMPULAN.
DAFTAR
14
3

PUSTAKA..................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki wilayah hutan
terluas di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan
bagi bangsa Indonesia karena dilihat dari manfaatnya hutan adalah sebagai paruparu dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga
kesuburan tanah. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai
penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. Hutan yang
seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek
kelestarian kini telah mengalami kerusakan yang cukup mencenangkan.
Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan
terjadi karena kemarau yang ekstrim dan karena manusia yang mengubah hutan
untuk perkebunan dan pertanian. Selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan
global yang memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.
Propinsi Riau berpotensi rawan bencana alam, seperti banjir, abrasi, longsor,
kebakaran hutan, gempa tektonik dan vulkanik dan lain-lain. Bencana alam
kebakaran hutan dan lahan (gambut) bukan saja berakibat kepada menurunnya
kualitas udara di Provinsi Riau yang buruk, sehingga berdampak kepada
kesehatan, juga telah mengganggu penerbangan serta hubungan baik dengan
negara tetangga. Asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau telah
mencapai Singapura dan Malaysia. Oleh karena itu, upaya meminimalisir
kebakaran hutan dan lahan perlu menjadi prioritas penangan bencana di Provinsi
Riau.
Selama periode 2009 2013, jumlah titik api yang terjadi di Provinsi Riau
meningkat. Pada tahun 2009, konsentrasi titik api berada di Kabupaten Rokan
Hilir, Bengkalis dan Pelalawan. Pada tahun 2012 dan 2013 titik api di tiga
kabupaten relatif tidak berkurang, dua kabupaten lainnya, yaitu Indragiri Hulu dan
Indragiri Hilir jumlah titik api cenderung meningkat. Pada tahun 2014 (Januari1

Maret), titik api di Riau berjumlah ribuan, sehingga menjadikan Riau Bencana
Asap, sehingga menyebabkan kerugian yang besar dari segala aspek, baik materi
maupun non materi yang secara nyata dapat dilihat dari aspek lingkungan dan
kesehatan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Mengetahui pengertian hutan dan manfaatnya
2. Mengetahui pengertian kebakaran hutan dan penyebabnya
3. Mengetahui keterkaitan kebakaran hutan dengan geografi Riau
4. Mengetahui dampak kebakaran hutan
5. Mengetahui pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan
1.3 Tujuan Makalah
Tujuannya dibuat makalah ini adalah untuk menambah wawasan pembaca
mengenai bencana alam, khususnya kebakaran hutan. Informasi yang ingin
penulis sampaikan adalah mengenai manfaat hutan, kebakaran hutan, meliputi
penyebabnya, keterkaitannya dengan Geografi Riau, dampak dari kebakaran
hutan, dan pencegahan serta penanggulangan dari kebakaran hutan tersebut.
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memperkaya informasi pembaca
dan prinsipnya dapat digunakan atau diterapkan ke dalam aplikasi yang nyata.

BAB II
ISI

2.1 Pengertian Hutan

Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan). Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia,
hutan adalah suatu areal yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan
lainnya dipelihara bagi keuntungan tidak langsung atau dapat pula bahwa hutan
sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama. Manfaat hutan antara lain, sebagai
kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, sebagai paru-paru dunia, sebagai
pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta menjaga kesuburan tanah.

Gambar 1. Hutan di Riau


2.2

Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi

juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Istilah


kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api
Hutan. Api Hutan adalah api liar yang terjadi di dalam hutan yang membakar
sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3 macam kebakaran hutan
yang dapat dijelaskan sebagai berikut
a. Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan, yaitu kebakaran yang terjadi
pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman
bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas,
namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari
api permukaan.

b. Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk, yaitu kebakaran yang membakar seluruh
tajuk tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah
terbakar. Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat
merambat dari satu tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila
tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.
c. Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai
hutan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang
terjadi tidak ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat
lambat, bahan api tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat.
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang
sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan
kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian
yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan
terjadinya suatu kebakaran.

Gambar 2. Kebakaran Hutan


Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran
hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran
yang sengaja dilakukan maupun akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah
ataupun oleh pelaku binis kehutanan atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%)
adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Pembakaran selain dianggap
mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh

tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang dibakar di atas lahan akhirnya
akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan lingkungan yang luas.
Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai
berikut
a. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang
panjang.
b. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok sembarangan
dan lupa mematikan api di perkemahan.
c. Aktivitas vulkanis, seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari
letusan gunung berapi.
d. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau
membuka lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.
e. Kebakaran di bawah tanahm pada daerah tanah gambut yang dapat
menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.
2.3

