Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FERMENTASI

KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN SISTEM


KULTUR

Disusun Oleh :
Sri Ayu Wulandari (125090201111008)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
1

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah kimia unsur dengan judul Kurva Pertumbuhan
Bakteri dan Sistem Kultur dengan baik dan lancar. Dalam penyusunan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak terkait yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Selanjutnya kami sebagai penulis berharap agar penulisan makalah ini bermanfaat dan
menambah wawasan bagi mahasiswa Universitas Brawijaya Malang khususnya mahasiswa
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Kimia.
Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini.Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan sehingga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Malang, 11 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
1.
2.
3.
4.

Cover 1
Kata pengantar. 2
Daftar Isi.. 3
Pendahuluan
- Latar Belakang.. 4
- Rumusan Masalah. 4
- Tujuan 5
5. Pembahasan
- Pengertian pertumbuhan mikroba...................................................................... 7
- Kinetika pertumbuhan mikroba atau bakteri...................................................... 7
- Kurva pertumbuhan mikroba tau bakteri............................................................ 7
- Fase- fase pada kurva penumbuhan mikroba atau bakteri................................ 8
- Sistem atau metode kultur mikroba atau bakteri............................................... 11
- Teknik mengukur pertumbuhan populasi mikroba atau bakteri........................ 15
- Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba atau bakteri.......... 16
6. Penutup
- Kesimpulan.. 21
7. Daftar Pustaka ......................................................................................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar, terlebih
mikroorganisme. Salah satunya yaitu menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya.
Perubahan faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba seperti pada fungi dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan,
mikroba menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, dan untuk menunjang
pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya,
tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai
tipe mikroba khususnya bakteri, tentunya diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor
lingkungan yang sesuai. Salah satu faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba yaitu faktor suhu, temperatur dan faktor kimia. Bakteri termasuk
jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Bakteri
merupakan mikroba yang mengalami pertumbuhan yang cepat ditandai dengan
pertumbuhan dengan membentuk semacam koloni. Waktu generasi pada setiap bakteri
tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20 menit bahkan ada yang memerlukan sampai
berjam-jam atau berhari-hari. Pertumbuhan bakteri dalam suatu medium mengalami fasefase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner dan fase kematian.

1.2.

Rumusan Masalah
1) Jelaskan pengertian pertumbuhan mikroba?
2) Bagaimana kinetika pertumbuhan mikroba atau bakteri ?
3) Bagaimana kurva pertumbuhan mikroba tau bakteri ?
4) Jelaskan fase fase pada kurva penumbuhan mikroba atau bakteri ?
5) Bagaimana sistem atau metode kultur mikroba atau bakteri ?
6) Bagaimana teknik mengukur pertumbuhan populasi mikroba atau bakteri?
7) Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba atau bakteri ?

1.3.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian,

kinetika, kurva, fase-fase pada kurva pertumbuhan mikroba, sistem atau metode kultur
4

