Jejak Leuser
cover
Jejak Leuser
Sekapur
Sekapur Sirih
Sirih
Bencana datang silih berganti.... Tanah longsor dan banjir bandang di Jember memulai kisah pilu di awal tahun ini. Inikah
balasan alam terhadap ketamakan manusia terhadapnya? Tidak sedikit manusia yang justru dengan bangga secara membabi
buta mengeksploitasi alam, tanpa belas kasihan, tanpa memperhitungkan hari depan anak cucu kita.
Penjarahan hutan menjadi fenomena yang seakan sekarang sudah menjadi ‘hal yang biasa’ di telinga masyarakat negara kita
yang katanya punya reputasi sebagai negara santun ini. Bagi orang yang beradab, yang peduli dengan anak cucu kita,
seharusnya kita menangis dengan keadaan ini.....
Besitang, kawasan yang sarat dengan permasalahan menjadi berita utama di Jejak Leuser edisi ke-3 ini. Banyak hal akan
dikupas dalam tulisan itu, mulai dari sejarah, permasalahan, sampai dengan beberapa action Balai TNGL dalam usaha
meminimalisir permasalahan-permasalahan yang ada di daerah itu.
Dalam rubrik potret kali ini kami tampilkan sosok Drs Suharto Dj, salah satu aset berharga yang dimiliki oleh Balai TNGL.
Sudah banyak sekali hasil penelitian dan pemikiran yang beliau sumbangkan dalam khasanah ilmu pengetahuan hayati.
Dalam edisi ini pula, Pak Harto menyumbangkan salah satu tulisannya tentang Baning, penyu dilindungi yang diyakini masih
banyak terdapat di kawasan TNGL.
Banjir bandang, terutama yang pernah terjadi di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser kami ulas dalam rubrik
Dinamika. Dan untuk rubrik Khasanah, kami menghadirkan sebuah ulasan tentang pentingnya penginderaan jauh untuk
pengelolaan sebuah kawasan konservasi, sebuah tulisan dari rekan-rekan dari Baplan Pusat. Di rubrik Wanasastra, kembali
Pak Ginting menuangkan karyanya berupa puisi, yang terilhamkan ketika berada di tepi Sungai Bohorok.
Selamat Membaca....
Pemimpin Umum
Bisro Sya’bani, S.Hut
Dewan Redaksi
Ratna Hendratmoko, SH, M.Hum,
Ujang Wisnu Barata,S.Hut
Nurhadi, SP
Bisro Sya’bani, S.Hut
Administrasi
Agus Rihady
Distribusi
Juniah
Rebowo Wasgito
Jonsah Putra Bakti
Diterbitkan oleh:
Balai Taman Nasional Gunung Leuser
Jl. Blangkejeren 37 Tanah Merah Kutacane Aceh Tenggara
PO BOX 16 Kode Pos 24601
Telp. (0629) 21358 Fax. (0629) 21016
E-mail: jejakleuser@yahoo.co.id
Catatan Redaksi
Redaksi Buletin “Jejak Leuser” menerima sumbangan tulisan yang
Sampul depan: berkaitan dengan aspek konservasi. Tulisan diketik dengan spasi rangkap,
Bencana Alam di Simpang Semadam, Kutacane (Foto: Ahmad Yasin) maksimal 5 halaman dan minimal 2 halaman kuarto. Naskah dikirim ke
Sampul belakang : Redaksi Buletin “Jejak Leuser”, disertai dengan identitas diri atau dikirim
Gajah CRU-FFI di Tangkahan (Foto: Dok. FFI) lewat email: jejakleuser@yahoo.co.id. Naskah yang dikirimkan menjadi
Desain : hak penuh redaksi Buletin “Jejak Leuser” untuk dilakukan proses editing
Bisro seperlunya.
Leuser
l
Dinamika
27. Pak Harto,
Sang ‘Spiderman’ dari TNGL
26.Intermezzo
29. Seputar Kita
Jejak Leuser
u l e t i n
Bencana
Ekologi
dan
Krisis
Oleh:
Ir. Wiratno, M.Sc*)
Kebudayaan
M
odel matematika yang dikembangkan
Descartes-lah yang kemudian
memungkinkan NASA mengirim manusia
ke bulan. Kerja Descartes ini dilanjutkan oleh Isaac
Newton pada abad ke-18, yang teorinya mampu
menjelaskan gerak planet, bulan, komet, aliran
gelombang, dan sebagainya.
S
eorang ahli fisika terkenal, Fritjof Capra,
W
alaupun demikian, pandangan yang
menguraikan dengan gamblang bagaimana
menempatkan alam sebagai fenomena
Barat selama tiga abad dikuasai oleh
mekanistik itu pula yang mendorong Barat
pemahaman tentang fenomena alam yang
mengembangkan Etika Antroposentrisme. Etika
mekanistik yang dikembangkan oleh Descartes.
antroposentrisme ini dilatarbelakangi oleh tradisi
Pandangan filsuf ini menyatakan bahwa alam
pemikiran barat yang liberal. Dalam etika ini manusia
semesta adalah sebuah sistem mekanis, telah
diposisikan sebagai pusat dari alam semesta, dan
memberikan persetujuan “ilmiah” pada manipulasi
hanya manusia yang memiliki nilai, sementara alam
Jejak Leuser
u l e t i n
dan segala isinya sekedar alat bagi pemuas bencana ekologis yang sudah seringkali telah
kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Manusia dihadirkan-Nya di depan kita.
