Anda di halaman 1dari 26

PROGRAM UNGGULAN

NTB HIJAU ( NTB GO GREEN)


LATAR BELAKANG
Pembangunan kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pembangunan kehutanan dilaksanakan melalui pengurusan hutan, pemanfataan hutan dan hasil
hutan serta tata kelola sumberdaya hutan, dengan tujuan untuk peningkaan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan kehutanan dilaksanakan dengan menganut 2 (dua) azas utama yaitu
azas manfaat dan azas lestari. Azas manfaat memiliki makna bahwa pembangunan kehutanan
harus diselenggarakan dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu memberikan manfaat yang
optimal. Azas lestari memberikan batasan yang tegas bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hutan
dan hasil hutan harus dilaksanakan dalam kerangka kelestarian dan keberlanjutan pembangunan.
Azas pembangunan kehutanan tersebut mengamanatkan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya
hutan harus dapat mempertahankan keberadaan lahan yang diperuntukkan sebagai kawasan
hutan dalam luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional menuju pengelolaan hutan lestari.
Keberadaan sumberdaya hutan dalam wujud biofisik hutan dan wujud abiotik dengan kualitas dan
kuantitas yang tinggi, harus dapat dimanfaatkan secara optimal unrtuk kesejahteraan masyarakat.
Untuk mendukung hal tersebut maka tata kelola sumberdaya hutan baik aspek kelola ekonomi,
kelola ekologi atau lingkungan maupun kelola sosial harus diselenggarakan dengan baik. Amanat
yang dituangkan dalam azaz tersebut diimplementasikan dalam empat upaya pokok yaitu 1)
perencanaan hutan, 2) pengelolaan hutan, 3) penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
pelatihan, serta penyuluhan, dan 4) pengawasan dan pengendalian, yang secara keseluruhan
ditujukan guna mewujudkan pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan masyarakat.
Dalam implementasinya, pembangunan kehutanan menghadapi beberapa permasalahan yang
membawa implikasi cukup luas, baik dalam dimensi ruang maupun sektoral. Permasalahan ruang,
terutama disebabkan adanya kebutuhan ruang bagi pembangunan berbagai sektor yang semakin
tinggi seperti sektor pertanian, prasarana wilayah, perhubungan dan telekomunikasi, permukiman
dan transmigrasi, pertambangan dan lain-lain. Alokasi ruang bagi pembangunan sektor-sektor
tersebut, pada dasarnya sudah disediakan diluar kawasan hutan atau yang biasa disebut dengan
Areal Penggunaan Lain (APL) dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Namun
demikian, seringkali terjadi kebutuhan ruang yang mengharuskan penggunaan kawasan hutan
karena menyangkut lokasi suatu kawasan, seperti pemasangan repeater untuk telekomunikasi
yang mengharuskan menggunakan kawasan yang berelevasi tinggi atau kawasan hutan pada
umumnya, kegiatan pertambangan karena menyangkut potensi yang terkandung dalam tanah,
pembangunan jalan dan jembatan karena menyangkut akses suatu wilayah terhadap wilayah lain,
dan lain-lain. Kebutuhan ruang tersebut, menyebabkan keberadaan kawasan hutan seringkali
dipandang sebagai penghambat pembangunan sektor lain karena penggunaan kawasan hutan
yang banyak mengalami kendala. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
mengamanatkan bahwa penggunaan kawasan hutan harus seizin Menteri Kehutanan, sedangkan
penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan hanya diperkenankan pada hutan
produksi dan hutan lindung. Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan
tidak diperkenankan dengan cara terbuka. Proses penggunaan kawasan hutan tersebut, seringkali
memerlukan waktu yang cukup lama karena persyaratan yang tidak lengkap dan menyangkut
persoalan status kawasan hutan.
Secara sektoral pembangunan kehutanan telah mampu mendorong bagi pengembangan
pembangunan berbagai sektor terkait seperti pertanian, pariwisata, industri, transportasi, dan lainlain karena adanya kondisi, potensi dan fungsi kawasan hutan. Berjalannya fungsi hutan akan
cenderung meningkatkan ketersediaan air tanah, perbaikan panorama, meningkatkan ketersediaan
pangan, dan lain-lain, sehingga akan meningkatkan produksi barang dan jasa di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Peningkatan produksi barang dan jasa tersebut, secara tidak langsung akan
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

mendorong aktivitas pembangunan berbagai sektor lain seperti tumbuhnya industri pengolahan
hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu, pengolahan bahan makanan, transportasi untuk
mendukung distribusi, pengembangan hotel dan restoran, tumbuhnya sektor pariwisata dan lainlain yang pada akhirnya akan meningkatkan kontribusi pembangunan ekonomi daerah dengan
indikator PDRB. Keseluruhan pembangunan berbagai sektor tersebut, pada akhirnya akan
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan membuka lapangan kerja baru sehingga akan
mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Wilayah Nusa Tenggara Barat, secara umum merupakan salah satu wilayah yang cukup penting
bagi pembangunan Nasional terutama dalam pembangunan ekonomi serta upaya pelestarian
keanekaragaman hayati dunia, meskipun secara luasan relatif kecil dibanding wilayah lain di
Indonesia. Hal ini disebabkan, posisi strategis wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diapit
oleh 3 (tiga) kawasan tujuan wisata dunia yaitu Pulau Bali di bagian Barat, Tana Toraja di bagian
Utara dan Komodo di bagian Timur, menyebabkan wilayah Nusa Tenggara Barat menjadi lintasan
wisata yang cukup ramai. Disamping itu, potensi wisata yang tinggi seperti kawasan laut, pantai,
alam pegunungan, budaya, dan lain-lain sebagai atraksi wisata yang menarik, menyebabkan
wilayah Nusa Tenggara Barat semakin diminati dalam kunjungan wisata maupun investasi yang
berkaitan dengan sektor pariwisata. Dampak lanjutan dari aktivitas tersebut adalah
berkembangnya perekonomian wilayah mengingat sektor pariwisata mempunyai backward and
foreward yang cukup luas. Secara ekologis, wilayah Nusa Tenggara Barat mempunyai karakteristik
yang khas karena merupakan lintasan garis Wallace sebagai peralihan ekologi antara benua Asia
dan Australia. Secara spesifik di Pulau Lombok ditemukan adanya kera hitam/lutung (Presbithys
cristata) yang tidak ditemukan di Pulau Bali dan Pulau Sumbawa, jenis tanaman Kelicung
(Dyosphyros malabarica) dan Rajumas (Duabanga moluccana) yang merupakan tanaman khas
Nusa Tenggara Barat, dan Gaharu (Gyrinops vertegii) yang merupakan tanaman penghasil gubal
gaharu dengan jenis tanaman yang berbeda dengan daerah lain, Taman Nasional Gunung Rinjani
yang mempunyai kaldera akibat letusan gunung Rinjani beberapa puluh tahun lalu sehingga
membentuk danau Segara Anak bisa menjadi warisan dunia (heritage world), Gunung Tambora
dengan kaldera akibat letusan satu abad silam yang menarik secara geologis, danau Rawa
Taliwang sebagai tempat persinggahan burung yang migrasi dari daratan Australia ke daratan
China, dan lain-lain.
Disamping potensi sumber daya alam yang dimiliki, Provinsi Nusa Tenggara Barat juga
menghadapi tekanan fisik, sosial dan ekonomi yang tidak ringan seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk sehingga akan mempengaruhi daya dukung dan keberlanjutan fungsi ekosistem
wilayah Nusa Tenggara Barat. Sementara itu disisi lain, pembangunan berbagai sektor yang
semakin cepat, perlu dicermati dengan mempertimbangkan kemampuan daya dukung kawasan
agar kerusakan lingkungan dapat ditekan pada tingkat yang minimal. Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) menjadi sangat strategis dalam rangka alokasi ruang bagi rencana
peruntukan pembangunan berbagai sektor yang lebih serasi dan seimbang antar sektor dan
lingkungan hidup.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang antara lain mengamanatkan
untuk menyediakan kawasan lindung sebesar 30% dari luas wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS)
guna menjamin fungsi pengaturan tata air dapat berjalan baik. Fungsi perlindungan tata air
tersebut dapat berjalan baik dengan beberapa persyaratan, yaitu (1) kawasan lindung tersebar
dalam luasan yang cukup dan proporsional pada setiap DAS, (2) kawasan lindung mempunyai
tutupan vegetasi yang sesuai sehingga memungkinkan berfungsi sebagai perlindungan tata air,
dan (3) kawasan lindung terjaga dari berbagai macam aktivitas yang destruktif, sehingga dapat
dipertahankan keberadaan dan kondisinya. Untuk menuju terselenggaranya pengaturan tata air
tersebut, maka sebagai langkah awal perlu memasukan alokasi kawasan budidaya dan kawasan
lindung tersebut ke dalam RTRW untuk selanjutnya digunakan sebagai landasan operasional
pelaksanaan berbagai program pembangunan.
Berdasarkan kajian citra landsat tahun 2003, luas lahan kritis dan kawasan terbuka di Nusa
Tenggara Barat sudah mencapai angka 507.000 ha atau mencapai 25,15% dari wilayah daratan
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

yang terbagi dalam 160.000 Ha (7,94%) dalam kawasan hutan dan 347.000 Ha (17,2%) di luar
kawasan hutan (Dinas Kehutanan Prov. NTB, 2003). Kerusakan sumber daya hutan dan lahan
tersebut telah memberi dampak yang buruk bagi pembangunan berbagai sektor serta mengancam
terjadinya bencana alam berupa longsor dan banjir serta kekeringan. Fenomena kerusakan
sumberdaya alam dan lingkungan di Nusa Tenggara Barat, dapat dilihat dari beberapa data dan
fakta di lapangan, yang menunjukkan tingkat bahaya erosi DAS di Nusa Tenggara Barat sangat
tinggi yaitu mencapai 71,59% di wilayah DAS Pulau Lombok dan 70,09% di wilayah DAS Pulau
Sumbawa. Hal ini telah menyebabkan kondisi 18 DAS di Nusa Tenggara Barat berada dalam
kondisi kritis hingga sangat kritis. Selain itu, selama kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi
penurunan sejumlah mata air. Lebih dari 400 titik mata air di Nusa Tenggara Barat telah hilang
dan telah menyebabkan terjadinya defisit air akibat menurunnya ketersediaan air, sementara
pemanfaatan air cenderung semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh WWF Indonesia
Program Nusa Tenggara menemukan fakta bahwa di Pulau Lombok telah terjadi defisit air sebesar
1,2 M M3 per tahun. Kondisi ini apabila tidak segera ditangani dengan serius akan berdampak
terhadap 70% lebih masyarakat agraris atau yang bertumpu pada sektor pertanian dan kebutuhan
air bersih penduduk di Pulau Lombok (WWF, 2008). Dampak lanjutan dari kondisi tersebut adalah
penurunan produksi pertanian serta kesejahteraan masyarakat terutama petani.
Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya kondisi tersebut antara lain terkait dengan
rendahnya kesejahteraan masyarakat terutama di dalam dan sekitar kawasan hutan, rendahnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup, serta kebijakan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang masih lemah. Penduduk miskin NTB tahun 2006
mencapai 1.003.000 (23% penduduk NTB) dimana 40% diantaranya berada didalam dan sekitar
hutan. Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah dapat ditunjukkan masih berlangsungnya
praktek-praktek pengelolaan hutan yang bersifat merusak seperti perladangan dan perambahan
hutan, pembukaan lahan dengan cara pembakaran serta penebangan liar. Aktivitas budidaya dan
bangunan fisik juga masih berlangsung pada beberapa kawasan lindung, sehingga akan
mengurangi daerah resapan air. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam juga sering kurang
konsisten seperti penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan terbuka yang
akan mengurangi fungsi kawasan lindung. Secara umum beberapa kendala pengelolaan sumber
daya alam yang masih dihadapi, antara lain :
1. kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang masih lemah karena orientasi pembangunan
yang lebih mengutamakan ekonomi jangka pendek. Kondisi ini dapat dicermati pada alokasi
anggaran dalam beberapa tahun yang masih kecil pada sektor/institusi yang menangani
lingkungan dan wilayah hulu,
2. identifikasi program yang berbasis kehutanan dan lingkungan masih belum memadai dan belum
mampu memberi gambaran kontribusi terhadap pembangunan ekonomi daerah, karena
kontribusi ekonomi hanya diperhitungkan pada jenis komoditas secara langsung,
3. aktivitas yang berkaitan dengan perusakan sumber daya alam masih berjalan dan cenderung
untuk semakin meningkat sejalan dengan kebutuhan hasil hutan dan ruang bagi pembangunan
yang semakin tinggi,
4. informasi sebagai instrumen utama untuk memantau pembangunan belum tersedia dengan
baik karena sistem monitoring dan evaluasi yang belum terbangun,
5. masih terjadi dikotomi kepentingan ekonomi versus lingkungan. Kebutuhan pembangunan
ekonomi masih banyak mengorbankan lingkungan dan sumber daya alam.
Permasalahan ini harus segera ditangani oleh pemerintah melalui kerjasama dengan semua pihak
terkait. Penanggulangan masalah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan di NTB yang tidak
berdasarkan sumber permasalahan dalam beberapa aspek di atas, tidak akan efektif dan hanya
akan menimbulkan masalah-masalah baru yang mungkin lebih kronis, berkelanjutan serta
terakumulasi menjadi permasalahan yang memberi dampak negative lebih besar. Oleh karena itu,
perencanaan pengelolaan sumber daya hutan dan lingkungan hidup yang komprehensif guna
mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Provinsi NTB mutlak dilakukan. Guna menjawab
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

