Anda di halaman 1dari 3

BAB III

PEMBAHASAN
Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar dan
yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Kerusakan tersebut antara lain
disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan
industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai
yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan
pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat
berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan
tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan
plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami (Mulyadi dkk,
2010).
Perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan
diakibatkan karena pertambahan penduduk yang semakin cepat dan luas kawasan yang
terbangun. Hutan mangrove di beberapa kawasan, salah satunya Sungai Wain Balikpapan
dengan cepat menjadi semakin menipis dan berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan
kawasan tersebut (Mulyadi dkk, 2010).
Permasalahan utama adalah pengaruh dan tekanan habitat mangrove bersumber dari
keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutan mangrove menjadi areal pengembangan
perumahan, industri dan perdagangan, kegiatan-kegiatan komersial maupun pergudangan.
Dalam situasi seperti ini habitat dasar dan fungsinya menjadi hilang dan kehilangan ini
disertai dengan hilangnya ruang terbuka hijau yang jauh lebih besar dari nilai penggantinya
(Mulyadi dkk, 2010).
Mengingat beberapa fungsi dan manfaat penting kawasan mangrove, perlu di terapkan
atau digalakan prinsip save it (lindungi), study it (pelajari), dan use it (manfaatkan). Semua
itu tentu memerlukan koordinasi antara stakeholders dan masyarakat di sekitar kawasan
tersebut maupun para pencita lingkungan, terutama kalangan akademisi. Untuk itu,
diperlukan faktor-faktor pendukung agar pemanfaatan kawasan mangrove berjalan sesuai
dengan tujuan pengelolaan mangrove yang lestari, yaitu teknologi, diversifikasi pemanfaatan
upaya sustainable, dan pengelolaan terpadu (Anonim, 2014).
Pembangunan ekowisata di kawasan hutan mangrove dapat dikaji dari aspek ekologi
hutan mangrove. Hal ini disebabkan hutan mangrove merupakan objek yang utama dalam
kegiatan ekowisata. Yulianda (2007) menyatakan bahwa beberapa kriteria penilaian dapat

dijadikan pedoman dalam ekowisata seperti ketebalan dan kerapatan pohon, jenis flora atau
fauna mangrove dan kisaran pasang surut.
Pengelolaan ekowisata akan dapat berjalan dengan baik di Kecamatan Tanjungbalai
apabila bertujuan untuk mendukung pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dengan
berasaskan kepada prinsip ekowisata yaitu menyelaraskan antara pengelolaan lingkungan
hidup, pengelolaan ekosistem dan pembangunan ekowisata mangrove. Pengelolaan dilakukan
sebelum terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan menurunnya kualitas hidup masyarakat
lokal (Fahriansyah dan Dessy, 2012).
Pembangunan ekowisata berperanan untuk konservasi sumberdaya alam (hutan
mangrove) dan membantu masyarakat lokal dalam memenuhi kesejahteraan hidup.
Pembangunan ekowisata memberikan perubahan terhadap kualitas hidup, struktur sosioekonomi dan organisasi sosial dalam masyarakat lokal. Pender and Sharpley (2005)
menyatakan bahwa masyarakat lokal dapat memutuskan jika masyarakat ingin atau tidak
ingin untuk terlibat dalam pembangunan pariwisata. Masyarakat lokal yang terlibat dalam
pengelolaan ekowisata adalah dengan cara menyediakan berbagai fasilitas untuk wisatawan,
meningkatkan jumlah wisatawan dan mengendalikan dampak terhadap lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove. http://hutanmangrovejakarta.com/


2014/02/04/fungsi-dan-manfaat-hutan-mangrove-3/. Diakses tanggal 25 Februari 2015
Pukul 23.01 WIB.
Fahriansyah dan Dessy Yoswaty. 2012. Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai
Asahan, Sumatera Utara : Faktor Ekologis Hutan Mangrove. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. 4 (2) : 346-359.
Mulyadi, Edi., Okik Hendriyanto dan Nur Fitriani. 2010. Konservasi Hutan Mangrove
Sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol 1.
Pender, L. and R. Sharpley. 2005. The Management of Tourism. SAGE Publications Ltd.
London.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir
berbasis konservasi. Makalah Sains Departemen MSP. IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai