Anda di halaman 1dari 10

HUTAN SEBAGAI INFRASTRUKTUR ‘ALAMI’ UNTUK MEWUJUDKAN

KETAHANAN AIR, KETAHANAN PANGAN DAN KETAHANAN ENERGI YANG


BERKELANJUTAN DI INDONESIA

ESAI

Ditujukan untuk lomba esai “WRE Competition”

Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

Disusun Oleh :
ZEINNIA ALYA AZHARI
NIM. 185060407111009

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2020

1
BAB I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang masuk jajaran The Group of
Twenty Finance Ministers and Central Bank Governors atau kelompok 19 negara ditambah
uni Eropa dengan perekonomian terbesar di dunia. Namun perekonomian di Indonesia masih
sangat bergantung pada sumber daya alamnya. Berdasarkan data World Bank : Indonesia
Economic Quarterly December 2015, lebih dari 25% PDB Indonesia komoditasnya berbasis
sumber daya alam, melalui pertambangan sebesar 12%, pertanian sebesar 25% dan industri
manufaktur sebesar 24%.
Berdasarkan data FAOSTAT, sumber daya alam di Indonesia meliputi cadangan batu
bara, minyak, gas alam, panas bumi, 57 juta hektar lahan pertanian dan 98 juta hektar lahan
hutan hujan tropis yang merupakan terbesar ketiga di dunia.
Sumber daya alam di Indonesia memang melimpah, namun jika kekayaan alam yang
dititik beratkan pada hutan dan lahan gambut terus dieksploitasi dengan dalih kemajuan
perekonomian tanpa mempertimbangkan sustainability akan berdampak pada banyak hal
seperti krisis air, krisis pangan, krisis energi, kemiskinan, wabah penyakit dan banyak aspek
penting pada kehidupan manusia yang akan terkena dampaknya. Seperti yang pernah dikatakan
Edward Lorenz bahwa as small as the flutter of a butterfly's wing can ultimately cause a
typhoon halfway around the world. Perubahan kecil dan non-linier bisa saja memengaruhi
sesuatu secara massa, biasa kita kenal dengan Butterfly Effect atau Chaos Theory.
Sebagai contoh adalah Pulau Jawa yang merupakan pusat kawasan industri di Indonesia
dengan luas wilayah 128,297 km2 dan jumlah penduduk terpadat di Indonesia. Akibat alih
fungsi lahan hutan menjadi kawasan industri dan pertanian, tutupan lahan hutan di Pulau Jawa
hanya tersisa sebesar 10,27% dari luas wilayah Pulau Jawa. Walaupun pemerintah mengklaim
proyek bendungan serta revitalisasi waduk dan danau akan terus berjalan, 150 juta penduduk
Pulau Jawa terancam mengalami krisis air bahkan untuk sekedar makan dan minum dan
kegagalan panen karena tidak ada lagi air untuk irigasi pada 2040 mendatang.
Untuk mencegah terjadinya Butterfly Effect yang lebih kronis akibat rusaknya
ekosistem hutan dan berdampak pada krisis air, krisis pangan dan krisis energi di Indonesia,
kita perlu melakukan kajian dimulai dari 1)kondisi hutan di Indonesia, 2)sebab dan akibat dari
deforestasi di Indonesia, 3)hubungan antara air, pangan dan energi, 4)
seberapa penting peran
hutan dalam mewujudkan ketahanan air, ketahanan pangan dan ketahanan energi di Indonesia
5)
konservasi hutan sebagai solusi untuk mewujudkan ketahanan air, ketahanan pangan dan
ketahanan energi di Indonesia.