berbagai persoalan dalam pengelolaan sumber daya hutan dan lingkungan di NTB, maka
Pemerintah Provinsi NTB berkenan membangun pemahaman untuk memperbaiki kondisi
lingkungan hidup yang diberi nama NTB Hijau. Sebagai gerakan, NTB Hijau akan mengajak
seluruh lapisan masyarakat, pemerintah dan berbagai pihak lainnya untuk terus melaksanakan
perbaikan lingkungan. Inti dari gerakan ini adalah menanam dan memelihara pohon hingga
tumbuh menjadi tanaman yang akan banyak memberi manfaat terutama bagi kesejahteraan
masyarakat dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Sasaran utama dari gerakan ini adalah
memulihkan kondisi kawasan-kawasan yang rusak sehingga mampu menjadi pendukung aktivitas
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Nusa Tenggara Barat secara umum serta menghindarkan
dari berbagai ancaman bencana alam seperti banjir dan longsor.
Hal ini sejalan dengan dengan Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat
2008 2013 yaitu Terwujudnya Masyarakat Nusa Tenggara Barat yang Beriman dan
Berdaya Saing (NTB Bersaing) sedangkan misinya adalah : (1) mengembangkan masyarakat
madani yang berakhlak mulia, berbudaya, menghormati pluralitas dan kesetaraan gender, (2)
meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkeadilan, terjangkau dan berkualitas,
(3) menumbuhkan ekonomi pedesaan berbasis sumberdaya lokal dan mengembangkan investasi
dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan, (4) melakukan percepatan
pembangunan infrastruktur strategis dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, (5)
menegakkan supremasi hukum, pemerintahan yang bebas KKN dan memantapkan otonomi
daerah. Dari visi dan misi tersebut tersirat adanya kemauan untuk membangun Nusa Tenggara
Barat secara sungguh-sungguh baik fisik maupun mental, serta mendorong situasi yang kondusif,
yang pada akhirnya akan memacu pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan. Pembangunan
tidak saja dilaksanakan secara fisik dengan mengembangkan berbagai infrastruktur tetapi juga
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan hidup dan kondisi wilayah. Oleh karena
itu, NTB Hijau dipandang strategis dalam rangka menggalang gerakan perbaikan lingkungan
hidup, menyeimbangkan ekosistem dan pengembangan ekonomi yang dilaksanakan melalui
berbagai program pembangunan.
STRATEGI
Gerakan NTB Hijau (NTB Go Green) pada dasarnya merupakan gerakan untuk menggalang
partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat individu, anak-anak dan pemuda, sekolah,
pemerintah, dunia usaha, dan kelompok-kelompok masyarakat untuk menciptakan lingkungan
hidup yang lebih baik dan sehat yang diwujudkan dalam bentuk penciptaan: kawasan yang hijau
dan bersih, udara yang segar dan langit yang biru, dan air yang bersih dan jernih. Sehingga
dengan demikian, gerakan NTB Hijau dapat menjadi wahana bagi seluruh lapisan masyarakat
untuk dapat bersama-sama membangun budaya hidup hijau (ramah lingkungan) dalam setiap
aktivitas pembangunan daerah. Melalui gerakan NTB Hijau diharapkan akan terjadi perubahan
kondisi kawasan NTB yang lebih produktif, yang ditandai oleh meningkatnya kesuburan dan
ketersediaan sumber daya air, sehingga akan meningkatkan produksi dan kesejahteraan
masyarakat. Sejatinya, Gerakan NTB Hijau ini dikembangkan dalam rangka melaksanakan mandat
konstusi yang terdapat dalam Pasal 28 G ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 33 ayat 4 UUD 1945. Pasal
28 G ayat 1 UUD 1945 menyebutkan : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan." Pasal 33 ayat 4 UUD 1945: menyatakan Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil
dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta
asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara
pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan
dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada
semua tingkatan.
Gerakan NTB Hijau sebagai salah satu program unggulan daerah, diharapkan dapat menjadi aksi
bersama seluruh lapisan masyarakat untuk menjawab permasalahan pemanasan global dan
perubahan iklim serta untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup di Provinsi NTB. Hal ini
tentunya akan memperkuat pembahasan akan isu srategis yang sudah ditetapkan sebelumnya
oleh Gubernur NTB. Ketiga isu strategis tersebut adalah: ketahanan pangan, ketahanan energi
dan perubahan iklim. Nilai strategis NTB Hijau adalah dimaksudkan untuk mencapai derajat
kesejahteraan masyarakat NTB yang lebih baik dan untuk pencapaiannya tidaklah terlepas dari
upaya pemerintah daerah didalam menangani persoalan lahan kritis yang selama ini menjadi
permasalahan serius setiap tahun, dan implikasinya adalah pada peningkatan ekonomi
masyarakat. Secara sederhana, nilai strategis Gerakan NTB Hijau digambarkan sebagai berikut:
Peningkatan
hasil hutan
bukan kayu &
jasa lingkungan
Pendukung
Peningkatan
pembangunan
lapangan
kerja
400 ribu
orang
Peningkatan

sektor lain
Penutupan lahan
kritis meningkat
Pengurangan
315 ribu Ha

kualitas &
kuantitas

pemanasan
(HTR, HKm, HR,

global & efek


HTI, Sylopasture dll
sumberdaya air
rumah kaca
Gambar : Nilai Strategis Gerakan NTB Hijau.

Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa, nilai strategis dari pelaksanaan Gerakan NTB Hijau
ini paling tidak akan diharapkan menjawab sedikitnya 5(lima) hal terkait dengan pembangunan
daerah. Kelima hal tersebut adalah:
1. Peningkatan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Pilihan akan pengembangan hasil
hutan bukan kayu dan jasa lingkungan memberikan makna akan perlunya mengalihkan
perhatian dari orientasi kayu menjadi bukan kayu. Hal ini disebabkan karena kondisi tutupan
hutan yang semakin menurun serta tingginya potensi jasa lingkungan yang belum
termanfaatkan dengan baik.
2. Peningkatan lapangan kerja. Pengembangan sektor ekonomi masyarakat terutama pada
masyarakat sekitar kawasan hutan adalah menjadi fokus dalam pengembangan program ini.
Hal ini didasari bahwa masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat sekitar kawasan hutan
yang sangat menggantungkan kehidupannya dari sektor kehutanan, sehingga pengembangan
sektor lainnya juga menjadi perhatian bersama yang harus terintegrasi
3. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya air. Laju kerusakan hutan memberikan
implikasi nyata terhadap hilangnya atau berkuranganya sumberdaya air. Penanganan lahan
kritis daerah diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut.

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

4. Pengurangan pemanasan global: indikasi perubahan iklim sudah nyata terjadi di NTB, sehingga
diperlukan strategi bersama dalam adaptasi dan mitigasi. NTB Hijau merupakan salah satu
strategi adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim tersebut
5. Pendukung program sektor lain. Pembangunan daerah ataupun sektor membutuhkan adanya
dukungan wilayah yang memadai, dengan keberadaan kondisi sumberdaya alam yang baik,
tentu pembangunan sektor lainnya akan dapat berkembang pula.
Kelima hal tersebut diatas didalamnya terkandung upaya pengelolaan lingkungan termasuk
pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan.
Dengan demikian dalam sebuah gerakan bersama (NTB Hijau) menuntut dikembangkannya
berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem
pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan,
sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,
informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari
esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem
pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan
bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
NTB Hijau adalah suatu kondisi wilayah Nusa Tenggara Barat yang subur, dipenuhi berbagai
macam tanaman, sehingga dapat berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem, pengatur tata air,
peningkatan produksi pertanian dan sektor lainnya. Meningkatnya produksi barang dan jasa
diukur dengan besarnya PDRB sebagai gambaran struktur perekonomian daerah. Besarnya PDRB
akan memberi gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Kondisi ini akan dicapai
melalui :
a. Pengembangan NTB sebagai Bumi Sejuta Sapi (BSS) : dilaksanakan melalui pengembangan
budidaya sapi dalam skala yang luas sehingga mampu menunjang kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan dilakukan dengan sistem LAR dan SO yaitu mengembangkan ranch kolektif
atau padang penggembalaan bersama yang dilakukan secara adat. Penyediaan pakan ternak
dapat dilakukan dengan membangun hutan tanaman dengan prioritas jenis-jenis tanaman
yang digunakan sebagai makanan ternak atau yang biasa disebut sebagai hijauan makanan
ternak (HMT). Pengembangan dilakukan dengan silvopasture yaitu mengembangkan kawasan
hutan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman makanan ternak serta mengembangkan
tanaman kayu-kayuan pada lokasi dan waktu yang sama. Pembangunan kehutanan yang
diarahkan untuk mendukung pengembangan NTB Bumi Sejuta Sapi seluas 8.400 Ha terdiri
lokasi Pelaning seluas 660 Ha, Olat Lake seluas 2.000 Ha dan Maria seluas 5.000 Ha. Kegiatan
ini dimaksudkan untuk menunjang pengembangan sapi sebanyak 25.000 ekor atau setara 3
ekor/Ha. Pembangunan dilakukan dengan menyediakan padang penggembalaan kolektif dan
ranch yang dilakukan di Pulau Sumbawa, sedangkan untuk di Pulau Lombok akan
dikembangkan kandang kolektif serta membangun silvopasture seluas 300 Ha di kawasan
hutan produksi Sambelia.
b. Pengembangan Perlindungan Sumber Mata Air (Permata) : perlindungan mata air dilakukan
dengan rehabilitasi cathment area yang dilakukan dengan penanaman kawasan yang menjadi
daerah tangkapan air. Kegiatan dilakukan pada beberapa lokasi titik mata air seluas 50
Ha/titik. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, setiap titik mata air dengan
radius 200 m ditetapkan sebagai kawasan sempadan mata air. Kerusakan cathment area telah
menyebabkan hilangnya sejumlah mata air, sehingga upaya rehabilitasi daerah tangkapan air
menjadi sangat strategis.
c. Pengembangan Desa Mandiri Energi : kemandirian energi pada tingkat perdesaan diwujudkan
melalui pemenuhan kebutuhan energi yang berasal dari sumber-sumber yang tersedia di
wilayah desa. Kebutuhan energi listrik dipenuhi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga
Mikro Hidro (PLTMH) yang memanfaatkan arus sungai sebagai tenaga penggerak pembangkit
listrik. Kebutuhan energi untuk usaha oven tembakau dilakukan melalui pemenuhan kayu
bakar yang dibangun melalui Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

