Anda di halaman 1dari 13

MPKT B KELAS J

DAMPAK EMISI KARBON OLEH KEBAKARAN


HUTAN DAN PENGENDALIANNYA

DISUSUN OLEH :
RANGGA PIJAR ADHYAKSA (1806240196)

MPKT B KELAS J
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS INDONESIA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen MPKT B yang
telah memberi materi dan pengarahan sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Depok, 4 April 2019

Rangga Pijar Adhyaksa

i
ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………. i


Daftar Isi…………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….. 2
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….. 2
1.3. Tujuan Penulisan……………………………………………………………….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………..3


2.1. Definisi, dan macam kebakaran hutan ….……………...……………………… 3
2.2 Faktor penyebab kebakaran hutan ….…..………………………………………. 4
2.2.1 Faktor Alami……………………………………………………………4
2.2.2 Faktor Manusia…………………………………………………………4

BAB III PEMBAHASAN…..……………………………………………………... 5


3.1 Dampak kebakaran hutan pada emisi karbon ……………………………….... 5
3.2 Upaya pengendalian kebakaran hutan dan emisi karbon oleh pemerintah…… 5
3.3 Penggunaan citra satelit untuk penanggulangan kebakaran hutan……………...7

BAB III PENUTUP………………………………………………………………... 9


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….. 9
3.2 Kritik dan saran………………………………………………………………... 9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 10

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran hutan menyebabkan berbagai dampak bagi lingkungan dan masyarakat, salah
satunya adalah polusi udara. Gas karbon dioksida (CO2) akibat pembakaran hutan yang
kebanyakan berasal dari kayu pepohonan yang bersifat karbon. Gas tersebut sangat beracun bagi
manusia sehingga kebakaran hutan secara langsung akan mengganggu kelangsungan hidup
manusia.
Kebakaran hutan dan lahan adalah terbakarnya kawasan hutan/lahan baik dalam luasan
yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan dan lahan seringkali tidak terkendali dan bila ini
terjadi maka api akan membakar apa saja di dekatnya dan menjalar mengikuti arah angin.
Kebakaran itu sendiri dapat terjadi karena dua hal yaitu kebakaran secara alamiah dan kebakaran
yang disebabkan oleh manusia.
Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi kerap digeneralisir sebagai kebakaran hutan,
padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan
maupun akibat kelalaian, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung
berapi). Areal HTI, hutan alam, dan perladangan dapat dikatakan 99% penyebab kebakaran
hutan di Indonesia yang berasal dari ulah manusia, baik itu sengaja dibakar atau karena
penjalaran api yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan.
Selain itu Karbondioksida (CO2) merupakan gas yang paling banyak dihasilkan dari
kebakaran hutan dan lahan sehingga meningkatkan akumulasi gas rumah kaca di atmosfer.
Menurut perkiraan yang dilakukan oleh Guido van der Werf di Global Fire Emission Database
jumlah titik api yang terdeteksi di Indonesia hingga saat ini di tahun 2015 sudah hampir
mencapai angka 100.000, dan sejak bulan September, titik-titik api ini setiap harinya
menghasilkan emisi yang jumlahnya melampaui rata-rata emisi harian seluruh kegiatan
perekonomian A.S. Kebakaran lahan gambut tropis sangat signifikan bagi emisi gas rumah kaca
karena gambut adalah salah satu penyimpan karbon tertinggi di bumi, yang tertimbun selama
ribuan tahun. Pengeringan dan pembakaran lahan-lahan tersebut untuk pembukaan lahan
pertanian (seperti konversi menjadi perkebunan kelapa sawit atau akasia) telah mengakibatkan

1
peningkatan tajam emisi gas rumah kaca. Kebakaran hutan juga melepaskan gas metana, gas
rumah kaca yang 21 kali lebih beracun daripada karbon dioksida (CO2), namun kebakaran
gambut bisa melepaskan metana 10 kali lipat dibandingkan kebakaran di jenis lahan lainnya.
Oleh karena itu diperlukan pencegahan dan penanggulan kebakaran hutan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mendeteksi penumpukan gas CO2 yang
diakibatkan oleh kebakaran hutan adalah dengan melakukan perhitungan emisi CO2. Upaya dari
pemerintah tentang penanggulangan kebakaran hutan juga sudah diatur dalam Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Selain itu penggunaan teknologi
citra satelit yang membantu memetakan kawasan-kawasan rawan kebakaran hutan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa penyebab kebakaran hutan terbesar di beberapa kawasan di Indonesia?


2. Apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk penanggulangan kebakaran hutan ?
3. Bagaimana cara mengurangi emisi karbon yang diakibatkan kebakaran hutan?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui bagaimana faktor,macam, proses,
dan dampak kebakaran hutan terutama dampaknya bagi emisi karbon serta upaya pengendalian
dan regulasi pemerintah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, dan macam kebakaran hutan

Definisi kebakaran hutan menurut Prof. Bambang Hero Saharjo adalah Pembakaran yang
penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah,
rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak
belukar, dedaunan dan pohon-pohon. Sedangkan menurut peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
12 tahun 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan adalah Suatu keadaan dimana hutan
dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan
kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan.
Menurut (Syaufina 2008) kebakaran hutan dikategorikan menjadi tiga tipe yang
didasarkan pada bahan bakar yang paling mendominasi pada kebakaran hutan yaitu :
a. Kebakaran bawah (Ground Fire):
Kebakaran bawah yaitu situasi dimana api membakar bahan organik di bawah permukaan
serasah. Penjalaran api yang perlahan dan tidak dipengaruhi oleh angin menyebabkan tipe
kebakaran seperti ini sulit untuk dideteksi dan dikontrol. Kebakaran bawah adalah tipe kebakaran
yang umum terjadi di lahan gambut.
b. Kebakaran permukaan (Surface fire)

Kebakaran permukaan yaitu situasi dimana api membakar serasah, tumbuhan bawah,
bekas limbah pembalakan dan bahan bakar lain yang terdapat di lantai hutan. Kebakaran
permukaan adalah tipe kebakaran yang umum terjadi di semua tegakan hutan.
c. Kebakaran tajuk (Crown fire)
Kebakaran tajuk yaitu situasi dimana api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon
yang lain yang saling berdekatan. Kebakaran tajuk sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin.
Kebakaran tajuk sering terjadi di tegakan hutan konifer dan api berasal dari kebakaran
permukaan.

3
2.2 Faktor penyebab kebakaran hutan

Penyebab kebakaran hutan dapat dikategorikan berdasarkan dua faktor, yaitu


faktor alami dan faktor manusia.

2.2.1 Faktor Alami

Kebakaran hutan secara alami banyak dipicu oleh petir, lelehan lahar gunung api, dan
gesekan antara pepohonan. Sambaran petir dan gesekan pohon bisa berubah menjadi kebakaran
bila kondisi hutannya memungkinkan, seperti kekeringan yang panjang. Di Indonesia kebakaran
hutan sering terjadi pada musim kemarau, kondisi lahan hutan Indonesia adalah gambut yang
bersifat kering sehingga ketika terkena panas secara langsung oleh matahari yang notabene pada
musim kemarau terletak diatas tepat bujur katulistiwa mengakibatkan kebakaran hutan yang
bersumber dari bawah kemudian merambat yang berbahan bakar dari lapisan organic gambut
yang sangat sensitif terhadap panas.

2.2.2 Faktor Manusia

Pembukaan dan pengalihfungsian lahan menjadi penyebab terbesar tingginya angka


deforestasi hutan pada dua decade terakhir di Indonesia. Seiring dengan permintaan pasar
terhadap komoditas hasil industri perkebunan menyebabkan cepatnya aliran investasi yang
masuk pada sektor ini hingga pada akhirnya, banyak berdiri perusahaan. Beriringan dengan
pertumbuhan perusahaan maka semakin tinggi angka dibukanya lahan untuk dijadikan
perkebunan industri. Cara yang paling gampang yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan
membakar hutan secara sengaja untuk membuka lahan.

