Anda di halaman 1dari 10

KEBAKARAN HUTAN

1. Pengertian Dan Kasus Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan adalah proses terbakarnya hutan yang tidak terkendali. Bisa terjadi secara alami

atau diakibatkan oleh perbuatan manusia. Dampak kerusakannya dirasakan secara luas dalam

bentuk bancana polusi asap dan pemanasan global.

Peristiwa kebakan hutan yang tidak terkendali bisa terjadi secara sengaja maupun tidak

sengaja.Di masa lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis untuk membuka

lahan.Pada awalnya banyak dipraktekan oleh para peladang tradisional atau peladang

berpindah.Namun karena biayanya murah praktek membakar hutan banyak diadopsi oleh

perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan.

Di lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran hutan dan pembakaran

hutan.Pembakaran identik dengan kejadian yang disengaja pada satu lokasi dan luasan yang telah

ditentukan. Gunanya untuk membuka lahan, meremajakan hutan atau mengendalikan hama.

Sedangkan kebakaran hutan lebih pada kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada

prakteknya proses pembakaran bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran.

Kebakaran hutan berskala besar cukup sulit untuk dipadamkan. Kadang-kadang membutuhkan

waktu hingga bermingu-minggu agar semua titik api bisa padam. Pada kondisi tertentu, seperti

tanah gambut, kebakaran masih terus berlangsung di dalam tanah meski api dipermukaan telah

padam berhasil dipadamkan. Sehingga tanah tetap mengeluarkan asap pekat dan sewaktu-waktu

api bisa meletup kembali ke permukaan. Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju
deforestasi.Bahkan menurut organisasi lingkungan, World Wild Fund, deforestasi akibat

kebakaran hutan lebih besar dibanding konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging.

Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran hutan, padahal

sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan maupun

akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis kehutanan atau

perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Saharjo

(1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat

dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia,

entah itu sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat

penyiapan lahan. Bahan bakar dan api merupakan faktor penting untuk mempersiapkan lahan

pertanian dan perkebunan (Saharjo, 1999). Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga

menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar

yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan lingkungan

yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya kecil, maka penggunaan api

dan bahan bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur secara cermat dan hati-hati.

Seperti yang tertulis dala hadis:

sayangilah yang ada dibumi niscaya semua yang ada di langit akan menyayangi kalian.

Kandungan dari hadits di atas adalah Nabi Muhammad SAW melalui Al-Quran dan hadis

mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan kelangsungan hidup manusiadari ketergantungan

terhadap lingkungan alam.Dalam hal ini berarti jua menjaga dan dan melestarikan lingkungan

adalah kebersihan dan menyayangi semua makluk Allah.


2. Penyebab kebakaran hutan

Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami

atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau

permasalahan sebagai berikut:

1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.

2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri

kayu maupun perkebunan kelapa sawit.

3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan

tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.

Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana

pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis.

Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali

karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988).Kebakaran liar mungkin terjadi

karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan

jalan HPH dan berada di kawasan HPH.

Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan

tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda

pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan

lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak
hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau

perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.

Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal

industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan

tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi

pengesahan melalui hukum positif negara.Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan

melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun

temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat

tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.

Di Indonesia kebakaran hutan sering terjadi karna kelalaian dan juga keserakahan manusia,

merekan melakukan pembakaran untuk membuka lahan pertanian atau perkebunan, namun karna

kecerobohan yang terjadi malah menjadi bencana karna kebakaran hutan yang tak terkendali,

yang berakibat menggangu seluruh ekosistem yang ada di dalam hutan. Manusia akan

melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhannnya namun seiring dengan kemajuan zaman

dan sifat asli manuasia yang tak pernah puas, merekan melakukan pembakaran bukan hanya

untuk memenuhi kebutuhan tapi karna ketamakanmanusia tersebut dan pada akhirnya membuat

kerusakan di muka bumi.padahal Allah telah berfirman di dalam Al-quran surat Abasa ayat 24-

32: Allah telah menyediakan semua kemurahan alam untuk di jadikan bahan makanan yang di

konsumsi manusia dan binatang.

