Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EKOLOGI

SUKSESI VEGETASI DI LAHAN PASCA TAMBANG

Oleh:
HELVINA ANDINI
M1A118084
KEHUTANAN B

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
EKOLOGI Hutan dengan judul "Suksesi Vegetasi pada Lokasi paska
Tambang". Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Kendari, 5 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang

Di alam ini, ada begitu banyak vegetasi yang tumbuh. Dinamika alam
yang ada adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang
sekarang ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses
perubahan yang tidak pernah ada akhirnya. Keadaan keseimbangan yang
tampaknya begitu mantap, hanyalah bersifat relatif karena keadaan itu segera akan
berubah jika salah satu dari komponennya mengalami perubahan.

Vegetasi  merupakan sistem yang dinamik, sebentar menunjukkan


pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat hubungan
dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai
keseimbangan. Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam
menghasilkan konsep suksesi.Suksesi vegetasi menurut Odum adalah: urutan
proses pergantian komunitas tanaman di dalam satu kesatuan habitat, sedangkan
menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif setiap individu dalam setiap
fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan menurut Clements adalah
proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian, biasanya dari koloni
sederhana ke yang lebih kompleks.

Komunitas yang terdiri dari beberapa populasi bersifat dinamis dalam


interaksinya yang berarti dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa.
Perkembangan ekosistem menuju kedewasaan dan keseimbangan disebut suksesi
ekologi atau suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan
fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah
komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan seimbang
(homeostatis). Di alam terdapat dua macam suksesi yaitu suksesi primer dan
suksesi sekunder

Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan  ini


mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehgga di tempat
komunitas asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami,
misalnya tanah longsor, letusan gunung merapi, endapan lumpur yang baru di
sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan
manusia misalnya penambangan timah, batu bara, dan minyak bumi.

Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas mengalami gangguan, baik


secara alami maupun buatan. Gangguan tersebut tidak merusak total tempat
tumbuh organisme, sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan
kehidupan masih ada. Contohnya, gangguan alami misalnya banjir, gelombang
laut, kebakaran, angina kencang, dan gangguan buatan seperti penebangan hutan
dan pembakarn padang rumput dengan sengaja.

Berdasarkan keterangan diatas, dalam kesempatan kali ini kami melakukan


pengamatan tentang “Suksesi Vegetasi pada lokasi paska tambang” untuk
mengetahui proses terjadinya suksesi.
 

1.2.Tujuan

Adapun tujuan dari pengamatan tentang suksesi adalah :

1.    Untuk mengetahui proses suksesi vegetasi pada lahan tambang

2.    Untuk mengetahui faktor-fator yang mempengaruhi proses suksesi

1.3.Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah proses terjadinya suksesi vegetasi pada lahan tamabang?

2.      Apa saja faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya suksesi?

 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suksesi

2.1.       Pengertian Suksesi

Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara


teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga
terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula. Dengan
perkataan lain, suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan ekosistem tidak
seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi
lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. (Arianto, 2008)

Secara singkat, suksesi dapat diartikan sebagai perubahan dalam suatu komunitas
yang berlangsung menuju ke suatu pembentukan komunitas secara teratur
(Tim Dosen Ekologi Tumbuhan, 2011).

Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas


klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak
berubah) yang mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Komunitas
klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu
komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat
bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. (Arianto,
2008).

2.2.       Macam-macam Suksesi

Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam
suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder.

2.2.1.      Suksesi Primer

Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang


mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat
baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan
manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung
berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan
manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak
bumi).

Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut
kerak. Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut
kerak yang mati akan diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat
anorganik ini memperkaya nutrien pada tanah sederhana sehingga terbentuk tanah
yang lebih kompleks. Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur.
Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan
dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini
dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan
suksesi komunitas hewan. Secara langsung atau tidak langsung. Hal ini karena
sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu
wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis
tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem
seimbang yang tahan terhadap perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh
suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu,
bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman rata
– rata 30 m. 