2
BAB II PEMBAHASAN

Deforestasi dan Degradasi Lingkungan di Indonesia

Sumber : borneonaturefoundation.org
Gambar 1. Deforestasi di Kalimantan Representasi Tingkat Deforestasi di Indonesia
Berdasarkan data National Forest Reference Emission Level untuk UNFCCC, sejak
1990 hingga 2012 Indonesia telah kehilangan 918,678 hektar hutan primer dan lahan gambut
tiap tahunnya. Hutan dan lahan gambut dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit,
kayu industri, pertambangan, pertanian dan pemukiman baru. Tingkat deforestasi di Indonesia
termasuk yang tertinggi di dunia.
Deforestasi di Indonesia berdampak pada degradasi lingkungan berupa laju sedimentasi
sungai yang tinggi, emisi gas rumah kaca, perubahan siklus hidrologi, terjadinya krisis
ketersediaan air baku saat musim kemarau dan banjir saat musim hujan akibat kerusakan DAS
dan perubahan iklim.
Deforestasi atau hilangnya vegetasi di sekitar DAS dapat mempengaruhi respon
hidrologis DAS. Respon hidrologis DAS akibat deforestasi diantaranya adalah peningkatan
limpasan air saat hujan karena hilangnya vegetasi sebagai daerah resapan air, peningkatan erosi
tanah dan tanah longsor karena hilangnya pepohonan yang mampu menahan air saat hujan
sehingga tidak langsung menyentuh tanah dan mengalir di permukaan tanah, penurunan water
storage atau simpanan air dan penurunan kualitas dan produktivitas sumber daya lahan.
Selain mempengaruhi respon hidrologis DAS, deforestasi atau alih fungsi hutan dan
lahan gambut untuk menjadi perkebunan, pertanian atau pemukiman dilakukan dengan cara
pembakaran hutan dan lahan gambut yang sangat merugikan. Selain mengakibatkan hilangnya
keanekaragaman flora dan fauna di Indonesia, pembakaran hutan dan lahan gambut
memproduksi asap pembakaran yang dapat menimbulkan polusi tingkat daerah hingga tingkat
nasional, menimbulkan penyakit pernapasan akut yang dapat berujung pada kematian dan
menganggu kelangsungan hidup manusia.

3
Studi Kasus : Kerusakan DAS Cikapundung Akibat Deforestasi

Sumber : Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
Gambar 2. Data Historical DAS Cikapundung Tahun 1916-2006

Berdasarkan arsip data historical DAS Cikapundung tahun 1916-2006, dari tahun
ketahun terjadi deforestasi di sekitar DAS Cikapundung yang merupakan sub-DAS Citarum di
Kabupaten Bandung Barat. Alih fungsi lahan hutan menjadi pemukiman pedesaan dan urban
di hulu DAS Cikapundung menyebabkan fungsi hidrologis lahan terdegradasi.
Alih fungsi lahan hutan di sekitar DAS Cikapundung menjadi pemukiman,
menyebabkan air langsung melimpas menuju sungai tanpa ada proses penyerapan air oleh
tanaman hutan dan tanah. Sehingga limpasan (runoff) DAS Cikapundung meningkat dan akan
mengalami banjir jika terjadi hujan dengan curah hujan yang besar.
Alih fungsi lahan hutan juga menyebabkan aliran dasar (baseflow) menurun,
menandakan resapan air di DAS Cikapundung semakin kecil dan cadangan air tanahnya
sedikit. Dari tahun ke tahun cadangan air tanah DAS Cikapundung semakin menurun. Saat
musim kemarau DAS Cikapundung akan mengalami kekeringan.
Jika deforestasi di sekitar DAS Cikapundung diteruskan tanpa ada upaya dalam
menangani degradasi lingkungan di sekitar DAS Cikapundung, semakin lama cadangan air
tanah DAS Cikapundung akan habis dan terancam krisis air baku kronis. Kecuali jika dibangun
bendungan dengan kapasitas tampung yang besar. Tentu saja, pembangunan bendungan
dengan kapasitas tampung yang besar membutuhkan biaya besar.

4
Hubungan Antara Ketersediaan Air, Pangan Dan Energi dengan Hutan

Sumber : globalcanopy.org
Gambar 3. Hubungan Antara Ketahanan Air, Pangan Dan Energi dengan Hutan

Ketahanan air, pangan dan energi saling berkaitan satu sama lain dan hutan merupakan
penunjang utama terlaksananya ketahanan air, pangan dan energi.

Peran Hutan Dalam Mewujudkan Ketahanan Air


Hutan memiliki peran sebagai regulator air yang artinya hutan mengatur, menyokong
dan menyediakan. Hutan mengatur daur hidrologi, menyokong daur hidrologi dan
menyediakan air. Permasalahan kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan
merupakan indikasi adanya ketidakseimbangan daur hidrologi. Artinya peran hutan sebagai
pengatur dan penyokong daur hidrologi sudah tidak lagi murni akibat alih fungsi lahan hutan.
Ketika hujan ranting dan daun tanaman hutan membantu dalam proses intersepsi air hujan. Air
hujan yang turun ke bumi sebagian diserap oleh ranting dan daun tanaman hutan sehingga air
hujan tidak langsung menyentuh tanah dan melimpas ke permukaan yang dapat mengakibatkan
erosi tanah, banjir dan penumpukkan sedimen di sungai.
Hutan menjadi organ vital yang mempengaruhi ketersediaan air untuk semua aktifitas
manusia seperti minum, makan, mencuci, mandi, irigasi sawah, berternak, keberlangsungan
industri dan masih banyak lagi. Hutan mampu menyaring dan membersihkan air jauh lebih
baik dan lebih murah dari sistem yang diciptakan manusia. Sebuah survey di Amerika Serikat