bakteri atau mikroba, teknik mengukur pertumbuhan populasi mikroba, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PERTUMBUHAN MIKROBA
Pertumbuhan secara umum dapat didefisinikan sebagai pertambahan secara teratur
semua komponen didalam sel hidup. Dengan demikian pertambahan ukuran yang
diakibatkanoleh bertambahnya air atau karena penumpukan lemak, bukan merupakan
pertumbuhan. Pertumbuhan makhluk hidup dapat juga ditinjau dari 2 sudut, yakni
pertumbuhan individu (sel) dan pertumbuhan kelompok sebagai satu populasi (Purwoko,
2007).
Pertumbuhan sel diartikan sebagai adanya penambahan volume sel serta bagianbagian lainnya, dapat juga diartikan sebagai penambahan kuantitas isi dan kandungan di
dalam sel. Sedangkan pertumbuhan populasi merupakan akibat pertumbuhan individu.
Misalnya, dari satu sel menjadi dua, dari dua sel menjadi empat, dari sempat sel menjadi
delapan sel (Purwoko, 2007).
Pada mikroorganisme, pertumbuhan individu (sel) dapat berubah langsung menjadi
pertumbuhan populasi. Sehingga batas antara pertumbuhan sel dan pertumbuhan populasi,
serta sebagai satu kesatuan populasi yang kemudian terjadi. Pertumbuhan dalam keadaaan
kesetimbangan bila terjadi secara teraturpada kondisi konstan, sehingga jumlah
pertambahan komponen kimia juga konstan (Purwoko, 2007).
Istilah pertumbuhan yang di gunakan pada bakteri adalah perubahan dalam
pertambahan total masa sel dan bukan pertumbuhan dalam suatu individu organisme saja.
Karena massa sel relatif sama pada siklus sel, maka pertumbuhan dapat juga didefinisikan
sebagai pertambahan jumlah sel. Kondisi pertumbuhan seimbang pada suatu pertumbuhan
pertambahan semua komponen selular secara teratur. Akibatnya pertumbuhan dapat
ditentukan tidak hanya dengan cara mengukur jumlah sel tetapi juga dengan mengukur
jumlah berbagai komponen selular ( RNA, DNA dan Protein) dan juga produk-produk
metabolisme tertentu (Pelczar, 2005).
2.2. KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI
Kinetika pertumbuhan mikroba digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat
pertumbuhan mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikrobia dapat digambarkan dalam

bentuk kurva pertumbuhan populasi mikroba yang ditumbuhkan dalam batch culture atau
continuous culture (Suriawiria, 2005).
A. Penumbuhan mikroba dalam sistem batch culture
Penumbuhan mikroba dalam sistem batch culture merupakan sistem kultur
tertutup (menggunakan tabung reaksi atau flask) tanpa adanya penambahan medium
baru ke dalam kultur. Mikrobia dalam sistem tertutup mengalami 4 fase pertumbuhan,
secara berurutan meliputi fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian.
Pertumbuhan mikrobia dalam sistem tertutup menyebabkan fase eksponensial mikrobia
sangat terbatas (Suriawiria, 2005).Tipe pertumbuhan mikrobia dalam batch culture
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Populasi Mikroba dalam Batch Culture.


Pada Gambar 1 menggambarkan jumlah berat kering sel mikroba (dalam bentuk log)
yang ditumbuhkan dalam periode inkubasi (waktu) tertentu. Mikroba akan mengalami
fase pertumbuhan populasi berdasarkan laju peningkatan jumlah individu mikroba
selama waktu tertentu (Suriawiria, 2005).
a. Fase Lag
Fase lag merupakan waktu yang dibutuhkan mikrobia untuk tumbuh beradaptasi
di dalam medium baru. Adaptasi mikrobia dilakukan untuk mensintesis enzim-enzim
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan lebih lanjut. Pada fase lag terjadi pertambahan
massa dan volume sel mikrobia. Panjang atau pendeknya interval fase lag tergantung
7

