A. Latar Belakang
1
mampu memasukkan prinsip kelestarian alam dan lingkungan dalam
usaha-usaha pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Hal itu
berarti upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dengan tetap
menjaga kelestarian alam demi memenuhi kebutuhan hidup generasi saat
ini dan generasi yang akan datang.
Pemanfaatan sumber daya alam tanpa mempertimbangkan sisi
lingkungan akan mengakibatkan bencana lingkungan yang pada akhirnya
akan menimbulkan kerugian ekonomi. Salah satu pendekatan yang bisa
diambil untuk melihat sisi lingkungan yaitu melalui konsep jasa
lingkungan. Analisis kondisi jasa lingkungan hidup dapat menunjang
penyusunan strategi pengelolaan sumberdaya alam yang dapat
menghindarkan dari bencana lingkungan yang mungkin akan terjadi.
Ekosistem mengandung unsur pengaturan pada infrastruktur alam
untuk pencegahan dan perlindungan dari beberapa tipe bencana
khususnya bencana alam serta pengaturan tata aliran dan banjir.
Tempat-tempat yang memiliki liputan vegetasi yang rapat dapat
mencegah areanya dari bencana erosi, longsor, abrasi, dan tsunami.
Selain itu bentuk lahan secara spesifik berdampak langsung terhadap
sumber bencana, sebagai contoh bencana erosi dan longsor umumnya
terjadi pada bentuk lahan struktural dan denudasional dengan morfologi
perbukitan.
Bencana merupakan kejadian alam atau buatan manusia yang
menimbulkan kerugian baik jiwa maupun finansial. Lingkungan yang
lestari dan terjaga dapat meminimalisir risiko bencana terutama bencana
akibat aktivitas manusia. Keberadan Pulau Kalimantan dengan berbagai
karakteristiknya di masing-masing provinsi juga tidak terlepas dari
adanya potensi bencana. Adanya berbagai ekosistem dalam setiap satuan
administrasi juga memiliki peran dalam pengaturan pencegahan dan
perlindungan bencana dan pengaturan tata aliran air dan banjir.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Pulau Kalimantan khusunya
wilayah Kalimantan Selatan cukup rentan terhadap bencana. Kondisi
geografis yang berbukit dan bergunung meningkatkan kerawanan
bencana longsor serta banjir dibagian dataran fluvial. Penggunaan lahan
di perbukitan dan pegunungan berubah dari hutan menjadi semak
belukar atau ladang. Hal ini akan meningkatkan rawan longsor karena
kurangnya vegetasi untuk mengikat material tanah, air hujan akan
tertahan di lapisan atas tanah sehingga menjadi beban dan dapat
berakibat tanah longsor. Alih fungsi lahan di bagian hulu juga dapat
berdampak terhadap hilir, yaitu dataran fluvial. Sedimentasi dari wilayah
hulu akan mempersempit dimensi sungai sehingga dapat menyebabkan
bahaya banjir. Potensi dataran fluvial berbeda antar penggunaan lahan.
Dataran yang berpenggunaan lahan sawah memiliki potensi sedang,
sebaliknya permukiman memiliki potensi rendah.
Kawasan hutan memiliki kemampuan untuk mengurangi kerawanan
terhadap bahaya banjir dan longsor. Vegetasi di hutan mengikat tanah
sehingga tidak mudah tererosi oleh air hujan. Vegetasi juga mengurangi
2
jumlah air hujan yang langsung jatuh ke dalam tanah. Dua fungsi
tersebut akan mengurangi bahaya longsor di pegunungan dan
perbukitan. Sedimentasi juga akan berkurang karena tanah tidak mudah
tererosi. Hal ini akan mengurangi endapan sedimen di dataran rendah.
Beberapa wilayah pegunungan di Pulau Kalimantan mempunyai potensi
rendah untuk pengaturan bencana. Wilayah tersebut sudah
dimanfaatkan untuk perkebunan, pertanian, permukiman dan ladang
sehingga resapan air tidak semaksimal kawasan hutan. Kerapatan
vegetasi dan luas tajuk relatif rendah dibandingkan dengan tumbuhan di
hutan. Lahan resapan air yang berkurang membuat air hujan tidak dapat
masuk ke dalam tanah atau menjadi overland flow. Hal ini akan
mengakibatkan genangan atau banjir di wilayah perkotaan. Kelestarian
kawasan hutan dapat mengurangi tingkat bahaya di suatu daerah.