Kebakaran Hutan dan Geografi Riau


Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Pekanbaru

mengatakan ada 186 titik panas yang terdeteksi, yaitu di wilayah Pelalawan (60
titik), Siak (11), Indragiri Hilir (45), Indragiri Hulu (54), Dumai (6), Bengkalis
(5), Siak (11), Kampar (3). Dari 186 titik panas itu, yang diindikasikan ada api,
yaitu di Bengkalis (3), Dumai (4), Pelalawan (40), Kampar (2), Siak (9), Indragiri
Hilir (33), dan Indragiri Hulu (47). Ancaman kebakaran hutan semakin meningkat
karena cuaca wilayah Provinsi Riau kering.
Beberapa wilayah Indonesia terkena hujan, termasuk Sumatera Selatan,
Jawa bagian Barat, dan sebagian wilayah Kalimantan. Namun, ketika wilayahwilayah itu hujan, wilayah Riau justru kering. Bahkan, Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan kekeringan bertambah pada bulan
Agustus. Sehingga potensi kebakaran hutan di Riau akan meningkat. Luas
cakupan wilayah yang dilanda kebakaran sekitar 240 hektare lahan yang dilalap
api. Sejauh ini, upaya pemadaman masih berlangsung.

Gambar 3. Titik Api di Riau


Riau sangat berpotensi terjadinya pembakaran hutan dan lahan karena
kondisi geografis Riau yang sangat memungkinkan. Pada 6 Mei 2015,
Beritasatu.com mengabarkan bahwa sebanyak 169 desa di 40 kecamatan dan
delapan kabupaten atau kota di Riau rawan kebakaran hutan karena faktor iklim,
kondisi geografis, tata ruang, dan sosial ekonomi. Kepala Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Riau, Yulwiriati Moesa, dalam acara diskusi terbatas di Pekanbaru
menyebutkan, kedelapan kabupaten/kota tersebut adalah Siak, Rokan Hilir,
Kepulauan Meranti, Bengkalis, Indragiri Hilir, Dumai, Indragiri Hulu, dan
Pelalawan.
Faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan dari faktor iklim dan kondisi
geografis adalah dominasi lahan gambut seluas 5,7 juta hektare atau 56,1 persen
total gambut di Sumatera, cuaca ekstrim akibat curah rendah dan suhu tinggi,
adanya kanalisasi lahan gambut berlebihan, serta pola pemukiman dan pembukaan
6

lahan pertanian yang sporadis. Sedangkan faktor pemicu dari aspek tata ruang dan
sosial ekonomi adalah belum ditetapkannya RT dan RW di Provinsi Riau,
pembukaan lahan pertanian oleh masyarakat dan perusahaan dengan membakar
hutan, serta pesatnya usaha perkebunan kelapa sawit.
Dampak dari kebakaran hutan itu adalah berkurangnya sumber daya hutan
dan lahan gambut, menurunnya kesuburan tanah, menurunnya keanekaragaman
hayati, memburuknya kualitas udara, serta terjadinya gangguan kesehatan
khususnya masalah pernapasan.Selanjutnya, terganggunya aktivitas sosial dan
perekonomian, transportasi, serta belajar mengajar dan berpotensi mengganggu
hubungan bilateral dengan negara tetangga karena polusi asap lintas batas.
Untuk mengatasi kebakaran hutan, pemerintah daerah Provinsi Riau telah
menerapkan beberapa upaya pengendalian kebakaran hutan, di antaranya
pembentukan dan pembinaan kapasitas pusdalarhutla, instruksi gubernur untuk
pengendalian kebakaran hutan, maklumat Gubernur, Kajati, Kapolda dan
Dandem, komitmen 12 wali kota/bupati se-Provinsi Riau, serta penerapan posko
siaga darurat bencana asap.
2.4

Dampak Kebakaran Hutan


Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu

lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai


belahan dunia. Dampak kebakaran hutan terhadap lingkungan biologis, yaitu
segala sesuatu di sekitar manusia yang berupa organisme hidup selain dari
manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan, dan decomposer.
Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak
kesimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak
terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat hilangnya sejumlah
spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam
kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies endemik (tumbuhan
maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan. Selain itu, kebakaran
hutan dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik
karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat

menyebabkan banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum


sempat dikenali/diteliti.

Gambar 4. Lahan yang Terbakar


Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang akan kehilangan
tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencari
makan. Dengan demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan
baru setelah terjadinya kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah
bahkan dapat mengalami kepunahan. Sementara itu, kehidupan tumbuhan
berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat hidupnya. Kebakaran
hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu. Terjadinya kebakaran
hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila terjadi hujan
maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga
mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh
vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah.
Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman
hayati. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan karena struktur tanahnya
mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka,
sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah
hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai
daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit
diperhitungkan.