dan Hutan Rakyat (HR). Kayu bakar yang dihasilkan juga untuk memenuhi kebutuhan seharihari masyarakat perdesaan yang belum tersentuh kompor gas sebagai akibat kelangkaan
minyak tanah dan BBM lainnya.
d. Ketahanan Pangan : ketahanan pangan didasarkan pada kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan pangan secara mandiri melalui peningkatan ketersediaan pangan secara variatif,
tidak saja stock pangan beras tetapi kebutuhan pangan non beras. Pengembangan ketahanan
pangan di bidang kehutanan akan didukung melalui pembangunan HKm yang menggunakan
jenis tanaman penghasil buah dan ubi, yang dikembangkan diantara tanaman pokok.
Pembangunan HKm dilakukan dengan mengkombinasi jenis tanaman kehutanan (kayu-kayuan)
dan jenis buah-buahan serta beberapa jenis tanaman bawah tegakan yang merupakan jenis
tanaman penghasil pangan.
e. Visit Lombok Sumbawa 2012 : dilakukan melalui pengembangan jasa lingkungan dengan
meningkatkan kawasan hutan sebagai obyek wisata alam serta mengembangkan fungsinya
sebagai pengatur tata air. Kawasan hutan yang dikembangkan sebagai obyek wisata alam
akan didorong untuk mendukung aktivitas pariwisata. Obyek wisata alam yang ditawarkan
meliputi kondisi sumber daya hutan yang baik sebagai daya tarik wisata seperti air terjun,
panorama alam, kondisi tegakan hutan, dan lain-lain. Kondisi sumber daya hutan yang secara
langsung akan memberi pengaruh pada ketersediaan air. Meningkatnya ketersediaan air akan
berpengaruh pada produktivitas lahan karena akan membawa kemudahan pada irigasi. Oleh
karena itu, diperlukan adanya kontribusi nyata terhadap perlindungan sumber air.
f. Peningkatan Produksi Kehutanan : adanya kesenjangan antara kebutuhan hasil hutan kayu
dengan ketersediaan kayu telah memicu terjadinya aktivitas illegal logging. Tingkat
kesenjangan kebutuhan kayu di Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 50.000 M3/tahun
kayu olahan atau setara dengan 100.000 M3/tahun kayu log. Hal ini jika tidak segera dipenuhi
maka gangguan dan kerusakan sumber daya hutan akan terus berlangsung. Oleh karena itu,
diperlukan upaya pembangunan hutan tanaman dengan sasaran pada kawasan hutan yang
rusak guna meningkatkan produktivitas hutan. Sasaran utama program pembangunan hutan
tanaman adalah kawasan hutan produksi yang rusak sehingga dapat meningkatkan produksi
hasil hutan kayu jangka panjang serta menutup kesenjangan kebutuhan kayu di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Pembangunan hutan tanaman yang melibatkan pihak swasta dilakukan pada
pembangunan hutan tanaman industri (HTI), sedangkan pembangunan hutan tanaman yang
melibatkan masyarakat dilakukan melalui hutan tanaman rakyat (HTR).
Berdasarkan skema antara kondisi Nusa Tenggara Barat saat ini dengan berbagai program
unggulan yaitu (1) NTB Bumi Sejuta Sapi, (2) Perlindungan Mata Air, (3) Desa Mandiri Energi, (4)
Ketahanan Pangan, (5) Visit Lombok Sumbawa 2012, dan (6) Peningkatan Produksi Kehutanan,
akan diikat sebagai program besar menuju NTB Hijau. Sebagai tujuan, NTB Hijau akan
menggambarkan kondisi yang ingin dicapai yaitu wilayah yang subur berisi bermacam tegakan
sehingga mampu menjaga ekosistem dan meningkatkan produktivitas lahan dengan kecukupan
sumber daya air dalam lingkup wilayah Nusa Tenggara Barat sehingga akan mampu meningkatkan
produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai gerakan, NTB Hijau akan
berisi berbagai macam aktivitas yang berintikan tanam-menanam dengan berbagai macam jenis
tanaman sesuai dengan fungsi pokok kawasan sehingga menjadi tanaman yang bermanfaat, baik
secara ekonomi maupun secara ekologis.
Tercapainya kondisi NTB Hijau secara langsung akan membawa kondisi kawasan yang produktif
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, secara ekologis akan
menciptakan ketersediaan air yang cukup, menghindarkan dari bencana banjir, longsor dan
kekeringan serta mampu mengembangkan panorama yang indah dengan kondisi lingkungan yang
sehat.
Secara sederhana hubungan antara berbagai fokus dalam Gerakan NTB Hijau tersebut disajikan
dalam gambar berikut ini:

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BUMI SEJUTA
SAPI (BSS)

Pendekatan: Tata Guna


Lahan, Manajemen
Perubahan Tata Guna
Lahan dan Manajemen
Hutan

Pendekatan:
Pembangunan Ekonomi
yang Berkesinambungan

PERLINDUNGAN
MATA AIR
(PERMATA)

NTB

Pendekatan:
Pembaharuan Tenaga /
Energi Hijau

DESA
MANDIRI
ENERGI

KETAHANAN
PANGAN

VISIT LOMBOK
SUMBAWA
2012

PENINGKATAN
PRODUKSI
KEHUTANAN

SILVOPASTURE

REHABILITASI
CATHMENT
AREA

PTLMH

NTB
HIJAU

HKm DAN
TUMPANG SARI

PENGEMBANGAN
JASA LINGK.
HTI, HKm DAN
HTR

Gambar : Hubungan berbagai komponen utama dengan program NTB Hijau.

Sebagai suatu gerakan bersama, maka NTB Hijau haruslah memiliki tiga kunci sebagai pemicu bagi
terwujudnya program tersebut di lapangan, yaitu: komitmen, baik dari pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha yang selanjutnya berhimpun dalam kebersamaan yang disertai kerja keras untuk
mensukseskan NTB Hijau. Oleh karena itu melalui NTB Hijau idealnya bisa mewujudkan adanya
komitmen dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat mulai dari individu, anak-anak dan
pemuda, sekolah, pemerintah, dunia usaha, serta kelompok-kelompok masyarakat untuk
membangun infrastruktur hijau (green infrastructure) dan investasi hijau (green investment) yang
akan dapat menunjang pencapaian sasaran dan target dari setiap program yang bernaung dalam
NTB Hijau.
Pencapaian akan kunci sukses pelaksanaan gerakan NTB Hijau tersebut mengandung makna
bahwa sasaran yang hendak ditempuh adalah untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup serta untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya alam secara
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka Gerakan NTB Hijau memerlukan
adanya sasaran jangka menengah yang dilaksanakan dalam lima tahun kedepan (2009 2013).
Diharapkan hasil dari Gerakan NTB Hijau dalam jangka menengah adalah meningkatnya tutupan
vegetasi di kawasan hutan, perkotaan, perdesaan, dan kawasan pesisir. Peningkatan tutupan
vegetasi dimaksud selanjutnya diharapkan dapat memberikan perbaikan tata air, menurunkan laju
kemerosotan keanekaragaman hayati dan meningkatnya perlindungan terhadap lapisan atmosfer
dan memberi kontribusi terhadap pengurangan dampak pemanasan global atau perubahan iklim.
Disamping itu juga diharapkan pada jangka lima tahun kedepan dimaksudkan dapat ditingkatkan
kesadaran semua pihak dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup sehingga laju tingkat
kerusakan dan pencemaran yang ada saat ini dapat ditekan serta bila memungkinkan diharapkan
kualitasnya dapat ditingkatkan.
Manajemen dan perlindungan hutan dimaksudkan untuk memberi
arahan ruang bagi
pembangunan kehutanan sesuai dengan kondisi dan status fungsi kawasan sehingga kawasan
hutan dapat berfungsi secara optimal. Rencana peruntukan ruang kawasan hutan tersebut juga
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

mempertimbangkan praktek pengelolaan hutan yang sudah berlangsung sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Manajemen dan perlindungan hutan dalam Gerakan NTB Hijau ini
diarahkan, meliputi :

1. Kawasan hutan produksi tetap, diperuntukan bagi usaha-usaha yang berbasis hasil
hutan kayu dan bukan kayu melalui pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan
dan pemanfaatan jasa lingkungan;
2. Kawasan hutan produksi terbatas, diperuntukan bagi usaha-usaha yang berbasis hasil
hutan kayu dan bukan kayu melalui pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan
dan pemanfaatan jasa lingkungan, dalam skala yang terbatas dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan;
3. Kawasan hutan lindung, diperuntukan bagi perlindungan sistem tata air dan
perlindungan wilayah bawahannya, pemanfaatan dilakukan dengan tanpa mengubah
fungsi pokoknya dan menjaga fungsi lindung;
4. Kawasan hutan konservasi, diperuntukan bagi perlindungan plasma nutfah,
perlindungan flora dan fauna, perlindungan habitat, pengembangan wisata alam,
pendidikan, penelitian, dan lain-lain yang dilakukan tanpa mengubah bentang alam;
5. Penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi dan
hutan lindung, dengan tetap mempertimbangkan kelestarian ekosistem hutan;
6. Moratorium logging (jeda tebang) selama minimal 10 tahun guna memulihkan kondisi
sumber daya hutan;
7. Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan melalui usaha pembangunan
hutan tanaman baru dengan mempertimbangkan kelestarian sumber daya dan
kelestarian usaha;
8. Izin penggunaan kawasan hutan dan pembangunan kehutanan yang sudah
berlangsung masih tetap diakomodir sampai izin penggunaan kawasan hutan berakhir.
Perpanjangan penggunaan kawasan hutan dimungkinkan setelah dievaluasi lebih
dahulu.
Berdasarkan arahan tersebut, maka manajemen dan perlindungan hutan dilakukan dengan
memperhatikan (1) status, fungsi dan kondisi kawasan hutan, (2) mendorong pembangunan hutan
tanaman, (3) meningkatkan perlindungan dan pengamanan hutan, (4) melakukan pembatasan
pemanfaatan hutan, dan (5) melaksanakan pengelolaan hutan secara efektif dan efisien. Arahan
tersebut, lebih lanjut dituangkan dalam beberapa kebijakan kehutanan, yaitu :

a. Mendorong pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) : secara operasional


dilaksanakan melalui proses identifikasi dalam rangka pencadangan kawasan HTR,
usulan pencadangan HTR oleh Bupati kepada Menteri Kehutanan, penetapan
pencadangan kawasan HTR oleh Menteri Kehutanan, penetapan pengelola HTR oleh
Bupati/Walikota, dan pelaksanaan pembangunan HTR oleh pemegang izin.
b. Mendorong pembangunan Hutan kemasyarakatan (HKm) : dilakukan 2 katagori yaitu
(1) HKm yang sudah menjadi praktek masyarakat, dan (2) HKm yang masih dalam
perencanaan.
(1) HKm sebagai praktek masyarakat, akan didorong dalam proses legalisasi sesuai
dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37
Tahun 2007 melalui evaluasi Tim Departemen Kehutanan. Penyiapan perlu
dilakukan sesuai persyaratan yang diperlukan antara lain perpetaan dan
kelembagaan, untuk diajukan kepada Menteri Kehutanan melalui Bupati.