4
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dampak kebakaran hutan pada emisi karbon

Hasil pembakaran hutan berupa emisi karbon menjadi salah satu masalah serius karena
berhubungan dengan pemanasan global, yaitu mengakibatkan akumulasi polutan-polutan di
atmosfer sehingga menyebabkan efek rumah kaca (gas rumah kaca). Kebakaran hutan yang
terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998). Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang
emisi karbon dan polutan terbesar di dunia dan kejadian tersebut disebut sebagai kejadian
terparah karena besarnya dampak bagi hutan dan emisi yang dihasilkan sangat besar. Unsur
karbon merupakan senyawa yang dominan dalam kebakaran hutan, karena hampir 45% materi
kering tumbuhan adalah karbon. Sebagian besar unsur karbon yang teremisikan ke udara adalah
dalam bentuk CO2, sisanya berbentuk CO, hidrokarbon terutama CH4, dan asap. Sedangkan
sulfur akan tertinggal sebagai asap dan sedikit terbentuk menjadi SO2 dan unsur klorin
membentuk senyawa CH3Cl. Emisi terbesar tunggal dari kebakaran adalah CO2 dan uap air yang
menjadi 80−90% dari emisi C. Metana (CH4) adalah gas rumah kaca terbanyak ketiga yang
berkontribusi pada pemanasan global. Sekitar10% metana dilepaskan ke atmosfer melalui
pembakaran biomassa
Dampak dari kebakaran hutan yang mengakibatkan emisi gas rumah kaca. Pemanasan
global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di seluruh dunia,
pertambahan jumlah penduduk serta pertumbuhan teknologi dan industri. Proses pemanasan
global terjadi akibat radiasi gelombang panjang yang dipantulkan bumi terperangkap oleh gas
rumah kaca yaitu CO2, CH4, N2O, HFCS dan SF4 yang terdapat di atmosfer. Akibatnya
gelombang radiasi tersebut tidak dapat keluar dari bumi dan menyebabkan suhu rata-rata bumi
meningkat. Salah satu faktor penyebab pemanasan global adalah kebakaran hutan dan lahan.

3.2 Upaya pengendalian kebakaran hutan dan emisi karbon oleh pemerintah

Hutan adalah asset yang sangat bermanfaat bagi Negara Indonesia, terutama fungsi
utamanya sebagai paru-paru dunia dan produksi. Maka dari itu pemerintah telah melakukan

5
berbagai upaya untuk mencegah kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Salah satunya
dengan ditetapkannya beberapa aturan.
Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:
 Pasal 50 ayat (3) huruf d : Setiap orang dilarang membakar hutan
 Pasal 78 ayat (3) : Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
 Pasal 78 ayat (4) : Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus
juta rupiah).

Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan secara eksplisit dilarang pada Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(“UU PPLH”) tepatnya pada Pasal 69 ayat (1) huruf h UU PPLH yang berbunyi. “Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”.
Namun ada cara-cara yang diperkenankan untuk membuka lahan dengan membakar hutan
dengan tetap mempertimbangkan sungguh-sungguh kearifan lokal. Kearifan lokal yang
dimaksud sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 69 ayat (2) UU PPLH yang kemudian diatur
lagi dengan Pasal 4 ayat (1) Permen LH 10/2010 yang berbunyi “Masyarakat hukum adat yang
melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga
untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa.” Tetapi hal
tersebut tidak berlaku pada kondisi ketika curah hujan dibawah normal dan terjadi iklim kemarau
panjang.
Selain regulasi diatas cara lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan menggerakkan
Dinas Kehutanan untuk membuat program untuk mengawasi kebakaran hutan dengan
membentuk Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (Satgasdamkar) yang bertugas untuk
mencegah, memadamkan,dan merehabilitasi kebakaran hutan, cara strategis yang dilakukan
adalah melakukan penyuluhan ke desa, memetakan lahan kritis kebakaran, dan membuat sekat
atau baring di sekitar lahan yang rawan terbakar.

