Anda di halaman 1dari 42

TUGAS

MITIGASI BENCANA

“BENCANA KABUT ASAP DI INDONESIA”

OLEH : MULYA GUSMAN


NIM : 16327009

DOSEN : Prof. Eri Barlian


Dr. Dedi Hermon, MPd
Dr. Ahmad fauzi

PROGRAM DOKTORAL

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2017
Abstrak

Bencana kabut asap di Indonesia di sebabkan oleh banyak sekali terjadi


kebakaran hutan dan lahan Kebakaran hutan bisa disebabkan oleh ulah manusia
ataupun karena faktor alam/cuaca/iklim.
Persebaran hotspot (titik panas) untuk tahun 2015 yang paling banyak
terjadi Pulau Sumatera meliputi propinsi: Jambi, Sumatera Selatan, Riau,
Bangka-Belitung. Pulau Kalimantan meliputi : Kalimantan Barat dan
Kalimantan tengah
Adapun cara atau teknik untuk mengendalikan kabut asap kebakaran
hutan adalah dengan membuat peta kerawanan kebakaran, memantau cuaca,
akumulasi bahan bakar dan gejala rawan kebakaran, menyiapkan regu pemadam,
membangun menara pengawas, penyiapan peralatan pemadam, membuat sekat
bakar serta membentuk organisasi penanggulangan kebakaran hutan, teknologi
modifikasi cuaca dan water bombing untuk menurunkan jumlah hotspot.

Keyword: Kabut asap, Kebakaran


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kabut asap sudah menjadi bencana nasional sejak terjadinya kebakaran

hutan dan lahan yang besar mulai tahun 1997/1998 dan sampai dengan tahun

2015 bencana kabut asap di Indonesia masih terus berlangsung, dampak

kebakaran hutan mengakibatkan degradasi dan deforestasi hutan semakin

tinggi, dampak kiriman asap ke negara-negara tetangga terutama Singapura

dan Malaysia. Di beberapa daerah di Indonesia, asap dari kebakaran hutan

dan lahan juga berdampak pada semua sektor kehidupan masyarakat, kabut

asap berpengaruh pada kesehatan masyarakat diantaranya adalah penyakit

ISPA, penurunan kualitas udara karena polusi asap, terganggunya aktifitas

masyarakat seperti sekolah diliburkan, bandar udara ditutup karena jarak

pandang yang tidak memungkinkan.

Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan selama ini tidak

memperhatikan manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan hutan tersebut,

sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Penyebab utama

kabut asap adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi karena manusia

yang menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman

Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian. selain itu, kebakaran didukung

oleh pemanasan global, kemarau ekstrim yang seringkali dikaitkan dengan

pengaruh iklim memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.


1.2 Rumusan Masalah

1.Apa penyebab dari kabut asap yang terjadi di Indonesia?


2. Dimanakah Persebaran hotspot (titik panas) di Indonesia?
3. Apa saja dampak yang merugikan bagi masyarakat?
4. Bagaimana solusi untuk mengatasi bencana kabut asap di Indonesia?

1.3 Tujuan Makalah

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui penyebab dari kabut asap yang terjadi di Indonesia

2. Mengetahui dampak dari kabut asap yang terjadi di Indonesia

3. Mengetahui solusi untuk mengatasi kabut asap di Indonesia

I.4. Manfaat makalah

Dengan mengetahui penyebab dan dampak dari kabut asap yang

ditimbulkan oleh kebakaran hutan di Indonesia, kita dapat mengupayakan

solusi berupa pencegahan dan penanganan pada saat terjadi bencana kabut

asap maupun pasca bencana.


BAB II

Kajian Teori

2.1. Pengertian Bencana

Bencana menurut BNBP (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)

adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor

alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak sosioekonomi.Definisi menurut KKBI

(Kamus Besar Bahasa Indonesia) bencana/ben·ca·na/ n 1 sesuatu yg

menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan;

kecelakaan; bahaya.

2.2 Definisi Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah

sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan

rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Selain itu, kebakaran hutan

dapat didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak tertahan dan menyebar

secara bebas dan mengonsumsi bahan bakar yang tersedia di hutan,antara lain

terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, dan lain-lain.

Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut

juga Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api

Hutan adalah Api Liar yang terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian
atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3 macam kebakaran hutan, Jenis-

jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi

pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman

bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas,

namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal

dari api permukaan.

2. Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh

tajuk tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah

terbakar. Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat

merambat dari satu tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila

tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.

3. Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai

hutan. Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang

terjadi tidak ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat

lambat, bahan api tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat.

Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain

sebagai berikut:

1. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang

panjang.
2. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok

sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.

3. Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari

letusan gunung berapi.

4. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian

atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.

5. Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang

dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.

2.2.1 Pembakaran Hutan

Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan

kata dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda.

Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan

pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi

tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu

kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran hutan dengan pembakaran

terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda. Penggunaan istilah

ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap

dampak yang ditimbulkannya.

Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi

sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran

tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan maupun akibat


kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis

kehutanan atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena

alam (petir, larva gunung berapi). Saharjo (1999) menyatakan bahwa

baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat

dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah

berasal dari ulah manusia, entah itu sengaja dibakar atau karena api

lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan. Bahan

bakar dan api merupakan faktor penting untuk mempersiapkan lahan

pertanian dan perkebunan (Saharjo, 1999). Pembakaran selain

dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang

siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang

dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan

kerusakan lingkungan yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan

yang ditimbulkannya kecil, maka penggunaan api dan bahan bakar

pada penyiapan lahan haruslah diatur secara cermat dan hati-hati.

Untuk menyelesaikan masalah ini maka manajemen penanggulangan

bahaya kebakaran harus berdasarkan hasil penelitian dan tidak lagi

hanya mengandalkan dari terjemahan textbook atau pengalaman dari

negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan lahan di Indonesia

(Saharjo, 2000).

2.3 Definisi Asap Kabut

Asbut adalah kasus pencemaran udara berat yang bisa terjadi berhari-

hari hingga hitungan bulan. Di bawah keadaan cuaca yang menghalang


sirkulasi udara, asbut bisa menutupi suatu kawasan dalam waktu yang lama.

Perkataan "asbut" adalah singkatan dari "asap" dan "kabut", walaupun pada

perkembangan selanjutnya asbut tidak harus memiliki salah satu komponen

kabut atau asap. Asbut juga sering dikaitkan dengan pencemaran udara. Asbut

sendiri merupakan koloid jenis aerosol padat dan aerosol cair

(Wikipedia,2015).

2.3.1 Proses terbentuknya asap kabut

Pada umumnya, kabut terbentuk ketika udara yang jenuh akan uap

air didinginkan di bawah titik bekunya. Jika udara berada di atas daerah

perindustrian, udara itu mungkin juga mengandung asap yang bercampur

kabut membentuk kabut berasap, campuran yang mencekik dan pedas

yang menyebabkan orang terbatuk. Di kota-kota besar, asap pembuangan

mobil dan polutan lainnya mengandung hidrokarbon dan oksida-oksida

nitrogen yang dirubah menjadi kabut berasap fotokimia oleh sinar

matahari. Ozon dapat terbentuk di dalam kabut berasap ini menambah

racun lainnya di dalam udara.

Kabut berasap ini mengiritasikan mata dan merusak paru-paru.

Seperti hujan asam, kabut berasap dapat dicegah dengan mengehentikan

pencemaran atmosfer.

Kabut juga dapat terbentuk dari uap air yang berasal dari tanah

yang lembab, tanaman-tanaman, sungai, danau, dan lautan. Uap air ini

berkembang dan menjadi dingin ketika naik ke udara. Udara dapat

menahan uap air hanya dalam jumlah tertentu pada suhu tertentu. Udara
pada suhu 30º C dapat mengandung uap air sebangyak 30 gr uap air per

m3, maka udara itu mengandung jumlah maksimum uap air yang dapat

ditahannya. Volume yang sama pada suhu 20º C udara hanya dapat

menahan 17 gr uap air. Sebanyak itulah yang dapat ditahannya pada suhu

tersebut. Udara yang mengandung uap air sebanyak yang dapat

dikandungnya disebut udara jenuh.

Ketika suhu udara turun dan jumlah uap air melewati jumlah

maksimum uap air yang dapat ditahan udara, maka sebagian uap air

tersebut mulai berubah menjadi embun. Kabut akan hilang ketika suhu

udara meningkat dan kemampuan udara menahan uap air bertambah.

Menurut istilah yang diakui secara internasional, kabut adalah embun yang

mengganggu penglihatan hingga kurang dari 1 Km.

2.3.2 Jenis-Jenis Asap Kabut

Terdapat dua jenis utama asbut. Asbut fotokimia dan asbut klasik.

1. Asap Kabut Fotokimia

Asap kabut jenis ini pada umumnya disebabkan oleh beberapa jenis

hasil pembakaran bahan kimia yang dikatalisasi oleh kehadiran

cahaya matahari. Asbut ini mengandung:

 hasil oksidasi nitrogen, misalnya nitrogen dioksida

 ozon troposferik

 VOCs (volatile organic compounds)

 peroxyacyl nitrat (PAN)


2.3.3 Contoh Jenis Kasus Asap Kabut

Asbut bisa terjadi pada hampir seluruh musim, tapi sejauh ini yang

paling berbahaya adalah saat cuaca hangat dan cerah saat udara di lapisan

atas terlalu panas untuk bisa mendukung terjadinya sirkulasi vertikal

atmosfer bumi. Hal ini diperparah jika didukung keadaan dataran rendah

yang dikelilingi perbukitan atau pegunungan.

Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/

penglihatan, sehingga dapat menganggu semua bentuk kegiatan di luar

rumah. Gumpalan asap yang pedas akibat kebakaran yang melanda

Indonesia pada tahun 1997/1998 meliputi wilayah Sumatra dan

Kalimantan, juga Singapura dan sebagian dari Malaysia dan Thailand.

Sekitar 75 juta orang terkena gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

asap. (Cifor,2001).