5
menunjukkan bahwa biaya pengolahan air di sekitar DAS dengan tutupan lahan hutan sebanyak
60% mempunyai biaya pengolahan air setengah kali lebih murah dibandingkan dengan
pengoloahan air di sekitar DAS dengan tutupan lahan hutan sebanyak 30%. Diperkirakan
bahwa setiap 1 US Dollar atau setara dengan 13.300 rupiah yang dihabiskan untuk
perlindungan hutan dan DAS akan menghemat biaya pengoloahan air sebanyak 7,5 hingga 200
US Dollar atau setara dengan 99.000 rupiah hingga 2,5 juta rupiah.

Peran Hutan Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan


Hutan dalam mewujudkan ketahanan pangan tidak hanya berperan sebagai pengatur
siklus hidrologi dan kesuburan tanah. Hutan telah menyediakan makanan bagi manusia selama
berabad-abad. Hutan juga menjaga ketersediaan air, menyediakan energi berbasis pohon dan
menjadi habitat bagi penyerbuk alami dan predator hama pertanian. Hutan juga dijuluki sebagai
life supporting system dan forest for food production yang artinya hutan adalah penyangga
kehidupan yang esensial dan hutan adalah sumber ketahanan pangan.
Demi mewujudkan hutan sebagai penunjang utama ketahanan pangan di Indonesia
harus dilakukan dengan strategi pengelolaan hutan yang berkelanjutan agar ketahanan pangan
dapat terwujud tanpa mengikis modal alamnya dan merusak ekosistem hutan. Selama ini
ketahanan pangan di Indonesia diwujudkan dengan cara alih fungsi hutan menjadi lahan
pertanian dan perkebunanyang justru malah semakin merugikan. Alih fungsi hutan menjadi
pertanian dan perkebunan hanya meberi keuntungan bagi ekonomi di Indonesia secara instan
namun tidak akan bertahan lama. Jika hutan terus terkikis maka tidak ada lagi yang mampu
berperan sebagai pengatur daur hidrologi, akibatnya terjadi cuaca esktrem, banjir saat musim
hujan, kekeringan saat musim kemarau dan gagal panen yang terus melanda pertanian di
Indonesia.
Seperti yang terjadi di Kalimantan sebelum tahun 1999. Kalimantan menjadi ‘Lumbung
Pangan Nasional’ melalui proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar oleh Soeharto. Kalimantan
memiliki banyak potensi pangan eksotik dan bergizi tinggi. Melalui proyek Lahan Gambut
Sejuta Hektar, pemerintah memajukan perekonomian penduduk di Kalimantan dengan
mengarahkan masyarakat untuk mengeksplor pangan lokal yang semuanya diambil dari hutan
dan mengolah lahan gambut dengan cara yang bijak. Namun setelah reformasi tahun 1999,
akibat minimnya pengetahuan pemerintah yang baru mengenai pengolahan lahan gambut dan
kondisi sosial masyarakat Kalimantan, alih-alih meneruskan proyek Lahan Gambut Sejuta
Hektar, pemerintah membawa masyarakat kepada pendirian perkebunan sawit dan pulp oleh
asing di Kalimantan. Akibatnya banyak hutan di Kalimantan yang dialih fungsikan menjadi
6
perkebunan sawit dan pangan lokal hilang. Masyarakat telah terbawa oleh budaya luar dan lupa
akan potensi pangan lokal yang lebih menguntungkan dan dapat bertahan untuk jangka
panjang.

Peran Hutan Dalam Mewujudkan Ketahanan Energi


Sumber daya energi di Indonesia yang tidak merata memerlukan pemanfaatan sumber
daya lokal yang ada secara optimal. Pengembangan sumber daya energi membutuhkan
alternatif hayati seperti nyamplung, sengon, akasia dan eukaliptus yang berasal dari hutan.

Hutan untuk Ketahanan Air, Pangan dan Energi

Sumber : pdamtirtabenteng.co.id
Gambar 4. Hutan untuk Ketahanan Air, Pangan Dan Energi
Konservasi hutan mewujudkan ketahanan air. Selain untuk pemenuhan kebutuhan baku
kehidupan manusia, ketahanan air dibutuhkan untuk sistem irigasi demi mewujudkan
ketahanan pangan dan sistem pembangkit listrik tenaga air untuk ketahanan energi di
Indonesia.
Hutan juga memberi peran dalam ketahanan pangan melalui potensi pangan di hutan
dan bahan bakar hayati untuk mewujudkan ketahanan energi.