dianggap berada di luar; di atas dan terpisah dari
C
alam. Bahkan, manusia difahami sebagai penguasa apra menyatakan bahwa kesadaran ekologis
atas alam yang boleh melakukan apa saja. Menurut akan tumbuh hanya jika kita memadukan
Keraf (2002), cara pandang inilah yang melahirkan pengetahuan rasional kita dengan intuisi
sikap dan perilaku eksploitatif. untuk hakikat lingkungan kita yang nonlinear. Fakta
yang kita hadapi saat ini adalah bahwa telah terjadi
S
ikap eksploitatif inilah yang secara tidak kita ketimpangan yang luar biasa antara perkembangan
sadari telah membawa Indonesia dalam kekuatan intelek, pengetahuan ilmiah, dan
bencana lingkungan. Eksploitasi seluruh isi ketrampilan teknologi di satu sisi, dengan
hutan (kayu, bahan tambang, dll) selama 30 tahun perkembangan kebijakan, spiritualitas, dan etika di
telah menampakkan dampaknya saat ini; banjir, sisi lain, yang menyebabkan ketidakseimbangan
tanah longsor, kekeringan, pencemaran tanah, air, budaya yang menjadi akar-akar dari krisis
udara, dan seterusnya. Kalau hutan alam dataran multidimensional peradaban manusia saat ini.
rendah di Pulau Jawa habis dalam tempo 1 abad,
O
hutan alam dataran rendah Pulau Sumatera lenyap leh karena, itu patut kita renungkan pendapat
dalam hitungan 30 tahun. Proses lenyapnya hutan Keraf (2002), yang mengajukan sebuah ide
alam Sumatera sepuluh kali lebih cepat daripada tentang “keberlanjutan ekologis”. Prinsip
masa kolonial. Tetapi, ingatan kolektif manusia yang diajukan dalam paradigma keberlanjutan
tentang bencana memang sangat pendek. maupun keberlanjutan ekologis adalah integrasi
secara proporsional pada tiga aspek, yaitu aspek
B
encana alam banjir dan longsor yang terjadi ekonomi, aspek pelestarian sosial-budaya, dan
pada April dan Oktober 2005 di kawasan Aceh aspek lingkungan hidup. Etika antroposentrisme
Tenggara dan bencana besar dua tahun harus ditinggalkan dan diganti dengan etika
sebelumnya di Bohorok, menunjukkan bahwa kita lingkungan hidup yang bertumpu pada teori
perlu lebih mampu memahami mekanisme alam. Ia biosentrisme dan ekosentrisme, dengan perpegang
rentan serta memiliki batas-batas dan hukum sendiri pada sikap hormat terhadap alam, prinsip tanggung
sebagai reaksi terhadap “eksploitasi” manusia jawab, solidaritas kosmis, prinsip kasih sayang dan
atasnya, atau yang disebabkan oleh mekanisme kepedulian terhadap alam, prinsip “no harm”, prinsip
mencari keseimbangan kosmosnya yang baru. hidup sederhana dan selaras dengan alam, prinsip
Kawasan hutan dataran rendah TNGL di Besitang- keadilan, prinsip demokrasi, dan prinsip integritas
Langkat yang hancur seluas 20.000 Ha merupakan moral.***
bagian dari proses “pemerkosaan” manusia terhadap
alamnya. Artikel-artikel dengan tema “kerusakan
alam” inilah yang dihadirkan dalam Edisi Ketiga
*) Kepala Balai Taman Nasional Gunung Leuser
Buletin “Jejak Leuser”, ini semata-mata untuk Email: inung_w2000@yahoo.com
mengingatkan pada kita semua akan realitas
Tinjauan aspek historis pengelolaan kawasan taman nasional menjadi faktor penting dalam upaya mengetahui persoalan-
persoalan yang dihadapi saat ini, khususnya taman-taman nasional yang lahir sebelum UU No.5 tahun 1990 diterbitkan. TNGL
merupakan salah satu dari lima taman nasional pertama di Indonesia yang dideklarasi tahun 1980. Kerusakan yang dialami
TNGL di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, juga terkait dengan aspek historis pengelolaan di masa lalu. Hal inilah
yang menjadi fokus pembahasan dalam artikel singkat ini, dengan tujuan agar kita menjadi lebih arif dalam mengkaji persoalan
kerusakan kawasan tersebut pada saat ini, serta mencari solusi yang realistis di masa depan.
FASE PENGELOLAAN KAWASAN BESITANG- dengan perusahaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) melalui
LANGKAT SEBAGAI SUAKA MARGASATWA PRA pilot proyek pembinaan habitat dan populasi satwa.
PENUNJUKAN TNGL (1938-1980).
Pola kebijakan sebagaimana yang dijelaskan di atas,
K
awasan Besitang-Langkat sebelum digabung dan menjelaskan bahwa telah terjadi kegiatan eksploitasi
ditunjuk sebagai bagian dari wilayah TNGL di wilayah penebangan pohon di dalam kawasan Besitang-Langkat mulai
Sumatera Utara, merupakan kawasan Suaka tahun 1970, dengan diberikannya ijin HPHH terhadap 3 (tiga)
Margasatwa Sikundur yang ditetapkan pada tahun 1938 dengan perusahaan industri kayu di dalam SM Sikundur. Setelah ijin
luasan ± 79.100 hektar dan HPHH berakhir pada tahun
Suaka Margasatwa Langkat 1977, kemudian eksploitasi/
Selatan & Barat yang ditetapkan penebangan pohon dilanjutkan
pada tahun 1938 seluas ± oleh HPH PT Raja Garuda
127.075 Ha. Terhadap kedua Mas (RGM), yang menjadi
suaka margasatwa ini telah mitra kerja pilot proyek
dilakukan tata batas fungsi pembinaan habitat dan
kawasan yang kemudian populasi satwa Sikundur
dilakukan rekonstruksi batas sampai dengan tahun 1982.
kawasan sepanjang ± 281,5 km Beberapa peristiwa penting
dari total batas fungsi kawasan yang terjadi dalam fase
sepanjang ± 356,5 km pada pengelolaan ini dan dapat
tahun 1982. Selebihnya dijadikan catatan sejarah
sepanjang ± 75 km telah pengelolaan kawasan
direkontruksi oleh tata batas Besitang-Langkat, antara lain
wilayah administratif Langkat sebagai berikut :
dan Karo.
Pemberian Ijin Hak Pengelolaan Hasil Hutan (HPHH) di
Menurut B. Sinulingga (komunikasi pribadi, 2005), sebelum dalam kawasan Suaka Margasatwa Sikundur
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Eksositemnya, Permasalahan perlindungan kawasan Besitang-Langkat Taman
dibenarkan adanya kegiatan eksploitasi secara terbatas di dalam Nasional Gunung Leuser telah berlangsung sejak tahun 1970-
kawasan suaka margasatwa dengan cara tebang pilih (seleksi) an, jauh sebelum kawasan berubah fungsi menjadi Taman
terhadap jenis pohon-pohon tertentu melalui perijinan HPHH Nasional Gunung Leuser. Pada saat kawasan masih berstatus
(Hak Pengusahaan Hasil Hutan) dan kerjasama kemitraan Suaka Margasatwa Sikundur, Suaka Margasatwa Langkat Barat
dan Langkat Selatan di dalamnya telah terdapat aktivitas
Vol. 2 No. 3 Tahun 2006
6
Liputan Utama Jejak Leuser
b u l e t i n
penebangan kayu melalui perijinan HPHH (Hak Pengusahaan satwa di lakukan oleh Hak Pengusahaan Hutan PT Raja Garuda
Hasil Hutan) kepada panglong Rimba Makmur (Sdr. Kuncung) Mas. Kemitraan ini dirancang untuk jangka waktu selama 20
lokasi di Sei Lepan, panglong Gotong Royong (Sdr. Tek Liong) (dua puluh) tahun dengan luas areal yang dikerjasamakan seluas
di Sekoci dan panglong Handoyong (Sdr. Piau An) di Aras 30.000 hektar dari mulai wilayah Aras Napal (Sei Betung)
Napal/Sei Betung. sampai dengan Sei Lepan, SM Sikundur. Pelaksanaan kemitraan
pembinaan habitat dan populasi satwa Sikundur, diberikan
Ijin eksploitasi hutan melalui pola HPHH yang diberikan pada secara bertahap. Untuk tahap I, dikerjasamakan areal seluas
masa Dirjen Kehutanan Departemen Pertanian ini, telah 10.000 hektar di wilayah Aras Napal (Sei Betung). Jangka
mengakibatkan terjadinya degradasi hutan dan lahan SM waktu pengelolaan tahap I untuk masa 7 (tujuh) tahun terhitung
Sikundur. Ijin HPHH yang diberikan kepada 3 (tiga) perusahaan mulai sejak tahun 1977 s/d 1984 dengan kegiatan berupa
panglong kayu dengan luasan 100 hektar per perusahaan per eksploitasi terhadap jenis pohon tertentu yang berdiameter di
tahun, dapat diperluas melalui perpanjangan ijin pada tahun- atas 50 cm, pengamanan hutan dari perambahan dan
tahun berikutnya. Peluang ini telah dimanfaatkan oleh para penebangan liar serta pembinaan habitat & satwa dengan
pengusaha HPHH untuk melakukan eksploitasi dan pembukaan melakukan pembuatan tempat-tempat padang gembala sebagai
jalan secara berlebihan di dalam SM Sikundur. Selain sumber pakan satwa dalam rangka pelestarian populasi satwa
melakukan eksploitasi hutan, perusahaan HPHH juga seperti rusa, gajah, kambing hutan dan satwa lainnya.
melakukan pembukaan jalan (akses jalur kayu dan transportasi) Pembuatan padang gembala dilakukan dengan menebang
dan diikuti dengan pembangunan kilang kayu di dalam SM pepohonan dalam skala luasan tertentu dan melakukan
Sikundur. Sarana transportasi pengangkutan log hasil tebangan pengayaan tanaman muda sehingga menghasilkan pakan bagi
yang dipakai berupa truk kingkong, sehingga membutuhkan satwa liar pemakan rumput/dedaunan di SM Sikundur.
