EMAS
Disusun oleh :
KELOMPOK 9
Annisa Nur Alillah
140410120009
140410120037
140410120038
Noviyanti Soleha
140410120059
M. Nasrulah Akbar
140410120087
DAFTAR ISI
DAFTAR
ii
ISI.................................................................................................
BAB I
1
PENDAHULUAN............................................................................
1.1 Latar
1
Belakang..................................................................................
1.2 Identifikasi
2
Masalah..........................................................................
1.3
2
Tujuan................................................................................................
BAB II TINJAUAN
3
PUSTAKA.........................................................
2.1
3
Pelingkupan........
2.1.1 Pelingkupan Ekologi.........................................................
4
2.1.2 Pelingkupan Sosial............................................................
5
2.2
Dampak
Potensial
dari
Kegiatan
Pernambangan
6
Emas....................
2.3
Klasifikasi
dan
Prioritas
Dampak
Penting
9
Hipotetik........................
2.4 Hasil
Pelingkupan
Kegiatan
Pertambangan
13
Emas..........................
2.4.1 Tahap
Pra
13
Konstruksi............................................................
2.4.2 Tahap
15
Konstruksi...................................................................
2.4.3 Tahap
Operasi............
16
2.4.4 Tahap
Pasca
16
Operasi..............................................................
2.6 Wilayah
Batas
16
Studi........................................................................
2.7 Contoh Kasus Dokumen Lingkungan UKL-UPL Eksploitasi
Emas
DMP
Blok
WPR
Gunung 21
Simbe..........................................................
BAB III
23
KESIMPULAN.
DAFTAR
24
PUSTAKA..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia terdiri dari kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa,
sehingga memiliki kekayaan flora, fauna, dan tipe ekosistem yang tergolong
tinggi di dunia. Tetapi potensi kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat
berharga ini mendapat ancaman karena berbagai dampak pembangunan yang tidak
berwawasan lingkungan. Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan termasuk
melindungi flora dan fauna beserta ekosistemnya dari kegiatan pembangunan,
pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintan Republik Indonesia No. 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Syulasmi dan Tina,
2009).
Berbagai kerusakan lingkungan yang saat ini dirasakan semakin
meningkat karena laju degradasi sumberdaya alam dan lingkungan jauh lebih
tinggi jika dibandingkan dengan laju upaya kita untuk melakukan perlindungan
dan pelestarian alam. Berbagai kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang
sangat menonjol adalah kerusakan hutan dan ekosistemnya, kerusakan lahan
basah, dan kerusakan terumbu karang, punahnya berbagai jenis flora dan fauna,
pencemaran tanah, udara, maupun air (Syulasmi dan Tina, 2009).
Aktivitas pembangunan akan selalu memberikan dampak positif maupun
negatif terhadap lingkungan, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Sehingga
sering menimbulkan keresahan, terjadi perselisihan antara masyarakat setempat
yang menduduki daerah asal dengan pihak proyek atau masyarakat pendatang
sebagai tenaga proyek (Syulasmi dan Tina, 2009).
Setiap kegiatan pembangunan selalu didahului oleh pembuatan suatu
perencanaan, kemudian, pembangunan proyek dan operasi proyek. Tetapi
seringkali kegiatan yang dibuat hanya ditujukan untuk mencapai sasaran yang
diinginkan oleh pemrakarsanya, kurang memperhatikan pengaruhnya terhadap
lingkungan, sehingga banyak keluhan yang muncul pada saat proyek mulai
1
dibangun atau beberapa saat setelah proyek selesai dibangun. Oleh karena itu
setiap kegiatan pembangunan yang akan mengakibatkan perubahan terhadap
lingkungan haruslah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan terlebih
dahulu (Syulasmi dan Tina, 2009). Dampak suatu pembangunan dapat dibagi
menjadi dua kelompok, pertama adalah dampak potensial, dan kedua dampak
hipotetik. Salah satu rencana kegiatan yang memerlukan analisis mengenai
dampak lingkungan adalah penambangan emas.
BAB II
ISI
2.1 Pelingkupan
ini
disebut
dengan
pelingkupan
kebijaksanaan
dan
uji deskriptif, metode matrik sederhana, dan metode bagan alir dampak (Kahar,
2014).
Pelaksanaan pelingkupan pada waktu penyusunan kerangka acuan, sangat
memerlukan suatu keahlian dan pengalaman tim yang tinggi. Karena semakin
tinggi keahlian dan pengalaman tim maka pelingkupannyanya akan lebih tepat
dan tajam hasilnya. Kegunaan dari pelingkupan adalah agar di dalam studi
AMDAL, waktu, biaya dan tenaga dapat lebih efisien. Beanland dan Duinker
(1983) dalam Syulasmi dan Tina (2009) memberikan pengertian untuk dua
macam pelingkupan, yaitu
1. Pelingkupan ekologi (Ecological Scoping) dan
2. Pelingkupan sosial (Social Scoping).
2.1.1
Pelingkupan ekologi
Pelingkupan ekologi adalah proses dari pelingkupan yang menetapkan
2.1.2
Pelingkupan sosial
Pelingkupan sosial adalah proses dari pelingkupan yang menetapkan
yang
terdapat di
masyarakat,
seperti peledak.
Sementara itu, isu-isu lingkungan akibat kegiatan pertambangan menurut
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) dalam Baklau dan
Parsons (1999) adalah sebagai berikut
Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan
Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan.
Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan
Stabilisasi site dan rehabilitasi
Limbah tambang dan pembuangan tailing
Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
Peralatan yang tidak digunakan, seperti limbah padat, limbah rumah tangga
Emisi Udara
Debu
Perubahan Iklim
Konsumsi Energi
Pelumpuran dan perubahan aliran sungai
Buangan air limbah dan air asam taminasi
Pemaparan bahan kimia di tempat kerja
Dampak
Penjelasan
Perubahan pola kepemilikan Kegiatan penambangan emas membutuhkan luas
lahan (munculnya spekulan lahan yang sangat luas.
2.
tanah)
Perubahan tata lahan dan Pada tahap konstruksi diperkirakan akan terjadi
kerusakan tanah/lahan
yaitu
aktivitas
pertambangan
Keresahan
masyarakat
dan
Adanya
kompensasi
tanah
dan
kualitas
udara
dan
peningkatan
kebisingan
dapat
mengganggu
kesehatan
Kecemburuan sosial
kesehatan
masyarakat
menimbulkan
5.
6.
yang
digunakan
sebagai
sumber
mata
7.
Timbulnya kebisingan
10
emas
selama
tahap
konstruksi
yang
dihasilkan
akan
menyebabkan
11
tahap kosntruksi, tahap operasi dan tahap pasca operasi. Penjelasan masingmasing tahap tersebut sebagai berikut
2.4.1
Keresahan Masyarakat
Munculnya spekulan tanah adanya kemungkinan kehilangan mata
lahan dan munculnya spekulan tanah yang menyebabkan harga tanah meningkat
akan menimbulkan persepsi negatif masyarakat.
b. Kompensasi Right of Way (ROW)
untuk lahan ROW apabila tidak sesuai dengan harapan masyarakat dapat
menimbulkan persepsi negatif masyarakat.
2.4.2
Tahap Konstruksi
12
emas dilakukan dengan menggunakan truk atau alat angkutan lain. Mobilisasi alat
dan material penambangan emas diperkirakan menimbulkan cemaran berupa debu
berterbangan, SO2, dan NO2.
berupa timbulan limbah padat domestik bukan B3 seperti kertas bekas, kardus
bekas material dll akibat aktivitas pekerja yang berada di lokasi Penambangan
Emas.
13
tinja, bekas mandi, cuci, dapur dan sebagainya yang terhadap pemukiman
disekitar pembangunan penambangan emas.
Limbah Berbahaya
Dalam pembuangan limbah industri ke aliran sungai, penambangan emas
keselamatan dan kesehatan kerja di area kerja pada Lokasi Penambangan Emas
Tahap Operasi
Dampak sosial ekonomi, banyaknya masyarakat beralih profesi dari petani
2.4.4
14
Batas proyek
Sering disebut dengan tapak proyek, sebenarnya luas batas proyek bukan
hanya terbatas pada lokasi di mana proyek berada yang biasanya oleh pagar
sekeliling lokasi proyek tersebut. Tetapi batas proyek sebetulnya lebih luas lagi
dari batas tersebut karena termasuk juga jalan proyek dan juga lahan-lahan yang
akan digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan konstruksi dan tempat dimana
alat-alat berat disimpan dan diperbaiki pada saat proyek berlangsung. Untuk
penentuan luas batas proyek perlu mempelajari secara cermat deskripsi proyek
yang bersangkutan termasuk cara pemasokan dan mobilisasi bahan-bahan
konstruksi dan peralatannya.