pada jenis inokulum mikrobia, medium yang sedikit nutrisi dan kondisi pertumbuhan
mikrobia saat diinokulasikan (Schlegel, 1994).
Ada 3 alasan mikrobia kembali ke fase lag, yaitu (Schlegel, 1994):
1. Inokulum hidup yang digunakan berasal dari kultur medium lama (saat mikrobia
dalam fase stasioner) dipindahkan ke dalam komposisi medium baru yang sama.
Keadaan mikrobia kembali ke fase lag karena mikrobia sudah tidak memiliki
metabolit penting untuk menunjang kehidupannya. Oleh karena itu, mikrobia
membutuhkan rentang waktu untuk melakukan biosintesis kembali. Mikrobia
yang diinokulasikan mengalami kerusakan sel (tidak mati) akibat perubahan suhu,
radiasi atau bahan kimia toxic. Fase lag dibutuhkan mikrobia untuk memperbaiki
kerusakan sel nya.
2. Populasi mikrobia yang diinokulasikan berasal dari medium kaya nutrisi
dipindahkan ke dalam medium yang sedikit nutrisinya. Mikrobia membutuhkan
waktu untuk menghasilkan enzim baru yang digunakan untuk mensintesis
metabolit essensial.
3. Populasi mikrobia tidak akan mengalami fase lag jika inokulum yang digunakan
berasal dari populasi mikrobia yang mengalami pertumbuhan fase eksponensial
dan ditumbuhakan pada kondisi medium yang sama.
b. Fase Eksponensial
Pada fase eksponensial, populasi mikrobia mengalami pembelahan paling
tinggi dan konstan dalam waktu generasi yang pendek. Waktu generasi mikrobia
merupakan waktu yang dibutuhkan sel mikrobia untuk membelah menjadi 2 sel.
Setiap sel mikrobia akan membelah 2x lipat sehingga peningkatan jumlah populasi
selalu 2n, n adalah jumlah generasi. Pertambahan jumlah sel dalam populasi disebut
sebagai pertumbuhan mikrobia (Schlegel, 1994).
Berikut contoh pertambahan populasi mikrobia yang dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan Eksponensial Populasi Mikrobia, A. contoh penggandaan


sel mikrobia yang membelah setiap 20 menit, B. grafik penggandaan sel mikrobia,
garis merah dalam skala Aritmetik dan garis biru dalam skala Logaritmik. (Dikutip
dari Prescott, 1999: 115)

Skala logaritmik menunjukkan jumlah sel dan skala aritmetik menunjukkan


waktu inkubasi. Titik perpotongan antara skala logaritmik dengan skala aritmetik
menunjukkan

adanya

pertumbuhan

eksponensial

dan

populasi

mengalami

penggandaan dalam interval waktu konstan. (waktu generasi berbanding terbalik


dengan kecepatan pertumbuhan rerata) (Prescott, 1999).
Rata-rata kecepatan pertumbuhan pada fase eksponensial sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan (seperti nutrisi, kondisi inkubasi), seperti halnya karakteristik
genetik suatu mikrobia. Pada umumnya, prokariot lebih cepat tumbuh daripada
eukariot dan eukariot yang berukuran kecil lebih cepat tumbuh daripada yang
ukurannya lebih besar. Hal ini karena sel yang berukuran kecil memiliki kapasitas
penyerapan nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme lebih besar daripada sel yang
berukuran besar. Kondisi tersebut mempercepat proses metabolisme yang akan
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia. Pertumbuhan yang lebih cepat pada
prokariot (bakteri) menyebabkan waktu generasinya lebih pendek dibandingkan
eukariot (Brock, 2012).
c. Fase Stasioner
9

Mikrobia mengalami pertumbuhan yang terbatas dan konstan selama fase


stasioner. Pada fase stasioner, pembelahan sel yang terjadi sangat lambat. Jumlah
pembelahan sel dengan sel yang mati seimbang, sehingga jumlah sel relatif konstan
(pertumbuhan 0). Pertambahan jumlah sel yang sebanding dengan kematian sel
disebut dengan fenomena pertumbuhan kriptik (Brock, 2012 dan Prescott, 1999).
Pada fase ini, sel mikroba tetap aktif melakukan metabolisme energi dan
proses biosintesis lainnya. Metabolit sekunder banyak dihasilkan mikrobia pada
fase ini. Fase stasioner terjadi karena beberapa alasan yaitu (Brock, 2012 dan
Prescott, 1999):
1. Terbatasnya nutrisi essensial dalam kultur yang mulai berkurang,
2. Bagi organisme aerobik, ketersediaan O2 dalam medium mulai berkurang,
3. Banyaknya sisa metabolisme yang tertimbun dalam medium kultur sehingga
pertumbuhan mikroba terhambat
d. Fase Kematian
Fase kematian terjadi jika terjadi perubahan lingkungan menjadi tidak
menguntungkan, seperti berkurangnya nutrisi essensial dalam medium dan
meningkatnya akumulasi zat toksik dalam medium. Grafik fase kematian seperti
grafik fase eksponensial yaitu logaritmik (kematian sel tiap jam adalah konstan).
Sel mikrobia yang mati akan mengalami lisis (Prescott, 1999).
B. Kinetika Pertumbuhan Mikroba dalam Continuous Culture
Dalam kultivasi mikroba menggunakan teknik continuous culture, mikroba
ditumbuhkan secara terus menerus pada fase paling optimum untuk fase pertumbuhan
yaitu fase eksponensial dimana sel membelah diri dengan laju yang konstan, massa
menjadi dua kali lipat mengikuti kurva logaritmik. Hal ini dilakukan dengan memberi
nutrisi secara terus menerus sehingga mikroba tidak pernah kekurangan nutrisi.
Penambahan nutrisi/media segar ke dalam bioreaktor dilakukan secara kontinyu,
dimana dalam waktu yang sama larutan yang berisi sel dan hasil produk hasil
metabolisme dikeluarkan dari media dengan volume yang sama dengan substrat yang
diberikan. Kondisi tersebut menghasilkan keadaan yang stedy state dimana
pembentukan sel-sel baru sama dengan sel-sel yang dikeluarkan dari fermentor. Pada
kondisi steady state konsentrasi nutrisi, konsentrasi sel, laju pertumbuhan dan
10