Gambut yang terbakar di Indonesia melepas karbon lebih banyak

ke atmosfir daripada yang dilepaskan Amerika Serikat dalam satu tahun.

Hal itu membuat Indonesia menjadi salah satu pencemar lingkungan

terburuk di dunia pada periode tersebut (Applegate, G. dalam CIFOR,

2001).

Asbut menjadi kejadian biasa di London pada awal abad 19 dan

diberi nama "pea-soupers". Kejadian The Great Smog of 1952 (Asbut

hebat tahun 1952) menghitamkan seluruh langit London dan membunuh

sekitar 12.000 orang. Pemerintah Inggris Raya saat itu

mengkambinghitamkan wabah flu, karena keberatan untuk menyalahkan


asap batubara yang memang terjadi. Pada 1956, regulasiClean Air Act

1956 memperkenalkan area bebas asap kepada negara ini. Hanya bahan

bakar bebas asap yang boleh digunakan di wilayah yang telah ditentukan.

Secara bertahap namun pasti, konsentrasi sulfur dioksida yang terus

berkurang membuat asbut hanya menjadi kenangan di London. Hanya saja,

asbut dari kendaraan tetap terjadi hingga sekarang.

Pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan di Indonesia juga

telah beberapa kali menyebabkan kasus asap di negara tetangga Malaysia,

Filipina, Singapura dan Thailand.

Kepadatan tinggi kilang yang terletak di Tiongkok daratan juga

mencemari Hong Kong. Kini, bangunan tinggi Hong Kong sukar dilihat

dengan jelas.

2.4 Dampak Asap Kabut Bagi Lingkungan dan Kesehatan

Asbut menjadi masalah bagi banyak kota di dunia dan terus mengancam

lingkungan. Menurut EPA U.S., udara dalam status bahaya karena problem

kabut jika telah melewati batas 80 bagian persejuta (parts per billion) (ppb)

atau 0.5 ppm ozone (komponen utama asbut) [1], melebihi dari 53

ppb nitrogen dioksida atau 80 ppb partikel. Asbut dalam keadaan berat

merusak dan bahkan menyebabkan masalah pernapasan bagi manusia,

termasuk penyakit emphysema, bronchitis, dan asma. Kejadian klinis sering

terjadi saat konsentrasi ozone levels sedang tinggi.

Zat-zat yang terkandung dalam asap kabut ini antara lain:


1. Sulfur Dioksida

Pencemaran oleh sulfur dioksida terutama disebabkan oleh dua

komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur

dioksida(SO2) dan Sulfur Trioksida (SO3), dan keduanya disebut Sulfur

Oksida (SOx)

Sumber dan distribusi dari Sulfur Dioksida ini adalah berasal dari

pembakaran arang,minyak bakar gas,kayu dan sebagainya. Sumber yang

lainnya adalah dari proses-proses industri seperti pemurnian

petroleum,industri asam sulfat, industri peleburan baja,dsb.

Pengaruh utama polutan Sox terhadap manusia adalah iritasi sistem

pernafasan terutama pada tenggorokan yang terjadi pada beberapa

individu yang sensitif iritasi. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya

bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang

mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan kadiovaskular.

Pencegahan dari Sulfur dioksida antara lain dengan :

o Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi dengan

baik
o Memasang filter pada knalpot
o Memasang scruber pada cerobong asap
o Merawat mesin industri agar tetap baik dan melakukan pengujian

secara berkala
o Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar

sulfur yang rendah, dll.

2. Carbon Monoksida (CO)


Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan

karbondioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon

monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber

utamanya adalah dari kegiatan manusia, Karbon monoksida yang berasal

dari alam termasuk dari larutan, oksida metal dari atmosfer, pegunungan,

kebakaran hutan, dan badai listrik alam.

Dampak karbon monoksida bagi kesehatan adalah penguraian

HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel

pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Kondisi seperti ini dapat berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat

menyebabkan keracunan. Dampak keracunan CO berbhaya bagi orang

yang telah menderita gangguan otot jantung.

3. Nitrogen Dioksida

Oksigen Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di

atmosfer yang terdiri dari Nitrogen monoksida (NO) dan Nitrogen

Dioksida (NO2).

Sumber utama Nox yang diproduksi oleh manusia adalah dari

pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan

bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi

NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas dan

bensin.
Dampak Nitrogen Dioksida terhadap kesehatan adalah NO2

bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi

dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang dan 90% dari

kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru (edema

pulmonari).

3. Oksidan
Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen yang

memiliki sifat sebagai pengoksidasi. Oksidasi adalah komponen atmosfer

yang diproses oleh proses fotokimia, yaitu suatu proses kimia yang

membutuhkan sinar matahari mengoksidasi komponen-komponen yang

tak segera dioksidasi oleh oksigen.

Oksidan terdiri dari Ozon, Peroksiasetilnitrat, dan Hidrogen

Peroksida. Dampak dari O3 bagi kesehatan adalah Beberapa gejala yang

dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak dengan ozon,

sampai dengan kadar 0,2 ppm tidak ditemukan pengaruh apapun, pada

kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak

dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang

yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi.

Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm

selama beberapa waktu akan mengakibatkan edema pulmonari.

Pada kadar di udara ambien yang normal, peroksiasetilnitrat (PAN)

dan Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkaniritasi mata tetapi


tidak berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat

menyebabkan iritasi mata.

5. Hidrokarbon

Hidrokarbon adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk

gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini

akan cenderung berbentuk padatan. Sebagai bahan pencemar udara,

Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara

dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. Kegiatan industri

yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri

plastik, resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet.

Diperkirakan emisi industri sebesar 10 % berupa HC.

Pengaruh hidrokarbon pada kesehatan manusia dapat terlihat pada

tabel dibawah ini.

Jenis Hidrokarbon Kosentrasi Dampak Kesehatan


(ppm)
Benzene (C6H6) 100 Iritasi membran mukosa
3.000 Lemas setelah setengah sampai satu jam
7.500 Pengaruh sangat brbahaya setelah

pemaparan satu jam


20.000 Kematian setelah pemaparan 5-10 menit
Toluena (C7H8) 200 Pusing, lemah , dan bekunang-kunang

setelahpemaparan 8 jam
600 Kehiulangan koordinasi bola mata

terbalik setelah pemaparan 8 jam

6. Khlorin
Gas Khlorin ( Cl2) adalah gas berwarna hijau dengan bau sangat

menyengat. Berat jenis gas khlorin 2,47 kali berat udara dan 20 kali

berat gas hidrogen khlorida yang toksik. Gas khlorin sangat terkenal

sebagai gas beracun yang digunakan pada perang dunia ke-1.

Karena banyaknya penggunaan senyawa khlor di lapangan atau

dalam industri dalam dosis berlebihan seringkali terjadi pelepasan gas

khlorin akibat penggunaan yang kurang efektif. Hal ini dapat

menyebabkan terdapatnya gas pencemar khlorin dalam kadar tinggi di

udara.

Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan

iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk dalam

jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat

membentuk asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan

menyebabkan iritasi dan peradangan.


7. Partikel Debu

Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM)

merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik

dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat

kecil, mulai dari dampak partikel debu terhadap kesehatan dapat

mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.

Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga

dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan

berbagai reaksi kimia di udara.

8. Timah Hitam

Timah hitam ( Pb ) merupakan logam lunak yang berwarna

kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5°C

dan titik didih 1.740°C pada tekanan atmosfer.Gangguan kesehatan

adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein

yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan

haemoglobin, Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah

besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut.

Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan,

konstipasi lelah sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan,

Kejang dan gangguan penglihatan.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

Sudah banyak dikaji oleh para peneliti berbagai belahan dunia. Semua

berkesimpulan bahwa aktivitas manusialah sebagai penyebab utama kebakaran

hutan dan lahan. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan pengelolaan lahan

masih menjadikan api sebagai alat yang murah, mudah dan cepat menjadi inti

dari penyebab kebakaran. Adapun motif-motif pembakaran sangat beragam

dan berbeda antar wilayah. Ada yang terkait dengan penguasaan lahan pada

lahan yang tidak terkelola, konversi lahan ke perkebunan, konflik lahan

masyarakat dan perusahaan, pembersihan lahan untuk jual beli lahan, kelalaian

(merokok, memancing, bekerja dalam hutan), dll. Tak kalah berkontribusi

besar dalam kebakaran adalah kebijakan dan aturan yang masih tidak

konsisten dijalankan bahkan ada aturan yang bisa mendorong aktivitas

pembakaran lahan semakin mendapat angin segar. Adapun El Nino adalah

faktor pendorong yang mengakibatkan kebakaran menjadi sulit dikendalikan,

risiko yang semakin tinggi, bencana kabut asap yang semakin meluas serta

kerugian yang makin besar.

3.2 Menganalisis Kebakaran Hutan dan Lahan

Data tentang kejadian kebakaran hutan dan lahan sebenarnya sangat

mudah diperoleh khususnya data hotspot yang diartikan sebagai titik panas,
bukan titik api. Media mainstream seringkali masih menafsirkan data hotspot

sebagai jumlah titik kebakaran. Padahal berbagai pengertian dari sumber data

dan hasil penelitian, hotspot bukanlah titik api melainkan indikasi lokasi

kebakaran dari citra satelit yang menggambarkan areal yang memiiki suhu

permukaan bumi yang lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan. Satu

titik panas mewakili luasan 1.1 km x 1.1 km atau sekitar 100 ha dengan nilai

ambang suhu permukaan antara 45 – 47 oC, tergantung sumber penyedia data

yang merilis data tersebut. Atap rumah yang memancarkan suhu yang lebih

tinggi dari ambang batas minimal suhu bisa dikategorikan sebagai hotspot.

Satelit pemantau hotspot ini beredar setiap hari melintasi wilayah Indonesia,

sehingga data harian bisa diperoleh dan membantu pihak yang berkepentingan

menetapkan berbagai tindakan dalam rangka pengendalian kebakaran hutan

dan lahan.

