Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Marianus Novaldo Mango

NIM : 21520030

PARAREL : IP1B

MAKUL : MPS

KEBAKARAN HUTAN (KARHUTLA), PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

Kebakaran hutan adalah kebakaran yang meluas dengan cepat dan tidak


terkontrol. Besarnya api pada kebakaran hutan diperparah dengan embusan angin
yang bisa memusnahkan lahan dan hewan di dalamnya dalam hitungan menit.

KEBAKARAN HUTAN API


(KARHUTLA)

merupakan suatu nyala api, baik kecil atau besar ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat
pada tempat yang tidak dikehendaki, merugikan, yang terbentuk dari tiga unsur yaitu, panas,
dan pada umumnya sulit di kendalikan. oksigen, dan bahan mudah terbakar yang
menghasilkan panas dan cahaya.

Terbentuknya api adalah suatu proses reaksi Kebakaran ini bisa terjadi karena beberapa
kimiawi yang menghasilkan panas, cahaya, dan factor yaitu karena alam contohnya sambaran
berbagai hasil reaksi kimia lainnya. Reaksi ini petir padah bahan mudah terbakar seperti
disebut dengan oksidasi. Ini merupakan proses pohon, ranting kayu dan sebagainya sehingga
dimana molekul oksigen bereaksi dengan unsur menimbulkan percikan api, karena ulah manusia
lain dan saling melepaskan electron hingga seperti membuang puntung rokok pada lahan
terjadinya api. kering atau dilakukan secara sengaja.

PROPOSISI

Kebakaran hutan (karhutla) merupakan suatu bencana yang disebabkan oleh


alam, hewan, maupun ulah manusia sendiri.
Berdasarkan data dari BMKG fenomena El Nino telah berlangsung sejak 2018 lalu sampai pertengahan tahun 2019
dan berdampak pada terjadinya kekeringan di musim kemarau yang lebih parah dari biasnya. Hal tersebut berimplikasi pada
berbagai sektor, salah satunya di sektor kehutanan dengan meningkatnya kejadian kebakaran hutan dan lahan di tahun 2019.
Kejadian kekeringan telah mempengaruhi jumlah titik api dan insiden karhutla di sejumlah wilayah. Indikasi adanya unsur
kesengajaan dari pihak perseorangan maupun kelompok untuk pembukaan lahan menyebabkan penangan an karhutla
semakin sulit. Pemerintah dan relawan fokus mengantisipasi dan mengatasi karhutla diwilayah dengan lahan gambut seperti
provinsi riau, jambi, Sumatra selatan, kalmantan tengah, Kalimantan selatan, Kalimantan barat, dan Bangka Belitung.
Kementrian lingkungan hidup dan kehutanan mencatat kebakaran hutan dan lahan telah membakar 42.740 hektar lahan di
seluruh wilayah Indonesia semenjak januari awal hingga awal agustus 2019. Sementara itu menurut informasi, BNPB mendata
total luas lahan yang terbakar sejak januari awal 2019 hingga saat ini telah mencapai 328.724 hektar dengan 3673 titik panas.

PENELITI 1 PENELITI 2

Menurut Aditiea Loren Kebakaran hutan dan Menurut Herman Firmansyah Beberapa tahun terakhir
lahan selalu terjadi setiap tahun pada musim sering terjadi kebakaran hutan setiap tahunnya,
kemarau terutama sejak dibangunnya hutan- khususnya pada musim kemarau. Menurut catatan
hutan tanaman di wilayah Indonesia termasuk WWF setiap menit di dunia terjadi kerusakan hutan
pula di Kalimantan Tengah, sehingga seluas sama dengan 37 lapangan bola, termasuk
kebakaran hutan ditetapkan sebagai bencana didalamnya adalah hutan indonesia. Berdasarkan
alam nasional. Dampak nyata adalah catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia,
asap/kabut yang dapat mencapai negara sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia
tetangga seperti Singapura dan Malaysia. menyusut tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan
Akibatnya akan berlanjut pada terganggunya menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang
transportasi, diantaranya kecelakaan lalu tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah
lintas yang meningkat. Dari segi kesehatan habis ditebang ataupun dibakar.1 Kebakaran yang
asap akan menyebabkan penyakit Infeksi cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada
Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Upaya tahun 1982-1983 dan tahun 1997- 1998. Pada tahun
masyarakat dalam pengendalian kebakaran 1982-1983 kebakaran telah menghanguskan hutan
hutan dan lahan belum dapat dirasakan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini
secara optimal, bahkan dalam kegiatan yang merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia
dilakukan oleh mereka sering menjadi salah setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta
satu faktor penyebab timbulnya kebakaran hektar pada tahun 1963.
hutan.
ARGUMEN

Kedua peneliti Aditiea Loren dan Herman Firmansyah meneliti dari sudut dampak dari kebakaran serta luas wilayah yang
terjadi kebakaran dalam kurun waktu beberapa tahun serrta ada beberapa factor penyebab terjadinya kebakaran yang di
kemukakan alam penelitian tersebut. Sebenarnya terjadinya kebakaran bukan lah semata mata hal yang wajar tetapi tentunya
dibalik semua itu ada penyebab dan factor yang memicu terjadinya titik api atau karhutla itu.

