Anda di halaman 1dari 16

kinetika pertumbuhan jamur

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme yang ditumbuhkan dalam media yang mengandung nutrient essensial kemudia
di tempatkan pada kondisi lingkungan seperti suhu dan PH yang tepat akan segera berkembang
biak. Pertumbuhan mikroba dapat diamati dari kenaikan konsentrasi mikroba. Melalui serangkaian
proses enzimatis, mikroba melakukan biosintesis molekul-molekul penyusun sel dan
menggandakan selnya. Kecepatan pertumbuhan mikroba merupakan respon terhadap substrat
(media pertumbuhan) yang disediakan dan kondisi lingkungannya.
1.2 Tujuan Percobaan

 Menguasai tahapan-tahapan pengembangbiakan jamur.


 Menguasai dan terampil membuat media padat, inokulum/starter, dan media pertumbuhan jamur.
 Menguasai dan terampil memilih metode yang tepat untuk menetukan konsentrasi biomassa
jamur.
 Memahai pola pertumbuhan jamur melalui grafik konsentrasi mikroba (X) terhadap waktu (t).
 Menguasai dan dapat menetukan fasa-fasa pertumbuhan jamur.
 Dapat menghitung dan mengevaluasi nilai laju pertumbuhan spesifik (µ) jamur.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kinetika Pertumbuhan


Pertumbuhan merupakan faktor yang sangat penting bagi suatu makhluk hidup. Pada
dasarnya pertumbuhan yaitu penambahan massa, ukuran, dan jumlah sel. Pada mikroorganisme
pertumbuhan sel dapat berubah langsung menjadi pertumbuhan populasi, jumlah sel bertambah
sangat cepat dengan waktu yang cepat pula. Mikroorganisme dapat tumbuh dibawah pengaruh
fisik, kimia, dan kondisi nutrient. Pada nutrient yang cocok mikroorganisme menguraikan nutrient
dari media dan mengubahnya dalam komposisi-komposisi biologi. Sebagian dari nutrient-nutrient
digunakan untuk memproduksi energi dan sebagian lagi digunakan untuk biosintesis dan
pembentukkan produk. Pertambahan massa sel seiring dengan waktu dapat digambarkan sebagai
berikut:
Substrat + Sel/mikroorganisme  Mikroorganisme + Produk
Pertumbuhan mikroorganisme merupakan contoh yang baik pada suatu reaksi autokatalis.
Pertumbuan mikrobial biasanya dicirikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan
massa atau jumlah sel. Waktu ganda massa dapat berbeda dengan waktu ganda sel, karena massa
sel dapat meningkat tanpa peningkatan jumlah sel. Laju pertumbuhan ditunjukkan langsung oleh
konsentrasi sel dan penambahan jumlah sel (biomassa) yang merupakan keluaran yang normal dari
reaksi tersebut. Namun demikian, bila pada suatu lingkungan tertentu interval antara massa sel
atau penggandaan jumlah konstan dengan waktu, maka organisme itu tumbuh pada kecepatan
eksponensial. Laju pertumbuhan mikroorganisme dicirikan dengan laju pertumbuhan spesifik
(specific growth rate) dinyatakan sebagai berikut: dCx/dT = µ Cx
dimana: Cx = Konsentrasi sel dalam gram/liter
` t = waktu
µ = laju pertumbuhan spesifik dalam jam-1

Dengan membuat grafik In Cx terhadap t, maka didapat tg α = µ


Metode-metode yang digunakan untuk evaluasi populasi mikroorganisme yaitu:
a. Metode langsung : (menggunakan mikroskop) perhitungan jumlah sel, dan counting
chamber, selain itu dengan penetapan bahan kering seluler.
b. Metode tidak langsung : turbidimetri, spektrofotometri, dan pengenceran.
Metode-metode tersebut digunakan untuk memantau dan mengkaji fenomena pertumbuhan
mikroorganisme. Untuk lebih jelasnya dapat diamati dengan kurva pertumbuhan yaitu sebagai
berikut :
KURVA PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