15
Batas ekologis
Batas ini sangat dipengaruhi cara penentuannya oleh komponen-komponen
16
Batas sosial
Batas sosial termasuk juga budaya dan ekonomi. Batas ini ditentukan
Batas administrasi
Batas administrasi ini dapat dilakukan berdasarkan pembagian wilayah
administrasi yang berlaku untuk lokasi di mana rencana proyek yang akan
dilakukan. Batas administrasi ini menjadi mudah apabila lokasi proyek berada
pada batas dari 1 (satu) wilayah administrasi, tetapi sering terjadi (terutama pada
proyek-proyek besar) lokasi proyek karena besar luasnya maka keberadaannya
bias di atas 2 (dua) atau lebih dari wilayah administrasi, baik wilayah tingkat satu
atau wilayah tingkat dua. Untuk menghadapi kemungkinan ini maka perlu
17
persiapan peta standar dan meletakkan lokasi proyek di atas peta standar tersebut,
dan dari situ dapat diketahui keberadaannya dari lokasi tersebut pada batas. Untuk
mengetahui dengan pasti batas-batas wilayah administrasi dari lokasi proyek
biasanya dapat diikuti peta ijin lokasi proyek yang dikeluatkan oleh Badan
Pertanahan Nasional di daerah yang bersangkutan dan dari dinas tata kota
setempat.
18
antara
komponen
kegiatan
dan
komponen
lingkungan
yang
diakibatkannya. Sebaliknya pelingkupan batas wilayah studi yang terlalu luas dari
pada seharusnya dapat menyebabkan kaburnya batas-batas pengaruh dampak dan
kurang nyatanya manfaat pengelolaan lingkungan dan pemantauannya. Disamping
itu akan terjadi pemborosan biaya studi dan terlalu lamanya waktu yang
diperlukan untuk penyelesaian pembuatan dokumen amdal yang dimaksud
(Budirahardjo, 1999).
Hal yang dijadikan pegangan dalam pelingkupan kedalaman studi amdal
adalah sasaran akhir dari kegunaan dokumen amdal, yaitu bukan untuk bahan
yang digunakan sebagai rekayasa rancang bangun (engineering design). Tetapi
merupakan dokumen yang berisi prinsip-prinsip dan persyaratan-persyaratan yang
harus diterapkan dalam rencana penanganan dampak lingkungan. Sehingga
dokumen ini dapat membantu kemudahan dari proses pengambilan keputusan
oleh
pejabat
yang
berwewenang.
Pelingkupan
kedalaman
studi
dapat
19
berdasarkan Batas untuk setiap Blok IPR yang berada dalam Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) Gunung Simba pada Dusun Rambut Petung, Desa
Pelangan Kecamatan Sekotong.
b.
Batas administrasi
Batas administrasi yang termasuk dalam skala kegiatan terletak pada
Batas sosial
Kemungkinan yang akan terkena dampak dari adanya kegiatan tersebut
20
Batas ekologi
Batas ekologi adalah daerah pengaruh kegiatan yang didasarkan atas batas
dampak terhadap kegiatan yang dapat dirasakan oleh ekologi sekitarnya. Untuk itu
batas ekologi ditetapkan dengan perkiraan luas 450 Ha.
e.
menegah untuk Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) tahap Eksploitasi mineral logam
emas dan mineral pengikutnya.
2.
Luas lahan yang akan digunakan untuk kegiatan eksploitasi adalah seluas 10
3.
4.
hektar.
Luas lahan untuk sarana pendukung seluas 2 hektar
Status lahan sebagian besar merupakan kawasan hutan produksi terbatas, sedikit
hutan lindung dan sebagian didalam aral hutan produksi terbatas telah menjadi
lahan hak garap dengan objek pajak perorangan (SPPT), dimana lahan yang
digunakan, dilakukan melalui mekanisme pinjam pakaim kawasan hutan dan
mekanisme ganti rugi biaya penggarapan untuk melepas hak atas pemilik
objek pajak (SPPT) didalam kawasan hutan produksi terbatas yang diketahui
5.
6.
tanaman keras dan tahunan yang kerapatannya rendah dan tidak teratur.
Di sekitar Wilayah Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang berjarak 1,5 kilometer
7.
21
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
22
WPR
Gunung
Simbe.
23