Satelit yang dipakai untuk pemantauan hotspot yang saat ini adalah

NOAA-AVHRR serta Terra dan Aqua. Satelit NOAA-AVHRR (National

Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution

radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika (NASA)

sejak tahun 1978 digunakan untuk pemantauan iklim dan kelautan global.

Namun seiring dengan pengembangan teknologi, citra satelit NOAA, mulai

diolah untuk mendeteksi adanya anomali panas permukaan bumi untuk

mendapatkan titik panas atau hotspot. Lalu pada tahun 1999, NASA kembali

memperbaiki teknologinya dan meluncurkan satelit Terra dan Aqua yang

membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-


radiometer). Kedua satelit tersebut melengkapi sistem pemantauan

hotspot menggunakan satelit, sehingga dapat diperoleh informasi pada jam-

jam yang berbeda.

Data titik panas bisa diakses secara gratis dan mudah di situs

http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/main .Situs ini dibangun dan

dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

bekerjasama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN),

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Badan

Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) memuat informasi lengkap

tentang kondisi hotspot dari seluruh wilayah di Indonesia. Pada medu KMS

(Karhutla Monitoring Sistem), disediakan data arsip mulai harian, mingguan,

hingga tahunan. Data hotspot harian memuat informasi koordinat, nama desa,

kecamatan, kabupaten dan provinsi. Pengguna dapat menganalisis lebih lanjut

data-data yang disediakan oleh situs ini untuk keperluan praktis maupun kajian

lanjut.
3.3 Jumlah titik panas (Hotspot) di Indonesia

Gambar 1. Kondisi titik panas pada tanggal 30 Agustus 2015

(sumber hasil pengolahan hotspot MODIS dengan confidence level > 80)

Dari hasil olah data hotspot dapat digambarkan kondisi hotspot dari

berbagai wilayah Indonesia. Pada skala harian, kejadian kabut asap

kemarin (31 Agustus 2015) tidak lepas dai kejadian kebakaran hutan dan

lahan pada hari sebelumnya. Bila ditelusuri jumlah dan sebabaran hotspot
tanggal 30 Agustus 2015 diperoleh gambaran yang dapat dilihat pada

Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

Gamba

r 2. Screenshot sebaran titik panas dari Satelit Terra dan Aqua 30 Agustus 2015

dari situs SiPongi (sumber http://sipongi.menlhk.go.id/home/main)

Gamba

r 3. Screenshot informasi yang dikandung dalam setiap titik panas yang disajikan

pada situs SiPongi (sumber http://sipongi.menlhk.go.id/home/main)

Dari Gambar 1-3 dapat dilihat bahwa kabut asap yang diberitakan

hari ini diduga berasal dari beberapa tempat yang diatas. Laporan kejadian
kabut asap di Jambi, Sumsel, Riau dan Kalimantan Tengah disebabkan di

daerah tersebut diduga banyak lahan terbakar yang mengakibatkan kabut

asap. Hal ini bisa dilihat dari jumlah jumlah titik panas tertinggi berasal

dari empat provinsi utama yaitu Jambi, Kalteng, Riau dan Sumsel. Adapun

kabut asap yang sampai ke provinsi lain akibat kondisi angin yang

mengarah ke wilayah terdekat. Contohnya kabut asap yang terjadi di

Sumatera Utara adalah asap dari kebakaran hutan di Riau karena angin

mengarah ke arah Utara dan Barat Laut. Yang menarik, pada tahun 2015

kebakaran hutan dan lahan juga menyebar ke tempat lain yang sebelumnya

tidak pernah atau jarang terbakar. Misalnya beberapa hutan di Pulau Jawa,

seperti Gunung Merbabu dan Gunung Slamet di Jawa Tengah, Gunung

Lawu di Jawa Timur serta hutan lainnya di Pulau Jawa. Ini berarti kondisi

iklim semakin memperluas dampak dan memperbesar kerugian dari

kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini.

Provinsi Jambi merupakan wilayah dengan jumlah hotspot

terbanyak pada tanggal 30 Agustus 2015. Situs Sipongi KLHK juga

menyajikan sebaran jumlah titik panas per wilayah kabupaten dari masing-

masing provinsi. Dari data tabulasi yang ditayangkan di situs SiPongi

KLHK (Gambar 4) untuk wilayah Provinsi Jambi, hotspot terbanyak

terpantau di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi. Tanjung

Jabung Timur wilayahnya didominasi oleh lahan gambut. Hal ini dapat

mengindikasikan bahwa lahan gambut merupakan wilayah yang rawan

terbakar di Provinsi Jambi.