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

(2) HKm yang masih berada pada tahap perencanaan, akan diidentifikasi yang meliputi
status fungsi dan kondisi. Kawasan yang diperuntukan sebagai hutan
kemasyarakatan dipersyaratkan sebagai hutan produksi atau hutan lindung dengan
kondisi tidak produktif. Hasil identifikasi tersebut akan diusulkan kepada Menteri
Kehutanan untuk pencadangan kawasan HKm.
Mendorong pembangunan hutan tanaman baru, dilaksanakan pada kawasan hutan
produksi yang tidak produktif. Pemanfaatan hasil hutan dibatasi melalui pembangunan
hutan tanaman pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif, meliputi kawasan
terbuka (tanah kosong) padang alang-alang, semak belukar, dan hutan dengan potensi
rendah. Pembuatan hutan tanaman baru dilakukan dengan membuka peluang pada
investasi swasta. Pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan mendorong
keterlibatan swasta melalui pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam skala
kecil sampai besar.
Meningkatkan perlindungan dan pengamanan hutan untuk mempertahankan fungsi
kawasan hutan dengan mengutamakan pada kawasan hutan rawan gangguan, sumber
bencana dan kawasan lindung. Pemetaan kawasan hutan sebagai bentuk identifikasi,
akan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan
hutan seperti patroli, operasi fungsional, operasi gabungan dan operasi khusus yang
akan mendorong penegakan hukum.
Melaksanakan pengelolaan hutan secara efektif dan efisien dalam bentuk Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008.
Pembatasan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan sektor lain dilakukan
terutama untuk memenuhi amanat peraturan perundangan (Undang-undang 41 Tahun
1999, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2007, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 dan Peraturan Daerah NTB Nomor
11 Tahun 2006) serta kebutuhan ekosistem yang diwujudkan pada pengelolaan hutan
lestari.
Mengembangkan kerjasama secara luas dengan memberi akses pengelolaan terutama
dalam kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan restorasi kawasan. Kerjasama
dilakukan dengan berbagai pihak terkait dalam rangka percepatan pemulihan kondisi
sumber daya hutan.
Mendorong pembangunan hutan serbaguna di pulau Sumbawa dalam rangka
mendukung program NTB Bumi Sejuta Sapi dengan penyediaan hijauan makanan
ternak (HMT) melalui silvopasture dan ketersediaan pangan alternatif.
Mengelaborasi pembangunan kehutanan dengan mempertimbangkan aspek perubahah
iklim sebagai tuntutan daya dukung lingkungan.

REALISASI
Dalam rangka menuju NTB Hijau yang lebih berorientasi pada pemulihan fungsi, kondisi sumber
daya hutan dan lingkungan hidup, serta peningkatan produksi yang berbasis sumber daya lokal,
diperlukan beberapa kebijakan sebagai berikut :
1. Mengembangkan rehabilitasi hutan dan lahan melalui pembangunan HKm dan HTR secara
legal sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pembangunan HKm dilakukan dengan
mengajukan permohonan proses legalisasi terhadap praktek pengelolaan HKm yang sudah
berlangsung, sedangkan permohonan lokasi HKm baru dilakukan melalui proses permohonan
pencadangan areal HKm. Pembangunan HTR dilakukan melalui proses pembinaan guna
mendorong pelaksanaan pembangunan HTR terhadap lokasi yang sudah dicadangkan melalui
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

10

Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada lokasi Lombok Barat dan Sumbawa, sedangkan
terhadap lokasi baru dilakukan melalui proses permohonan pencadangan areal HTR.
2. Pemberian akses kepada masyarakat untuk mengembangkan partisipasi dalam pengelolaan
hutan melalui perizinan pembangunan HKm dan HTR secara legal terutama terhadap kawasan
yang sudah dilakukan pencadangan areal. Partisipasi masyarakat diakomodir untuk
mengembangkan upaya rehabilitasi hutan dan lahan disertai dengan upaya pemenuhan
kebutuhan ekonomi masyarakat. Pola agroforestry dikembangkan secara multi level (multi
canopy) sehingga mampu memberi manfaat ganda dalam aspek ekonomi dan lingkungan.
Pengelolaan HKm dan HTR akan lebih mengedepankan peran masyarakat sebagai pengelola
secara langsung, sedangkan pemerintah akan memberi fasilitasi.
3. Pengembangan hutan rakyat pada tanah milik serta pengembangan hutan tanaman cadangan
pangan dan energy (HTCPE) untuk memenuhi kebutuhan kayu energy dan kebutuhan
ketersediaan pangan alternative. Pengembangan tanaman kayu bakar serta tanaman penghasil
pangan (sukun, kluwih, durian, dll) dilakukan secara bersamaan (campuran) dengan mengatur
jarak tanam yang sesuai.
4. Rehabilitasi hutan dan lahan dengan prioritas pada kawasan hutan yang menjadi sumber
bencana bagi daerah bawahannya. Rehabilitasi dilakukan dengan untuk meningkatkan
kemampuan lahan dalam perlindungan tata air dan pencegahan bencana banjir, longsor dan
kekeringan. Pola rehabilitasi yang dikembangkan akan memperhitungkan kondisi kawasan.
Pada kawasan dengan kelerengan tinggi (>40%) tidak diperkenankan adanya kegiatan
budidaya, sedangkan pada kawasan dengan kelerengan rendah (<40%) dapat dilakukan
dengan kombinasi budidaya tanaman produktif.
5. Pelaksanaan kegiatan operasi dan patroli pengamanan hutan serta pemasangan tanda
peringatan pada kawasan hutan yang rawan gangguan. Pemetaan kawasan hutan rawan
gangguan untuk menetapkan lokasi-lokasi sasaran kegiatan pengamanan hutan yang lebih
akurat.
6. Pengelolaan hutan yang efektif dan efisien dengan membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan
pada seluruh kawasan hutan yang terbagi menjadi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Konservasi (KPHK). Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan mengamanatkan untuk membentuk KPH selama jangka waktu 3 (tiga)
tahun atau sampai tahun 2007-2010.
7. Peningkatan produksi kehutanan melalui pengembangan hutan tanaman baru serta membatasi
penggunaan kawasan hutan dan pemanfaatan sumber daya hutan. Peningkatan produksi hasil
hutan harus dilakukan melalui pembangunan hutan tanaman, hasil budidaya serta membatasi
penggunaan hutan alam guna mencegah degradasi dan berkurangnya sumber daya hutan
alam sehingga dapat dijaga aspek kelestarian.
8. Memberi dukungan kepada pembangunan daerah dalam berbagai bentuk seperti
pembangunan silvopasture dan penyediaan lokasi padang penggembalaan, rehabilitasi
cathment area, pembangunan listrik tenaga mikro hidro, pembangunan hutan tanaman industri
untuk cadangan energi, pembangunan hutan kemasyarakatan, pembangunan hutan tanaman
rakyat, hutan tanaman industri, dan pengelolaan jasa lingkungan.
Memperhatikan tujuan dan sasaran Gerakan NTB Hijau dalam sektor kehutanan, maka dalam
pengembangan program HKm dan HTR di Provinsi NTB perlu memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
a) HKm yang sudah berlangsung. Hutan kemasyarakatan yang sudah berlangsung
sebagai realitas pengelolaan hutan bersama masyarakat namun belum mempunyai izin
pencadangan dari Menteri Kehutanan perlu dievaluasi bersama dalam rangka penilaian

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

11

kebenaran pelaksanaan dan kesesuaian dengan peraturan perundangan. Beberapa


kawasan hutan yang sudah dikelola dalam bentuk hutan kemasyarakaan, meliputi :
Tabel. Lokasi HKm di NTB
No

Lokasi

Pengelola

Luas

Luas Sesuai
Izin Menhut

Program

1.304 Ha

1.809 Ha

712 Ha

726 Ha

1.

Aik Berik,
Stiling,
Karang
Sidemen,
dan Lantan

Kelompok Tani,
Koperasi Ponpes
Darusadiqien

2.

Santong

Koptan
Bersama

3.

Salut

Kelompok Tani

50 Ha

Swadaya Masyarakat

4.

Munder

Kelompok Tani

50 Ha

Swadaya Masyarakat

5.

Monggal

Kelompok Tani

6.

Sesaot

KMPH

7.

Mecanggah

8.

Maju

Lanjutan Izin HKm

Pembangunan
HKm
dana DR seluas 500 Ha

215 Ha

215 Ha

Rehabilitasi Eks HPH

2.900 Ha

185 Ha

Fasilitasi LP3ES seluas


25 Ha, perluasan 211 Ha
dan meluas 2.664 Ha

Kelompok Tani

750 Ha

OECF

Sambelia

Kelompok Tani

1.500 Ha

420 Ha

OECF

9.

Sekaroh

Kelompok Tani

350 Ha

OECF- Jifpro -Perhutani

10.

Sumbawa

Kelompok Tani

8.424 Ha

850 Ha

HKm eks Social Forestry

11.

Dompu

Kelompok Tani

4.416 Ha

HKm eks Perhutani

12.

Bima

Kelompok Tani

2.522 Ha

HKm eks Perhutani

23.229 Ha

4.211 Ha

Jumlah

Untuk proses legalisasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku kegiatan HKm yang
telah ada perlu dilakukan :
Identifikasi kawasan HKm menyangkut luas, batas-batas, dan pemetaan serta data
pendukung lainnya,
Mengajukan permohonan evaluasi kepada Menteri Kehutanan melalui Bupati/Walikota,
Evaluasi dan verifikasi Tim Departemen Kehutanan didampingi Tim Kabupaten, Provinsi
dan atau LSM,
Surat pencadangan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan hasil evaluasi,
Jika evaluasi dan verifikasi menyatakan tidak memenuhi syarat maka akan dipenuhi
persyaratan lainnya untuk diajukan kembali usulan pencadangan kawasan HKm.
Untuk itu, strategi yang dilakukan dalam rangka legalisasi praktek pengelolaan HKm yang
sudah berlangsung adalah memberi fasilitasi perpetaan dan pemenuhan persyaratan
lainnya, serta melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat pengelola. Hasil-hasil fasilitasi
perpetaan, kelembagaan dan lain-lain akan didorong agar diajukan permohonan evaluasi
oleh Bupati kepada Menteri Kehutanan.
b) HTR yang sudah pencadangan. Kawasan HTR yang sudah dicadangkan meliputi
Kabupaten Sumbawa seluas 491 Ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor SK.115/Menhut-II/2008 tanggal 21 April 2008, Kabupaten Lombok Barat seluas
1.495 Ha melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.116/Menhut-II/2008
tanggal 21 April 2008, dan Kabupaten Lombok Tengah seluas 895 Ha, dan Dompu
355 Ha. Dalam pelaksanaan pembangunan HTR, diilakukan dengan fasilitasi dari
pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi. Demikian pula pembinaan dan
bimbingan pelaksanaan oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota.
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

12

Hingga saat ini, areal Hutan tanaman rakyat (HTR) yang sudah dicadangkan Menteri
Kehutanan seluas 2.881 Ha terdiri dari Kabupaten Sumbawa seluas 491 Ha, Kabupaten
Lombok Tengah seluas 895 Ha dan Kabupaten Lombok Barat seluas 1.495 Ha dan
Dompu 355 Ha. Pada tahap implementasi pengelolaan hutan masih belum dilaksanakan
sehingga diperlukan fasilitasi dari pemerintah untuk mendorong pelaksanaan
pembangunan HTR.
Tabel. Lokasi HTR di NTB
No

Lokasi

Pengelola

Luas
(Ha)

Luas Sesuai
Izin Menhut

1.

