Anda di halaman 1dari 20

Makalah Pertumbuhan Mikroba

PERTUMBUHAN MIKROBA

Pertumbuhan secara umum dapat didefisinikan sebagai pertambahan secara teratur semua
komponen didalam sel hidup. Dengan demikian pertambahan ukuran yang diakibatkanoleh
bertambahnya air atau karena penumpukan lemak, bukan merupakan pertumbuhan. Pertumbuhan
makhluk hidup dapat juga ditinjau dari 2 sudut, yakni pertumbuhan individu (sel) dan
pertumbuhan kelompok sebagai satu populasi.
Pertumbuhan sel diartikan sebagai adanya penambahan volume sel serta bagian-bagian
lainnya, dapat juga diartikan sebagai penambahan kuantitas isi dan kandungan di dalam sel.
Sedangkan pertumbuhan populasi merupakan akibat pertumbuhan individu. Misalnya, dari satu
sel menjadi dua, dari dua sel menjadi empat, dari sempat sel menjadi delapan sel.
Pada mikroorganisme, pertumbuhan individu (sel) dapat berubah langsung menjadi
pertumbuhan populasi. Sehingga batas antara pertumbuhan populasi. Sehingga batas antara
pertumbuhan sel dan pertumbuhan populasi, serta sebagai satu kesatuan populasi yang kemudian
terjadi. Pertumbuhan dalam keadaaan kesetimbangan bila terjadi secara teraturpada kondisi
konstan, sehingga jumlah pertambahan komponen kimia juga konstan.
Peranan mikroorganisme dibagi menjadi 2, yaitu peranan positif dan peranan negatif. Dalam
peranan positif antara lain : Menguntungkanmanusia, hewan, tumbuhan, pengolahan pangan,
pengendalian penyakit dan membantu kesuburan tanah. Sedaangkan peranan negatif antara lain :
Mencemari bahan pangan dan menyebabkanpenyakit
Pertumbuhan pada bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan berat sel. Karena berat sel
relatif sama pada setiap siklus sel, maka pertumbuhan dapat di definisikan sebagai pertambahan
jumlah sel. Mempelajari pertumbuhan bakteri merupakan faktor terpenting dalam mengetahui
beberapa aspek fisiologi suatu bakteri (Purwoko, 2007).
Pertumbuhan bakteri dapat diukur dengan dua  cara yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran pertumbuhan bakteri secara langsung dapat dilakukan dengan metode
total count, turbidikmetrik, berat kering, electronic counter, plating techique, fltrasi membran.
Sedangkan pengukuran pertumbuhan bakteri secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
metode viable count, aktivitas metabolik dan berat  sel kering.
Adapun yang melatarbelakangi praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengukur
pertumbuhan sel dengan pengukuran kombinasi metode langsung dan tidak langsung. Yang
digunakan dalam praktikum ini adalah metode total count dimana praktikan menghitung  jumlah
sel melalui mikroskop. Sampel yang diambil adalah saccharomyces cerevisiae yang sudah
tersedia di dalam ragi kemasan.
Mempelajari pertumbuhan bakteri merupakan faktor terpenting dalam mengetahui
beberapa  aspek fisiologi. Hal itu karena karakteristik pertumbuhan mencerminkan kejadian
fisiologis suatu bakteri (Purwoko, 2007).
Istilah pertumbuhan yang di gunakan pada bakteri adalah perubahan dalam pertambahan
total masa sel dan bukan pertumbuhan dalam suatu individu organisme saja. Karena massa sel
relatif sama pada siklus sel, maka pertumbuhan dapat juga didefinisikan sebagai pertambahan
jumlah sel. Kondisi pertumbuhan seimbang pada suatu pertumbuhan pertambahan semua
komponen selular secara teratur. Akibatnya pertumbuhan dapat ditentukan tidak hanya dengan
cara mengukur jumlah sel tetapi juga dengan mengukur jumlah berbagai komponen selular
( RNA, DNA dan Protein) dan juga produk-produk metabolisme tertentu (Pelczar, 2005).
Karakteristik pertumbuhan mikroba adalah pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan
jumlah sel mikroba, pertumbuhan mikroba berlangsung selama nutrisi masih cukup tersedia,p
ertumbuhan mikroba dapat diukur, dengan melihat kenaikan biomassa atau jumlah sel, selama
pertumbuhan, mikroba menghasilkan metabolit primer/sekunder berupa produk

A.  Kurva Pertumbuhan


1.    Model Monod
Pertumbuhan sel mikroba biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa
kurva pertumbuhan sigmoid (model Monod)