Gambar 4. Jumlah titik panas per kabupaten di Provinsi Jambi 30 Agustus 2015

(hasil pengolahan titik panas dari data http://sipongi.menlhk.go.id/home)"

3.4 Analisis Lebih Lanjut Titik Panas di Indonesia

Lebih lanjut, situs SiPongi KLHK menyediakan data titik panas per

periode yang dapat dianalisis baik secara deskriptif maupun statistik. Dalam

menu KMS (Karhutla Monitoring Sistem), situs ini menyediakan data arsip

tahunan yang dapat berguna mengenal pola sebaran titik panas baik secara

temporal maupun spasial. Secara temporal, kita bisa mengetahui periode

kebakaran atau waktu dimana jumlah titik panas meningkat tajam. Secara

spasial kita bisa mengetahui wilayah mana saja yang memiliki titik panas

yang sangat tinggi jumlahnya. Dalam KMS, hanya ditampilkan sebaran titik

panas dari 11 provinsi rawan kebakaran yaitu Aceh, Jambi, Kalbar, Kalteng,

Kaltim, Papua, Papua Barat, Riau, Sulteng, Sumbar dan Sulsel.


Pada tahun 2015 sampai bulan Agustus 2015 tercatat lebih dari 23

ribu titik panas di seluruh wilayah Indonesia (dari Satelit Terra dan Aqua).

Pada Gambar 5 ditampilkan sebaran titik panas pada 11 provinsi. Total titik

panas terbanyak terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah disusul kemudian

Riau, Kalbar, Sumsel dan Jambi. Lima provinsi tersebut terpantau titik panas

diatas 2000 titik panas sampai akhir Agustus 2015. Diperkirakan titik panas di

11 provinsi akan terus meningkat mengingat musim kemarau akan lebih

panjang dari tahun sebelumnya.

BMKG sudah menganalisis bahwa Indonesia mengalami fenomena

anomali iklim yaitu El Nino skala sedang pada tahun 2015. El Nino

mengakibatkan kemarau menjadi lebih panjang dan suhu menjadi lebih tinggi

dari suhu rata-rata yang berakibat kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan

bisa menjadi lebih luas dan semakin parah dampaknya di wilayah Indonesia.

Kebakaran akan mulai muncul dan marak pada umumnya pada bulan

Juni. (Gambar 6) kecuali di Riau. Di Riau, periode kebakaran terjadi dua kali

dalam setahun yaitu pada bulan Februari-Maret dan Juli-September.


Gamba

r 5. Grafik Jumlah Titik Panas per provinsi sd Agustus 2015 (hasil pengolahan

data dari satelit Terra dan Aqua sumber

http://sipongi.menlhk.go.id/home/karhutla_monitoring_system)

Gamba

r 6. Grafik Jumlah Titik Panas bulanan sd Agustus 2015 (hasil pengolahan data

dari satelit Terra dan Aqua sumber

http://sipongi.menlhk.go.id/home/karhutla_monitoring_system)
Sebagai pembanding dengan tahun sebelumnya (2014), pola kebakaran

tahun 2015 tidaklah jauh berbeda. Pada tahun 2014, tercatat sebanyak lebih dari

68 ribu titik panas terpantau di 11 provinsi (Gambar 7). Provinsi yang terpantau

paling banyak titik panasnya adalah Riau, Kalteng dan Kalbar. Di Riau, pada awal

2014 terjadi peristia kabut asap yang hebat sampai terjadi evakuasi warga ke

tempat yang aman. Umumnya titik panas meningkat tajam pada Agustus-Oktober.

Namun di Riau periode memuncaknya jumlah hotspot teriadi pada Februari Maret

(Gambar 8)idak berbeda dengan apa yang terjadi pada tahun ini. Pada tahun 2014,

peristiwa kabut asap Riau menjadi trending topic saat itu (maret 2014

Gamba

r 7. Grafik Jumlah Titik Panas per provinsi 2014 (hasil pengolahan data dari

satelit Terra dan Aqua

sumber http://sipongi.menlhk.go.id/home/karhutla_monitoring_system)
Gambar. Grafik Jumlah Titik Panas bulanan tahun 2014 (hasil pengolahan data
dari satelit Terra dan Aqua

sumber http://sipongi.menlhk.go.id/home/karhutla_monitoring_system)

INFORMASI TITIK PANAS (HOTSPOT) INDIKATOR KEBAKARAN

HUTAN/LAHAN DI INDONESIA TANGGAL 1 SEPTEMBER 2015


Gambar Sebaran hotspot di Indonesia pada tanggal 1 September 2015 (update

hingga pukul 18.23 WIB)

Jumlah hotspot dari data MODIS yang direkam oleh LAPAN pada tanggal

01 September 2015 di seluruh wilayah Indonesia adalah 812 titik Hotspot

tersebut tersebar di Pulau Sumatera (475 titik hotspot), Sulawesi (4 titik hotspot),

Kalimantan (308 titik hotspot), Jawa (4 titik hotspot), Nusa Tenggara (0 titik

hotspot) Maluku (2 titik hotspot) dan di Papua (19 titik hotspot). Secara lebih

rinci, sebaran dan jumlah hotspot dapat dilihat pada gambar dan grafik berikut

ini.

3.3 Dampak kabut asap terhadap kehidupan masyarakat

Dampak utama kebakaran hutan adalah asap yang mempengaruhi jarak

pandang dan kualitas udara. Asap bertahan cukup lama di lapisan atmosfer

permukaan, akibat rendahnya kecepatan angin permukaan. Lapisan asap ini


berdampak serius pada sistem transportasi udara, dan pada kesehatan manusia

serta flora dan fauna.