Ngali, Sumbawa

Kelompok Tani

6.000

491

2.

Marejebonga, Loteng

Kelompok Tani

900

895

3.

Pelangan, Lobar

Kelompok Tani

2.000

1.495

4.

Pajo, Dompu

Kelompok Tani
Jumlah

600

355

9.500

3.236

Program

Strategi yang ditempuh dalam rangka mendorong pelaksanaan pengelolaan HTR adalah
melaksanakan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat melalui kerjasama
berbagai pihak. Sosialisasi dan pendampingan dilakukan dengan memberi fasilitasi
pembangunan HTR seperti bantuan bibit dan bantuan pemetaan kawasan yang
dicadangkan.
Sebagai program yang diarahkan untuk penciptaan lapangan kerja baru di sektor
kehutanan, maka melalui HKm dan HTR diprediksikan akan dapat memberikan
lapangan pekerjaan baru bagi petani atau masyarakat, utamanya masyarakat miskin
sekitar kawasan hutan melalui pencadangan dan pemberian ijin areal hutan yang akan
dikelola oleh masyarakat. Berdasarkan hasil identifikasi areal, diperoleh luas 23.229 Ha
kawasan hutan yang sesuai untuk HKm namun masih 4.211 Ha yang sudah
dicadangkan sehingga masih tersisa 19.018 Ha yang masih harus diperjuangkan untuk
dicadangkan menjadi lokasi HKm. Sedangkan untuk areal yang akan dialokasi sebgai
HTR, hasil identifikasi kawasan hutan menunjukan terdapat 9.500 ha yang sesuai untuk
areal HTR, namun baru 2.881 Ha yang sudah dicadangkan sehingga masih terdapat
areal seluas 6.619 yang masih harus diperjuangkan untuk memperoleh pencadangan
areal HTR.
Membangun NTB Hijau melalui pelibatan sektor swasta dilakukan melalui pembangunan hutan
tanaman industri. Pembangunan hutan tanaman industri diarahkan untuk membangun sumber
daya hutan pada kawasan hutan produksi yang rusak guna menjamin produksi hasil hutan kayu
masa depan. Strategi pembangunan dilakukan melalui kerjasama pihak swasta selaku pelaksana,
dengan mengikuti prosedur dan tahapan sesuai peraturan perundangan. Peran swasta diarahkan
untuk melakukan pembangunan hutan tanaman baru pada kawasan hutan produksi yang tidak
produktif, serta memberi hak pengelolaan hutan kepada swasta yang ditunjuk sehingga akan
mampu meningkatkan potensi standing stock serta produksi hasil hutan kayu di masa depan.
Produksi hasil hutan kayu dilakukan melalui pembangunan hutan tanaman baru dan dilakukan
pembatasan penggunaan kawasan hutan terutama pada hutan alam. Hal ini berarti pemanfaatan
hasil hutan kayu harus dilakukan pada kawasan hutan yang didasarkan pada hasil penanaman.
Dengan demikian, penggunaan kawasan hutan dan pemanfaatan hasil hutan kayu akan ditekan
sebagai perwujudan dari kebijakan moratorium logging.
1) Pembangunan HTI yang sudah dimohon. Terhadap perusahaan-perusahaan yang sudah
mendapatkan iji areal kelola HTI, maka diwajibkan untuk:
a) Mendorong pemohon untuk terus menerus memonitor proses permohonan yang sudah
diajukan kepada Menteri Kehutanan serta memenuhi beberapa persyaratan yang masih
kurang,

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

13

b) Melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan seperti penyusunan Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Rencana Kerja,
c) Sosialisasi dan koordinasi kepada masyarakat sekitar lokasi HTI, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota terhadap program pembangunan HTI,
d) Melaksanakan kegiatan pembangunan hutan tanaman industri yang diawali dengan
tahapan persiapan lapangan dan penanaman secara intensif,
e) Pelaksanaan pembangunan HTI tetap akan bekerjasama dengan masyarakat setempat
sebagai tenaga kerja dan sebagai mitra dalam kegiatan HTI.
2) Permohonan HTI baru.
Sedangkan untuk permohonan baru, telah ditetapkan bahwa
perusahaan-perusahaan tersebut harus melakukan:
a) Melaksanakan kegiatan identifikasi calon lokasi HTI yang sesuai dengan persyaratan teknis,
yaitu berada dalam kawasan hutan produksi, termasuk dalam kawasan yang tidak produktif
dan sesuai dengan arah pembangunan,
b) Lokasi yang diarahkan bagi pembangunan HTI, dihindari kawasan hutan yang masih
produktif dengan potensi > 5 M3/Ha, serta kawasan hutan yang sudah dilakukan
rehabilitasi hutan,
c) Memasukan dalam data base kehutanan dan rencana kehutanan dalam bentuk numerik
dan spasial sehingga dapat diketahui beberapa lokasi yang potensial untuk lokasi HTI.
Berdasarkan hasil identifikasi, Kawasan hutan yang sudah dimohon untuk pembangunan hutan
tanaman industri meliputi kawasan hutan produksi di Kabupaten Bima oleh PT. Koinesia seluas
43.080 Ha, PT. Usaha Tani Lestari seluas 26.500 Ha di hutan produksi Tambora, Kabupaten Bima
dan Dompu, PT. Sejati Liramas seluas dan PT. Bangun Persada Nusantara seluas 6.140 Ha di
Pelangan, Kabupaten Lombok Barat; PT. Sadhana Arifnusa seluas 4.300 Ha di Kelompok hutan
Rinjani. Rintisan permohonan HTI yang sedang berlangsung adalah PT. Energy Agro Industri
seluas 63.000 Ha yang terletak di kawasan hutan Dompu dan Sumbawa, PT. Agro Wahana Bumi
seluas 31.500 Ha yang terletak di kawasan hutan produksi Tambora dan PT. Sadhana Arifnusa
Blok II seluas 2.000 Ha. Terhadap perusahaan yang sudah memperoleh izin Menteri Kehutanan,
saat ini sedang melakukan proses persiapan penyusunan AMDAL sesuai dengan persyaratan,
sedangkan pihak-pihak yang masih dalam rintisan sedang mengajukan permohonan kepada
Menteri Kehutanan, penyiapan proposal teknis, penyiapan rekomendasi dan lain-lain. Secara
detal, luas areal HTI di Provinsi NTB disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 7. Lokasi HTI di NTB
No

Lokasi

Pengelola

Luas
(Ha)

1.

Hutan Produksi Kabupaten Bima

2.

Hutan Produksi Tambora


Kabupaten Bima dan Dompu

3.

Keputusan
Menteri
Kehutanan

PT. Koinesia

43.080

SK.178/MenhutVI/2009, 21 April
2009

PT. Usaha Tani Lestari

26.500

SK.304/MenhutVI/2008, 5
September 2008

Hutan Produksi Sekotong,


Kabupaten Lombok Barat

PT. Sejati Liramas dan PT.


Bangun Persada nusantara

6.140

SK.324/MenhutVI/2009, 29 Mei
2009

4.

Hutan Produksi Tambora


Kabupaten Bima dan Dompu

PT. Agro Wahana Bumi

31.500

Masih tahap
permohonan

5.

Hutan Produksi Kabupaten


Sumbawa dan Dompu

PT. Energy Agro Industry

63.000

Masih tahap
permohonan

6.

Hutan Produksi Rinjani,


Sambelia dan Bayan Kabupaten
Lotim dan Lombok Utara

PT. Sadhana Arifnusa

4.300

Masih tahap
permohonan

7.

Hutan Produksi Rinjani,

PT. Sadhana Arifnusa Blok II

2.000

Masih tahap

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

14

No

Lokasi

Pengelola

Luas
(Ha)

Sambelia dan Bayan Kabupaten


Lotim dan Lombok Utara
8.

Hutan Produksi Sumbawa

Keputusan
Menteri
Kehutanan
penyusunan
proposal teknis

PT. Bahana Wana Sejahtera

93.000

Masih Tahap
permohonan

Jumlah

Selain itu, upaya lainnya dalam sektor kehutanan yang ditujukan untuk menuju NTB Hijau adalah
melalui pengembangan hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat dilakukan pada lokasi di luar
kawasan hutan tetap yang akan mengembangkan jenis tanaman kayu bakar. Pola pengembangan
hutan rakyat dapat dilakukan dengan pola agroforestry, yaitu mengembangkan kombinasi jenis
tanaman kayu-kayuan dan tanaman pangan secara bersamaan sehingga diperoleh optimasi lahan
dengan tanaman pangan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan
tanaman kayu-kayuan untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar masyarakat dan usaha omprongan
tembakau sebesar 980.000 M3/tahun. Pengembangan HTICE juga dilakukan pada kawasan
hutan tetap terutama pada hutan produksi untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar usaha
omprongan tembakau. Pola tanam yang dikembangkan dengan mengkombinasikan jenis tanaman
pangan jangka panjang yang dapat dipungut buahnya (keluwih, sukun, durian, nangka, dll) dan
jenis kayu bakar yang cepat tumbuh (glericidae, lamtoro, turi, banten, dll). Pemungutan hasil kayu
bakar dilakukan dengan metode coppies with standart yaitu memangkas pada ketinggian tertentu
serta membiarkan batangnya untuk tumbuh kembali. Dalam rotasi tertentu pemangkasan
dilakukan kembali pada lokasi yang sama, sehingga diperoleh hasil yang kontinyu dengan luas
lahan yang relatif tetap. Prinsip pemanenan dilakukan sesuai dengan riap tegakan sehingga tidak
mengurangi volume tegakan yang ditanam. Strategi pengembangan dilakukan dengan menjalin
kerjasama dengan pihak swasta antara lain dengan PT. Sadhana Arifnusa dan PT. Sadhana
Arifnusa Blok II, sedangkan pada luar kawasan hutan dilakukan pengembangan hutan rakyat
melalui kerjasama dengan masyarakat pemilik lahan. Kerjasama pengembangan kayu bakar
tersebut meliputi PT. Sadhana Arifnusa seluas 4.300 Ha di kawasan hutan Rinjani blok Sambelia
dan Bayan serta kawasan hutan Marejebonga, PT. Sadhana Arifnusa Blok II seluas 2.000 Ha di
kawasan hutan Rinjani blok Sambelia dan Bayan dan dengan masyarakat pemilik lahan seluas
6.600 Ha.
Berdasarkan pengalaman di beberapa tempat dalam mengembangkan hutan rakyat, dapat
disimpulkan bahwa keberhasilan pengembangan hutan rakyat dipengaruhi atau ditentukan oleh 5
faktor, yaitu: luas pemilikan lahan, pendidikan, pasar tenaga kerja, ketersediaan modal, dan
pemasaran. Lima faktor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berkait.
Sehingga dengan demikian, maka RTRW Provinsi NTB harus dapat mewujudkan NTB hijau agar
program-program yang menjadi agenda prioritas NTB akan dapat terwujud. Beberapa program
yang terkait dengan aspek keruangan tersebut antara lain:
a. NTB Bumi Sejuta Sapi. Sesuai dengan karakteristik daerah serta kondisi sosial masyarakat
Nusa Tenggara Barat, menunjukan bahwa pengembangan sapi telah mengakar di masyarakat
sebagai usaha peternakan tradisional yang mampu memberi kehidupan. Pengembangan sapi di
pulau Sumbawa dilakukan dengan sistem Lar/So yaitu penyediaan padang penggembalaan
ternak yang dilakukan bersama secara kolektif. Untuk mensukseskan program NTB Bumi
Sejuta Sapi diperlukan dukungan berbagai sektor terkait. Strategi sektor kehutanan dalam
mendorong terselenggaranya program NTB Bumi Sejuta Sapi adalah pembangunan
silvopasture dan penyediaan padang penggembalaan kolektif, serta alokasi kawasan hutan
produksi untuk pengembangan ranch dalam skala yang relatif luas yaitu 8.400 Ha terdiri dari
kawasan Pelaning seluas 1.400 Ha, Olat Lake seluas 2.000 Ha dan Maria seluas 5.000 Ha.
Pembangunan silvopasture dilakukan dengan mengembangkan jenis-jenis tanaman yang dapat
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