7
Hutan Sebagai Infrastruktur ‘Alami’ Merupakan Solusi untuk Mewujudkan Ketahanan
Air, Pangan dan Energi di Indonesia

Indonesia membutuhkan hutan untuk mewujudkan ketahanan air, pangan dan energi.
Tanpa hutan sebagai regulator air, siklus hidrologi dan perubahan iklim ekstrem akan terus
terjadi di Indonesia. Perubahan iklim memberi resiko yang signifikan terhadap sumber daya
alam di Indonesia dan berdampak pada produksi dan distribusi air, pangan dan energi.

Tekanan pada keterbatasan sumber daya alam di Indonesia akan terus meningkat seiring
bertambahnya populasi. Untuk itu aksi reduksi deforestasi dan konservasi hutan, pengelolaan
daerah aliran sungai secara terpadu, pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan
dan perbaikan pola konsumsi perlu segera dilaksanakan baik oleh pemerintah dan masyarakat.

8
BAB III KESIMPULAN

Tingkat deforestasi di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Hutan dan lahan
gambut dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, kayu industri, pertambangan,
pertanian dan pemukiman baru. Deforestasi di Indonesia disebabkan oleh keinginan untuk
memajukan perekonomian negara secara instan tanpa memikirkan keberlanjutannya.
Akibatnya daerah aliran sungai rusak, siklus hidrologi terganggu, perubahan iklim ekstrem,
banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.
Hutan sebagai pengendali siklus hidrologi berperan dalam mewujudkan ketahanan air
sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Ketahanan air tidak hanya dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan baku manusia namun juga dapat dimanfaatkan sebagai irigasi untuk
mewujudkan ketahanan pangan dan menyediakan energi terbarukan sistem listrik tenaga air
untuk mewujudkan ketahanan energi. Hutan juga menyediakan potensi pangan yang jumlahnya
tidak terbatas di dalamnya jika tidak mengubah ekosistemnya. Hutan juga menyediakan
pepohonan seperti nyamplung, sengon, akasia dan eukaliptus yang dapat dimanfaatkan sebagai
energi terbarukan untuk ketahanan energi yang merata di Indonesia.
Tekanan pada keterbatasan sumber daya alam di Indonesia akan terus meningkat seiring
bertambahnya populasi. Namun mewujudkan ketahanan air,pangan dan energi tidak dapat
dilakukan dengan eksploitasi hutan yang sangat beresiko baik untuk kelangsungan siklus
hidrologi, iklim dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Perbaikan dan konservasi hutan harusnya menjadi agenda yang mendesak di Indonesia.
Semakin lama hutan dibiarkan terkikis, perubahan iklim akan terus terjadi dan ketahanan air,
pangan dan energi di Indonesia yang berkelanjutan tanpa merusak alamnya akan pelik untuk
terwujud.

9
Daftar Pustaka
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 2017, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta.
Sabar, Arwin, Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang
Berkelanjutan, Bappenas, Jakarta.
LT, Fadhila Muhammad 2015, ‘Konsep Model Intergrated Water Resources
Management dalam Pengelolaan Sumber Daya Air’, Jurnal Ilmiah, dilihat 10 Januari 2020,
<academi.edu>
Bellfield, Helen dkk, ‘WEF Briefing Note : Bagaimana Indonesia Mencapai Ketahanan
Air, Pangan dan Energi Tanpa Mengikis Modal Alamnya’, Jurnal Ilmiah, dilihat 10 Januari
2020, <globalcanopy.org>
Inilah Hubungan Mesra Antara Hutan dan Ketersediaan Air, 2016, ProFauna,
<profauna.net>
Anwar, Moch dkk, 2012, ‘Respons Hidrologi Akibat Deforestasi di DAS Barito Hulu,
Kalimantan Tengah’, Jurnal Ilmiah, dilihat 10 Januari 2020, <researchgate.net>
Sutrisno, Nono dan Nani Heryani ‘Dukungan Irigasi dan Lahan Kering Terhadap
Kemandirian Pangan’, Jurnal Ilmiah, dilihat 10 Januari 2020, <litbang.pertanian.go.id>
Hubungan dan Ketersediaan Air, Energi dan Pangan, 2018, <nandurwit.com>
Ketahanan Energi, Air dan Pangan, 2018, <pdamtirtabenteng.co.id>
Paino, Christopel, 2018, ‘Hutan Sebagai Sumber Ketahanan Pangan, Bisa
Diwujudkan?’, <mongabay.co.id>

10

Anda mungkin juga menyukai