Aspergillus adalah suatu mikroba ang ditemukan hampir di seluruh dunia. Aspergillus
pertama kali ditemukan pada tahun 1729 oleh ilmuwan biologi bernama Pietro Antonio
Micheli. Aspergillus merupakan jenis mikroba yang bersifat aerob dan ditemukan hampir disemua
lingkungan yang kaya akan oksigen, dimana biasanya mereka tumbuh membentuk suatu
permukaan di suatu subtrat sebagai hasil dari pada tekanan oksigen yang tinggi. Banyak jenis
Aspergillus mempertunjukan olygotropi dimana ada suatu ketidaklengkapan baik gizi ataupun
nutriennya.
Beberapa jenis Aspergillus ada yang bersifat merusak yaitu menyebabkan peradangan
ataupun infeksi baik pada manusia maupun pada hewan sekalipun. Jenis dari pada aspergillus yang
dapat menyebabkan penyakit serius adalah Aspergillus Fumigatusdan Aspergillus Flavus.
Aspergillus Fumigatus dapat membentuk aflatoksin yang dapat menyebabkan kanker dan dapat
mencemari makanan, sedangkan Aspergillus Fumigatusdapat menyebabkan alergi
umum Sedangkan ada pula Aspergillus yang menguntungkan bagi dunia industry bioproses
seperti pembuatan sake yang dikembangkan oleh Negara Jepang. Aspergillus Oryzae digunakan
untuk mengkonversi tajin dalam beras (glukosa) menjadi gula sederhana yang difermentasikan
oleh

Jasad renik lain, seperti ragi dan asam


laktat. Sedangkan Aspergillus Nigerdigunakan dalam pembuatan cuka dari jeruk.