Namun pada kenyataannya manusia bukan hanya memanfatkan kekayaan hutan secara arif dan

bijaksana malah bersifat tamak yang pada akhirnya malah merusak ekositem segala kehidupan di

dalam hutan akibat kelalaianny, inilah salah satu yang menjadi penyebab utama kerusakan bumi.
Jika kebakaran hutan terus terjadi maka seluruh kehidupan menjadi tidak seimbang dan akan

mengganggu segala aspek bukan hanya aspek kehidupannya tapi juga perekonomian, kesehatan

dan juga lainnya. Saat kebakaran hutan terjadi, hutan yang seharusnya dapat mengasilakan segala

manfaat untuk mememenuhi kebutuhan manusia menjadi tak berguna saat segalanya telah

musnah karna terbakar. Apalagi bila tidak ada pertanggung jawaban sama sekali, untuk

melakukan penanaman kembali misalnya dilakukandemi kelestarian hutan.

Padahal rasulullah pernah bersabda, yang di riwayatkan oleh muslim dari Ibnu Numair

seorang muslim tidak menanam tanaman kecuali apa yang di makan pada tanaman itu menjadi

sedekah baginya. Apa yang di curi dari tanaman itu menjadi sedekah baginya. Apa yang di

makan binatang buas menjadi sedekah baginya. Apa yang di makan burung menjadi sedekah

baginya. Dan tidak lah orang lain mengambil manfaat kecuali menjadi sedekah baginya.

Hadis ini menekankan pentingnya melakukan sesuatu contohnya menanam (berusaha) bukan

semata menikmati hasilnya.Para penanam adalah para penyedekah dengan pahala yang mengalir,

sadar atau tidak.Hadis diatas juga mengarahkan kepada kita untuk tidak melakukan kerusakan

seperti salah satu contoh membakar lahan yang berakibat kebakaran hutan karna kelalaian

manusia, karna banyak sekali dampak dan akibat dari kebakaran tersebut.

3. Dampak kebakaran hutan

a. Dampak biologis

Kebakaran hutan menyebabkan kerusakan properti dan infrastruktur serta hilangnya aset

pertanian, perkebunan dan kehutanan.Tak sedikit juga meminta korban jiwa manusia.Untuk

kasus kebakaran besar tak jarang harus dilakukan evakuasi permukiman penduduk.Selain itu

kebakaran hutan banyak melepaskan emisi karbon dan gas rumah kaca lain ke atmosfer. Karbon
yang seharusnya tersimpan dalam biomassa hutan dilepaskan dengan tiba-tiba.Apalagi bila

terjadi di hutan gambut, dimana lapisan tanah gambut yang kedalamannya bisa mencapai 10

meter ikut terbakar. Cadangan karbon yang tersimpan jauh di bawah lapisan tanah yang ditimbun

selama jutaan tahun akan ikut terlepas juga. Pengaruh pelepasan emisi gas rumah kaca ikut andil

memperburuk perubahan iklim.

b. Dampak bagi ekonomi

Secara ekonomi hilangnya hutan menimbulkan potensi kerugian yang besar. Setidaknya ada tiga

kerugian lain yang bisa dihitung secara ekonomi, yaitu kehilangan keuntungan karena

deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pelepasan emisi karbon. Belum lagi dengan

kerugian langsung dan tidak langsung bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.Hasil

perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan bahwa

kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai US $ 4,86

milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang tidak dinilai dengan

uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu,

kematian pohon, HTI, kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang

terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.

c. Dampak bagi kesehatan

Asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan, khususnya

gangguan saluran pernapasan. Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang

menggangu pernapasan seperti seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO),

formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3). Material tersebut memicu
dampak buruk yang nyata pada manula, bayi dan pengidap penyakit paru. Meskipun tidak

dipungkiri dampak tersebut bisa mengenai orang sehat.7

d. Dampak lain-lain

Selain dampak merugikan di atas ada beberapa dampak positif dari peristiwa kebakaran

hutan.Kebakaran hutan membuat efek peremajan hutan dan menyuburkan tanah hutan karena

abu sisa pembakaran menjadi mineral penting bagi tanah hutan. Biasanya setelah hutan habis

terbakar akan tumbuh tunas-tunas baru yang berkembang sangat pesat karena tanah hutan

menjadi subur.

