KELOMPOK 4
NOVIYANTI SOLEHA
140410120059
RINA SUSANTI CHEN
140410120063
AMALIA SOLICHAH
140410120089
dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batu
bara. Energi tersebut tidak selamanya bisa mencukupi seluruh kebutuhan manusia
dalam jangka waktu yang panjang mengingat cadangan energi yang semakin lama
semakin menipis dan juga proses produksinya yang membutuhkan waktu jutaan
tahun. Oleh sebab itu, diperlukan energi alternatif untuk mencukupi kebutuhan
manusia dengan cara memfermentasi biomassa, senyawa organik maupun limbah
untuk dikonversi menjadi energi yang bersifat dapat diperbaharui (Arias dan
Astriana W, 2011 dalam Indriany dkk., 2013).
Indonesia memiliki sumber energi biomassa yang melimpah. Salah satu
sumber energi biomassa di Indonesia yang potensial adalah limbah pertanian,
seperti sekam padi, jerami, ampas tebu, batang dan tongkol jagung serta limbahlimbah pertanian atau perkebunan lainnya. Salah satu limbah pertanian yang
cukup potensial untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif adalah tongkol
jagung, karena ketersediaannya yang melimpah namun belum dimanfaatkan
secara maksimal. Umumnya jagung mengandung kurang lebih 30% tongkol
jagung, sehingga akan menambah jumlah limbah tidak bermanfaat yang
merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar. Menurut data
Kementerian Pertanian (2007) dalam Surono (2010), produksi jagung rata-rata
diperkirakan sebanyak 12.193.101 ton per tahun. Dari produksi jagung tersebut
diperkirakan akan menghasilkan limbah sebanyak 8.128.734 ton tongkol jagung
per tahun (Surono, 2010).
Limbah tongkol jagung dapat diubah menjadi bahan bakar alternatif dengan
diolah lebih dahulu. Komposisi tongkol jagung yang memiliki kandungan serat
kasar yang cukup tinggi, yakni 33%. Kandungan selulosa sekitar 44,9% dan
kandungan lignin 33,3% (Lestari dkk., 2010). Dilihat dari komposisi tongkol
jagung yang memiliki kandungan selulosa yang tinggi, maka limbah ini dapat
dijadikan menjadi bahan alternatif berupa etanol ataupun butanol sebagai
pengganti bahan bakar fosil. Selain pemanfaatan menjadi sumber energi, ada juga
yang memanfaatkan biomassa abu tongkol jagung menjadi bahan penggganti
semen untuk dijadikan beton.
Etanol yang merupakan salah satu produk penting dalam bidang kesehatan
dan energi juga dapat dibuat menggunakan metode fermentasi. Proses fermentasi
merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan untuk mendapatkan etanol
dalam dunia industri dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme.
Etanol atau Etil Alcohol (lebih dikenal dengan alkohol, dengan rumus kimia
C2H5OH) adalah cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain mudah
menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik, dan jika terjadi
pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Penggunaan
etanol sebagai bahan bakar bernilai oktan tinggi atau aditif peningkat bilangan
oktan pada bahan bakar sebenarnya sudah dilakukan sejak abad 19. Etanol untuk
konsumsi umumnya dihasilkan dengan proses fermentasi atau peragian bahan
makanan yang mengandung pati atau karbohidrat (Jannah, 2010).
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang pemanfaatan fermentasi
biomassa tongkol jagung sebagai bahan bakar alternatif berupa etanol.
Pemanfaatan ini digunakan sebagai pengganti energi yang tak terbaharukan
menjadi yang terbaharukan sehingga cadangan energi dapat memenuhi kebutuhan
manusia.
BAB II
ISI
2.1 Pengujian Rasio Asam Sulfat, Waktu Hidrolisis dan Kadar Alkohol pada
Penggunaan Berulang
Efisiensi
proses
fermentasi
dapat
ditingkatkan
dengan
kembali
untuk
Gambar 2.1. Kurva hasil pengukuran kadar gula dalam produk hidrolisis
pada berbagai rasio asam sulfat 50% terhadap tepung tongkol jagung.
pula kadar gula yang dihasilkan. Fatmawati dkk. (2008) dalam Indriany dkk.
(2013), menemukan konsentrasi gula total dalam produk hidrolisis meningkat
dengan
semakin besar konsentrasi asam sulfat maka proses pelarutan tepung tongkol
jagung semakin cepat, sehingga fasa menjadi lebih homogen dan reaksipun
berlangsung lebih cepat.