Jumlah sel

c
b d
a

Waktu (t)
2.    Microbial Growth Kinetics
Microbial Growth Kineticsdescribe how the microbegrows in the fermenter.
Thisinformation is important todetermine optimal batch times.The growth of microbes in
afermenter can be broken downinto four stages:–Lag Phase–Exponential Phase–Stationary
Phase–Death Phase
  Fase dalam pertumbuhan bakteri telah dikenal luas oleh ahli mikrobiologi. Terdapat 4 fase
pertumbuhan bakteri ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch culture), yaitu fase adaptasi
(lag phase), fase perbanyakkan (exponential phase), fase statis (stationer phase), dan fase
kematian (death phase) (Purwoko, 2007).
a.    Fase Adapatasi (Lag phase)
Pada fase ini tidak ada pertambahan populasi. Sel mengalami perubahan dalam komposisi
kimiawi dan bertambah ukurannya, substansi interaseluler bertambah (Perlazar, 2005).
Ketika sel dalam fase statis dipindahkan ke media baru, sel akan melakukan proses adaptasi.
Proses adaptasi meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan medianya dan pemulihan
terhadap metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam,alkohol, dan basa) pada waktu media
lama(Purwoko, 2007).
Pada fase adaptasi tidak di jumpai pertambahan jumlah sel. Akan tetapi terjadi pertambahn
volume sel karena pada fase statis biasanya sel melakukan pengecilan ukuran sel. Akan tetapi,
fase adaptasi dapat dihindari (langsung ke fase perbanyakan), jika sel di media lama dalam
kondisi fase perbanyakan dan dipindahkan ke media baru yang sama komposisinya dengan
media lama (Purwoko, 2007).
b.    Fase Perbanyakan (Logaritma atau eksponensial)
Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. Jika kita ingin mengadakan piaraan
yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokolum
(Dwidjuseputro, 1998).
Sel akan membelah dengan laju yang konstan massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang
sama, aktivitas metabolit konstan dan keadaan pertumbuhan yang seimbang (Pelczar, 2005).
Setelah memperoleh kondisi ideal dalam pertumbuhannya, sel melakukan pembelahan.
Karena pembelahan sel merupakan persamaan ekponensial, maka fase itu disebut juga fase
eksponensial. Pada fase perbanyakan jumlah sel meningkat pada batas tertentu (tidak terdapat
pertumbuhan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis.  Pada fase  perbanyakan sel
melakukan konsumsi  nutrien dan proses fisiologis lainnya. Pada fase itu produk senyawa yang
di inginkan oleh manusia terbentuk, karena senyawa terbentuk merupakan senyawa yang di
inginkan pada fase perbanyakan adalah etanol, asam laktat dan asam organik lainnya (Purwoko,
2007).
c.    Fase Statis/Konstan
     Pada  fase ini terjadi penumpukan produk beracun dan atau kehabisan nutrien. Beberapa sel
mati sedangkan  yang lain tumbuh dan membelah. Jumlah sel hidup menjadi tetap (Pelczar,
2005).
Fase ini menunjukan jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri yang mati,
sehingga kurva menunjukan garis yang hampir horizontal (Dwidjoseputro, 1998).
Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacam-macam. Beberapa
alasan yang dapat dikemukan akan adalah :
a)     Nutrien habis
b)    Akumulasi metabolit toksik (misalnya alkohol,asam, dan basa)
c)    Penurunan kadar oksigen
d)    Penurunan nilai  aw (ketersediaan air)
Bentuk kasus kedua dijumpai pada fase fermentasi alkohol dan asam laktat, untuk kasus
ketiga dijumpai pada bakteri aerob dan untuk kasus keempat dijumpai pada fungi/jamur
(Purwoko, 2007).
Pada fase statis biasanya sel melakukan adaptasi terhadap kondisi yang kurang
menguntungkan. Adaptasi ini dapat menghasilkan senyawa yang di inginkan manusia misalnya
antibiotika dan antioksidan (Purwoko, 2007).
d.   Fase Kematian
Pada fase ini sel menjadi mati lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru, laju kematian
mengalami percepatan menjadi eksponensial bergantung pada spesiesnya, semua sel mati dalam
waktu beberapa hari atau beberapa bulan (Pelczar, 2005).
Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler. Beberapa bakteri
hanya mampu bertahan beberapa jam selama fase statis dan akhirnya masuk ke dalam fase
kematian, sementara itu beberapa bakteri hanya mampu bertahan sampai harian dan mingguan
pada fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian.  Beberapa bakteri bahkan mampu bertahan
sampai puluhan tahun sebelum mati, yaitu dengan mengubah sel menjadi spora (Purwoko, 2007).
3.    Laju pertumbuhan mikroba dan waktu generasi
Jika sejumlah sel mikroba (Xo) dibiakkan dalam waktu (t) pada suatu medium, maka sel
akan membelah dan jumlahnya akan bertambah menjadi Xt. Pertambahan jumlah sel
berhubungan dengan laju pertumbuhan serta waktu generasi sel tersebut membelah. Kurva
pertumbuhan tersebut dapat dilu-kiskan dengan persamaan matematika sebagai berikut:

(GRAFIK)
4.    Laju pertumbuhan spesifik
Xt = 2ktx Xo atau Xt/Xo = 2kt
Log2 Xt/Xo = log2 2kt
Log2 Xt/Xo = kt
1/0,301 log10 Xt/Xo = kt
1/0,301 (logXt –log Xo) = kt
k = logXt –log Xo atau k = lnXt –lnXo
0,301 t t -to
Waktu generasi tg = 1/k atau tg= 0,69/k
Koefisien konversi atau rendemen produktivitas
Yx/s = Xt -Xo
So –S
Yp/s = P –Po
So –S
Waktu generasi dan laju pertumbuhan spesifik berbagai organisme
Organisme Tg (jam) k (jam-1)