konsentrasi produk tidak berubah walaupun waktu fermentasi makin lama. Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh perbandingan antara laju aliran medium dan
volume kultur disebut dengan Laju Dilusi (D) (Pratiwi, 2006).
Dengan menggunakan continuous culture, sel mikroba atau produk
metabolitnya dapat dipanen secara kontinyu. Continuous culture cocok untuk
diterapkan pada sistem produksi metabolit sel mikroba yang tidak berpengaruh pada
pertumbuhan selnya itu sendiri. Untuk industri bioteknologi berkapasitas besar,
continuous culture menghasilkan efisiensi produksi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan batch culture asalkan produk yang dihasilkan tidak berpengaruh negatif
terhadap mikroba penghasilnya (Pratiwi, 2006).

Gambar 3. Teknik continuous culture.


Continuous culture memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut (Pratiwi, 2006):
1. Produktivitas lebih tinggi, disebabkan lebih sedikit waktu persiapan bioreaktor
persatuan produk yang dihasilkan, laju pertumbuhan & konsentrasi sel dapat
dikontrol, pemasokan oksigen dan pembuangan panas dapat diatur, dengan
demikian hanya butuh pabrik lebih kecil (pengurangan biaya modal untuk
fasilitas baru).

11

2. Dapat dijalankan pada waktu yang lama.


3. Cocok untuk proses yang kontaminasinya rendah dan produk yang berasosiasi
dengan pertumbuhan.
4. Pemantauan dan pengendalian proses lebih sederhana.
5. Tidak ada akumulasi produk yang menghambat.
Kekurangannnya antara lain: aliran umpan yang lama, resiko kontaminasi besar
(operasi harus hati-hati & desain peralatan lebih baik), peralatan untuk operasi dan
pengendalian proses harus biasa tetap bekerja baik untuk waktu yang lama,
memerlukan mikroba dengan kestabilan genetik tinggi, karena akan digunakan pada
waktu yang lama (Irianto, 2007).
Pemberian nutrient secara kontinyu dan untuk mempertahankan keadaan
steady state dalam teknik kultivasi ini dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu:
khemostat dan turbidostat (Mangunwidjaja, 2006):
a. Khemostat
Teknik continuous culture dengan menggunakan kemostat dilakukan dengan
menambahkan nutrien melalui sebuah tangki sedemikian rupa sehingga komposisi
nutrient di dalam fermentor tempat kultivasi mikrobia selalu dalam keadaan tetap. Hal
ini dapat dicapai dengan mengatur kecepatan aliran medium baru ke dalam fermentor
disesuaikan dengan aliran medium keluar fermentor untuk di panen.
Di dalam sistem ini sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan
eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma. Continuous culture mempunyai ciri
ukuran populasi dan kecepatan pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan
menggunakan khemostat. Untuk mengatur proses di dalam khemostat, diatur
kecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien pembatas). Sebagai nutrien
pembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N atau faktor tumbuh. Pada
sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan dalam kemostat
sehingga tetap konstan (Scragg, 1988):
1. Hubungan laju dilusi dengan konsentrasi sel
Sifat-sifat kemostat dan pertumbuhan steady-state dapat ditunjukkan dengan
sejumlah rumus yang berhubungan dengan jumlah sel dan konsentrasi nutrien
12