Pengaruh Waktu Hidrolisis
Selain suhu dan konsentrasi asam sulfat, waktu reaksi juga berpengaruh
terhadap kadar gula dalam produk hidrolisis (Gusmawarni, dkk., 2010 dalam
Indriany, dkk., 2013). Untuk mengetahui pengaruh waktu hidrolisis tepung
tongkol jagung dengan asam sulfat 50% terhadap kadar gula yang dihasilkan,
diterapkan lima tingkatan waktu hidrolisis masing-masing yaitu: 0,5 jam, 1jam.
1,5 jam, 2 jam, dan 2,5 jam.
Gambar 2.2. Kurva hasil pengukuran kadar gula dalam produk hidrolisis
pada berbagai waktu reaksi.
Hasil tersebut menunjukkan peningkatan kadar gula pada selang waktu
hidrolisis 0,5 jam sampai 1,5 jam dan cenderung konstan pada penggunaan waktu
hidrolisis di atas 1,5 jam. Hal ini diduga disebabkan karena pada waktu kurang
dari 0,5-1,5 jam glukosa yang semula belum banyak terbentuk mulai banyak
terbentuk hingga hasil maksimal pada waktu hidrolisis 1,5 jam. Pada waktu
hidrolisis > 1,5 jam, sebagian glukosa rusak karena reaksi lanjut. Menurut
Gusmawarni (2010) dalam Indriany dkk. (2013), faktor penyebab penurunan
kadar gula pada penggunaan waktu reaksi 90 menit diduga disebabkan karena
faktor ketelitian dalam analisis, menurutnya kadar gula harusnya tetap dalam arti
mencapai maksimum pada waktu reaksi tertentu.
Kadar Alkohol pada Penggunaan Berulang Sel Saccaromyces cereviceae
Amobil
Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat alkohol dalam produk
fermentasi sebesar 9,0%. Ketika digunakan ulang, hasil yang diperoleh untuk
pengulangan kedua dan ketiga masing-masing 7,0% dan 4,0% (Gambar 3),
sedangkan pada pengulangan keempat tidak terdeteksi adanya alkohol. Keadaan
tersebut memberikan petunjuk sel ragi amobil hanya dapat digunakan sebanyak
tiga kali untuk produk hidrolisis yang menggunakan asam sulfat 50% tanpa
pencucian dengan metanol.
Gambar 2.3. Kurva hasil pengukuran kadar alkohol produk fermentasi pada
pengulangan 1-4 kali.
Elevri dan Putra (2006) dalam Indriany dkk (2013), melakukan fermentasi
alkohol menggunakan molase dan mikroba pemrosesannya adalah ragi roti
(Saccharomyces cereviceae), dan menemukan terjadi penurunan produksi etanol
sebesar
BAB III
KESIMPULAN
Semakin tinggi penggunaan atau semakin meningkat rasio asam sulfat 50%
terhadap tepung togkol jagung semakin tinggi pula kadar gula yang
dihasilkan. Waktu reaksi juga berpengaruh terhadap kadar gula dalam produk
hidrolisis.
2.
Separate
Hidrolisis
and
Fermentation
(SHF),
Simultaneous
DAFTAR PUSTAKA
Haji, Abdul Gani. 2013. Kompoen Kimia Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Padat
Kelapa Sawit. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, 9 (3) : 109-116.
Indriany, D., Mappiratu, dan Nurhaeni. 2013. Pemanfaatan Libah Tongkol Jagung
(Zea mays) untuk Produksi Bioetanol Menggunakan Sel Ragi Amobil
Secara Berulang. Online Jurnal of Natural Science, 2(3) : 54-65.
Jannah, A.M. 2010. Proses Fermentasi Hidrolisat Jerami Padi Untuk
Menghasilkan Bioetanol. Jurnal Teknik Kimia, No.1, Vol. 17, Januari
2010.
Lestari,L; Aripin; Yanti; Zainudin; Sukmawati dan Marliani. 2010. Analisis
Kualitas Briket Arang Tongkol Jagung yang Menggunakan Bahan Perekat
Sagu dan Kanji. Jurnal Aplikasi Fisika, 6(2).
Oktavia, Mitra; Mardiah, Elida; Chaidir, Zulkarnain. 2013. Produksi Bioetanol
dari Tongkol Jagung dengan Metoda Simultan Sakarifikasi dan
Fermentasi. Jurnal Kimia Unand, 2 (1): 107-111.
Sembodo, Bregas S. T. ; Siagia, Beinard Prasatya; Panduwinata, Cecet. 2009.
Dekomposisi Tongkol Jagung Secara Termokimia dalam Air Panas
Bertekanan. Jurnal Ekuilibrium 8 (2) : 1-5.
Surono, U.B. 2010. Peningkatan Kualitas Pembakaran Biomassa Limbah Tongkol
Jagung