Bakteri 0,3 2,3

Khamir 1,5 0,46


Sel tanaman 24 0,0287

B.  Cara Menghitung Pertumbuhan Bakteri


Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel per
satuan isi kultur) ataupun destilasi sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi kultur). Dua
parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-rata bervariasi pada tahap berlainan
dalam pertumbuhan kultur, kedua para meter tersebut juga tidak bermakna sama dalam
penelitian mengenai biokimia mikroorganisme atau gizi mikroorganisme. Densitas sel adalah
kuantitas yang lebih bermakna, sedangkan dalam penelitian mengenai inaktivitas
mikroorganisme, kosentrasi sel adalah kuantitas yang bermakna (Pratiwi, 2008).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara langsung dapat dilakukan
dengan beberapa cara,yaitu :
1.        Metode Total Count
Pada metode ini sampel ditaruh di suatu ruang hitung (seperti hemasitometer) dan jumlah
sel dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993).
Jika setetes kultur dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang diketahui
volumenya, maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut memiliki
keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati dan tidak dapat digunakan pada
jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari 102 sel/ml)  (Purwoko, 2007).
Kelemahan lainnya ialah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti
bakteri karena kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya lensa objektif celup
minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga menjadi lebih mudah dilihat.
Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang cenderung bergerombol sehingga sukar membedakan
sel-sel individu. Cara mengatasinya ialah mencerai-beraikan gerombolan sehinggga tersebut
dengan menambahkan bahan anti gumpalan seperti dinatrium etilanadiamina tetra asetat dan
tween-80 sebanyak 0,1%. Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak
memerlukan banyak peralatan (Hadioetomo, 1993).
2.        Metode Turbidimetrik
Bila kita harus memeriksa kosentrasi sel jumlah besar biakan, maka metode cawan
bukanlah pilihan yang baik karena tidak hanya memakan waktu tetapi juga memerlukan media
dan pecah-belah dalam jumlah besar. Untuk kasus demikian tersedia metode yang lebih cepat
dan praktis, yaitu pengukuran kekeruhan biakan dengan fotokilometer (Hadioetomo, 1993).
Secara rutin jumlah sel bakteri dapat dihitung dengan cara menghitung kekeruhan
(turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah sel. Prinsip dasar metode
turbidimeter  adalah jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan sebagian
cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap propisional (sebanding lurus dengan jumlah sel
bakteri). Ataupun jumlah cahaya yang diteruskan berbanding terbalik dengan jumlah sel bakteri.
Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang diteruskan. Metode ini memiliki
kelemahan tidak dapat membedakan antara sel mati dan sel hidup (Purwoko, 2007).
3.        Metode Berat Kering
Cara yang paling cepat mengukur jumlah sel adalah metode berat kering. Metode tersebut
relatif mudah dilakukan, yaitu kultur disaringan atau disentrifugasi, kemudian bagian yang
disaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode ini juga tidak dapat
membedakan sel yang hidup dan mati. Akan tetapi keterbatasan itu tidak mengurangi manfaat
metode tersebut dalam hal mengukur efesiensi fermentasi, karena pertumbuhan diukur dengan
satuan berat, sehingga dapat diperhitungkan dengan parameter konsumsi substrat dan produksi
senyawa yang diinginkan (Purwoko, 2007).
4.    Metode Elektronic Counter
Pada pengukuran ini, suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang kecil (orifice)
dengan bantuan aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice mengukur
tekanan listrik (ditandi dengan naiknya tekanan) pada saat bakteri melalui orifice. Pada saat
inilah sel terhitung. Keuntungan metode ini adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih cepat dan
lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar. Kerugiannya metode ini tidak bisa
digunakan untuk menghitung bakteri karena adanya gangguan derbit, filamen, dan sebagainya,
serta tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati (Pratiwi, 2008).
5.        Metode Plating Techique
Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan di dasarkan
pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah dan memproduksi satu koloni
tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (colony forming unit) dengan cara
membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran
dilakukan pada plat dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300. Keuntungan metode ini
adalah sederhana, mudah dan sensitif karena menggunakan colony counter sebagai alat hitung
dapat digunakan untuk menghitung mikroorganisme pada sampel makanan, air ataupun tanah.
Kerugiannya adalah harus digunakan media  yang sesuai dan perhitungannya yang kurang akurat
karena satu koloni tidak selalu berasal dari satu individu sel (Pratiwi, 2008).
6.        Metode filtrasi membran
Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu sistem filter membran dengan bantuan
vaccum. Bakteri yang terperangkap selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah
koloni dihitung. Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan sistem
perhitungannya langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak ekonomis (Pratiwi, 2008).