2.2.2.      Suksesi Sekunder

Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas


tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat
kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari
tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.

Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal


dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya
angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas
vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan
manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan
2.3.       Tahap-tahap Perkembangan Suksesi Sekunder

1.    Fase Permulaan

Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa


yang tersisa yang mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak
muncul dengan cepat dan menempati tanah yang gundul.

2.    Fase Awal/Muda

Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh
jenis-jenis pohon pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan kayu yang rendah, pertumbuhan cabang
sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana, relatif muda/cepat mulai
berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang
disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7- 25
tahun), berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang
luas. Kebutuhan cahaya yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-
pohon pionir awal pada fase ini sangat tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan
umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang tumbuh didominasi oleh
jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa jenis
pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh
pionir-pionir awal yang cepat tumbuh.

REPORT THIS AD

Siklus unsur hara berkembang dengan sangat cepat. Khususnya unsur-


unsur hara mineral diserap dengan cepat oleh tanaman-tanaman, sebaliknya
nitrogen tanah, fosfor dan belerang pada awalnya menumpuk di lapisan organik
(Jordan 1985). Pertumbuhan tanaman dan penyerapan unsur hara yang cepat
mengakibatkan terjadinya penumpukan biomasa yang sangat cepat. Dalam waktu
kurang dari lima tahun, indeks permukaan daun dan tingkat produksi primer
bersih yang dimiliki hutan-hutan primer sudah dapat dicapai. Biomasa daun, akar
dan kayu terakumulasi secara berturut-turut. Begitu biomasa daun dan akar
berkembang penuh, maka akumulasi biomasa kayu akan meningkat secara tajam.
Hanya setelah 5-10 tahun biomasa daun dan akar halus akan meningkat mencapai
nilai seperti di hutan-hutan primer. Selama 20 tahun pertama, produksi primer
bersih mencapai 12-15 t biomasa/ha/tahun, yang demikian melebihi yang yang
dicapai oleh hutan primer yaitu 2-11 t/ha/tahun.

Proses-proses biologi akan berjalan lebih lambat setelah sekitar 20 tahun.Ciri-


ciri ini adalah permulaan dari fase ketiga (fase dewasa).

3.    Fase Dewasa

Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka


akan mati satu per satu dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir
akhir yang juga akan membentuk lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992).
Secara garis besar, karakteristik-karakteristik pionir-pionir akhir yang relatif
beragam dapat dirangkum sebagai berikut: Walaupun sewaktu muda mereka
sangat menyerupai pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih
lama (50-100 tahun), dan sering mempunyai kayu yang lebih padat.

Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang


disebarkan oleh angin, yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang
sangat lama. Mereka bahkan dapat berkecambah pada tanah yang sangat miskin
unsur hara bila terdapat intensitas cahaya yang cukup tinggi. Jenis-jenis pionir
akhir yang termasuk kedalam genus yang sama biasanya dijumpai tersebar
didalam sebuah daerah geografis yang luas.

Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara


kontinyu. Dalam hutan-hutan yang lebih tua, biimasa yang diproduksi hanya 1-
4.5 t/ha/tahun. Setelah 50-80 tahun, produksi primer bersih mendekati nol. Sejalan
dengan akumulasi biomasa yang semakin lambat, efisiensi penggunaan unsur-
unsur hara akan meningkat, karena sebagian besar dari unsur-unsur hara tersebut
sekarang diserap dan digunakan kembali. Sebagai hasil dari keadaan tersebut dan
karena adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang non-fungsional pada
lapisan organik dan horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi unsur-unsur hara
pada biomasa menurun (Brown & Lugo 1990). Perputaran kembali unsur hara
pada daun-daunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan fase sebelumnya.

