“kebakaran hutan”
OLEH:
KELOMPOK 8
1. FAJAR (M1A117073)
2. AMALIA INTAN PRATIWI (M1A117056)
3. IIN NIRWANA (M1A118062)
4. SUDIRAT SAMBE TOLA (M1A118007)
5. NURUL AIMAN RIDWAN (M1A118006
JURUSAN KEHUTANAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
berjudul Kebakaran Hutan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perlindungan dan
Pengamanan Hutan.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak–pihak yang telah mendukung dan
memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Penyusun dengan
senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat bermanfaat. Akhir kata melalui
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
tumbuhan. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan
berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator
arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling
penting.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki sumber daya hutan terbesar kedua
sedunia ini merupakan paru-paru dunia. Lebih kurang 4000 jenis tumbuhan yang tumbuh pada
berbagai formasi hutan dan tipe hutan telah diketahui (terutama di Hutan Hujan Tropis) dan
Kebakaran merupakan salah satu fenomea yang menggangu aktivitas manusia, baik dari
segi ekologi, sosial, budaya, ekonomi maupun kerusakkan lingkungan dan lain-lain. Hanya saja
wawasan masyarakat akan pentingnya pengetahuan penyebab, dampak, proses, pencegahan dan
penanggulangan dinilai masih cukup kurang bahkan tidak ada rasa kepedulian sama sekali.
Berawal dari masalah tersebut penyusunan makalah ini dissun dan dipublikasikan. Agar
masyarakat lebih mengetahui dengan cara sosialisasi seputar kebakaran hutan. Karena dengan
PEMBAHASAN
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama
tetapi mempunyai makna yang berbeda Kebakaran liar, atau juga kebakaran hutan, kebakaran
vegetasi, kebakaran rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di
alam liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumber daya pertanian. Penyebab
umum termasuk petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran.
. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran
identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga
menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran hutan dengan
pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda. Penggunaan istilah ini sering kali
mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Kebakaran hutan menurut Saharjo (2003) adalah :
1. Pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan
seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, logs, tunggak pohon,
gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon.
2. Setiap kebakaran yang bukan dilakukan secara sengaja pada areal-areal yang tidak
direncanakan.
Kebakaran hutan dibedakan dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang
terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaran yang terjadi di luar
kawasan hutan.
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain
(Soemarsono, 1997):
1. Memantapkan dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non
struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade
pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI;
2. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan;
3. Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan;
4. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN
dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;
5. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan;
6. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi),
Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara
Lingkungan Hidup;
7. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan,
selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga melakukan penanggulangan melalui
berbagai kegiatan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan antara lain (Soemarsono, 1997):
1. Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan
pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
2. Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di
jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
3. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui
PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan
SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
4. Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA
dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130
dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-
obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
Pengendalian kebakaran hutan (Saharjo et al., 1999) merupakan semua aktivitas untuk
melindungi hutan dari kebakaran liar dan penggunaan api untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam pengelolaan hutan. Pengendalian kebakaran hutan mencakup tiga komponen
kegiatan yaitu :
1. Mencegah terjadinya kebakaran hutan.
2. Memadamkan kebakaran hutan dengan segera sewaktu api masih kecil
3. Penggunaan api hanya untuk tujuan-tujuan tertentu dalam skala terbatas
Lebih lanjut, Saharjo et al. (1999) mengatakan bahwa agar pengendalian kebakaran hutan
dapat berhasil dengan baik maka sebelum dilaksanakan perlu disusun suatu rencana
pengendalian yang menyeluruh. Rencana ini akan menjadi dasar dalam pelaksanaan pencegahan,
pemadaman dan penggunaan api secara terkendali di dalam hutan dan di daerah sekitarnya.
Rencana pengendalian kebakaran hutan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rencana
pengelolaan (manajemen) hutan.
Fakta dari beberapa kejadian kebakaran di Indonesia menunjukkan bahwa manajemen
kebakaran di Indonesia lebih difokuskan pada aspek pemadaman daripada aspek pencegahan, hal
demikian tersirat dari :
1. Sebagian besar instansi pemerintah hanya akan bertindak apabila telah terjadi kebakaran
sehingga akan menghasilkan proyek yang membutuhkan dana besar dibanding program-
program pencegahan;
2. Di dalam program-program jangka pendek dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan lebih
ditekankan pada aspek pemadaman; dan
3. Rendahnya komitmen dan keinginan untuk mengalokasikan dana, staf, teknologi,
peralatan, dan sebagainya dalam upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Meskipun kebijakan mengenai pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah banyak
tersedia dan rinci, tetapi dapat dikatakan bahwa peraturan-peraturan tersebut masih kurang
memadai dan bersifat sektoral. Peraturan tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang
ada pada umumnya dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan dimana kekuatan hukumnya relatif
lemah, karena hanya dapat berlaku dalam wilayah kerja Departemen Kehutanan saja, sementara
kebakaran tidak hanya terjadi di hutan tetapi juga di lahan. Bahkan di beberapa daerah,
kebakaran cenderung diakibatkan oleh adanya penggunaan api dalam kegiatan sektor pertanian
termasuk di dalamnya yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan dan belakangan ini, bahkan
mulai marak dilakukan dalam kegiatan pertambangan.
Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001 pada dasarnya mengatur tentang pembagian
wewenang dan tanggungjawab dalam upaya penanganan masalah kebakaran hutan dan lahan.
Pelarangan melakukan kegiatan pembakaran telah tercantum dalam PP tersebut namun
didalamnya belum ditemui aturan atau kebijakan khusus yang mengatur tentang kebijakan
penyiapan lahan tanpa bakar (“Zero burning policy”) termasuk pula penjelasan tentang definisi
“zero burning” itu sendiri serta ketentuan-ketentuan dan sanksi bagi pihak yang melanggar
ketentuan “zero burning” tersebut. Khusus di lahan gambut, karena kondisinya yang sangat
rawan kebakaran sehingga apabila terjadi kebakaran akan sangat sulit ditanggulangi maka
aktivitas penggunaan api dan kegiatan pembakaran seharusnya dilarang. Namun kondisi realistis
di lapangan menunjukan bahwa kecil kemungkinan teknik zero burning dapat diaplikasikan
khususnya pada lahan usaha pertanian kecil milik masyarakat (tradisional), untuk mengatasi hal
demikian maka perlu dieksplorasi teknik-teknik pengelolaan lahan yang ramah lingkungan.
Manajemen kebakaran berbasiskan masyarakat akan lebih baik diarahkan untuk kegiatan
pencegahan daripada usaha pemadaman kebakaran. Pencegahan meliputi pekerjaan/kegiatan-
kegiatan yang bertujuan agar tidak terjadi kebakaran.
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan
non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya.
Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas,
bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan
selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara
menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam
kawasan hutan.
Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan,
peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan
fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan
penerapan sangsi secara tegas.
2. SARAN
Dalam mengantisipasi dan mengurangi kejadian kebakaran hutan, maka perlu tindak
nyata pada semua pihak terkait/stakeholder secara jelas, pasti dan cepat sehingga degradasi
lingkungan dan hutan dapat diatasi. Hal ini dapat melalui jalan pendekatan dengan berbagai
metode pada semua pelaku peran baik dari lembaga pemerintah sebagai pihak yang merupakan
produk izin, pengusaha yang bergerak dalam kegiatan ini, masyarakat sebagai peran lainnya,
tenaga ahli yang memahami teori dengan benar dan pihak-pihak pengamat yang membantu
meluruskan adanya kekeliruan dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat baik lokal maupun
internasional, perguruan tinggi dan sebagainya.