pembatas terhadap laju alir suplai medium sebagai faktor yang beroperasi secara
independen. Hal ini dilakukan dengan menjaga keseimbangan materi dan pembatasan
substrat dalam bioreaktor (Scragg, 1988).
2. Hubungan antara konsentrasi substrat dan laju pertumbuhan
Monod adalah orang pertama yang mengkaji pengaruh konsentrasi substrat
tehadap laju pertumbuhan. Beliau menemukan bahwa ketika medium segar, yang
mengandung glukosa sebagai sumber karbon sekaligus sebagai sumber energi dan
dengan semua nutrien yang terkandung di dalamnya, diinokulasikan, siklus
pertumbuhan kembali berjalan (Mangunwidjaja, 2006).

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan pertumbuhan spesifik.


3. Hubungan antara kecepatan pertumbuhan dan kecepatan penghasilan produk
dengan kecepatan penggunaan substrat
Biomassa dan hasil produk merupakan parameter yang penting selama
keduanya menunjukkan efesiensi penggunaan substrat dalam biomassa dan produk.
Keduanya ditetapkan sebagai berat biomassa dan berat produk yang dibentuk per
unit dari substrat yang digunakan (Mangunwidjaja, 2006).
b. Turbidostat
Teknik kultivasi dengan sistem turbidostat dilakukan dengan menambahkan
nutrient secara kontinyu sehingga kerapatan sel selalu dalam keadaan tetap. Dalam
teknik turbidostat, aliran medium diatur berdasarkan atas kerapatan optik kultur

13

mikrobia. Pertumbuhan konsentrasi sel dipertahankan konstan dengan cara


memonitor kekeruhan kultur (Mangunwidjaja, 2006).
Sistem ini didasarkan pada kerapatan bakteri tertentu atau kekeruhan
tertentu yang dipertahankan konstan. Ada perbedaan mendasar antara biak statik
klasik dengan biak sinambung dalam kemostat biak static arus dilihat sebagai
sistem tertutup (boleh disamakan dengan organisme sial, tahap stationer dan tahap
kematian. Kalau pada biak sinambung merupakan sistem terbuka yang
mengupayakan keseimbangan aliran untuk organisme selalu terdapat kondisi
lingkungan yang sama (Mangunwidjaja, 2006).
Dalam pertumbuhan sinkron akan terjadi sinkronisasi pembelahan sel. Hal
ini dimaksudkan agar proses metabolisme siklus pembelahan bakteri dapat
dipelajari diperlukan suspensi sel yang mengalami pembelahan sel dalam waktu
sama yaitu sinkron. Sinkronisasi populasi sel dapat dicapai dengan berbagai
tindakan buatan antara lain dengan merubah suhu rangsangan cahaya, pembatasan
nutrien atau menyaring untuk memperoleh sel-sel yang sama. Penggunaan Kultur
Kontinyu Pada Industri adalah sebagai berikut (Mangunwidjaja, 2006):
1. Digunakan untuk penelitian fisiologi dan biokimia mikroba, dikarenakan
kondisinya mantap, laju pertumbuhan dapat diatur oleh laju air dan laju
pertumbuhan dibatasi oleh konsentrasi substrat pembatas, dapat digunakan
untuk penelitian pengaruh substrat pembatas terhadap kinerja mikroba.
2. Untuk isolasi dan seleksi mikroba penghasil enzim menggunakan media
diperkaya.
3. Untuk produksi biomassa, contoh ICI (Imperial Chemical Industries, kapasitas
bioreaktor 3000 m3, substrat metanol).
4. Untuk produksi bir
2.3. TEKNIK MENGUKUR PERTUMBUHAN POPULASI MIKROBA
a. Berdasarkan jumlah sel
1. Metode langsung secara mikroskopis (Total count)
Ada beberapa cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan
membuat preparat dari suatu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai)
14