Kompas.com menuliskan bahwa udara di Kota Jambi, Jambi, dan

Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, tidak sehat lagi seiring makin

pekatnya kabut asap akibat kebakaran lahan. Untuk mengantisipasi meluasnya

dampak asap, kegiatan belajar-mengajar di sekolah di daerah itu diliburkan, Sabtu

(29/8). Berdasarkan pengukuran kualitas udara, Badan Lingkungan Hidup Daerah

Jambi mendeteksi indeks standar pencemar udara (ISPU) telah mencapai angka

126, alias berstatus tidak sehat. Sesuai pedoman teknis dan pelaporan serta

informasi ISPU, dalam status di atas 101, kandungan particulate matter (PM) 10

yang tinggi telah dianggap sangat mengganggu jarak pandang dan mengakibatkan

pengotoran debu di mana-mana. Kandungan nitrogennya dapat berdampak pada

peningkatan reaktivitas pembuluh tenggorokan. Demikian pula di Kalbar, Riau

dan Palembang, keluhan warga akibat kualitas udara yang buruk dari kabut asap

juga dilaporkan. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumsel, Riau dan Jambi

meluas hingga ke Sumut dan Aceh sampai mengganggu jadwal penerbangan

akibat minimnya jarak pandang.


Gambar. grafik dampak kabut asap

3.5 Konsep mitigasi bencana kabut asap di Indonesia

3.5.1 Apa yang Perlu Dilakukan

1. Memanfaatkan teknologi data informasi untuk pencegahan kabut asap

Kemudahan berbagai pihak mengakses data kebakaran hutan dan lahan

seharusnya menjadikan program pengendalian kebakaran hutan dan

lahan semakin efektif dan efisisien. Data-data yang tersaji tersebut

seharusnya bisa dijadikan input penting untuk antisipasi kebakaran

hutan dan lahan pada waktu mendatang. Informasi pendukung seperti

penggunaaan lahan, batas perusahaan pemegang izin pengelolaan lahan

(HTI, HPH, Perkebunan, Pertambangan) maupun kawasan hutan

negara, menjadikan informasi titik panas semakin useful dan powerful.

Dengan data open access ini, semua pihak bisa saling mengawasi
kegiatan pengelolaan lahan dan membuat aksi antisipasi datangnya

musim kebakaran di daerahnya masing-masing.

2. Menggunakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dan water bombing

yang telah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) berhasil menurunkan jumlah hotspot

Gambar. Teknologi Modifikasi Cuaca


Gambar. Water bombing

3.5.2 Pencegahan Kebakaran Hutan di Indonesia

Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu

penanganan yang bersifat represif dan penanganan yang bersifat

preventif. Penanganan kebakaran hutan yang bersifat represif adalah

upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran

hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini,

contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang

diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.

Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap

usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka

menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran


hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan

dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang

dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang

disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh

penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada,

penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi

kebakaran hutan di Indonesia.

Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus

menerus. Sebagai contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus

kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah dijalankan, namun karena

banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul

(seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia.

Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun

hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera.

Ketidakefektifan penanganan ini juga terlihat dari masih terus

terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada tahun 2008 ini.

Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga

bisa menghasilkan upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif.

Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan

perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah,

sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada kesamaan bentuk

pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggung


jawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-

fungsi berikut ini :

1. Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah

teritorialnya masing-masing

2. Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan. Hal ini

bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning

system) di setiap tingkat

3. Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan

kepada masyarakat.

4. Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP (Standard

Operating Procedure).

5. Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang

berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk

mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan,

sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis

pemantauan.

3.5.3 Penanggulan Kebakaran Hutan di Indonesia

Penanggulangan kebakaran hutan di Indonesia telah di atur dengan

jelas di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-


Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya

penanggulangan yang dimaktub tersebut antara lain:

1. Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi

kebakaran hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus

disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang

harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I

dan juga Siaga II.

2. Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia,

perlengkapan serta dana pada semua tingkatan mulai dari jajaran

Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan juga pihak

swasta.

3. Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait

melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah

dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran

lahan dan juga hutan.

4. Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal

menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah

Negara yang berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia

berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan

Amerika Serikat.
Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus

sinkron dengan upaya pencegahan. Sebab walau bagaimanapun,

pencegahan jauh lebih baik dari memanggulangi. Ada beragam cara

yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan

khususnya yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti

membuang punting rokok di wilayah yang kering, kegiatan

pembukaan lahan dan juga api unggun yang lupa dimatikan.

Upaya pencegahannya adalah dengan meningkatkan

kesadaran masyarakat khususnya mereka yang berhubungan

langsung dengan hutan. Masyarakat ini biasanya tinggal di wilayah

hutan dan memperluas area pertaniannya dengan membakar.