4.    Fase klimaks
Pionir-pionir akhir mati satu per satu setelah sekitar 100 tahun
(Liebermann & Liebermann 1987) dan berangsur-angsur digantikan oleh jenis-
jenis tahan naungan yang telah tumbuh dibawah tajuk pionir-pionir akhir. Jenis-
jenis ini adalah jenis-jenis pohon klimaks dari hutan primer, yang dapat
menunjukkan ciri-ciri yang berbeda. Termasuk dalam jenis-jenis ini adalah jenis-
jenis kayu tropik komersil yang bernilai tinggi dan banyak jenis lainnya yang
tidak (belum) memiliki nilai komersil.

Perlahan-lahan suatu kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state)


mulai terbentuk, dimana tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus
digantikan oleh tanaman (permudaan) yang baru. Areal basal dan biomasa hutan
primer semula dicapai setelah 50-100 tahun (Riswan et al. 1985) atau 150-250
tahun (Saldarriaga et. al. 1988). Setelah itu tidak ada biomasa tambahan yang
terakumulasi lagi. Namun, permudaan lubang/celah tajuk yang khas terjadi pada
hutan-hutan tropik basah biasanya memerlukan waktu selama 500 tahun (Riswan
et al. 1985).

Suksesi standar yang dijelaskan di atas adalah suatu contoh gambaran yang
sangat skematis dari proses-proses suksesi yang sangat kompleks dan beragam.
Walaupun kebanyakan suksesi mengikuti pola seperti yang dijelaskan di atas,
pada kenyataannya di alam beberapa tahap suksesi sering terlampaui, atau
berbagai proses suksesi muncul secara bersamaan dalam susunan seperti mosaik.
Suatu situasi khusus terjadi, bila permudaan dari jenis pohon klimaks tetap hidup
atau terdapat di seluruh areal setelah atau walaupun terjadi gangguan yang
menyebabkan penggundulan hutan tersebut. Dalam hal ini, seluruh fase suksesi
akan dilalui oleh komunitas tumbuhan tersebut, dan sebagai akibatnya yang terjadi
hanyalah perubahan struktur hutan.
B. Suksesi Vegetasi Pada Lokasi Paska Tambang

Pada umumnya lahan bekas


pertam- bangan ditanami pohon yang cepat tum- buh untuk menutup tanah dan me
ngu-rangi erosi. Lokasi hutan revegetasi di lo-kasi penelitian (H East-
Dump I), dita-nami lima jenis pohon cepat tumbuh (jo-har, sengon, sengon buto,
laban, dan ke-tapang) dengan jarak tanam 2 m x 3 mdan sebagai penutup tanah
ditanam rum- put gajah atau tumbuhan legum meram- bat penutup tanah ( Puearia
javanica).Potensi masa tegakan pohon ber-diameter 10-< 20 cm diketahui bahwa
se-cara umum kerapatan tegakan didominasioleh jenis johar (Cassia siamea) 192
po-hon/ha, sengon (Paraserianthes falcata-ria) dan sengon buto ( Enterolobium cy-
clocarpum) masing-masing 16 pohon/ha.Untuk kelas diameter 30-< 40 cm, 40-
<50 cm, dan ≥ 50 cm didominasi oleh jenissengon buto ( E. Cyclocarpum ) yaitu ma-sing-
masing dengan kerapatan empat po-hon/ha.Jenis pohon yangmendominasi ting-gi
pohon >10 m yaitu johar (C.siamea), jenis yang mendominasi tinggi 5-10 myaitu
johar (C. siamea), laban (
Vitex pu-bescens), dan ketapang (Terminalia mi-crocarpa), tinggi <5 m yaitu
sengon ( P. falcataria).( Mukhtar dan  Heriyanto,2012)

Kegiatan penambangan emas berdampak negatif terhadap tanah dan


tumbuhan. Secara fisik, tanah akan rusak struktur, tekstur, porositas dan
kerapatannya, buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan
aerasi (peredaran udara) secara biologi, akan buruknya kehidupan mikroba tanah
yang potensial akibat ketiadaan serasah (Delvian, 2004). Limbah tambang
(tailing) yang dibuang dipermukaan tanah akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman karena tailing memiliki sifat porositas yang tinggi sehingga
kapasitas untuk memegang air (holding capacity) rendah, struktur tidak stabil,
sangat miskin bahan organik, miskinnya unsur hara mikro dan makro bahkan,
tidak adanya aktivitas mikroba sama sekali (Purwantari, 2007).