pembukaan akses jalan logging yang cukup luas yang secara
signifikan akan menambah luas pembukaan hutan dan Dalam prakteknya di lapangan, pihak manajemen PT Raja
kerusakan kawasan yang dapat ditimbulkannya. Kegiatan Garuda Mas melakukan pembukaan jalan eksploitasi yang tidak
eksploitasi kayu dengan ijin HPHH di dalam kawasan SM sesuai dengan perencanaan dan melakukan penebangan pohon
Sikundur berlangsung sampai dengan tahun 1977, sehingga secara berlebihan. Akibatnya, kawasan SM Sikundur
diperkirakan telah terjadi pengeksploitasian hutan SM mengalami degradasi hutan dan lahan. Sampai dengan saat ini,
Sikundur dalam skala ribuan hektar. Sampai dengan saat ini, masih terlihat akses jalan eks Hak Pengusahaan Hutan PT Raja
masih terlihat bekas tapak kilang kayu dan rongsokan truk Garuda Mas di dalam kawasan TNGL di wilayah Aras Napal,
kingkong bekas perusahaan HPHH di dalam kawasan SM Sei Betung ini. Sejarah tersebut di atas, menjawab pertanyaan
Sikundur, yang kini sudah digabung (diubah fungsi) menjadi dan perdebatan yang terjadi selama ini dengan masyarakat
bagian dari kawasan TNGL. sekitar hutan, “Kenapa di dalam kawasan TNGL terdapat tapak
sawmill/kilang kayu, truk kingkong dan jalan HPH?”.
Ujang WB
Pembangunan Pilot Proyek Pembinaan Habitat dan Populasi
Satwa di SM Sikundur-Langkat
Terbentuknya Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam Gunung Munculnya Proyek Peremajaan Rehabilitasi dan Perluasan
Leuser Tanaman Export (PRPTE) di Kabupaten Lantgkat
Pada tahun 1979, diresmikan Organisasi Balai Konservasi Pada tahun 1981, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Langkat
Sumber Daya Alam (BKSDA) I Medan di bawah Direktorat menerbitkan Surat Keputusan Nomor 682/BPP/LKT/1981
Jenderal Perlindungan dan Pelestarian Alam, Direktorat tentang Penunjukan Areal Proyek Peremajaan Rehabilitasi dan
Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian. Organisasi KSDA Perluasan Tanaman Export di Kabupaten Langkat seluas ±
I Medan memiliki wilayah kerja meliputi Propinsi Nanggroe 5.864 Ha. Lokasi yang ditunjuk untuk Proyek Karet Berbantuan
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat (PKB) dan Proyek Kongulasi Karet Rakyat berada di dalam
dan membawahi 4 Sub BKSDA yang berkedudukan di masing- TNGL wilayah Sekoci s/d Sei Lepan yang merupakan areal
masing Propinsi dan 1 Sub Balai PPA Gunung Leuser yang eks. HPHH Panglong Rimba Makmur.
berkedudukan di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara.
Berakhirnya Pilot Proyek Pembinaan Habitat dan Populasi
Sub Balai PPA Gunung Leuser, memiliki tugas pokok dan Satwa Sikundur
fungsi melakukan pemangkuan dan pengelolaan kawasan
Gunung Leuser yang berada di wilayah Propinsi Nanggroe Pada tahun 1982, kerjasama kemitraan pilot proyek pembinaan
Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Khusus untuk wilayah habitat dan populasi satwa di Suaka Margasatwa Sikundur
Sumatera Utara, meliputi SM Sikundur (di luar 30.000 hektar dengan Hak Pengusahaan Hutan PT Raja Garuda Mas
yang diperuntukkan bagi pilot proyek pembinaan habitat dan diberhentikan, walaupun perjanjian kerjasama kemitraan tahap
populasi satwa Sikundur), SM Langkat Selatan & Barat serta I seluas 10.000 hektar untuk masa 7 (tujuh) tahun belum
Taman Wisata Alam Sikundur. berakhir. Pemberhentian ini dikarenakan terjadinya beberapa
kegiatan yang tidak sesuai di lapangan antara lain PT Raja
Garuda Mas membuka akses jalan yang tidak sesuai
FASE TRANSISI PENGELOLAAN SEBAGAI TNGL perencanaan, melakukan penebangan pohon secara berlebihan
DAN TERBENTUKNYA DEPARTEMEN KEHUTANAN dan mendapat protes dari berbagai pihak yang tidak sependapat
(1980 - 1984) dengan adanya kegiatan eksploitasi kayu di dalam TNGL.
Dengan berakhirnya pilot proyek pembinaan habitat dan
D
alam fase ini, pengelolaan Kawasan Besitang-Langkat populasi satwa di SM Sikundur, atas lahan seluas 30.000 Ha
Taman Nasional Gunung Leuser mengalami masa yang telah diperuntukkan sebagai pilot proyek ini, kemudian
transisi dari pola pengelolaan kawasan suaka diserahkan pengelolaannya kepada Sub Balai PPA Gunung
margasatwa model pembinaan habitat dan populasi satwa, Leuser yang berkedudukan di Kutacane, Kabupaten Aceh
berubah menjadi pola pengelolaan kawasan pelestarian alam Tenggara.
Taman Nasional Gunung Leuser, berdasarkan sistem zonasi.
Seiring dengan dibentuknya kelembagaan Departemen Ujang WB
Kehutanan, penyempurnaan kelembagaan organisasi
pengelolaan di tingkat daerah juga mengalami
peningkatan seperti halnya Sub Balai PPA Gunung
Leuser menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman
Nasional Gunung Leuser.
Program Transmigrasi Lokal dan Perkebunan Inti Rakyat dilaksanakan karena dilarang oleh warga perkampungan
Kelapa Sawit tersebut. Luas penggarapan dan perkampungan yang terdapat
di dalam kawasan ini ± 70,80 hektar berupa perladangan,
Pada tahun 1982, seiring dengan berakhirnya pilot proyek perkampungan, kebun kelapa sawit dan kebun karet.
pembinaan habitat dan populasi satwa di SM Sikundur, Pemkab
Langkat bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) Terbentuknya Departemen Kehutanan dan Unit Pelaksana
mencanangkan program transmigrasi lokal (translok) dengan Teknis (UPT) Taman Nasional Gunung Leuser
tujuan pemerataan penyebaran masyarakat lokal. Areal yang
dicadangkan untuk program translok ini sebagian berada di Pada tahun 1983, Direktorat Jenderal Kehutanan yang selama
dalam kawasan Besitang-Langkat (wilayah Sekoci dan ini berada di bawah Departemen Pertanian diresmikan menjadi
sekitarnya), dan sebagian lagi berbatasan langsung dengan Departemen Kehutanan. Kebijakan peresmian kelembagaan
kawasan TNGL, yang diperuntukkan bagi pembangunan desa kementerian Departemen Kehutanan ini memberikan
transmigran dan kebun kelapa sawit Pola Inti Rakyat (PIR), perubahan arah dan garis besar kebijakan pengelolaan hutan
dengan luas ± 1.500 hektar. Pencadangan areal desa di Indonesia dan hal ini memerlukan proses (masa transisi)
transmigrasi (sekarang bernama desa PIR ADB) dan penyesuaian kebijakan dan pengorganisasian tata hubungan
perkebunan kelapa sawit ini tanpa berkoordinasi terlebih dahulu kerja sampai ke tingkat daerah.
dengan pihak Kehutanan sehingga terjadi tumpang tindih lahan
perkebunan dengan kawasan TNGL. Perencanaan program Di bawah Departemen Kehutanan, dibentuk pula beberapa
transmigrasi lokal dan pembangunan kebun kelapa sawit Pola Direktorat Jenderal, salah satunya, adalah Direktorat Jenderal
Inti Rakyat oleh Pemkab Langkat yang bekerjasama dengan Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Dan pada
ADB menarik minat para pemodal dan pengusaha untuk tahun 1984, ditetapkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman
berinvestasi lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Nasional Gunung Leuser yang langsung berada di bawah
Langkat dan sejak saat itu dimulailah pembukaan lahan hutan Direktorat Jenderal PHPA, dengan tugas melakukan
secara besar-besaran di daerah Kabupaten Langkat. pengelolaan kawasan TNGL berdasarkan sistem zonasi.
Dengan terbentuknya Departemen Kehutanan dan UPT TNGL,
Rekontruksi Batas Kawasan Besitang-Langkat oleh Balai memberikan dampak yang sangat besar terhadap arah dan
Planologi Kehutanan I kebijakan program pengelolaan kawasan TNGL.
D
pertama kali dilaksanakan pada tahun 1982, praktis selama 47 alam fase pengelolaan ini, intensitas perambahan dan
tahun tidak ada pemeliharaan/rekontruksi batas kawasan. Oleh tumpang tindih penggunaan lahan di kawasan Besitang-
karena itu tata batas yang pernah dibuat di lapangan sudah Langkat TNGL semakin tinggi, dengan mulai
hampir hilang dan rusak. Akibatnya banyak penduduk membuat dilaksanakannya program pembangunan perkebunan kelapa
perladangan, perkebunan dan bahkan perkampungan yang sawit sebagai komoditi unggulan daerah, sehingga
berada di dalam kawasan SM Sikundur. Hal ini dapat terlihat menyebabkan kebutuhan akan lahan perkebunan menjadi
dari hasil pelaporan atas pelaksanaan kegiatan tata batas semakin meningkat di Kabupaten Langkat. Kawasan hutan di
perubahan fungsi kawasan oleh Balai Planologi Kehutanan I Kabupaten Langkat mengalami pembukaan besar-besaran.
pada tahun 1982, di mana di dalam kawasan terdapat kampung Aksi-aksi penebangan liar atas hutan negara semakin tidak
Karya Bangun, kebun kelapa sawit PIR seluas ± 26,5 hektar terkendali sebagaimana halnya yang terjadi di kawasan
berumur ± 2 tahun, jaringan jalan yang dibuat oleh PTP II dan Besitang-Langkat.
kebun karet seluas ± 8,2 hektar yang dikelola Dinas
Perkebunan. Tingkat kerusakan kawasan Besitang-Langkat semakin
bertambah luas dengan masuknya gelombang pengungsi asal
Tujuan pelaksanaan rekontruksi/tata batas perubahan fungsi Aceh pada tahun 1999/2000 (akibat kondisi politik Aceh yang
kawasan adalah untuk menata kembali batas yang kurang jelas, tidak kondusif) ke wilayah Propinsi Sumatera Utara, khususnya
rusak dan hilang sehingga dapat dilihat kembali dengan jelas ke Kabupaten Langkat dan sebagian melakukan pembukaan
dan nyata di lapangan. Hasil rekontruksi/ tata batas perubahan hutan dan penggarapan lahan TNGL, sebagai areal pemukiman
fungsi kawasan adalah sepanjang 82,25 km dari target 80 km dan lahan pertanian/perkebunan bagi mereka. Keberadaan
dengan perincian sebagai berikut : SM Sekundur 28,02 km pengungsi asal Aceh yang bermukim dan menetap di dalam
dengan jumlah pal batas 225 buah; SM Langkat Barat 42,87 kawasan, dimanfaatkan oleh para perambah (kelompok
km dengan jumlah pal batas 329 buah dan SM Langkat Selatan spekulan tanah) untuk ikut menguasai dan melakukan
11,36 km dengan jumlah pal batas 96 buah. Sedangkan tata pengkaplingan lahan kawasan Besitang-Langkat untuk
batas yang melewati perkampungan Karya Bangun tidak kemudian diperjual belikan.