Metode pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara tidak langsung dapat dilakukan


dengan beberapa metode sebagai berikut :
1.        Metode Viable Count
Kultur diencerkan sampai batas yang di inginkan. Kultur  encer ditumbuhkan kembali pada
media, sehingga di harapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni beberapa saat berikutnya,
biasanya 4-12 jam. Akan tetapi  cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah sel terhitung
biasanya lebih dari sebenarnya  (kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal dari 2 sel) dan tidak
dapat di aplikasikan pada bakteri yang tumbuh lambat. Pada metode tersebut yang perlu
diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus mendekati kelipatan 10 pada setiap pengencerannya.
Jika tidak pengenceran di anggap gagal. Misalnya cawan yang dapat dihitung jumlah selnya
adalah yang mempunyai jumlah sel sekitar 2-4 untuk sampel pengenceran (10-x ), 20-40 untuk
sampel pengenceran (10(x+1)) dan 200-400 untuk sampel pengenceran (10-(x+2)) (Purwoko, 2007).
2.        Metode Aktivitas Metabolik
Metode ini di dasarkan pada asumsi bahwa produk metabolit tertentu, misalnya asam atau
CO2, menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media. Misalnya pengukuran
produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang di hasilkan mikroorganisme (Pratiwi,
2008).
3.        Metode Berat Sel Kering
Metode ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan fungi berfilamen. Miselium
fungi dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat  kotor. Miselium selanjutnya dicuci dan
dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan ditimbang beberapa kali hingga mencapai
berat yang konstan yang dihitung sebagai berat sel kering (Pratiwi, 2008).

C.  Pengaruh Keterbatasan Nutrisi


Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber
energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen,
oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan
sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian.
Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan
sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di
lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan
higinis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar
pertumbuhannya terkendali.
Setiap unsur nutrisi mempunyai peran tersendiri dalam fisiologi sel. Unsur tersebut
diberikan ke dalam medium sebagai kation garam anorganik yang jumlahnya berbeda-beda
tergantung pada keperluannya. Beberapa golongan mikroba misalnya diatomae dan alga tertentu
memerlukan silika (Si) yang biasanya diberikan dalam bentuk silikat untuk menyusun dinding
sel. Fungsi dan kebutuhan natrium (Na) untuk beberapa jasad belum diketahui jumlahnya.
Natrium dalam kadar yang agak tinggi diperlukan oleh bakteri tertentu yang hidup di laut, algae
hijau biru, dan bakteri fotosintetik. Natrium tersebut tidak dapat digantikan oleh kation
monovalen yang lain. Jasad hidup dapat menggunakan makanannya dalam bentuk padat maupun
cair (larutan). Jasad yang dapat menggunakan makanan dalam bentuk padat tergolong tipe
holozoik, sedangkan yang menggunakan makanan dalam bentuk cair tergolong tipe holofitik.
Jasad holofitik dapat pula menggunakan makanan dalam bentuk padat, tetapi makanan tersebut
harus dicernakan lebih dulu di luar sel dengan pertolongan enzim ekstraseluler. Pencernaan di
luar sel ini dikenal sebagai extracorporeal digestion. Bahan makanan yang digunakan oleh jasad
hidup dapat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor atau
donor elektron. Dalam garis besarnya bahan makanan dibagi menjadi tujuh golongan yaitu air,
sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor tumbuh, dan
sumber nitrogen.
1. Air
Air merupakan komponen utama sel mikroba dan medium. Funsi air adalah sebagai
sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi. Selain itu air berfungsi sebagai pelarut
dan alat pengangkut dalam metabolisme.
2. Sumber energi
Ada beberapa sumber energi untuk mikroba yaitu senyawa organik atau anorganik yang
dapat dioksidasi dan cahaya terutama cahaya matahari.
3. Sumber karbon
Sumber karbon untuk mikroba dapat berbentuk senyawa organik maupun anorganik.
Senyawa organik meliputi karbohidrat, lemak, protein, asam amino, asam organik, garam asam
organik, polialkohol, dan sebagainya. Senyawa anorganik misalnya karbonat dan gas CO2 yang
merupakan sumber karbon utama terutama untuk tumbuhan tingkat tinggi.
4. Sumber aseptor elektron
Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan pemindahan elektron dari
substrat. Karena elektron dalam sel tidak berada dalam bentuk bebas, maka harus ada suatu zat
yang dapat menangkap elektron tersebut. Penangkap elektron ini disebut aseptor elektron.
Aseptor elektron ialah agensia pengoksidasi. Pada mikrobia yang dapat berfungsi sebagai aseptor
elektron ialah O2, senyawa organik, NO3-, NO2-, N2O, SO4 =, CO2, dan Fe3+.
5. Sumber mineral
Mineral merupakan bagian dari sel. Unsur penyusun utama sel ialah C, O, N, H, dan P.
unsur mineral lainnya yang diperlukan sel ialah K, Ca, Mg, Na, S, Cl. Unsur mineral yang
digunakan dalam jumlah sangat sedikit ialah Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu,
dan sebagainya yang tidak diperlukan jasad. Unsur yang digunakan dalam jumlah besar disebut
unsur makro, dalam jumlah sedang unsur oligo, dan dalam jumlah sangat sedikit unsur mikro.
Unsur mikro sering terdapat sebagai ikutan (impurities) pada garam unsur makro, dan dapat
masuk ke dalam medium lewat kontaminasi gelas tempatnya atau lewat partikel debu. Selain
berfungsi sebagai penyusun sel, unsur mineral juga berfungsi untuk mengatur tekanan osmose,
kadar ion H+ (kemasaman, pH), dan potensial oksidasireduksi (redox potential) medium.
6. Faktor tumbuh
Faktor tumbuh ialah senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan (sebagai
prekursor, atau penyusun bahan sel) dan senyawa ini tidak dapat disintesis dari sumber karbon
yang sederhana. Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam
jumlah sangat sedikit. Berdasarkan struktur dan fungsinya dalam metabolisme, faktor tumbuh
digolongkan menjadi asam amino, sebagai penyusun protein; base purin dan pirimidin, sebagai
penyusun asam nukleat; dan vitamin sebagai gugus prostetis atau bagian aktif dari enzim.
7. Sumber nitrogen
Mikroba dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk amonium, nitrat, asam amino, protein,
dan sebagainya. Jenis senyawa nitrogen yang digunakan tergantung pada jenis jasadnya.
Beberapa mikroba dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk gas N2 (zat lemas) udara.
Mikroba ini disebut mikrobia penambat nitrogen.
Unsur utama, sumber dan fungsi mereka dalam sel bakteri.
Elemen % dari berat Sumber Fungsi
kering
Karbon 50 Kompleks organik material Utama
atau CO 2 dari bahan selular
Oksigen 20 H 2 O, Kompleks Konstituen dari sel
organik, CO 2, dan dan sel bahan air;
O2 O 2 adalah menerima
elektron dalam
respirasi aerobik
Nitrogen +14 NH 3, NO 3, Konstituen dari
Kompleks asam amino, asam
organik, N 2 nukleik
nucleotides, dan
coenzymes
Hidrogen 8 H 2 O, Kompleks Utama dari
organik, H 2 organik
memanjang dan
sel air
Fosfor 3 anorganik Fosfat Konstituen dari
(PO 4) asam nukleik,
nucleotides,
phospholipids,
LPS, teichoic
asam
Belerang 1 SO 4, H 2 S, S o, Konstituen dari
belerang organik cysteine,
memanjang methionine,
glutathione,
beberapa
coenzymes
Kalium 1 Kalium GARAM Utama selular
dapur anorganik gigih
dan cofactor untuk
enzim tertentu
Magnesium 0,5 0,5 Magnesium Anorganik selular
GARAM dapur dengan gigih,
cofactor tertentu
untuk reaksi
enzimatis
Kalsium 0,5 0,5 Kalsium GARAM Anorganik selular
dapur dengan gigih,
cofactor untuk
enzim tertentu dan
komponen
endospores
Besi 0,2 0,2 GARAM dapur Komponen
besi tertentu
cytochromes dan
nonheme-besi dan
protein yang
cofactor untuk
beberapa reaksi
enzimatis