Seiring dengan berjalannya waktu, lahan bekas penambangan emas


akan mengalami suksesi. Kondisi lahan yang terbuka dan tandus perlahan-lahan
akan di tumbuhi jenis-jenis pionir yang toleran terhadap kondisi lahan bekas
penambangan emas yang miskin unsure hara.
Kondisi awal lahan yang baru ditinggalkan penambang berupa lahan
terbuka dan tandus kemudian berubah seiring dengan perubahan waktu
membentuk suatu ekosistem baru secara berangsur-angsur. Hal ini dapat dilihat
dari keberadaan jenis vegetasi yang tumbuh pada lahan bekas penambangan dari
beberapa rentang umur.Pada lahan yang baru ditinggalkan masih berupa lahan
tandus, pada lahan yang berumur sekitar satu tahun tumbuh jenis rerumputan, dan
pada lahan lebih dari 10 tahun jenis vegetasi yang tumbuh lebih beragam.
BAB III
PENUTUP

5.1.  Kesimpulan
Suksesi yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder. Karena
telah ditemukan adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput liar,
yang kemudian dibersihkan dengan cara dicangkul sampai bersih hingga akar-
akarnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari
komunitas pioner. Yaitu ada fase permulaan, fase awal, fase muda, dan diakhiri
dengan fase klimaks yang ditandai dengan matinya tanaman secara terus-menerus.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi adalah Iklim (Curah hujan,


Suhu dan kelembaban,Angin cahaya,Keseimbangan energi)Fisiografis: Topografi,
Edatik: Tanah dan Biotik.

5.2.  Saran

 Semoga dengan dibuat nya makalah ini dapat menambah wawasan dan
referensi bagi para pembaca, tak lupa juga penulis meminta maaf apabila terjadi
kesalahan dalam penulisan makalah ini, dan juga penulis mengharap kan ada nya
kritik dan saran agar makalah ini dapat dikatakan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Arianto. 2008. Pengertian Suksesi [serial


online] http://sobatbaru.blogspot.com /2008/06/pengertian-suksesi.html 
[18 Desember 2011]

Irwanto, 2010. Tahap-tahap Perkembangan Suksesi [serial


online] http://irwantoshut.blogspot.com/2010/03/tahap-tahap-
perkembangan-suksesi.html  [18 Desember 2011]

Michael, P., 1996. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan


Laboratorium. Jakarta : UI Press.

Odum, H. T., 1992. Ekologi Sistem Suatu Pengantar. Yogyakarta : UGM Press.

Polunin, M., 1960. Pengantar Geografi dan Beberapa Ilmu Serumpun.


Yogyakarta : UGM Press,.

Soemarwoto, O., 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,. Jakarta :


Djambatan

Suharno, 1999, Biologi, Jakarta : Erlangga.

S. Mukhtar dan N.M. Heriyanto. 2012. Keadaan suksesi tumbuhan pada kawasan bekas


tambang batu bara di kalimantan timur.jurnal penelitian hutan dan konservasi alam .
vol 9(4)

Delvian. 2004. Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Dalam Reklamasi Lahan


Kritis Pasca tambang. e-USU Repository. Medan

Purwantari, N.D. 2007. Reklamasi Area Tailing di Pertambangan Dengan


Tanaman Pakan Ternak; Mungkinkah?.Wartazoa Vol. 17 No. 3. 

 
 

Anda mungkin juga menyukai