Gambar 2.1 Beberapa jenis Aspergillus

2.2 FASA-FASA PADA KINETIKA PERTUMBUHAN


2.2.1 Fase Lag
Fase awal adalah fase sejak inokulasi sel pada medium dan merupakan suatu periode
adaptasi. Pada fasa ini sebagian besar mikroba menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan
barunya dan belum mengadakan perbanyakan sel, bahkan sebagian selnya mati, hanya sel yang
kuat saja yang bertahan hidup. Dan sintesis enzim sudah terjadi. Selama fase ini massa sel dapat
berubah tanpa adanya suatu perubahan jumlah sel. Dapat juga terjadi fase awal yang palsu
bilamana inokulum yang diberikan terlalu sedikit atau mempunyai viabilitas yang rendah. Suatu
saat bila perubahan-perubahan telah terjadi, maka sel-sel bergerak kearah fase tumbuh. Fase ini
biasanya merupakan fase eksponensial atau fase logaritmik. Ciri daripada fasa ini adalah Tidak
ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta
bertambahnya substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri.
Faktor penentu fase lag:
a. Medium dan lingkungan pertumbuhan; jika medium sama dengan medium sebelumnya, waktu
adaptasi pendek atau tidak ada, jika sangat berbeda pelu waktu untuk sintesis enzim yang
dibutuhkan untuk metabolisme (pembentukan enzim induktif).
b. Kondisi starter/inokulum
- Jumlah inokulum; jumlah sel awal yang semakin tinggi mempercepat fase adaptasi
- Germinasi spora; bila mikroba yang ditanam pada medium ada dalam bentuk spora dan bukan sel
vegetatif maka bila ia ditanam dalam medium dengan kondisi lingkngan yang baik , ia akan
berubah menjadi bentuk sel vegetatif dan ini memerlukan sedikit waktu
- Mutan yag baru terbentuk perlu waktu untuk adaptasi dengan lingkngan yang baru.
2.2.2 Fasa Petumbuhan Dipercepat (Decelerated Growth Phase)
Pada fasa ini mikroba telah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sel mulai
membelah diri dengan kecepatan rendah, ukuran sel dapat mencapai maksimum serta mulai adanya
aktivitas metabolisme.
2.2.3 Fasa Eksponensial (Exponential/ Logarithmic Growth Phase )
Pada fasa ini pembelahan mikroba sangat cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik.
Dalam kondisi kultur yang optimum, sel mikroba mengalami reaksi metabolisme yang maksimum.
Selama fase logaritma, konsentrasi nutrient esensial ada dalam keadaan cukup jenuh untuk
menunjang reaksi-reaksi metabolisme utama dari pertumbuhan. Pada saat ini paling sensitif
terhadap lingkungan
Fase logaritmik dicirikan oleh suatu garis lurus pada plot semilog antara In x melawan
waktu. Periode ini adalah keadaan pertumbuhan yang seimbang atau mantap, dengan laju
pertumbuhan spesifik. µ konstan dan selnya membelah diri dengan laju yang konstan, massa
menjadi dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang.
Kekhususan fase logaritmik
a. Bila populasi sel yang sedang mengalami fasa ini dipindahkan ke dalam medium baru dengan
komposisi nutrient dan kondisi lingkungan yang sama maka di dalam medium baru populasi sel
ini akan langsung mengalami fasa logaritma tanpa mengawali pertumbuhan dengan fasa
pertumbuhan awal/pertumbuhan diercepat.
b. Ditinjau dari sel bakteri secara individual, pada fase ini ukuran sel minimum dengan dinding sel
yang tipis, karena sel membelah diri dengan sangat aktif, sintesa makrmolekul dari komponen sel
berlomba dengan waktu.
2.2.4 Fasa Pertumbuhan Diperlambat (Negative Decelerated Growth Phase)
Pada fasa ini laju pertumbuhan diperlambat, karena nutrisi dalam medium sudah sangat
berkurang, dan adanya hasil-hasil metabolisme yan mungkin beracun atau menhambat
pertumbuhan mikroba. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, api jumlah populasi masih naik
karena jumla sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati.
2.2.5 Fasa Stationer (Stationary Phase)
Pada fasa ini kecepatan pertumbuhan adalah nol. Jumlah sel baru sebagai hasil reproduksi,
seimbang dengan jumlah sel yang mati. Ini menyebabkan grafiknya linier dan sejajar dengan
absisnya. Reproduksi sel masih terjadi selama fasa ini menggunakan cadangan makanan yang ada
dalam protoplast sebagai building blocks pembangun sel yang baru. Karena kekurangan nutrisi,
sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fasa
logaritmik. Pada fasa ini lebih tahan terhadap keadaan ekstrim, seperti panas, dingin, radiasi, dan
bahan kimia. Muncul modifikasi struktur biokimiawi sel.
Bila dilanjutkan, beberapa kejadian masih mungkin timbul meskipun pertumbuhan telah
terhenti, metabolisme dan akumulasi produk masih terjadi di dalam sel atau di dalam cairan. Massa
sel total dapat tetap konstan, tetapi jumlah sel hidup cenderung menurun. Pada saat ketahanan
hidup menurun, lisis sel mungkin terjadi dan massa sel akan menurun
Lisis sel akan menyebabkan terjadinya suatu medium yang kompleks dari produk-produk
hasil lisis, oleh karena itu suatu pertumbuhan yang sekunder, disebut pertumuhan kriptik akan
erjadi. Sering juga terjadi metabolik sekunder yang kurang penting terbentuk oleh enzim-enzim
yang sebelumnya tidak terdapat atau tidak berfungsi dalam sel. Selain itu terjadinya penumpukan
racun akibat metabolisme sel dan kandungan nutrien mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi
nutrisi sehingga beberapa sel mati dan lainnya tetap tumbuh sehingga jumlah sel menjadi konstan.
2.2.6 Fasa Kematian Dipercepat
Pada fasa ini jumlah kematian sel mulai dipercepat.