dan penggunaan ruang hitung (counting chamber). Enumerasi mikroba dapat


dilakukan secara langsung yaitu dengan menghitung jumlahnya tanpa ditumbuhkan
terlebih dahulu dalam suatu medium, dalam teknik ini semua sel mikroba baik yang
hidup maupun yang mati akan terhitung. Untuk melakukan renumerasi mikroba dalam
suatu bahan seringkali diperlukan pengenceran bertingkat (Jawetz, 2001).
a). Breed slide method
Pada metode ini tidak dibedakan sel yang hidup dan sel mati. Penghitungan
dilakukan secara langsung pada setiap bidang pandang mikroskop. Sampel berupa
cairan disebar (kira-kira 0,01 mL) pada microscope slide. Setelah dilakukan
pewarnaan kemudian dilakukan penghitungan pada setiap bidang pandang
mikroskop (Jawetz, 2001).

Gambar 5. Penghitungan melalui Breed slide method.


b). Petroff-Hauser chamber atau Haemositometer
Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu
dengan menghitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang
digunakan adalah Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan
yang terdapat antara coverglass dan alat ini mempunyai volume tertentu sehingga
satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu (Jawetz, 2001).
2. Metode tidak langsung (viable count)
Metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan
bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni yang
merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat pada
sampel. Cara ini adalah cara yang paling umum digunakan untuk menentukan jumlah

15

mikroba yang masih hidup, berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh (Hadioetomo,
1993).
a). Spread plate method
Metode sebar (spread plate) merupakan metode penghitungan mikrobia
pada medium padat. Dalam metode spread plate ini, volume kultur yang disebar
tidak lebih dari 0,1 ml pada agar plate dan diratakan menggunakan alat yang
disebut glass spreader. Kemudian plate diinkubasi sampai terlihat koloni sehingga
jumlah koloni mikrobia dapat dihitung. Walaupun mikrobia tertanam dalam agar
plate, namun hasilnya sama dengan metode pour plate (Hadioetomo, 1993).
b). Pour plate method
Metode pour plate adalah metode agar cair yang digunakan untuk inokulasi
dalam petri dish. Volume kultur yang biasa digunakan 0,1-1,0 ml. Kultur mikrobia
dimasukkan ke dalam petri dish menggunakan pipet steril, kemudian medium agar
yang telah dilelehkan ( 45 oC dituangkan ke dalam petri dish yang telah berisi
kultur mikrobia. Selanjutnya dilakukan pemutaran petri dish agar kultur mikrobia
dan medium agar bercampur dengan rata. Koloni mikrobia akan tumbuh dan
tertanam di dalam medium, baik di permukaan atas maupun di bawah. Sehingga
metode pour plate ini cocok untuk menumbuhkan mikrobia anaerob (Hadioetomo,
1993).
c). MPN method
MPN adalah suatu metode enumerasi mikroorganisme yang menggunakan
data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri
tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah
sampel atau diencerkan menurut tingkat seri tabungnya sehingga dihasilkan kisaran
jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/satuan volume atau massa
sampel (Hadioetomo, 1993).
2.4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROBA
Pertumbuhan dan aktivitas mikrobia dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan.
Faktor-faktor tersebut dapat menjadi pembatas bagi kebutuhan hidup mikrobia. Jika
mikrobia berada di lingkungan yang sesuai, maka pertumbuhannya juga optimum.
Beberapa golongan mikrobia sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, sedangkan
yang lain resisten terhadap perubahan tersebut.

16

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikrobia antara lain sebagai berikut


(Dwidjoseputro,1998):
a. Suhu
1. Suhu pertumbuhan mikroba
Pertumbuhan mikrobia memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu
pertumbuhan dibagi menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum.
Suhu minimum adalah suhu terendah tetapi mikrobia masih dapat hidup. Suhu
optimum adalah suhu paling baik untuk pertumbuhan mikrobia. Suhu maksimum
adalah suhu tertinggi untuk kehidupan mikrobia (Dwidjoseputro,1998).

Gambar 7. Suhu pertumbuhan berbagai jenis mikroba.


Apabila mikroba dihadapkan pada suhu tinggi diatas suhu maksimum, akan
memberikan beberapa macam reaksi (Dwidjoseputro,1998).
1. Titik kematian thermal, adalah suhu yang dapat memetikan spesies mikrobia
dalam waktu 10 menit pada kondisi tertentu.
2. Waktu kematian thermal, adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh suatu
spesies mikrobia pada suatu suhu yang tetap. Faktor-faktor yang mempengaruhi
titik kematian thermal ialah waktu, suhu, kelembaban, spora, umur mikrobia, pH
dan komposisi medium.
17

2. Suhu rendah
Apabila mikrobia dihadapkan pada suhu rendah dapat menyebabkan gangguan
metabolisme. Skibat-akibatnya adalah (Dwidjoseputro, 1998):
1. Cold shock, adalah penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri,
terutama pada bakteri muda atau pada fase logaritmik,
2. Pembekuan (freezing), adalah rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air
intraseluler,
3. Lyofilisasi, adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan vakum
secara bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan mikrobia karena
air protoplasma langsung diuapkan tanpa melalui fase cair (sublimasi).
b. Kandungan air (pengeringan)
Setiap mikrobia memerlukan kandungan air bebas tertentu untuk hidupnya,
biasanya diukur dengan parameter aw (water activity) atau kelembaban relatif. Mikrobia
umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6. bakteri umumnya memerlukan aw 0,90-0,999.
Mikrobia yang osmotoleran dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya khamir
Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan jamur benang lain dapat tumbuh pada aw
0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau kelembaban tinggi lebih dari 0,98, tetapi
bakteri halofil hanya memerlukan aw 0,75. Mikrobia yang tahan kekeringan adalah yang
dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk kista (Darneti, 2006).
c. Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila
mikrobia diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis,
yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma.
Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikrobia akan mengalami
plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan
akhirnya pecah. Berdasarkan tekanan osmosis yang diperlukan mikrobia dapat
dikelompokkan menjadi (Darneti, 2006):

18

1. Mikrobia Osmofil : tumbuh pada kadar gula tinggi, contoh beberapa jenis khamir,
mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt (aw =
0,94).
2. Mikrobia Halodurik : tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam
tinggi (30 %).
3. Mikrobia Halofil : dapat tumbuh pada kadar garam yang tinggi, contoh: bakteri yang
termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium.
d. Buffer
Buffer merupakan campuran garam monobasik dan dibasik, contoh adalah buffer
fosfat anorganik dapat mempertahankan pH diatas 7,2. Cara kerja buffer adalah garam
dibasik akan mengabsorbsi ion H+ dan garam monobasik akan bereaksi dengan ion OH.
Untuk menumbuhkan mikrobia pada media, memerlukan pH yang konstan, terutama pada
mikrobia yang dapat menghasilkan asam oleh karena itu buffer diperlukan untuk
mempertahankan pH pada kisaran tertentu yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba
(Darneti, 2006).
e. Ion-ion lain
Logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, dan Pb pada kadar rendah dapat bersifat
meracuni (toksis) karena mempunyai daya oligodinamik, yaitu daya bunuh logam berat
pada kadar rendah. Ion-ion lain seperti ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan benzoat dapat
mengurangi pertumbuhan mikrobia tertentu dan sering digunakan dalam pengawetan
makanan, senyawa lain misalnya asam benzoat, asam asetat, dan asam sorbat (Budiyanto,
2005).
f. Listrik
Bila aliran listrik diberikan pada medium tumbuh mikroba akan menyebabkan
(Budiyanto, 2005) :
1. Terjadinya elektrolisis pada medium pertumbuhan.
2. Menghasilkan panas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, sel
mikroba dalam suspensi akan mengalami elektroforesis.