Membakar hutan juga sering digunakan sebagai salah satu metode pembersihan lahan untuk

perkebunan dan pertanian.Humus yang terbakar bisa menyuburkan tanah dan mempercepat

penambahan mineral dalam tanah.Tanah hutan yang telah terbakar relatif lebih subur untuk lahan

pertanian atau perkebunan. Kebakaran hutan juga bisa memusnahkan hama dan penyakit.

4. Penanggulangan kebakaran

Secara teoritis kebakaran hutan terjadi karena ada interaksi antara bahan bakar, oksigen dan

panas pada kondisi tertentu. Bila ketiga unsur tersebut ada secara bersamaan maka kebakaran

akan terjadi. Oleh karena itu prinsip untuk menanggulangi kebakaran hutan adalah dengan

memutus salah satu unsur tersebut.Biasanya dengan menghilangkan bahan bakar atau panas.

Penanggulangan kebakaran hutan telah dikelola sejak sebelum Indonesia merdeka.Pemerintah

Hindia Belanda mengatur penanganan kebakaran hutan dalam berbagai aturan mengenai

kehutanan.Sejak proklamasi kemerdekaan, tanggung jawab pengendalian kebakaran hutan

berada di Jawatan Kehutanan, yang kemudian menjadi direktorat dalam Departemen


Pertanian.Pada tahun 1988 direktorat kehutanan berubah menjadi Departemen Kehutanan, dan

dikemudian hari berubah lagi menjadi Kementrian Kehutanan.Sejak tahun 2014 Kementerian

Kehutanan digabung dengan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Kehutanan

dan Lingkungan Hidup.

Menurut undang-undang kehutanan kegiatan pengendalian kebakaran hutan mencakup

pencegahan, pemadaman hingga ke rehabilitasi pasca kebakaran.Pengelolaan pengendaliannya

dilakukan secara berjenjang mulai dari pemerintah daerah tingkat II, tingkat provinsi hingga

tingkat nasional.Dipicu oleh kebakaran hutan hebat pada tahun 1997-1998, di tingkat nasional

dibentuk Direktorat khusus yang menangani kebakaran hutan.

Kemudian pada tahun 2003 Departemen Kehutanan membentuk pasukan yang khusus

menangani kebakaran di hutan, yakni Brigade Pengendalian kebakaran Hutan Manggala Agni.

Nama Manggala Agni diambil dari bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno, manggala artinya

panglima/pemimpin, sedangkan agni artinya api. Manggala Agni bisa diartikan panglima api.

Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan yang

terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya

tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi

menahan banjir.Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim

hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar.Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit

diperhitungkan.Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang yang akan kehilangan

tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencarimakan. Dengan

demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru setelah terjadinya

kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah bahkan dapat mengalami kepunahan.
Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya

pencegahan.Sebab walau bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari memanggulangi. Ada

beragam cara yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan khususnya yang

disebabkan oleh perbuatan manusia seperti membuang punting rokok di wilayah yang kering,

kegiatan pembukaan lahan dan juga api unggun yang lupa dimatikan. Upaya pencegahannya

adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya mereka yang berhubungan

langsung dengan hutan.Masyarakat ini biasanya tinggal di wilayah hutan dan memperluas area

pertaniannya dengan membakar.Pemerintah harus serius mengadakan sosialisi agar hal ini bisa

dicegah.

Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika pemerintah

mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut ditemukan metode

yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan. Langkah yang paling baik

adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan agar merancang teknologi maupun

metode yang membantu pemerintah di level praktis. Sokongan dana dari pemerintah akan

membuat program tersebut lebih baik dan terarah.

5. Pencegahan kebakaran hutan

Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat

represif dan penanganan yang bersifat preventif.Penanganan kebakaran hutan yang bersifat

represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran hutan

setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah pemadaman, proses

peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan

lain-lain.
Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau kegiatan

yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya

kebakaran hutan.Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum

kebakaran terjadi.Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran

hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan

yang sifatnya represif.Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak

efektif dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.

Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai contoh : pada

bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah dijalankan, namun

karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul (seperti : kabut

asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah

diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera.Ketidakefektifan

penanganan ini juga terlihat dari masih terus terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan

pada tahun 2008 ini.

Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya

pengendalian kebakaran hutan yang efektif.

Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu

dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan.

Anda mungkin juga menyukai