Penggolongan Mikroba Berdasarkan Nutrisi Dan Oksigen


1. Berdasarkan sumber karbon
Berdasarkan atas kebutuhan karbon jasad dibedakan menjadi jasad ototrof dan heterotrof.
Jasad ototrof ialah jasad yang memerlukan sumber karbon dalam bentuk anorganik, misalnya
CO2 dan senyawa karbonat. Jasad heterotrof ialah jasad yang memerlukan sumber karbon dalam
bentuk senyawa organik. Jasad heterotrof dibedakan lagi menjadi jasad saprofit dan parasit.
Jasad saprofit ialah jasad yang dapat menggunakan bahan organik yang berasal dari sisa jasad
hidup atau sisa jasad yang telah mati. Jasad parasit ialah jasad yang hidup di dalam jasad hidup
lain dan menggunakan bahan dari jasad inang (hospes)-nya. Jasad parasit yang dapat
menyebabkan penyakit pada inangnya disebut jasad patogen.
2. Berdasarkan sumber energi
Berdasarkan atas sumber energi jasad dibedakan menjadi jasad fototrof, jika menggunakan
energi cahaya; dan khemotrof, jika menggunakan energi dari reaksi kimia. Jika didasarkan atas
sumber energi dan karbonnya, maka dikenal jasad fotoototrof, fotoheterotrof, khemoototrof dan
khemoheterotrof. Perbedaan dari keempat jasad tersebut sbb:

Jasad Sumber Karbon Sumber energi


Fotoototrof Zat anorganik Cahaya matahari
Fotoheterotrof Zat organik Cahaya matahari