2.2.7 Fasa Kematian (Death Pahse)


Pada fasa ini jumlah sel yang hidup makin lama makin menurun, sedangkan jumlah
kematian (mortalitas) sel semakin banyak. Kematian ini desebabkan oleh kondisi lingkungan yang
makin memburuk, terutama oleh makin banyaknya akumulasi hasil metabolisme yang toksik
terhadap sel (metabolit sekunder). Pada fase ini nutrisi dalam medium sudah habis, energi
cadangan dalam sel habis. Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi,
menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara
eksponensial. Lamanya fasa ini tergantung pada species dari mikrobanya dan kondisi
lingkungannya sendiri.
2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROBA
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan suatu hal yang
penting untuk diketahui. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba sangat penting di dalam mengendalikan mikroba. Berikut ini faktor-faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba:
a) Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber
energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen,
oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan
sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian.Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang
menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh
berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan
bersih dan higinis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar
pertumbuhannya terkendali.
b) Suhu/Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan pertumbuhan
mikroorganisme.Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan:
1) Apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya
apabila suhu turun, maka kecepatan metabolism akan menurun dan pertumbuhan diperlambat.
2) Apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, kompenen sel
menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi mati.
Berdasarkan hal di atas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme
digolongkan menjadi tiga,yaitu:
a) Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan terhenti.
b) Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan optimum (disebut
juga suhu inkubasi)
c) Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada diatasnya maka pertumbuhan tidak terjadi.
Sehubungan dengan penggolongan suhu di atas, maka mikroba digolongkan menjadi:
Tabel 1 : Penggolongan Bakteri menurut suhu

Kelompok Suhu Minimum Suhu Optimum Suhu Maksimum


Psikrofil - 15o C. 10o C. 20o C.
Psikrotrof - 1o C. 25o C. 35o C.
Mesofil 5 – 10o C. 30 – 37o C. 40o C.
Thermofil 40o C. 45 – 55o C. 60 – 80o C.
Thermotrof 15o C. 42 – 46o C. 50o C.
Berdasarkan ketahanan panas, mikroba dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu
a. Peka terhadap panas, apabila semua sel rusak apabila dipanaskan pada suhu 60oC selama 10-20
menit.
b. Tahan terhadap panas, apabila dibutuhkan suhu 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
c. Thermodurik, dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60oC selama 10-20 menit tapi kurang dari 100oC
selama 10 menit untuk mematikan sel.
c) Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang
berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 8,0 – 8,0 dan nilai pH
di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
d) Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan
oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi:
Aerobik : hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
Anaerob : hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.
e) Kadar Air
Air sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba, air tidak hanya
komponen utama dari pada plasma sel mikroba, namun air penting bagi pelarutan makanan
sebelum makanan tersebut dapat diserap oleh sel. Selain itu juga kekurangan air dapat
menyebabkan kekeringan sel sehingga dapat mematikan mikroba
f) Cahaya
Kebanyakan mikroba dapat dirusak oleh cahaya tak langsung dari matahari dan dalam
waktu beberapa jam saja dapat dapat dimatikan oleh cahaya yang langsung mengenainya. Sinar
violet, ultraviolet, dan biru sangat kuat untuk mematikan pertumbuhan mikroba.
g) Tekanan Osmosa
Sel-sel mikroba dibalut oleh suatu membran yang semifermiabel. Membran ini dapat
melewatkan air masuk ke dalam sel begitu pula sebaliknya membrane ini mampu menahan zat-zat
yang larut di dalam cairan dimana sel-sel itu berada. Untuk tidak masuk ke dalam sel atau menahan
zat terlarut dalam sitoplasma untuk keluar dari sel. Sel-sel merupakan suatu unit osmosis yang
kecil yang responsive terhadap perubahan-perubahan pada cairan dalam lingkungan.
2.5 Aspergillus niger
Gambar 2.2 Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah
diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monolialesdan kelas Fungi
imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial
dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase,
amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum),
6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup
(aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan
konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat,
cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur.
Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat.
Aspergillus niger memerlukan mineral (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl2.7H2O,
FeSO4, MnSO4.H2O untuk menghasilkan enzim sellulase. Sedangkan untuk enzim amilase
khususnya amiglukosa diperlukan (NH4)2SO4, KH2PO4 .7H2O, Zn SO4, 7H2O. Bahan organik
dengan kandungan nitrogen tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan organik yang
rendah kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap selanjutnya bahan organik
yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi lebih cepat daripada bahan organik dengan
kandungan nitrogen tinggi. Penurunan bahan organik sebagai sumber karbon dan nitrogen
disebabkan oleh Aspergillus niger sebagai sumber energinya untuk bahan penunjang pertumbuhan
atau Growth factor. Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat
makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat
langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap
ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler. Bahan organik dari substrat
digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan
mobilitas sel
BAB III
PERCOBAAN