Gambar 5. Orang utan tetap belajar di alam bebas meski terkena asap akibat
kebakaran hutan
Kebakaran hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan
mikroorganisme) tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah.
Makroorganisme tanah misalnya: cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi
dan drainase tanah, dan mikroorganisme tanah, misalnya mikoriza (jamur) yang
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan
terbunuh. Selain itu, bakteri penambat (fiksasi) nitrogen pada bintil-bintil akar
tumbuhan Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi ntrogen akan
menurun. Mikroorganisme, seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan
serasah saat kebakaran pasti akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal
akan membuat mikroorganisma mati, karena sebagian besar mikroorganisma
tanah memiliki adaptasi suhu yang sempit. Namun demikian, apabila
mikroorganisme tanah tersebut mampu bertahan hidup, maka ancaman berikutnya
adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang juga dapat membunuhnya. Dengan
terbunuhnya mikroorganisme tanah dan dekomposer seperti telah dijelaskan di
atas, maka akan mengakibatkan proses humifikasi dan dekomposisi menjadi
terhenti.
Kebakaran hutan biasanya menimbulkan dampak langsung terhadap
kematian populasi dan organisme tanah serta dampak yang lebih signifikan lagi
yaitu merusak habitat dari organisme itu sendiri. Perubahan suhu tanah dan
hilangnya lapisan serasah, juga bisa menyebabkan perubahan terhadap
karakteristik habitat dan iklim mikro. Kebakaran hutan menyebabkan bahan

makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah mudah


mati oleh api dan hal itu dengan segera menyebabkan perubahan dalam habitat,
hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang
sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan
populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa
tahun.
Menteri Kesehatan menyatakan bahwa kebakaran hutan

menimbulkan

polutan udara yang dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan kesehatan


manusia. Berbagai pencemar udara yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan,
misalnya debu dengan ukuran partikel kecil, gas berbahaya dan lain-lain dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi
saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain. Selain itu
juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/ penglihatan, sehingga dapat
menganggu semua bentuk kegiatan di luar rumah.

Gambar 6. Asap di Riau yang dilanda kebakaran diperkirakan mencakup 240


hektare.
2.5

Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan


Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan

yang bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan


kebakaran hutan yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai
pihak untuk mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi.
Penanganan jenis ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-

10

pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.
Upaya penanggulangan diantaranya adalah
(a)

Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta


melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama

(b)

siaga I dan II.


Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua
tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya,

(c)
(d)

maupun perusahaan-perusahaan.
Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat
Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran, antara lain
pasukan Bomba dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel
dan Kalbar; bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA
untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan
sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha,

tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau


mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang
bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini,
penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang
sifatnya represif. Upaya pencegahan diantaranya adalah
(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk Direktorat Kebakaran
Hutan
(b) Melengkapi

pedoman

dan

petunjuk

teknis

pencegahan

penanggulangan kebakaran hutan;


(c) Melengkapi peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan;
(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi

dan

aparat

pemerintah dan masyarakat sekitar hutan;


(e) Kampanye dan penyuluhan tebtang pengendalian kebakaran hutan

11

Gambar 7. Proses Pemadaman Kebakaran

12

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut
a. Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma
nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah
banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya karena itu
pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh undang-undang dan
b.

peraturan pemerintah.
Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya
hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran hutan
menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas,
bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil
yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh,
terutama yang terkait dengan penegakkan hukum oleh pemerintah bagi

para pelaku penyebab kebakaran hutan.


c. Riau rawan kebakaran hutan karena faktor iklim, kondisi geografis, tata
ruang, dan sosial ekonomi. Faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan dari
faktor iklim dan kondisi geografis adalah dominasi lahan gambut seluas
5,7 juta hektare atau 56,1 persen total gambut di Sumatera, cuaca ekstrim
akibat curah rendah dan suhu tinggi, adanya kanalisasi lahan gambut
berlebihan, serta pola pemukiman dan pembukaan lahan pertanian yang
sporadis.

DAFTAR PUSTAKA
13

BBC Indonesia. 2015. Bayi Orang Utan Sakit Akibat Asap Kebakaran Hutan.
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/10/151006_majalah_lingkunga
n_satwaasap Diakses 15 November 2015
BBC Indonesia. 2015. Ratusan Titik Api Bermunculan di Riau. 2015.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140723_indonesia
hotspot Diakses 15 November 2015
Himka.

2015.

Kebakaran

Hutan.

https://himka1polban.wordpress.com/chemlib/makalah/makalah-kebakaranhutan/ Diakses 15 November 2015


Tribun

Pekanbaru. 2014. Presiden Tahu Keunggulan

Hutan

di Riau.

http://pekanbaru.tribunnews.com/2014/12/11/presiden-tahu-keunggulanhutan-di-riau Diakses 15 November 2015


WRI. 2015. Kobaran Api Indonesia: Sebuah Pertanda Buruk Mengawali Musim
Kemarau di Riau. http://www.wri.org/blog-tags/8706 Diakses 15 November
2015
WWF.

2015.

90

Persen

Kebakaran

Hutan

Terjadi

di

Riau.

http://www.wwf.or.id/en/news_facts/new_articles/?5120/2005-90-PersenKebakaran-Hutan-Terjadi-di-Riau Diakses 15 November 2015


Yanti,

Irma.

2015.

Kebakaran

Hutan.

http://makalahsekolah.com/2015/05/14/karya-ilmiah-tentang-kebakaranhutan/ Diakses 15 November 2015

14

Anda mungkin juga menyukai