Menurut pakar kehutanan, Prof. Bambang Hero Saharjo: “Pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta
mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri,
log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon.

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah karhutla ini berdampak buruk bagi kesehatan makhluk hidup?


2. Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani permasalahan karhutla?
3. Mengapa karhutla ini bisa terjadi?
4. Dimana kasus karhutla ini paling sering terjadi?
TINJAUAN PUSTAKA

Kebakaran merupakan salah satu bencana yang merugikan, kebakaran banyak membawa dampak bagi kehidupan manusia,
adanya asap yang dihasilkan dari kebakaran ini akan menyebabkan meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran
pernapasan (ISPA) karena kualitas udara yang tidak sehat, banyak sekolah yang diliburkan pada saat kabut asap berada di tingkat
yang berbahaya, selain itu gangguan asap juga terjadi pada sarana perhubungan/transportasi yaitu berkurangnya batas pandang
serta bencana lainnya. Pengolahan citra adalah memproses suatu citra sehingga menghasilkan citra yang lebih sesuai dengan
keinginan kita (Widyarto, 2012). Pengolahan citra digunakan dalam berbagai aplikasi, penerapan dari pengolahan citra seperti
penginderaan jauh dan pengenalan pola. Kebakaran hutan dapat dideteksi dengan menggunakan penginderaan jauh. Dengan
cara mendeteksi keberaan titik panas (hotspot) di lapangan. Banyak satelit penginderaan jauh yang dapat digunakan seperti
NOAA, Landsat, SPOT dan lainlain. Satelit NOAA memiliki cakupan yang sangat luas, hal ini membantu user untuk menganalisa
wilayah yang sangat luas dalam waktu yang relatif singkat (Thoha, 2008). Lebih lanjut (Thoha, 2008) mengatakan bahwa hotspot
merupakan titiktitik panas di permukaan bumi, dimana titik-titik tersebut merupakan indikasi 10 adanya kebakaran hutan dan
lahan. Data sebaran titik api (hotspot) dari citra NOAA dapat dijadikan sebagai indikasi kebakaran hutan/lahan, baik kebakaran
tajuk (Crown fire), kebakaran permukaan (Surface fire) maupun kebakaran bawah (Ground fire). Daerah sekitar lokasi hotspot
merupakan daerah yang rawan terhadap kebakaran. Tahun 2004, Wan et.al, dalam penelitiannya mengenai penilaian kualitas dan
validasi suhu permukaan dengan global MODIS, penelitian ini menggunakan satelit Terra dan Aqua MODIS, penelitian ini
menyimpulkan keuntungan utama data Aqua MODIS untuk produk LST meliputi peningkatan kuantitas dan peningkatan kualitas
emisivitas permukaan dan suhu tanah. LST sore diambil dari data MODIS akan lebih dekat dengan suhu maksimum permukaan
tanah sehingga lebih baik digunakan untuk studi perubahan regional dan global, terutama dalam aplikasi untuk perkiraan kondisi
kelembaban tanah dan pemantauan kekeringan Tjahjaningsih et.al (2005) melakukan penelitian mengenai analisis sensitivitas
saluran-saluran modis untuk deteksi titik api dan asap kebakaran, dalam penelitian ini merupakan hasil analisis aplikasi saluran-
saluran MODIS (20,21,22,23,31 dan 32) dengan resolusi spasial 1000 m dan saluran 1 dan 2 dengan resolusi spasial 250 m dan
algoritma/model ekstraksi titik-titik api dari data AQUA MODIS. Hasil penelitian ini menunjukkan deteksi lokasi dan asap
kebakaran dapat dilakukan dengan memanfaatkan saluran 1 dan 2 MODIS melalui 250 m dan penggunaan saluran 31 dan 32 akan
menghasilkan jumlah titik api yang relatif sama, yang akan membedakan hasil jumlah titik api adalah hanya berasal dari
sensitivitas saluran 21 dan 23. 11 Selanjutnya pada tahun 2007, Prasasti, et.al juga melakukan penelitian mengenai data MODIS
dengan melakukan pengkajian pemanfaatan data Terra MODIS untuk ekstraksi data suhu permukaan lahan (SPL) berdasarkan
beberapa algoritma. Dalam penelitian ini menerapkan 3 (tiga) algoritma perhitungan, yaitu Price (1984), Li dan Becker (1991) dan
Coll et.al (1994). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Terra MODIS memungkinkan untuk dikembangkan guna ekstraksi data
SP, yakni dengan memanfaatkan saluran 31 dan 32. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk deteksi kebakaran hutan
dengan penginderaan jauh dan penggunaan data hotspot seperti penelitian yang dilakukan oleh Thoha (2006) tentang
penggunaan penginderaan jauh untuk deteksi kebakaran hutan gambut di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau, dia menyimpulkan
bahwa terdapat perbedaan data hotspot antara JICA, ASMC dan LAPAN. Akurasi berdasarkan jumlah desa adalah 47%, 60% dan
40%. Pada tahun 2008, Thoha juga melakukan penelitian tentang penggunaan data hotspot untuk monitoring kebakaran hutan
dan lahan di Indonesia, dari penelitian ini disimpulkan bahwa peningkatan kulitas dapat diupayakan dengan mengadakan cek
lapangan, penetapan standar ambang batas dan waktu pengamatan secara internasional, peningkatan kerja sama antar lembaga
dalam distribusi data, integrasi sistem penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dan penggunaan alternatif satelit dengan
resolusi spasial yang lebih tinggi. Transformasi merupakan proses pengubahan data atau sinyal ke dalam bentuk lain agar lebih
mudah dianalisis, seperti transformasi fourier yang mengubah sinyal ke dalam beberapa gelombang sinus atau cosinus dengan
frekuensi yang berbeda, sedangkan Transformasi Gelombang-Singkat (wavelet transform) mengubah sinyal ke dalam berbagai
bentuk wavelet basis (mother wavelet) dengan berbagai pergeseran dan Penyekalaan (Sutarno, 2010).
METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian : Kualitatif