Bahan yang digunakan:


a. Kultur murni jamur Aspergillus niger dalam agar miring (Potato Dextrose Agar)
b. 100 ml media cair steril untuk starter/inokulum dengan komposisi:
Nutrient Konsentrasi (gr)
Glukosa 142
(NH4)CO3 2,0
KH2PO4 1,4
MgSO4.7H2O 1,0
FeCl3 0,5 c. 12 buah erlenmeyer 100 ml yang berisi 50
ZnSO4 - ml media cair steril sebagai media
Aquadest 1 liter pertumbuhan dengan komposisi yang sama
dengan media untuk starter.
d. Kertas saring 12 lembar.

Alat yang digunakan:


1. Erlenmeyer 100 ml
2. Corong gelas
3. Neraca analitik
4. Oven
5. Sentrifuge
6. Tabung sentrifuge plastik 10 ml
7. pipet steril 10 ml 12 buah

Pembuatan Inokulum Dan Media Pertumbuhan


Pembuatan Kurva Pertumbuhan Dengan Metoda Berat Sel Kering
BAB IV
DATA PENGAMATAN

4.1 Pengolahan Data


Tabel 4.1 Pengamatan Pertumbuhan Jamur

T Waktu (jam) Berat kertas + Berat kertas kosong Berat


Biomassa (gr) Biomassa
(gr)
t0 2 0,84 0,54 0,3
t1 2 0,84 0,54 0,3
t2 7 0,86 0,54 0,32
t3 22 1,06 0,54 0,52
t4 31 0,84 0,54 0,30
t5 94 1,08 0,54 0,54
t6 103 0,87 0,54 0,33
t7 118 0,91 0,54 0,37
t8 127 1,14 0,53 0,71
t9 142 1,73 0,53 1,20
t10 151 0,97 0,54 0,43
Grafik 4.1 Grafik Laju Pertumbuhan Aspergillus Niger

Tabel 4.2 Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik Aspergillus niger


No Waktu (t) Ln X
1 31 1.791759
2 94 2.379546
3 103 2.653242
4 118 3.178054

Grafik 4.3 Laju Pertumbuhan Spesifik

jadi nilai µ dari kinetika pertumbuhan Aspergillus Niger diambil dari linieritas grafik t terhadap
ln x sebesar :
y = 0.0116x + 1.3909
µ = 0.0116 jam-1