15

digunakan sebagai pakan ternak, antara lain Lamtoro, Turi, dan Gamal serta tanaman legum
lainnya, yang dikombinasikan dengan jenis tanaman pangan (jagung, sayuran, kacangkacangan, dll) melalui tumpang sari, tanaman pohon sumber makanan seperti sukun, keluwih,
dan lain-lain serta tanaman rumput gajah dan siratro yaitu rumput yang tahan di bawah
naungan. Pola pengembangan silvopasture diyakini akan mampu menyediakan pakan ternak
sapi yang bervariasi, disamping sumber pangan bagi manusia.
Pemilihan lokasi pengembangan silvopasture dilakukan dengan mempertimbangkan status
kawasan hutan sebagai hutan produksi yang memungkinkan untuk dikelola berdasarkan
peraturan perundangan dan kondisi fisik kawasan yang sudah mengalami kerusakan sehingga
perlu direhabilitasi. Ketiga kawasan tersebut masuk dalam kriteria tersebut, disamping
banyaknya masyarakat yang sudah mengembangkan peternakan sapi. Luas kawasan yang
disediakan 8.400 Ha setara dengan pengembangan sapi sebanyak 25.000 ekor atau lebih jika
kondisi pakan ternaknya cukup baik.
Program Bumi Sejuta Sapi (BSS), didukung melalui pembangunan silvopasture yaitu kombinasi
pembangunan kehutanan dengan peternakan yang diwujudkan melalui pembangunan hutan
dengan jenis kayu-kayuan penghasil pakan ternak serta mengkombinasikan dengan tanaman
ternak sebagai tanaman sela (diantara tanaman pokok). Pembangunan silvopasture
direncanakan seluas 8.400 Ha yang akan menghidupi ternak sapi sebanyak 25.000 ekor.
Alokasi ruang bagi rencana pengembangan silvopasture meliputi kawasan Pelaning seluas
1.400 Ha, kawasan hutan Olat Lake seluas 2.000 Ha dan kawasan hutan Maria seluas 5.000
Ha. Jenis tanaman kayu-kayuan yang akan dikembangkan adalah Lamtoro, Turi, Gamal, dan
lain-lain yang dapat digunakan sebagai pakan ternak serta mengembangkan rumput gajah dan
siratro diantara tanaman kayu.
Pola tanam dalam pengembangan silvopasture dilakukan dengan memanfaatkan ruang
seoptimal mungkin yang sesuai dengan kebijakan pembangunan kehutanan. Pengembangan
silvopasture dilakukan pada kawasan hutan produksi tanpa mengubah fungsi pokok hutan.
Silvopasture
mengkombinasikan jenis
tanaman kehutanan
dengan tanaman pakan
ternak dalam satu
hamparan.
= tanaman rumput
gajah dan siratro
= tanaman jenis
kayu-kayuan atau
MPTS

b. Perlindungan Mata Air. Beberapa titik mata air yang teridentifikasi mempunyai cathment
area (daerah tangkapan air) yang berada dalam kawasan hutan. Kerusakan sumber daya
hutan yang merupakan cathment area akan berpengaruh pada keberadaan sumber mata air,
karena fungsinya sebagai tangkapan air yang semakin menurun bahkan dalam mengikat air
hujan. Akibatnya akan terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan.
Air hujan yang turun tidak mampu diserap ke dalam tanah dan langsung dialirkan ke laut
melalui sungai. Jika air yang dialirkan dalam jumlah besar maka akan terjadi banjir yang
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

16

membawa kerugian lebih besar lagi. Untuk mencegah terjadinya bencana kekeringan dan
bencana banjir tersebut, maka diperlukan perbaikan kondisi sumber daya hutan. Strategi yang
dilakukan adalah melakukan rehabilitasi sekitar mata air sebagai cathment area, agar
mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menyerap dan menyimpan air tanah.
Setiap titik mata air akan dilakukan rehabilitasi cathment area seluas 50 Ha dengan jarak
tanam 5 x 5 meter. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kemauan untuk
memelihara hasil rehabilitasi sumber mata air, maka masyarakat yang merupakan pengelola
diperkenankan menanam dengan jenis-jenis produktif dengan memanfaatkan lahan diantara
tanaman kayu-kayuan. Dengan demikian, tanaman akan tetap terjaga dan terpelihara serta
terjamin keberhasilannya.
Perlindungan Mata Air, dilaksanakan pada setiap titik mata air yang tersebar di wilayah Nusa
Tenggara Barat dengan prioritas mata air yang banyak digunakan masyarakat. Setiap mata air
akan direhabilitasi cathment area seluas 50 Ha untuk meningkatkan kemampuan sebagai
penangkap air hujan serta meningkatkan kemampuan dalam pengaturan tata air yaitu
menahan air di musim penghujan dan melepaskan di musim kemarau. Perbaikan cathment
area dilakukan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi
dalam menangkap air hujan seperti beringin, boak, dan lain-lain. Daerah tangkapan air juga
ditetapkan sebagai kawasan lindung untuk menjamin keberadaan serta melarang kegiatan
budidaya yang intensif karena akan menurunkan fungsinya.
Pola tanam yang digunakan menggunakan model agroforestry yang mengkombinasikan
tanaman kayu-kayuan (kehutanan) dengan tanaman budidaya secara terbatas (pertanian)
yaitu tanaman yang mampu tumbuh di bawah tegakan. Jarak tanam yang digunakan 5 x 5
meter dan pemanfaatan ruang tumbuh untuk untuk pengembangan jenis tanaman produktif
yang tahan terhadap naungan. Jenis tanaman produktif tersebut antara lain tanaman
perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi yaitu cacao, vanilli, kopi, dan lain-lain sehingga
masyarakat juga akan memperoleh manfaat ekonomi dan menjaga kawasan cathment area.

Sekitar mata air akan


ditanami dengan
beberapa jenis
tanaman kayu-kayuan
yang mampu
menyimpan air antara
lain menggunakan jenis
beringin dan goak.
Kombinasi tanaman
dilakukan dengan jenis
tanaman yang tahan
naungan.

c. Desa Mandiri Energi. Kemampuan supply energi yang makin terbatas telah menyebabkan
kondisi masyarakat desa menjadi kurang produktif. Keterbatasan energi listrik di NTB yang
masih menggunakan tenaga diesel menyebabkan beberapa desa sekitar hutan tidak mampu
dilayani oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), sehingga diperlukan sumber energi alternatif
sebagai tenaga penggerak. Disatu sisi lainnya, subsidi minyak tanah yang semakin dikurangi
dan semakin langka menyebabkan usaha-usaha masyarakat mengalami kesulitan karena
menjadi kurang ekonomis serta supply yang kurang kontinyu. Usaha omprongan tembakau
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

17

yang masih mengandalkan minyak tanah sebagai energi pemanas, menyebabkan kurang
ekonomis sehingga memerlukan energi alternatif.
Strategi yang digunakan dalam menyediakan energi alternatif yang kontinyu adalah menggali
sumber-sumber energi lokal yang sudah tersedia serta memanfaatkan menjadi sumber energi
alternatif yang siap pakai. Sumber energi tersebut antara lain air sungai yang mengalir di
daerah Sesaot, dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik mikro hidro. Sumber energi
tersebut paling tidak dapat memberi penerangan bagi masyarakat lokal Sesaot. Dalam
pelaksanaannya kegiatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai pihak antara
lain dengan Lembaga Swadaya Masyarakat mitra kehutanan Konsepsi.
Pemenuhan sumber energi alternatif yang diperlukan dalam usaha omprongan tembakau
dilakukan melalui pembangunan hutan tanaman kayu bakar serta menggerakan pembangunan
hutan rakyat. Kebutuhan kayu bakar yang cukup tinggi akan mendorong masyarakat untuk
melakukan penyediaan karena pasar yang sudah tersedia dalam jumlah besar namun jika hal
itu tidak mampu dipenuhi akan menjadi pemicu bagi kerusakan hutan dan lahan, karena
aktivitas pemanfaatan kayu bakar secara illegal .
Desa Mandiri Energi, dilakukan dengan mengembangkan listrik tenaga hidro mikro yang
memanfaatkan aliran sungai sebagai tenaga penggeraknya. Kegiatan ini dilakukan melalui
kerjasama berbagai pihak sehingga masyarakat desa dapat menikmati tenaga listrik dalam
skala kecil yang dikelola oleh masyarakat sendiri. Pemenuhan kebutuhan energi alternatif
lainnya akan dipenuhi melalui pembangunan hutan kayu bakar untuk mengganti kebutuhan
minyak tanah dalam usaha oven tembakau. Kebutuhan kayu bakar sekarang yang
diperuntukan bagi usaha industri kecil dan rumah tangga mencapai 480.000 M3/tahun. Adanya
konversi minyak tanah dalam usaha omprongan tembakau akan menambah kebutuhan kayu
bakar setara dengan 500.000 M3/tahun, sehingga kebutuhan total kayu bakar mencapai
980.000 M3/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan dibangun hutan kayu bakar
dengan pola HTI dan HTR. Lokasi yang diarahkan untuk pembangunan HTI kayu bakar adalah
kawasan hutan produksi Sambelia (Rinjani), Marejebonga dan Bayan (Rinjani) dengan luas
6.200 Ha. Pembangunan HTI akan dilakukan melalui kerjasama dengan swasta yang berminat
antara lain PT. Sadhana Arifnusa dan PT. Sadhana Arifnusa Blok II.
d. Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan yang berintikan pada ketersediaan dan variasi
pangan akan didukung sektor kehutanan melalui berbagai program. Strategi yang digunakan
adalah pembangunan HKm dan HTR yang dikembangkan akan mengkombinasikan dengan
beberapa jenis tanaman pangan, baik yang bersifat musiman maupun jangka panjang.
Tanaman pangan musiman akan dikembangkan dengan memanfaatkan lahan diantara
tanaman pokok sebagai tanaman sela yang kan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
dalam jangka pendek. Tanaman sukun, keluwih, nangka dan lain-lain akan dikembangkan
sebagai tanaman pangan yang berasal dari buah-buahan sehingga terjadi variasi pangan.
Ketahanan Pangan, support pembangunan kehutanan terhadap ketahanan pangan diwujudkan
melalui penguatan ketersediaan stock pangan alternatif yang dilaksanakan melalui
pembangunan HKm. Kombinasi tanaman kayu-kayuan dengan tanaman pangan dalam
tumpang sari, akan meningkatkan produksi pangan daerah sehingga meningkatkan
ketersediaan pangan daerah. Tumpang sari yang menggunakan kombinasi tanaman kayu dan
tanaman pangan akan disesuaikan dengan kesesuaian tempat tumbuh serta jenis yang mampu
dikombinasikan.

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

18

Pembangunan
HKm dengan
kombinasi
tanaman kayu,
buah-buahan
dan tanaman
pangan.