Khemotrof Zat anorganik Oksidasi zat anorganik

Khemoheterotrof Zat organik Oksidasi zat organik

3. Berdasarkan sumber donor elektron


Berdasarkan atas sumber donor elektron jasad digolongkan manjadi jasad litotrof dan
organotrof. Jasad litotrof ialah jasad yang dapat menggunakan donor elektron dalam bentuk
senyawa anorganik seperti H2, NH3, H2S, dan S. jasad organotrof ialah jasad yang
menggunakan donor elektron dalam bentuk senyawa organik.
4. Berdasarkan sumber energi dan donor elektron
Berdasarkan atas sumber energi dan sumber donor elektron jasad dapat digolongkan
menjadi jasad fotolitotrof, fotoorganotrof, khemolitotrof, dan khemoorganotrof. Perbedaan
keempat golongan jasad tersebut sbb:
Jasad Sumber energi Sumber elektron Contoh
donor
Fotolitotrof Cahaya Zat anorganik Tumbuhan tingkat
Fotoorganotrof Cahaya Zat organik tinggi, alga

Khemolitotrof Oksidasi zat Zat anorganik Bakteri belerang


fotosintetik
Khemoorganotrof anorganik Zat organik
Bakteri besi,
Oksidasi zat
bakteri
organik
hidrogen, bakteri
nitrifikasi

5. Berdasarkan kebutuhan oksigen


Berdasarkan akan kebutuhan oksigen, jasad dapat digolongkan dalam jasad aerob, anaerob,
mikroaerob, anaerob fakultatif, dan kapnofil. Pertumbuhan mikroba di dalam media cair dapat
menunjukkan sifat berdasarkan kebutuhan oksigen.
Obligat aerob Fakultatif anaerob Obligat anaerob Aerotoleran/Anaerob Mikroaerofil Jasad
aerob ialah jasad yang menggunakan oksigen bebas (O2) sebagai satusatunya aseptor hidrogen
yang terakhir dalam proses respirasinya. Jasa anaerob, sering disebut anaerob obligat atau
anaerob 100% ialah jasad yang tidak dapat menggunakan oksigen bebas sebagai aseptor
hidrogen terakhir dalam proses respirasinya. Jasad mikroaerob ialah jasad yang hanya
memerlukan oksigen dalam jumlah yang sangat sedikit. Jasad aerob fakultatif ialah jasad yang
dapat hidup dalam keadaan anaerob maupun aerob. Jasad ini juga bersifat anaerob toleran. Jasad
kapnofil ialah jasad yang memerlukan kadar oksigen rendah dan kadar CO2 tinggi.

Interaksi Antar Jasad Dalam Menggunakan Nutrien


Jika dua atau lebih jasad yang berbeda ditumbuhkan bersama-sama dalam suatu medium,
maka aktivitas metabolismenya secara kualitatif maupun kuantitatif akan berbeda jika
dibandingkan dengan jumlah aktivitas masing-masing jasad yang ditumbuhkan dalam medium
yang sama tetapi terpisah. Fenomena ini merupakan hasil interaksi metabolisme atau interaksi
dalam penggunaan nutrisi yang dikenal sebagai sintropik atau sintropisme atau sinergitik.
Sebagai contoh ialah bakteri penghasil metan yang anaerob obligat tidak dapat menggunakan
glukosa sebagai substrat, tetapi bakteri tersebut akan segera tumbuh oleh adanya hasil
metabolisme bakteri anaerob lain yang dapat menggunakan glukosa. Contoh lain ialah biakan
campuran yang terdiri atas dua jenis mikroba atau lebih sering tidak memerlukan faktor tumbuh
untuk pertumbuhannya. Mikroba yang dapat mensintesis bahan selnya dari senyawa organik
sederhana dalam medium, akan mengekskresikan berbagai vitamin atau asam amino yang sangat
penting untuk mikroba lainnya.
Adanya ekskresi tersebut memungkinkan tumbuhnya mikroba lain. Kenyataan ini dapat
menimbulkan koloni satelit yang dapat dilihat pada medium padat. Koloni satelit hanya dapat
tumbuh kalau ada ekskresi dari mikroba lain yang menghasilkan faktor tumbuh esensiil bagi
mikroba tersebut. Bentuk interaksi lain adalah cross feeding yang merupakan bentuk sederhana
dari simbiose mutualistik. Dalam interaksi ini pertumbuhan jasad yang satu tergantung pada
pertumbuhan jasad lainnya, karena kedua jasad tersebut saling memerlukanm faktor tumbuh
esensiil yang diekskresikan oleh masing-masing jasad.
D.  Kultur Kontinu (Kemostat dan Tubislostat)
Secara umum mikroba dapat ditumbuhkan dengan menggunakan medium padat atau
medium cair. Banyak produk pangan yang dibuat dengan menggunakan mikroba yang
ditumbuhkan pada medium padat terbagi media agar miring dan agar sebar biasanya
dipergunakan untuk tempe, tape, oncom dan berbagai jamur untuk konsumsi. Sebaliknya, banyak
pula produk mikrobia yang hanya dapat dihasilkan dan dipanen dengan cara menumbuhkan pada
medium cair, misal antibiotik, etanol, asam-asam amino. Kultivasi mikroba dapat dilakukan
dengan dua macam teknik meliputi kultur batch (kultur tertutup) dan kultur kontinyu
(sinambung).
Dalam kultivasi mikroba menggunakan teknik kultur kontinyu/sinambung, mikroba
ditumbuhkan secara terus menerus pada fase paling optimum untuk fase pertumbuhan yaitu fase
eksponensial dimana sel membelah diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat
mengikuti kurva logaritmik. Hal ini dilakukan dengan memberi nutrisi secara terus menerus
sehingga mikroba tidak pernah kekurangan nutrisi. Penambahan nutrisi/media segar ke dalam
bioreaktor dilakukan secara kontinyu, dimana dalam waktu yang sama larutan yang berisi sel dan
hasil produk hasil metabolisme dikeluarkan dari media dengan volume yang sama dengan
substrat yang diberikan. Kondisi tersebut menghasilkan keadaan yang “STEDY STATE” dimana
pembentukan sel-sel baru sama dengan sel-sel yang dikeluarkan dari fermentor. Pada kondisi
steady state konsentrasi nutrisi, konsentrasi sel, laju pertumbuhan dan konsentrasi produk tidak
berubah walaupun waktu fermentasi makin lama.
Laju pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh perbandingan antara laju aliran medium dan
volume kultur disebut dengan “Laju Dilusi (D)” dimana D = F/V, keterangan : F : Laju aliran V :
Volume D : Laju dilusi.
Dapat menggunakan sel mikroba untuk memaksimumkan waktu tinggalnya (retensi),
sehingga meningkatkan produktivitasnya. Dengan menggunakan kultur kontinyu, sel mikroba
atau produk metabolitnya dapat dipanen secara kontinyu. Teknik kultur kontinyu cocok untuk
diterapkan pada sistem produksi metabolit sel mikroba yang tidak berpengaruh pada
pertumbuhan selnya itu sendiri. Untuk industri bioteknologi berkapasitas besar, kultur kontinyu
menghasilkan efisiensi produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kultur batch asalkan
produk yang dihasilkan tidak berpengaruh negatif terhadap mikroba penghasilnya.
Gambar Teknik Kultivasi Kontinyu mikroba 3