2. Lokasi Penelitian : Palangkaraya, Kalimantan tengah
3. Objek Penelitian : kebakaran hutan (karhutla)
4. Teknik Analisis Data : Teknik Triangulasi
5. Subjek Penelitian : Hutan dan lahan
6. Teknik Penentuan Informasi : Teknik Purposiv sampling
7. Teknik Pengumpulan data : Observasi Partisipasi dan wawancara
DAFTAR PUSTAKA :

Adinugroho, Wahyu Catur, I N N Siryadiputra, Bambang Hero Saharjo, dan Labueni Siboro. 2004.
“Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut.”Bogor: Wetlands International.

Aditama. 1999. Dampak Asap Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan. Jakarta: YP IDI & IDKI.

Agustino, Leo. 2008. “Dasar-dasar Kebijakan Publik.” 7. Bandung: Alfabeta.

Andreas Pramudianto, S.H., Msi. 2008. Diplomasi Lingkungan: Teori dan Fakta. Jakarta: UI Press.

Arisandi, Marini Ayu. 2013. "Penundaan Ratifikasi ASEAN Agremeent on Transboundary Haze Pollution
oleh Indonesia tahun 2002-2012 : Sebuah Studi Pengambilan Kebijakan Luar Negeri." 35. Depok:
Universitas Indonesia.

Arisandi, Marini Ayu. 2013. "Penundaan Ratifikasi ASEAN Agremeent on Transboundary Haze Pollution
oleh Indonesia tahun 2002-2012 : Sebuah Studi Pengambilan Kebijakan Luar Negeri." 39. Depok:
Universitas Indonesia.

Asean. 2017. Accessed Maret 13, 2017. http://haze.asean.org/asean-agreement-ontransboundary-


haze-pollution/.

ASEAN. 2017. Accessed Maret 13, 2017. http://haze.asean.org/asean-agreement-ontransboundary-


haze-pollution-2/.

BBC Indonesia. 2015. BBC Indonesia. Oktober 27. www.bbc.com.

BPBD. 2018. BPBD. March 23. https://www.bpbdkalbar.info/singlepost/2018/03/23/Antisipasi-Cegah-


Potensi-Karhutla-2018.

BPS. 2013. Kalimantan Barat dalam Angka. Pontianak: Badan Pusat Statistik. Dharmawan. 2003.
"Pengaruh Penggunaaan Api Dalam Penyiapan Lahan Terhadap Emisi Gas." Dorsey, Kurk. 2017.

Anda mungkin juga menyukai