Kejadian bencana alam terutama banjir yang melanda di awal tahun
2021 yang meliputi 11 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan
dengan estimasi wilayah yang tergenang akibat banjir seluas 164.090
hektar. Nilai kerugian akibat bencana banjir yang melanda wilayah
Kalimantan Selatan sekitar Rp1,349 triliun menurut perkiraan Tim
Reaksi Cepat Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Sebagian besar banjir disebabkan oleh peningkatan curah hujan
maupun penurunan jasa lingkungan pencegahan dan perlindungan dari
beberapa tipe bencana khususnya bencana alam serta pengaturan tata
aliran dan banjir sebagai dampak dari kerusakan daerah aliran sungai
dan kerusakan hutan yang sudah kritis. Kerusakan hutan terus terjadi
akibat pembukaan lahan untuk pertambangan batu bara dan bijih besi
berlangsung besar-besaran sejak tahun 80-an. Hal ini terlihat di kawasan
Pegunungan Meratus yang menjadi daerah sumber aliran utama sungai-
sungai di Provinsi Kalimantan Selatan dipenuhi lubang-lubang tambang
yang menganga. Bahkan sebagian besar yang sudah tidak ditambang lagi
ditinggalkan tanpa reklamasi. Berdasarkan fakta yang ada di Provinsi
Kalimantan Selatan terdapat hutan gundul sangat luas, lubang bekas
tambang yang tidak direklamasi yang terus bertambah. Dampak yang
ditimbulkan adalah erosi semakin besar dan sungai-sungai menjadi
dangkal sehingga ketika musim hujan datang air meluap hampir ke
seluruh wilayah bahkan berarus deras. Disisi lain dampak perubahan
iklim juga semakin mengancam wilayah Kalimantan Selatan. (Dikutip
Berdasarkan Dokumen KRB 2016-2020)
Bukan hanya itu, masih ada bencana lain yang mengancam Provinsi
Kalimantan Selatan yaitu kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, banjir
bandang dan ROB, cuaca ekstrim, tanah longsor, gelombang ekstrim dan
abrasi. Dengan tingginya tingkat kerentanan dan potensi bahaya di
Provinsi Kalimantan Selatan, maka tingkat risiko juga akan meningkat.
Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan perlu melakukan
upaya penanggulangan bencana yang terarah, terencana, dan terpadu.
Salah satu dasar untuk menyusun rekomendasi dan kebijakan adalah
3
melakukan kajian Kondisi Jasa Lingkungan Hidup Terhadap Potensi
Bencana Alam di Kalimantan Selatan.
B. Dasar Hukum
4
14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air;
15. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
19. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
20. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
21. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Hutan;
22. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup;
23. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2009
tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup
dalam Pentaan Ruang Wilayah;
5
2) Tersedian alternatif skenario dan rekomendasi yang dapat
dilaksanakan untuk mencegah terjadinya bencana alam dan
mengurangi dampak yang ditimbulkannya baik upaya sipil teknis dan
kebijakan.
E. Ruang Lingkup
6
Kajian: bahaya, kerentanan, kapasitas dan risiko bencana alam
yang meliputi banjir, banjir bandang dan ROB, kebakaran lahan,
kekeringan, gelombang ektrim dan abrasi, tanah longsor, gempa
bumi dan kenaikan muka laut
Kajian modeling dan skenario jasa lingkungan terhadap bencana
alam berupa upaya sipil teknis dan upaya kebijakan
Penyusunan rekomendasi sipil teknis dan kebijakan
Kajian dilakukan pada batasan dan cakupan area Daerah DAS-Sub
DAS dan Daerah Tangkapan Air (DTA)
5) FGD dan rapat pembahasan
6) Penyusunan laporan
7) Instalasi data-data hasil kajian
F. Output Kegiatan
H. Tenaga Ahli
7
5. Ahli Kehutanan
6. Ahli Lingkungan
7. Ahli Kelautan
8. Ahli Penginderaan Jarak Jauh
9. Ahli Sistem Informasi Geografis
10. Ahli Sosial Budaya
11. Ahli Ekonomi Sumberdaya
12. Asisten Tenaga Ahli
13. Surveyor dan Tenaga Lapangan
I. Biaya