Kelebihan Kultur Kontinyu

1.    Produktivitas lebih tinggi, disebabkan lebih sedikit waktu persiapan bioreaktor persatuan produk
yang dihasilkan, laju pertumbuhan & konsentrasi sel dapat dikontrol, pemasokan oksigen dan
pembuangan panas dapat diatur. Dengan demikian hanya butuh pabrik lebih kecil (pengurangan
biaya  modal untuk fasilitas baru).

2.    Dapat dijalankan pada waktu yang lama.

3.    Cocok untuk proses yang kontaminasnya rendah dan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan.

4.    Pemantauan dan pengendalian proses lebih sederhana.

5.    Tidak ada akumulasi produk yang menghambat.

Kelemahan Kultur Kontinyu


1.    Aliran umpan yang lama, resiko kontaminasi besar (operasi harus hati-hati & desain peralatan
lebih baik).

2.    Peralatan untuk operasi dan pengendalian proses harus biasa tetap bekerja baik untuk waktu
yang lama.
3.    Memerlukan mikroba dengan kestabilan genetik tinggi, karena akan digunkan pada waktu yang
lama (Irianto, 2007).

Pemberian nutrient secara kontinyu dan untuk mempertahankan keadaan steady state
dalam teknik kultivasi ini dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu: khemostat
dan turbidostat.
a. Khemostat
Teknik kultur kontinyu dengan cara kemostat dilakukan dengan menambahnkan nutrien
melalui sebuah tangki sedemikian rupa sehingga komposisi nutrient di dalam fermentor tempat
kultivasi mikrobia selalu dalam keadaan tetap. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur kecepatan
aliran medium baru ke dalam fermentor disesuaikan dengan aliran medium keluar fermentor
untuk di panen. Laju pertumbuhan sel diatue dengan cara mengatur konsentrasi salah satu
substrat terbatas dalam medium.
Di dalam sistem ini sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan
eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma. Continuous culture mempunyai ciri  ukuran
populasi dan kecepatan pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan  menggunakan khemostat.
Untuk mengatur proses di dalam khemostat, diaturkecepatan aliran medium dan kadar substrat
(nutrien pembatas). Sebagai nutrienpembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N
atau faktor tumbuh.Pada sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan
dalamkhemostat sehingga tetap konstan (misal V ml). Jika aliran masuk ke dalam tabungbiakan
adalah W ml/jam, maka kecepatan pengenceran kultur adalah D = W/V per jam.D disebut
sebagai kecepatan pengenceran (dilution rate). Populasi sel dalam tabungbiakan dipengaruhi oleh
peningkatan populasi sebagai hasil pertumbuhan danpengenceran kadar sel sebagai akibat
penambahan medium baru dan pelimpahanaliran keluar tabung biakan. Kecepatan
pertumbuhannya dirumuskan sebagai berikut:
dX/dt = μ X – DX = (μ – D) X.
Pada keadaan mantap (steady state), maka μ = D, sehingga dX/dt = 0.
Dengan sistem ini sel seolah-olah dibuat dalam keadaan setengah kelaparan, dengan
nutrien pembatas. Kadar nutrien yang rendah menyebabkan kecepatan pertumbuhan berbanding
lurus dengan kadar nutrien atau substrat tersebut, sehingga kecepatan pertumbuhan adalah
sebagai fungsi konsentrasi nutrien, dengan persamaan:
μ = μmax S / (Ks + S)
μmax: kecepatan pertumbuhan pada keadaan nutrien berlebihan
S : konstante nutrien
Ks : konstante pada konsentrasi nutrien saat μ = ½ μmax (Budiyanto, 2005)
GAMBAR
Keterangan:

1. Reservoir of steril medium (fresh)


2. Flow rate regulator
3. Air inlet
4. Air filter
5. Passage for inoculation
6. Siphon and Overflow
7. Growth camber
8. Receptacle (wadah)

b. Turbidostat
Teknik kultivasi denga system turbidostat dilakukan dengan menambahkan nutrient secara
kontinyu sehingga kerapatan sel selalu dalam keadaan tetap. Dalam teknik turbidostat, aliran
medium diatur berdasarkan atas kerapatan optic kultur mikrobia. Pertumbuhan konsentrasi sel
dipertahankan konstan dengan cara memonitor kekeruhan kultur.
Sistem ini didasarkan pada kerapatan bakteri tertentu atau kekeruhan tertentu yang
dipertahankan konstan. Ada perbedaan mendasar antara biak statik klasik dengan biak
sinambung dalam kemostat biak static arus dilihat sebagai sistem tertutup (boleh disamakan
dengan organisme sial, tahap stationer dan tahap kematian. Kalau pada biak sinambung
merupakan sistem terbuka yang mengupayakan keseimbangan aliran untuk organisme selalu
terdapat kondisi lingkungan yang sama.
Dalam pertumbuhan sinkron akan terjadi sinkronisasi pembelahan sel. Hal ini
dimaksudkan agar proses metabolisme siklus pembelahan bakteri dapat dipelajari disperlukan
suspensi sel yang mengalami pembelahan sel dalam waktu sama yaitu sinkron. Sinkronisasi
populasi sel dapat dicapai dengan berbagai tindakan buatan antara lain dengan merubah suhu
rangsangan cahaya, pembatasan nutrien atau menyaring untuk memperoleh sel-sel yang sama
ukurannya. Sinkronisasi pertumbuhan ini juga dimaksudkan untuk menyediakan stater dengan
usia yang sama (Budiyanto, 2005).
GAMBAR

Keterangan :

1. Reservoir of steril medium


2. Valve controling flow of medium
3. Outlet for spent medium
4. Foto sel
5. Sumber cahaya
6. Turbistat

Penggunaan Kultur Kontinyu Pada Industri

       Digunakan untuk penelitian fisiologi dan biokimia mikroba, dikarenakan kondisinya mantap,
laju pertumbuhan dapat diatur oleh laju air dan laju pertumbuhan dibatasi oleh konsentrasi
substrat pembatas, dapat digunakan untuk penelitian pengaruh substrat pembatas terhadap
kinerja mikroba.

       Untuk isolasi dan seleksi mikroba penghasil enzim menggunakan media diperkaya.

       Untuk produksi biomassa, contoh ICI (Imperial Chemical Industries, kapasitas bioreaktor 3000
m3, substrat metanol).

       Untuk produksi bir.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2011. www.studentsguide.in/microbiology/hemostat-and-
turbidostat.html. Diakses tanggal 4 Desember 2014 , pukul 10.00 WIB.
Anonim. (2009). Kurva Pertumbuhan Mikroba. ( http://www.try4know.co.cc).
Diakses pada tanggal 04 September 2013.
Budiyanto, 2001.  Peranan Mikroorganisme dalam Kehidupan Kita. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Budiyanto MAK, 2002.  Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Budiyanto MAK, 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Budiyanto, MAK. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Darneti. 2006. Pengantar Mikrobiologi. Andalas University Press : Padang.  
Dwidjoseputro.1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta.
Hadioetomo, Sri Ratna. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT.Gramedia :
Jakarta.
Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya.
Jawetz. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.
Mangunwidjaja, Djumali. 2006. Rekayasa Bioproses. Bandung: IPB Press.
Pelczar, Michael. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press : Jakarta.
Pratiwi, Slyvia T. 2006. Mikrobiologi Farmasi. Erlagga : Jakarta.
Purwoko,Tjahjadi. 2007. Fisologi Mikroba. Bumi Aksara : Jakarta.
Zulfadly. 2011. Saccharomyces.http://zhulmaycry.blogspot.com/. Diakses 12 Mei
2011 pukul 11.45 WITA di Samarinda
Rachdie. (2006). Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba.
Schlegel, Hans. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Stanier Roger, Edward Alderberg dan John Ingraham. 1982. Dunia Mikroba 1.
Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang
Prees. Malang.

Anda mungkin juga menyukai