C1.
ini, kemudian dilakukan pola pendekatan persuasif terhadap
pengungsi dengan membuka ruang diskusi bersama atas
program rehabilitasi kawasan yang akan dilaksanakan di
dalam kawasan. f. Penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser
Untuk meningkatkan perlindungan dan pemanfaatan potensi
- Mengadakan pertemuan forum LSM/NGO di bidang kawasan serta dalam rangka pengembangannya, berdasarkan
Konservasi dan Kemanusiaan yang berkaitan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 276/Kpts-VI/1997
program penanganan pengungsi di dalam wilayah TNGL. tanggal 25 Mei 1997, ditunjuk Taman Nasional Gunung Leuser
seluas 1.094.692 hektar, yang terletak di Propinsi Daerah
Istimewa Aceh dan Daerah Tingkat I Sumatera Utara.
Apabila batas kawasan TNGL sudah temu gelang, maka
akan diterbitkan surat keputusan Menteri Kehutanan
Moko
Jejak Leuser
- Pengembangan Kawasan Ekowisata Tangkahan dengan pola pilihan-pilihan solusi ke depan. Beberapa pelajaran berharga
partisipatif masyarakat lokal di dalam pemanfaatan sumber tersebut antara lain adalah:
daya alam hayati dan ekosistem TNGL melahirkan peraturan
desa (Perdes) kawasan ekowisata Tangkahan untuk 1. Persoalan kerusakan taman nasional saat ini (baca: kawasan
pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan Besitang) tidak dapat dilepaskan dari proses-proses
ekosistem TNGL secara partisipatif. Dengan keberadaan pengelolaan (dalam kondisi ketidakjelasan arahan
Perdes ini , aksi-aksi perambahan dan penebangan liar di kebijakan) di masa lalu. TNGL dideklarasi pada tahun
daerah Tangkahan telah berhenti sama sekali. 1980, pada saat itu belum ada perangkat hukum yang bisa
dijadikan acuan pengelolaannya. Acuan tersebut baru lahir
- Model Pengelolaan Kawasan Ekowisata Tangkahan pola setelah 10 tahun kemudian, yaitu UU No.5 tahun 1990;
patisipatif masyarakat lokal mendapat pengakuan secara 2. Perlunya dilakukan kajian aspek kesejarahan terhadap
nasional dengan diberikannya penghargaan “Inovasi persoalan kawasan, sehingga dapat dijadikan salah satu
Pariwisata Indonesia” oleh Menteri Kebudayaan dan acuan kunci dalam mencarikan upaya solusi yang realistik
Pariwisata RI pada tahun 2005. dan sesuai dengan koridor hukum saat ini;
3. Pengelolaan taman nasional tanpa melibatkan masyarakat
Dalam fase pengelolaan ini, terlihat jelas bahwa kegiatan di setempat, tanpa mendapatkan dukungan dari Pemkab/
bidang perlindungan hutan lebih dominan dibandingkan Pemprov, berbagai LSM, maupun pihak keamanan, akan
kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati mengalami kesulitan dan kegagalan. Semua pihak kunci
dan ekosistem TNGL. Hal ini dikarenakan tingginya gangguan harus dilibatkan untuk membangun persamaan agenda dan
keamanan terhadap perlindungan kawasan taman nasional yang persepsi tentang bagaimana melakukan pengelolaan
terjadi dan telah mengakibatkan tingginya laju kerusakan hutan bersama secara sinergis;
dan lahan TNGL, khususnya di wilayah Kabupaten Langkat 4. Penyelesaian terhadap persoalan kawasan sebaiknya
yang berdasarkan penafsiran telah mencapai luasan ± 20.000 dilakukan dengan berpegang pada prinsip-prinsip
sampai 22.000 Ha, sehingga perlu dilakukan upaya transparansi, komprehensif, sistematis-bertahap,
perlindungan hutan secara intensif, terpadu dan konsisten. kontekstual, dan konsisten. Dukungan dari berbagai
instansi terkait baik di tingkat horizontal dan vertikal di
Jakarta, akan sangat menentukan keberhasilannya.
PEMBELAJARAN KASUS TNGL WILAYAH LANGKAT 5. Penegalan hukum harus dapat dilakukan secara konsisten,
kontekstual, dan komprehensif. Upaya ini harus diiringi
B
erdasarkan penelusuran sejarah tersebut, banyak sekali dengan upaya-upaya sosialiasi program-program
pelajaran yang dapat dipetik, direnungkan, dan konservasi yang melibatkan masyarakat sekitar kawasan,
k e m u d i a n 1)
Stafdengan
Balai TNGL di Kantormasyarakat
memposisikan Perwakilan Medan
sebagai subyek dan
untuk dijadikan bahan pijakan dalam menetapkan 2) bagian dari solusi penyelesaian persoalan taman
Kepala Seksi Konservasi Wilayah IV TNGL di Besitang
nasional.***
BANJIR BANDANG
Oleh:
Ujang Wisnu Barata, S.Hut*)
Barangkali di sana ada jawabnya. Mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai bosan. Melihat
tingkah kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan
kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang…….. (Ebiet G. Ade – Berita Kepada Kawan).
kita buka dengan lembaran hitam, lagi-lagi akibat keserakahan
manusia!!