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Percobaan yang kami lakukan adalah kinetika pertumbuhan jamur dengan menggunakan
jamur Aspergillus Niger. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam percobaan kinetika
pertumbuhan suatu organisme, misalnya metode gravimetri, metode counting chamber, metode
platting koloni, metode spektrofotometri, dan sebagainya. Metode yang kami gunakan dalam
percobaan ini adalah metode gravimetri, yakni dengan menghitung berat sel kering. Metode yang
dipilih dan digunakan dalam analisis kuantitatif harus tepat agar data yang diperoleh sesuai dengan
yang kita harapkan. Dalam percobaan kinetika pertumbuhan jamur, metode gravimetri dilakukan
dengan menyaring media berisi biakan dengan menggunakan kertas saring kemudian, kemudian
dioven selama kurang lebih 12 jam dan ditimbang beratnya. Berat biomassa adalah berat kertas
saring setelah penyaringan dikurangi berat kertas saring kosong sebelum penyaringan.
Media yang digunakan adalah media cair. Komposisi media cair steril yang digunakan
terdiri dari glukosa, (NH4)CO3, KH2PO4, Mg2SO4.7H2O, FeCl3, ZnSO4, dan aquadest. Media
yang digunakan untuk biakan harus mengandung substrat dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur
selama pengembang biakan. Berdasarkan komposisinya, sumber sumber nutrisi seperti sumber C
(karbon) diperoleh dari glukosa, sumber nitrogen diperoleh dari (NH4)CO3, sumber Posfat
diperoleh dari KH2PO4, sumber Fe diperoleh dari FeCl3, dan sumber Zn diperoleh dari ZnSO4.
Terdapat perbedaan komposisi antara media inokulum (starter) dengan media pertumbuhan, yakni
pada media inokulum digunakan sukrosa sedangkan pada media pertumbuhan digunakan media
glukosa. Glukosa merupakan monosakarida yang mudah terurai atau terhidrolisis sehingga
kandungan glukosa pada media akan mempercepat fase lag. Berbeda dengan komposisi media
pada media pertumbuhan bakteri yang terdiri dari glukosa, peptom, beef extract, yeast extract,
KH2PO4, Mg2SO4.7H2O. Bila dibandingkan kedua media tersebut, media pertumbuhan bakteri
lebih kompleks dibandingkan dengan media pertumbuhan jamur. Hal ini disesuaikan dengan sifat
jamur dan bakteri. Jamur mudah beradaptasi dengan lingkungannya dibandingkan dengan bakteri
sehingga komposisi untuk media jamur tidak terlalu kompleks dibandingkan dengan komposisi
media pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan metode gravimetri, dapat dibuat kurva
pertumbuhan jamur dengan membuat kurva waktu (t) terhadap konsentrasi biomassa x dalam berat
kering. Melalui kurva tersebut dapat diketahui waktu saat fase adaptasi hingga fase kematian dan
dapat ditentukan pula laju pertumbuhan maksimal. Berdasarkan kurva pertumbuhan tersebut,
diperoleh fasa-fasa pertumbuhan jamur yakni:
 Fase lag, segera terjadi setelah inokulasi. Pada fase ini, jamur beradaptasi dengan lingkungannya.
Namun, kami tidak mengambil data ketika fase lag terjadi. Fase lag terjadi saat t0.
 Fase eksponensial atau fase percepatan pertumbuhan. Fase ini merupakan fase penting dalam
pertumbuhan mikroba. Fase eksponensial terjadi pada t2 (hari kedua) yakni pada rentang waktu 10
jam hingga t7 (hari ke keempat) yakni pada rentang waktu 79,5 jam. Dari fasa eksponensial
tersebut diperoleh laju pertumbuhan maksimum karena terjadi penambahan jumlah sel yang sangat
besar pada waktu tersebut ditandai dengan peningkatan kurva yang sangat tajam (menanjak).
 Fase perlambatan pertumbuhan, terjadi pada t8 yakni pada rentang waktu 93,5 jam. Pada fase
ini, mikroorganisme mulai kehabisan nutrisinya dan lingkungannya yang mulai tidak sesuaisehingga
konsentrasi biomassanya pun menjadi berkurang.
 Fase stasioner, terjadi pada t9 dan t10, yakni terjadi pada rentang waktu 102,5 hingga 116,5 jam.
Pada fase ini, jumlah sel hidup sama dengan jumlah sel yang mati (jumlah sel konstan), karena
nutrien sudah berkurang, sehingga kurva yang dihasilkan mendatar.
 Fase kematian, terjadi pada t11 hingga t12 yakni pada rentang waktu 125, 5 jam hingga 139, 5 jam.
Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel.
Kemudian dibuat grafik antara ln X (ln dari berat sel kering) terhadap t (waktu)(jam).
Berdasarkan kurva yang telah dibuat didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik sebesar 0 jam-
1
. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan spesifik bakteri, nilai laju pertumbuhan spesifik
bakteri (µ) pada kelompok lain adalah sebesar 0,0002. Sehingga dapat dikatakan laju pertumbuan
spesifik jamur lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan spesifik bakteri.
Adapun pada tahap awal inkubasi, pH awal media berisi biakan adalah 6. Sedangkan
setelah beberapa hari diinkubasi, pH menjadi 3. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba
menghasilkan produk berupa asam, yakni asam sitrat.
Dalam proses pertumbuhan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
diantaranya adalah jenis nutrisi, temperatur, pengadukan, pH, kadar air, oksigen, tekanan osmosis,
dan cahaya.