19

3. Menyebabkan terjadinya shock karena tekanan hidrolik listrik, kematian mikroba


akibat shock terutama disebabkan oleh oksidasi.
4. Adanya radikal ion dari ionisasi radiasi dan terbentuknya ion logam dari elektroda
juga menyebabkan kematian mikroba.
g. Radiasi
Bila mikrobia menerima paparan radiasi tertentu (Budiyanto, 2005) :
1. Menyebabkan ionisasi molekul-molekul di dalam protoplasma.
2. Merusak mikrobia yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis.
3. Cahaya mempunyai pengaruh germisida.
4. Sinar X (0,005-1,0 , sinar ultra violet (4000-2950 , dan sinar radiasi lainnya
dapat membunuh mikroba.
5. Apabila tingkat iradiasi yang diterima sel mikrobia rendah, maka dapat
h . Getaran
Getaran mekanik dapat merusak dinding sel dan membran sel mikroba, dipakai
untuk memperoleh ekstrak sel mikroba dengan cara menggerus sel-sel dengan
menggunakan abrasif atau dengan cara pembekuan kemudian dicairkan berulang kali
atau dengan getaran suara 100-10.000 kali/detik juga dapat digunakan untuk memecah
sel mikroba (Adams, 2000).

20

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pertumbuhan bakteri adalah perubahan dalam pertambahan total masa sel dan bukan
pertumbuhan dalam suatu individu organisme saja. Kinetika pertumbuhan mikroba digunakan
untuk menggambarkan sifat-sifat pertumbuhan mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikrobia
dapat digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan populasi mikroba yang ditumbuhkan
dalam batch culture atau continuous culture. Penumbuhan mikroba dalam sistem batch
culture merupakan sistem kultur tertutup (menggunakan tabung reaksi atau flask) tanpa
adanya penambahan medium baru ke dalam kultur. Mikrobia dalam sistem tertutup
mengalami 4 fase pertumbuhan, secara berurutan meliputi fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner dan fase kematian. Dalam kultivasi mikroba menggunakan teknik continuous
culture, mikroba ditumbuhkan secara terus menerus pada fase paling optimum untuk fase
pertumbuhan yaitu fase eksponensial dimana sel membelah diri dengan laju yang konstan,
massa menjadi dua kali lipat mengikuti kurva logaritmik. Pemberian nutrient secara kontinyu
dan untuk mempertahankan keadaan steady state dalam teknik kultivasi ini dapat dilakukan
dengan dua macam cara, yaitu: khemostat dan turbidostat. Ada beberapa cara perhitungan
secara langsung, dan metode tidak langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba adalah suhu, kandungan air, tekanan osmosis, buffer, ion-ion lain, listrik, radiasi, dan
getaran.

21

DAFTAR PUSTAKA
Adams, M.R. 2000. Food Microbiology. New York : University of Surrey Guildford
Budiyanto, MAK. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
Press
Darneti. 2006. Pengantar Mikrobiologi. Padang : Andalas University Press
Dwidjoseputro.1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan
Hadioetomo, Sri Ratna. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT.Gramedia
Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi. Bandung : Yrama Widya
Jawetz. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika
Mangunwidjaja, Djumali. 2006. Rekayasa Bioproses. Bandung: IPB Press
Pelczar, Michael. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press : Jakarta
Pratiwi, Slyvia T. 2006. Mikrobiologi Farmasi. Erlagga : Jakarta
Purwoko,Tjahjadi. 2007. Fisologi Mikroba. Bumi Aksara : Jakarta
Schlegel, Hans. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papas Sinar Sinanti

22

Anda mungkin juga menyukai