S
ebuah keprihatinan mendalam yang membuat kita semua
tepekur merenunginya. Apa yang sudah kita perbuat
u n t u k Banjir dan Manusia
bumi ini, itulah yang
harus kita pertanggung- Manusia adalah bagian dari alam yang akan selalu bergantung
jawabkan di padang mahsyar pada lingkungan alamnya. Kebutuhan hidup menuntut manusia
sana nanti. Tsunami, banjir untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Di satu sisi, alam
bandang, kekeringan, gempa akan selalu memberi semua miliknya yang diambil manusia,
bumi, angin puting beliung, namun di sisi lain alam akan membentuk keseimbangan baru
kebakaran hutan, hujan yang pada intinya akan merugikan manusia. Degradasi
asam, angin panas….. Bumi lingkungan meningkat, banjir dan longsor bertambah, baik
makin rapuh. Gejala alam, secara kualitas maupun kuantitas. Dibanding jenis bencana
sinyal kebesaran Tuhan, lainnya, banjir, longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan
masih saja ada yang merasa merupakan jenis-jenis bencana yang di dalamnya terdapat unsur
jumawa, menantang campur tangan manusia. Faktor manusia sangat berperan
kebesarannya dengan sebagai fungsi katalisator yang memicu, mempercepat proses
mencoba “menaklukkan” maupun menentukan tingkat kualitas dan kuantitas bencana.
alam. MasyaAllah.…tanda-
tanda kiamat sudah dekat?! Terdapat 2 kategori penyebab banjir dan longsor, yaitu faktor
manusia dan faktor alam (dimodifikasi dari Robert dan
Mengawali tahun anjing ini, bencana alam banjir bandang Sugiyanto, 2001). Faktor campur tangan manusia yang
kembali terjadi di Jember, Jawa Timur. Tak kurang 80 orang mempengaruhi terjadinya banjir dan longsor adalah :
menjadi korban, lebih dari 100 bangunan hancur dan ratusan 1. Perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS); melalui
hektar kebun masyarakat rusak berat. Penggundulan kawasan aktivitas-aktivitas seperti penggundulan hutan, usaha
hutan Gunung Argopuro menjadi “tersangka utama” penyebab pertanian yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah
peristiwa ini. Wilayah Desa Kemiri yang relatif terpencil dan konservasi tanah, perluasan pemukiman dan perubahan tata
terletak tepat di “bahu” pegunungan Argopuro sebagian besar guna lainnya.
lenyap disapu air yang membawa longsoran batu, tanah, 2. Kawasan kumuh dan buangan sampah di sepanjang sungai;
bangkai kayu dan material lainnya. Tinggi air yang mencapai terutama di daerah perkotaan, berperan dalam menghambat
6 – 7 meter membuat panik warga. Dalam hitungan menit semua aliran air.
hancur. Tsunami kecil? Besoknya, peristiwa serupa terjadi di 3. Drainase lahan; pada daerah perkotaan dan pengembangan
Banjarnegara, Jawa Tengah. Longsoran massa tanah dalam pertanian akan mengurangi kemampuan bantaran sungai
jumlah besar menyapu rumah dan ladang penduduk, serta dalam menampung debit air yang tinggi.
menewaskan lebih dari 50 orang. Belum habis hari-hari pada 4. Bendungan dan bangunan air; misalnya pilar jembatan dapat
bulan pertama di awal tahun, kejadian serupa muncul lagi di meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran
Situbondo dan Lombok Timur. Sungguh tahun 2006 terpaksa balik (backwater).
5. Kerusakan bangunan pengendali banjir.
Wiratno
diperkirakan berasal dari periode Nesozoic (Anonim, 2005).
Melihat topografi yang kemiringannya lebih dari 60 % (persen) Semadam Semalam, Selasa, 18 Oktober 2005, Jam 22.00
dan sifat tanah sub DAS Bohorok yang peka longsor dan erosi,
maka ancaman bahaya longsor dan banjir sepanjang tahun tetap Peristiwa terakhir menimpa wilayah Kecamatan Semadam yang
tinggi, terutama pada bulan-bulan curah hujan diatas rata-rata relatif merupakan daerah hunian cukup padat. Tercatat 5 desa
normal. Struktur badan sungai yang menyempit pada beberapa di kecamatan ini mengalami dampak yang cukup parah. Letak
bagian di wilayah hulu, sangat potensial membentuk pemukiman yang berada di lembah perbukitan memang rentan
‘bendungan-bendungan’ akibat deposit tanah atau pohon-pohon terhadap bahaya longsor. Berdasarkan informasi lapangan
yang tumbang. diperoleh keterangan bahwa pada lereng bukit yang didominasi
oleh tanaman perkebunan kemiri, di beberapa tempat telah di
land clearing untuk persiapan penanaman coklat dan sebagian
“Tsunami Kecil” di Lawe Mengkudu, Selasa, 26 April telah ditanam. Jenis tanaman coklat memiliki perakaran yang
2005, Jam 22.00 kurang kuat jika dibandingkan tanaman kemiri, dan kurang
mampu menahan air.