6
Kebakaran hutan di Indonesia menyumbang banyak bagi emisi karbon karena lahan
gambut adalah salah satu penyimbang karbon tertinggi sehingga kebakaran hutan oleh lahan
gambut lebih mengakibatkan emisi gas karbon 200 kali lebih besar daripada pembakaran lahan
lain. Tim peneliti Van der Werf membuat perkiraan kasar mengenai emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan dari kebakaran yang baru-baru ini terjadi di Indonesia dengan menggunaan perkiraan
dari beberapa tahun sebelumnya berdasarkan data satelit dan model emisi kebakaran. Mereka
memperhitungkan bahwa 96.937 kebakaran di Indonesia yang dicatat hingga hari ini sudah
melepaskan sekitar 1.043 juta metrik ton emisi yang setara dengan karbon dioksida (Mt CO2eq)
secara kumulatif.
Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk menurnkan emisi gas karbon
dari kebakaran hutan gambut. Pada Konferensi perubahan iklim (Conferece of Parties/COP) ke-
24 di Kotawice berkomitmen untuk membatasi kenaikan suhu global sebesar dua derajat Celsius.
Pemerintah Indonesia melakukan upaya mitigasi dengan menggunakan Sistem Verifikasi
Legalitas Kayu (SVLK) yang diharapkan mampu mengurangi laju deforestasi dari 1,09 juta
hektar menjadi 0,61 juta hektar. Kami memiliki target 0,45 juta pada 2020 dan 0,35 juta hektar
pada 2030 yang berkontribusi untuk mengurangi emisi karbon.

3.3 Penggunaan citra satelit untuk penanggulangan kebakaran hutan

Penginderaan Jauh adalah ilmu, seni dan teknik untuk memperoleh informasi suatu
objek, daerah, dan/atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
harus kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer,
1994 : 1;Bates & Jackson, 1987 : 434). Citra Penginderaan Jauh adalah data berupa gambar
yang diperoleh dalam sistem penginderaan jauh (Sabins, 1987: 434). Simonett dkk. (1983 dalam
Sutanto, 1986:6) menyebutkan bahwa Citra Penginderaan Jauh adalah gambaran rekaman objek
yang dihasilkan dengan cara optik, elektro – optik, optik – mekanik atau elektronik. Gambar
yang dihasilkan mirip dengan objek sesungguhnya di alam. Penginderaan jauh digunakan untuk
berbagai aspek studi kebakaran, pemetaan daerah yang terbakar, dan untuk mengamati
serta memantau hutan. Penelitian-penelitian terdahulu telah menggunakan berbagai sensor
berbasis satelit yaitu AWiFS, LISS-III, ETM+, SPOT, AATSR, AVHRR, dan MODIS. Citra

7
dari satelit MODIS dan Landsat TM/ETM+ merupakan sumber data umum dan memiliki
potensi untuk memantau kebakaran hutan.

8
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kebakaran hutan berperan utama menyumbang emisi karbon di dunia. Kebakaran terjadi
99% karena ulah manusia. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dengan membuat
berbagai macam regulasi dan kebijakan strategis guna memperkecil upaya pembakaran hutan.
Pengoptimalan Dinas Kehutanan dengan membuat SATGASDAMKAR dan Sistem Verifikasi
Legal Kayu (SVLK) yang diharapkan mampu menekan angka kebakaran hutan. Selain itu
penggunaan citra satelit AWiFS, LISS-III, ETM+, SPOT, AATSR, AVHRR, dan MODIS.
Citra dari satelit MODIS dan Landsat TM/ETM berguna untuk memetakan lahan kritis secara
detail

4.2 Kritik &Saran

. Meskipun upaya-upaya diatas telah dilakukan masih ada kasus kasus kebakaran hutan.
Hal tersebut menjadikan tantangan yang lebih bagi pemerintah untuk memprioritaskan kebakaran
hutan dan perlunya pebaikan kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://wri-indonesia.org/id/blog/kebakaran-hutan-di-indonesia-menghasilkan-emisi-
harian-yang-lebih-besar-daripada-emisi
Saharjo, B.H. 2003. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah
Dilakukan. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku Api,Penyebab,
dan Dampak Kebakaran. Malang: Bayumedia Publishing.
Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme
Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan
Kebakaran Hutan dan/atau Lahan
https://www.mongabay.co.id/2018/12/09/capai-target-turunkan-emisi-indonesia-perlu-
langkah-lebih-serius/
https://www.mongabay.co.id/2018/04/25/peran-hutan-indonesia-tekan-emisi-begini-
paparan-menteri-siti/

10

Anda mungkin juga menyukai