Kegiatan pembangunan HKm difokuskan pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung
yang telah rusak, untuk meningkatkan produktivitas lahan dan peningkatan pendapatan
masyarakat serta perbaikan kondisi hutan. Peningkatan produktivitas lahan yang dilakukan
melalui penanaman jenis tanaman pangan dan tanaman buah-buahan akan meningkatkan
ketersediaan pangan daerah yang lebih bervariasi.
e. Visit Lombok Sumbawa 2012. Peningkatan jasa lingkungan akan dilakukan melalui
pengembangan hutan sebagai obyek wisata alam. Daya tarik wisata alam dikembangkan
melalui identifikasi obyek wisata dan aktivitas wisata. Obyek wisata yang tersedia dalam
kawasan hutan relatif bervariasi seperti air terjun yang tersebar di berbagai tempat (Sendang
Gila, Tiu Teja, Segenter, Benang Stukel, Benang Kelambu, dan lain-lain) serta air panas,
panorama alam, gunung, laut, pantai, dan lain-lain.
Pengembangan obyek wisata alam akan memberikan variasi dalam atraksi wisata yang ada di
NTB sehingga pengunjung wisata tidak saja akan meningkat tetapi juga akan lebih lama
tinggal. Jumlah kunjungan wisata yang makin tinggi dan kunjungan yang lebih lama akan
berdampak pada tingkat belanja yang lebih besar sehingga pergerakan ekonomi daerah akan
semakin cepat.
Visit Lombok Sumbawa 2012, didukung melalui eksplorasi obyek wisata alam yang mampu
dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Beberapa obyek wisata alam yang teridentifikasi
antara lain kawasan Senaru dengan air terjun Sendang Gila, kawasan Santong dengan air
terjun Tiu Teja, kawasan Aik Berik dengan air terjun Benang Stukel dan Benang Kelambu,
kawasan Lemor yang dalam proses pembangunan Kebun Raya Sunda Kecil, dan lain-lain.
Pengembangan jasa lingkungan juga diarahkan pada pemanfaatan air untuk kegiatan irigasi,
rumah tangga, industri, dan lain-lain. Kegiatan pemanfaatan air tersebut, secara langsung
akan meningkatkan produktivitas pertanian sehingga diperlukan upaya pelestarian kawasan
hutan sehingga dapat berfungsi sebagai pengatur tata air. Upaya pelestarian tersebut harus
menjadi perhatian pula oleh masyarakat hilir selaku pengguna dalam bentuk share dana
kepada masyarakat wilayah hulu yang diperuntukan bagi upaya pelestarian.
f. Pemenuhan Kebutuhan Kayu. Kesenjangan antara supply and demand hasil hutan kayu,
telah menyebabkan meningkatnya kerusakan hutan akibat aktivitas illegal logging. Pemenuhan
kebutuhan kayu harus mampu diatasi dalam skala yang luas sehingga mampu meningkatkan
potensi dan kemampuan produksi kehutanan. Arahan program yang sesuai untuk pemenuhan
kebutuhan hasil hutan kayu dalam jangka panjang adalah pembangunan Hutan Tanaman
Industri sedangkan dalam jangka pendek mendorong pemasukan hasil hutan kayu dari luar
daerah produksi. Dengan demikian, kondisi hutan di Provinsi NTB dapat terjaga dan tekanan
terhadap sumber daya hutan dapat diturunkan secara bertahap.
Kebijakan moratorium logging yang telah dicanangkan menyebabkan Provinsi Nusa Tenggara
Barat tidak menjadi sumber produksi kayu kecuali dari kegiatan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
dan Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (IPKTM). Keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan
konsumsi kayu telah menyebabkan berlangsungnya praktek illegal logging dan illegal trade.
Untuk memenuhi kebutuhan kayu dalam jangka panjang maka strategi yang digunakan adalah
NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

19

melaksanakan pembangunan HTI melalui kerjasama dengan swasta dan pembangunan HTR
melalui mekanisme perizinan IUPHHK HTR.
Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kayu
jangka pendek, maka diperlukan upaya pemasukan kayu dari luar daerah seperti Kalimantan,
Sulawesi, Papua, dan lain-lain, sedangkan percepatan perizinan HTI dan HTR maka dilakukan
identifikasi kawasan yang sesuai serta mendorong permohonan kepada Menteri Kehutanan.
Fasilitasi HTR akan dilakukan dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat pemohon
serta melakukan monitoring proses perizinan di Departemen Kehutanan.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka rasionalisasi antara daya dukung lingkungan
(geographic environment) dengan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat menjadi faktor penentu
dalam merumuskan pola penataan dan pengelolaanya ruangnya. Dalam upaya pemanfaatan
potensi pulau-pulau kecil kiranya perlu dilakukan dengan pendekatan secara simultan dari sisi
pembangunan lingkungan (konservasi dan pembangunan ekonomi). Sehingga dengan demikian
maka untuk mewujudkan keberlanjutan pembangunan dalam dimensi ekologi paling tidak ada
empat hal yang perlu dikenali agar keputusan pembangunan yang diambil dapat mencerminkan
nuansa pembangunan yang berkelanjutan, yakni: (1) teritorial dimana dapat menunjukkan
area yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan suatu kegiatan; (2) quantitative dimana
dapat menunjukan besaran kegiatan yang akan dikembangkan; (3) qualitative dimana dapat
menunjukan jenis kegiatan yang akan dihasilkan; (4) temporal - dimana dapat menunjukkan
tingkat perkembangan yang dapat ditoleransi; dan (5) pengenalan analisa batas ambang atau
threshold analysis terhadap keberadaan pulau mempunyai peran yang sangat penting mengingat
pulau - pulau tersebut memiliki keterbatasan sumberdaya alam yang sangat spesifik.
Implikasi logis atas empat hal tersebut adalah bahwa dalam aspek ekologi atau lingkungan harus
menyediakan sistem pendukung kehidupan untuk mempertahankan keberadaan ummat manusia.
Usaha yang dapat dilakukan untuk itu adalah: Pertama, mengatasi proses depresiasi dari asset
lingkungan bukan hanya untuk kepentingan konservasi dan pelestarian lingkungan semata tetapi
juga aktivitas ekonomi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan ummat manusia baik bagi
generasi sekarang maupun yang akan datang (inter generation). Kedua, adalah keterkaitan antara
masalah konservasi dan pemanfaatan (pembangunan ekonomi) sebagai akibat tuntutan
pembangunan. Sehingga dengan demikian maka dalam rangka mengelola SDA di masing-masing
ruang diperlukan berbagai pertimbangan yang dapat menjamin dampaknya bisa sekecil mungkin
terhadap SDA dan lingkungannya. Melihat karakteristik Provinsi NTB sebagai provinsi kepulauan,
maka kegiatan yang paling sesuai untuk dikembangkan adalah yang bercirikan resikonya yang
paling rendah terhadap lingkungannya, tetapi di lain pihak mempunyai nilai sosial dan ekonomi
tinggi. Hal ini disebabkan karena berbagai kondisi bentang lahan yang berbeda-beda yang terdiri
dari berbagai interaksi antar ekosistem. Keberadaan lahan kritis, kerusakan hutan, DAS, dan
kerusakan sumberdaya alam lainnya serta terjadinya perubahan iklim di Provinsi NTB, menuntut
perhatian yang lebih serius lagi dalam penanganannya.
CAPAIAN DAN PARAMETER KINERJA PROGRAM UNGGULAN
Sampai dengan akhir tahun 2009, capaian kinerja kegiatan untuk mendukung program unggulan
NTB HIJAU adalah sebagai berikut :
1. Pembangunan Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Hutan kemasyarakatan yang sudah berlangsung sebagai realitas pengelolaan hutan bersama
masyarakat namun belum mempunyai izin pencadangan dari Menteri Kehutanan perlu
dievaluasi bersama dalam rangka penilaian kebenaran pelaksanaan dan kesesuaian dengan
peraturan perundangan. Beberapa kawasan hutan yang sudah dikelola dalam bentuk hutan
kemasyarakaan, meliputi :

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

20

Tabel. Lokasi HKm di NTB


No
Lokasi
Pengelola
1.

Luas
1.304 Ha

Luas Sesuai
Izin Menhut
1.809 Ha

712 Ha

726 Ha

50 Ha
50 Ha
215 Ha
2.900 Ha

215 Ha
185 Ha

2.

Aik Berik, Stiling,


Karang Sidemen,
dan Lantan
Santong

3.
4.
5.
6.

Salut
Munder
Monggal
Sesaot

Kelompok Tani,
Koperasi Ponpes
Darusadiqien
Koptan
Maju
Bersama
Kelompok Tani
Kelompok Tani
Kelompok Tani
KMPH

7.
8.
9.
10.

Mecanggah
Sambelia
Sekaroh
Sumbawa

Kelompok Tani
Kelompok Tani
Kelompok Tani
Kelompok Tani

750 Ha
1.500 Ha
350 Ha
8.424 Ha

420 Ha
850 Ha

11.
12.

Dompu
Bima
Jumlah

Kelompok Tani
Kelompok Tani

4.416 Ha
2.522 Ha
23.229 Ha

4.205 Ha

Program
Lanjutan Izin HKm
Pembangunan
HKm
dana DR seluas 500 Ha
Swadaya Masyarakat
Swadaya Masyarakat
Rehabilitasi Eks HPH
Fasilitasi LP3ES seluas
25 Ha, perluasan 211
Ha dan meluas 2.664
Ha
OECF
OECF
OECF- Jifpro -Perhutani
HKm
eks
Social
Forestry
HKm eks Perhutani
HKm eks Perhutani

Kegiatan HKm di Provinsi NTB yang teridentifikasi sampai saat ini mencapai 23.229 ha. Dari
luasan tersebut , sampai dengan tahun 2009 yang telah mendapatkan Ijin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan untuk Hutan Kemasyarakatan (IUPHH-HKm) dari Menteri Kehutanan RI seluas +/4.205 ha yang tersebar di Aik Berik, Stiling, Karang Sidemen dan Lantan Kabupaten Lombok
Tengah seluas 1.809 ha, di wilayah Santong Kabupaten Lombok Utara seluas 726 ha, wilayah
Monggal Kabupaten Lombok Utara seluas 215 ha, wilayah Sesaot Kabupaten Lombok Barat
seluas 185 ha, wilayah Sambelia seluas 420 ha dan wilayah Kabupaten Sumbawa seluas 850
ha. Sisanya seluas 19.018 ha masih dalam proses pencadangan untuk mendapatkan IUPHHHKm selama tahun 2010 2013.
Pembangunan HKm dimaksudkan untuk memberi gambaran kontribusi nyata pembangunan
HKm terhadap perekonomian daerah. Kajian akan dilakukan dengan menggunakan analisis
Input-Output (IO Analisys) yang akan mengkaji backward linkage dan foreward linkage
activities sehingga dapat ditentukan seberapa penting nilai pembangunan HKm. Strategi
pelaksanaan kajian multiplier effect terhadap pembangunan HKm dilakukan melalui kerjasama
dengan perguruan tinggi atau pihak lain yang mempunyai kompetensi dalam melaksanakan
kajian. Hasil kajian tersebut, akan memberi gambaran aliran hasil HKm serta dampak yang
berlangsung secara nyata, sehingga dapat ditentukan simpul-simpul penghambat atau
pendorong yang mempengaruhi aktivitas ekonomi yang berkenaaan dengan HKm.
2. Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
Hutan tanaman rakyat (HTR) yang sudah dicadangkan Menteri Kehutanan seluas 2.881 Ha
terdiri dari Kabupaten Sumbawa seluas 491 Ha, Kabupaten Lombok Tengah seluas 895 Ha
dan Kabupaten Lombok Barat seluas 1.495 Ha dan Dompu 355 Ha. Pada tahap implementasi
pengelolaan hutan masih belum dilaksanakan sehingga diperlukan fasilitasi dari pemerintah
untuk mendorong pelaksanaan pembangunan HTR.