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal,
diantaranya sebagai berikut:
 Percobaan yang kami lakukan menggunakan jamur Aspergillus Niger. Aspergillus nigeradalah
sejenis jamur atau mikroorganisme yang berasal dari keluarga fungi yang dapat tumbuh dalam
media cair dengan kandungan nutrisi ekstrak kentang dan dextrose pada kondisi asam.
 Laju pertumbuhan maksimum dari Aspergillus Niger berlangsung pada t2 hingga t7.
 Fase pertumbuhan Aspergillus Niger :
1. Fase lag atau fase adaptasi berlangsung pada t0, segera setelah inokulasi.
2. Fase eksponensial terjadi pada t2 (hari kedua) yakni pada rentang waktu 10 jam hingga t7 (hari ke
keempat) yakni pada rentang waktu 79,5 jam.
3. Fase perlambatan pertumbuhan, terjadi pada t8 yakni pada rentang waktu 93,5 jam.
4. Fase stasioner, terjadi pada t9 dan t10, yakni terjadi pada rentang waktu 102,5 hingga 116,5 jam.
5. Fase kematian, terjadi pada t11 hingga t12 yakni pada rentang waktu 125, 5 jamhingga 139, 5 jam.

 Berdasarkan kurva antara ln X (ln dari berat sel kering) terhadap t (waktu)(jam) yang telah
dibuat diperoleh nilai laju pertumbuhan spesifik sebesar 0 jam-1
 Pada tahap awal inkubasi, pH awal media berisi biakan adalah 6. Sedangkan setelah beberapa
hari diinkubasi, pH menjadi 3.
 Produk yang dihasilkan oleh jamur atau mikroba berupa asam sitrat.

6.2 Saran
Dalam praktikum kinetika pertumbuhan jamur ini, perlu diperhatikan temperatur. Jika
inokulum dimasukkan ke dalam lemari pendingin, sebelum diinkubator inokulum tersebut harus
didiamkan terlebih dahulu hingga mencapai suhu kamar agar inokulum kembali aktif. Selain itu,
kertas saring yang digunakan unuk menyaring jamur, tidak boleh terlalu tebal karena akan
menyebabkan proses penyaringan berlangsung lama.
DAFTAR PUSTAKA
Djumali M & Ani Suryani, “Teknologi Bioproses”, Penebar Swadaya, 1994
E. Gumbira Sa’id, “Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi”, PAU Bioteknologi IPB, 1987
Manfaati, Rintis. 2011. “Jobsheet Praktikum Bioproses”, Teknik Kimia POLBAN
MW, Emmanuela, dkk. “Buku Petunjuk Praktikum Dasar Bioproses”, Jurusan Teknik Kimia:
Politeknik Negeri Bandung.
P.F. Stanbury & A. Whitaker. 1984. “Principles of Fermentation technology”, Pergamon Press

Anda mungkin juga menyukai