Pemerintah harus serius mengadakan sosialisi agar hal ini bisa

dicegah.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas, diketahui bahwa bencana kabut asap di

Indonesia di sebabkan oleh banyak sekali terjadi kebakaran hutan dan lahan

Kebakaran hutan bisa disebabkan oleh ulah manusia ataupun karena faktor

alam/cuaca/iklim.Tetapi kebanyakan kebakaran hutan disebabkan oleh ulah

manusia, diantaranya pembukaan hutan/lahan untuk kepentingan industri

perkebunan, pertanian dan tambang.

Persebaran hotspot (titik panas) untuk tahun 2015 yang paling banyak

terjadi Pulau Sumatera meliputi propinsi: Jambi, Sumatera Selatan, Riau,

Bangka-Belitung. Pulau Kalimantan meliputi : Kalimantan Barat dan

Kalimantan tengah

Kabut asap karena kebakaran hutan sangat merugikan bukan hanya bagi

manusia tapi juga bagi alam dan lingkungan sekitar. Adapun kerugian atau

dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan yaitu menurunnya populasi

flora dan fauna karena banyak flora dan fauna yang ikut terbakar dan

kehilangan tempat tinggal saat terjadi kebakaran hutan.kebakaran hutan juga

mengakibatkan polusi udara karena asap yang ditimbulkan. Hal ini sangat

merugikan bagi manusia karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit

dan juga dapat mengakibatkan kecelakaan ketika sedang berkendara.

Adapun cara atau teknik untuk mengendalikan kabut asap kebakaran

hutan adalah dengan membuat peta kerawanan kebakaran, memantau cuaca,


akumulasi bahan bakar dan gejala rawan kebakaran, menyiapkan regu

pemadam, membangun menara pengawas, penyiapan peralatan pemadam,

membuat sekat bakar serta membentuk organisasi penanggulangan kebakaran

hutan, teknologi modifikasi cuaca dan water bombing untuk menurunkan

jumlah hotspot.

Para warga sekitar hutan juga diharapkan sadar terhadap perilakunya

yaitu dengan menjaga dan mengontrol dirinya untuk tidak melakukan

perbuatan yang dapat mengakibatkan kebakaran hutan sehingga kebakaran

hutan dapat dihindari dan tidak menjadi hal yang biasa terjadi di Indonesia.

Menindak tegas pelaku pembakaran hutan untuk menjaga kelangsungan dan

kelestarian hutan di Indonesia, sehingga tidak terus berulang.


DAFTAR PUSTAKA

- Bahri, Samsul. 2002. “KAJIAN PENYEBARAN KABUT ASAP

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH SUMATERA BAGIAN

UTARA DAN KEMUNGKINAN MENGATASINYA DENGAN

TMC”.Volume3,No.2.http://wxmod.bppt.go.id/JSTMC/hpstmc/VOL03/pdf/vol

3no2-03.pdf.4 September 2015.

- https://himka1polban.wordpress.com/chemlib/makalah-kebakaran-hutan.5

September 2015.

- http://kbbi.web.id/kabut. 6 September 2015.


- http://print.kompas.com/baca/2015/09/05/Kabut-Asap-Sudah-Darurat. 7

September 2015.
- http://pusfatja.lapan.go.id/index.php/subblog/read/2015/157/INFORMASI-

TITIK-PANAS-HOTSPOT-INDIKATOR-KEBAKARAN-HUTANLAHAN-

DI-INDONESIA-TANGGAL-10-AGUSTUS-2015.5 September 2015.


- http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/main. 7 September 2015.
- http://sp.beritasatu.com/home/luas-kebakaran-hutan-lahan-di-riau-1957-

hektare/94572. 7 September 2015.


- Gema BNBP, September 2013. “Teknologi Modisikasi Cuaca”. Volume 4 , No

2. http://www.bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/587.pdf . 7 September 2015


- http://www.cetsuii.org/BML/Udara/ISPU/ISPU%20%28Indeks%20Standar

%20Pencemar%20Udara%29.htm . 8 September 2015


- Lestari, Sri, Januari 2000, “Dampak dan Antisipasi Kebakaran Hutan” .

Volume 1, No.2, http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/view/167/175.

5 September 2015
- Sakdiyah, Salamatus, 29 desember 2013, “Perlindungan

HutanDariKebakaranDiIndonesia”,http://jurnalilmiahtp2013.blogspot.co.id/201

3/12/perlindungan-hutan-dari-kebakaran-di_29.html. 4 September 2015.


- Tacconi,L. 2003. “Kebakaran hutan di Indonesia: penyebab, biaya dan

implikasi kebijakan. CIFOR Occasional Paper no. 38(i).

http://www.cifor.org/library/1200/kebakaran-hutan-di-indonesia-penyebab-

biaya-dan-implikasi-kebijakan/. 8 September 2015.

- Thoha, Sidik Achmad. “Menelusuri kabut asap di Indonesia” . 01 September

2015. http://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/menelusuri-kabut-asap-

di-indonesia_55e524e291977368048b4567. 7 September 2015.

- https://id.wikipedia.org/wiki/Asbut. 8 September 2015


- www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana.7September

2015.
- www.dephut.go.id/uploads/files/45_04.pdf. 8 September 2015.

Anda mungkin juga menyukai