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

21

Tabel 3. Lokasi HTR di NTB


No
Lokasi
1.
2.
3.
4.

Pengelola

Ngali, Sumbawa
Kelompok
Marejebonga, Loteng
Kelompok
Pelangan, Lobar
Kelompok
Pajo, Dompu
Kelompok
Jumlah

Tani
Tani
Tani
Tani

Luas
(Ha)
6.000
900
2.000
600
9.500

Luas Sesuai Izin


Menhut
491
895
1.495
355
3.236

Strategi yang ditempuh dalam rangka mendorong pelaksanaan pengelolaan HTR adalah
melaksanakan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat melalui kerjasama berbagai
pihak. Sosialisasi dan pendampingan dilakukan dengan memberi fasilitasi pembangunan HTR
seperti bantuan bibit dan bantuan pemetaan kawasan yang dicadangkan.
3. Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Pembangunan HTI diarahkan untuk membangun sumberdaya hutan pada kawasan hutan
produksi yang rusak guna menjamin produksi hasil hutan kayu di masa depan. Strategi
pembangunan dilakukan melalui kerjasama pihak swasta selaku pelaksana, dengan mengikuti
prosedur dan tahapan sesuai peraturan perundangan.
Kawasan hutan yang sudah dimohon untuk pembangunan hutan tanaman industri meliputi
kawasan hutan produksi di Kabupaten Bima oleh PT. Koinesia seluas 43.080 Ha, PT. Usaha
Tani Lestari seluas 26.500 Ha di hutan produksi Tambora, Kabupaten Bima dan Dompu, PT.
Sejati Liramas seluas dan PT. Bangun Persada Nusantara seluas 6.140 Ha di Pelangan,
Kabupaten Lombok Barat; PT. Sadhana Arifnusa seluas 4.300 Ha di Kelompok hutan Rinjani.
Rintisan permohonan HTI yang sedang berlangsung adalah PT. Energy Agro Industri seluas
63.000 Ha yang terletak di kawasan hutan Dompu dan Sumbawa, PT. Agro Wahana Bumi
seluas 31.500 Ha yang terletak di kawasan hutan produksi Tambora dan PT. Sadhana Arifnusa
Blok II seluas 2.000 Ha serta PT. Buana Wana Sejahtera seluas 93.000 Ha.
Terhadap perusahaan yang sudah memperoleh izin Menteri Kehutanan, saat ini sedang
melakukan proses persiapan penyusunan AMDAL sesuai dengan persyaratan, sedangkan
pihak-pihak yang masih dalam rintisan sedang mengajukan permohonan kepada Menteri
Kehutanan, penyiapan proposal teknis, penyiapan rekomendasi dan lain-lain.
Tabel 4. Lokasi HTI di NTB
No

Lokasi

Pengelola

1.

Hutan Produksi Kabupaten


Bima

2.

Hutan Produksi Tambora


Kabupaten Bima dan Dompu

PT. Usaha Tani


Lestari

22.820

3.

Hutan Produksi Sekotong,


Kabupaten Lombok Barat

6.140

4.

Hutan Produksi Tambora


Kabupaten Bima dan Dompu
Hutan Produksi Kabupaten
Sumbawa dan Dompu
Hutan Produksi Rinjani,
Sambelia dan Bayan
Kabupaten Lotim dan Lombok

PT. Sejati Liramas


dan PT. Bangun
Persada nusantara
PT. Agro Wahana
Bumi
PT. Energy Agro
Industry
PT. Sadhana Arifnusa

5.
6.

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PT. Koinesia

Luas
(Ha)
43.080

Progress

31.500

Penyusunan AMDAL
Pencadangan melalui SK Menhut :
178/Menhut-VI/2009 tanggal 21 April
2009
Telah keluar IUPHHK-HTI melalui SK
Menhut:178/Menhut-VI/2009 tanggal
21 April 2009
Penyusunan AMDAL
Pencadangan melalui SK Menhut :
324/Menhut-VI/2009
Rekomendasi Gubernur

63.000

Orientasi-Rekomendasi Gubernur

4.028

Pencadangan-Penanaman 174 ha

22

7.

8.

Utara
Hutan Produksi Rinjani,
Sambelia dan Bayan
Kabupaten Lotim dan Lombok
Utara
Hutan Produksi Sumbawa

Jumlah

PT. Sadhana Arifnusa


Blok II

2.000

Masih tahap penyusunan proposal


teknis

PT. Buana Wana


Sejahtera

93.000

Masih Tahap permohonan

265.568

4. Pembangunan hutan rakyat pada tanah milik dan Hutan Tanaman Industri dan
Cadangan Energi (HTICE).
Pengembangan hutan rakyat dilakukan pada lokasi di luar kawasan hutan tetap yang akan
mengembangkan jenis tanaman kayu bakar. Pola pengembangan hutan rakyat dapat
dilakukan dengan pola agroforestry yaitu mengembangkan kombinasi jenis tanaman kayukayuan dan tanaman pangan secara bersamaan sehingga diperoleh optimasi lahan dengan
tanaman pangan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan
tanaman kayu-kayuan untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar masyarakat dan usaha
omprongan tembakau.
Strategi pengembangan dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan pihak swasta antara
lain dengan PT. Sadhana Arifnusa dan PT. Sadhana Arifnusa Blok II sedangkan pada pada luar
kawasan hutan dilakukan pengembangan hutan rakyat melalui kerjasama dengan masyarakat
pemilik lahan. Kerjasama pengembangan kayu bakar tersebut meliputi PT. Sadhana Arifnusa
seluas 4.300 ha di kawasan hutan Rinjani blok Sambelia dan Bayan serta kawasan hutan
Marejabonga, PT. Sadhana Arifnusa Blok II seluas 2.000 ha di kawasan hutan Rinjani blok
Sambelia dan Bayan dengan masyarakat pemilik lahan seluas +/- 6.000 ha.
5. Rehabilitasi Sumber Mata Air Dan Daerah Tangkapan Air Untuk Mendukung
Program PERMATA.
Beberapa titik mata air yang teridentifikasi mempunyai cathment area (daerah tangkapan
air) yang berada dalam kawasan hutan. Kerusakan sumber daya hutan yang merupakan
cathment area akan berpengaruh pada keberadaan sumber mata air, karena fungsinya
sebagai tangkapan air yang semakin menurun bahkan dalam mengikat air hujan.
Akibatnya akan terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan. Air
hujan yang turun tidak mampu diserap ke dalam tanah dan langsung dialirkan ke laut
melalui sungai. Jika air yang dialirkan dalam jumlah besar maka akan terjadi banjir yang
membawa kerugian lebih besar lagi. Untuk mencegah terjadinya bencana kekeringan dan
bencana banjir tersebut, maka diperlukan perbaikan kondisi sumber daya hutan. Strategi
yang dilakukan adalah melakukan rehabilitasi sekitar mata air sebagai cathment area,
agar mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menyerap dan menyimpan air
tanah.
Setiap titik mata air akan dilakukan rehabilitasi cathment area seluas 50 Ha dengan jarak
tanam 5 x 5 meter. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kemauan untuk
memelihara hasil rehabilitasi sumber mata air, maka masyarakat yang merupakan
pengelola diperkenankan menanam dengan jenis-jenis produktif dengan memanfaatkan
lahan diantara tanaman kayu-kayuan. Dengan demikian, tanaman akan tetap terjaga dan
terpelihara serta terjamin keberhasilannya.

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

23

Sampai denganakhir tahun 2009, tercatat areal mata air yang telah direhabilitasi seluas
400 ha meliputi 8 titik mata air. Penanaman dilakukan dalam radius 200 m disekitar lokasi
mata air.
6. Pencadangan Kawasan Hutan Produksi Untuk Mendukung NTB Bumi Sejuta
Sapi (NTB-BSS).
Sesuai dengan karakteristik daerah serta kondisi sosial masyarakat Nusa Tenggara Barat,
menunjukan bahwa pengembangan sapi telah mengakar di masyarakat sebagai usaha
peternakan tradisional yang mampu memberi kehidupan. Pengembangan sapi di pulau
Sumbawa dilakukan dengan sistem Lar/So yaitu penyediaan padang penggembalaan
ternak yang dilakukan bersama secara kolektif. Untuk mensukseskan program NTB Bumi
Sejuta Sapi diperlukan dukungan berbagai sektor terkait. Strategi sektor kehutanan dalam
mendorong terselenggaranya program NTB Bumi Sejuta Sapi adalah pembangunan
silvopasture dan penyediaan padang penggembalaan kolektif, serta alokasi kawasan
hutan produksi untuk pengembangan ranch dalam skala yang relatif luas yaitu 8.400 Ha
terdiri dari kawasan Pelaning seluas 1.400 Ha, Olat Lake seluas 2.000 Ha dan Maria
seluas 5.000 Ha serta pengembangan silvopasture pada lahan milik masyarakat di
Kabupaten Lombok Timur seluas 300 ha. Pembangunan silvopasture dilakukan dengan
mengembangkan jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai pakan ternak, antara
lain Lamtoro, Turi, dan Gamal serta tanaman legum lainnya, yang dikombinasikan dengan
jenis tanaman pangan (jagung, sayuran, kacang-kacangan, dll) melalui tumpang sari,
tanaman pohon sumber makanan seperti sukun, keluwih, dan lain-lain serta tanaman
rumput gajah dan siratro yaitu rumput yang tahan di bawah naungan. Pola
pengembangan silvopasture diyakini akan mampu menyediakan pakan ternak sapi yang
bervariasi, disamping sumber pangan bagi manusia.
Pemilihan lokasi pengembangan silvopasture dilakukan dengan mempertimbangkan status
kawasan hutan sebagai hutan produksi yang memungkinkan untuk dikelola berdasarkan
peraturan perundangan dan kondisi fisik kawasan yang sudah mengalami kerusakan
sehingga perlu direhabilitasi. Ketiga kawasan tersebut masuk dalam kriteria tersebut,
disamping banyaknya masyarakat yang sudah mengembangkan peternakan sapi.
7. Pembangunan A/R-CDM dan REDD.
Untuk mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global, Departemen Kehutanan
bekerjasama dengan KOICA, Pemerintah Provinsi NTB melakukan pembuatan demplot mikro
untuk program A/R-CDM dan REDD. Untuk lokasi A/R-CDM yang dilaksanakan oleh KOICA
dilakukan di Sekaroh seluas 300 ha dan untuk lokasi REDD dilakukan di daerah Batukliang
seluas 5.000 ha. Selain oleh KOICA, program AR-CDM dilakukan pula oleh Dinas Kehutanan
Provinsi NTB bekerjasama dengan WWF seluas 200 ha di lokasi Sapit-Kabupaten Lombok
Timur melalui program New Trees. Program AR-CDM yang dilaksanakan oleh WWF dilakukan
melalui penanaman kembali kawasan lindung dimana posisi masing-masing pohon didigitasi
dalam koordinat sehingga dapat terpantau secara jelas. Sampai dengan akhir tahun 2009,
program New Tress telah dilakukan seluas 200 ha, sedangkan untuk program A/R-CDM dan
REDD yang disponsori oleh KOICA masih dalam proses pengajuan permohonan dan
pencadangan areal hutan. Kerjasama dengan JIFPRO dalam program A/R CDM telah dilakukan dalam
kawasan hutan Sambelia (Kurbian) seluas 90 Ha. n d

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

24

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

25

NTB HIJAU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

26

Anda mungkin juga menyukai