Kejadian di Desa Lawe Mengkudu, Kecamatan Badar, Aceh
Tenggara tidak kalah dahsyatnya. Ketika itu, di tengah malam, Pembangunan ruas jalan Titi Pasir – Bahorok sejak tahun 2002
debit air yang meningkat tajam akibat hujan deras seharian yang yang membuka lahan hutan memotong areal perbukitan,
mengguyur wilayah Aceh Tenggara telah menggerus badan disebutkan oleh WALHI Sumut, menjadi penyebab lain.
tanah, menerjang bebatuan, dan menghanyutkan pohon-pohon Akibatnya, water catchment area menjadi terganggu,
serta apa saja yang dilaluinya. Badan air yang terkumpul di kemampuan tanah menyerap air berkurang, membentuk
bagian atas bukit akibat penyumbatan-penyumbatan aliran air, genangan-genangan yang siap “dimuntahkan”.
pada akhirnya tidak sanggup lagi tertampung dan dimuntahkan
secara luar biasa oleh kekuatan massa yang sangat besar. Banjir bandang Semadam, seperti halnya peristiwa di Bahorok
Korban berjatuhan. dan Lawe Mengkudu, bahkan juga peristiwa di Jember dan
Banjarnegara, satu hal yang patut diperhatikan adalah, kesemua
Waktu kejadian, yaitu pada bulan April 2005 merupakan saat- peristiwa tersebut terjadi pada malam hari di saat masyarakat
saat puncak musim hujan di Aceh Tenggara. Dari hasil sedang tertidur lelap, beristirahat setelah lelah bekerja seharian.
pengecekan di lapangan, terlihat beberapa titik longsor di
Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 15
Dinamika Jejak Leuser
b u l e t i n
Bencana memang murni kekuasaan Tuhan, yang datangnya tak 4) intensitas hujan 2/3
pernah diduga. Membaca gejala alam, bersikap waspada, dan 5) site index 180
berlaku arif terhadap alam, itulah yang harus bisa kita lakukan.
Land system Bukit Pandan terdiri dari perbukitan Serbolangit
Menurut prediksi Walhi NAD dan kajian Balai TNGL, dengan puncak tertinggi Gunung Bendahara (3012 m dpl)
berdasarkan kondisi topografi dan wawancara dengan memiliki rata-rata kemiringan lahan 70%. Beberapa diantaranya
masyarakat, tidak kurang dari 50 desa di sepanjang poros jalan merupakan formasi patahan yang terus “bergerak”. Tipe patahan
Kutacane, tergolong berpotensi mengalami musibah banjir yang khas ini menyebabkan Bukit Pandan yang di dalamnya
bandang. Banjir di Simpang Semadam misalnya, merupakan merupakan hulu dari Sub DAS Bahorok dan alur-alur kecil
kejadian ke tiga yang dimulai sejak tahun 1968, 1980, dan yang mengalir ke Sub DAS Alas, sangat sensitif terhadap
terakhir 2005. pergeseran bumi. Longsor, baik dalam skala kecil maupun besar
merupakan aktivitas harian dari land system ini. Longsoran-
longsoran tersebut, terutama yang mengarah ke aliran air di
Land System “Bukit Pandan” yang Rapuh bawahnya, akan menyebabkan penyumbatan pada beberapa
titik aliran. Tipe badan aliran air yang menyempit di beberapa
Konsep “Land System” didasarkan pada kesamaan dan tempat semakin mempercepat proses penyumbatan.
keterhubungan antara faktor-faktor seperti tipe batuan,
hidroklimatologi, bentuk lahan, tanah dan makhluk hidup. Land Celakanya, 60% wilayah Taman Nasional Gunung Leuser
system Bukit Pandan (BPD) dicirikan dengan (Ministry of F & merupakan land system Bukit Pandan yang mudah longsor.
EC and Leuser Management Unit, 2000) : Curah hujan besar pada bulan-bulan tertentu patut diwaspadai
1) slope >60% untuk mengambil tindakan pencegahan dalam meminimalisir
2) kelas kelerengan 5 korban. Tiupan angin yang cukup besar di daerah tinggi,
3) klas tanah 4 memungkinkan pohon-pohon tumbang secara alami, dan
Gambar 1. Pegunungan Serbolangit yang bertipe Land System Bukit Pandan merupakan hulu dari banyak Sub DAS, diantaranya
Sub DAS Alas dan Bohorok. Nampak patahan-patahan dan alur sungai yang menyempit mendominasi formasi
gugusan bukit.
apabila tumbangan mengarah ke alur sungai, maka akan 2. Tahap kesiap-siagaan (pre-paredness), yang ditujukan
menyumbat serta merubah arah aliran. untuk persiapan sumberdaya oleh seluruh pihak terkait
sesuai perkiraan “musim bencana”.
Kombinasi sifat alami pada land system Bukit Pandan apabila 3. Tahap peringatan dini (early warning), yaitu penetapan
berada pada intensitas yang cukup berat akan mengakibatkan kondisi dari suatu analisa terhadap faktor-faktor yang
gugusan bukit mengalami “perubahan” bentuk. Hal tersebut mempengaruhi kerawanan suatu wilayah terhadap bencana.
merupakan pertanda bahwa Bukit Pandan rapuh karena sifat Ruang lingkup kegiatan pada tahapan ini adalah :
alaminya. • Pengolahan peta kerawanan baik yang bersifat
dinamis harian maupun yang statis
• Analisis faktor alam.
Early Warning System
• Sosialisasi / peringatan tanda bahaya.
• Koordinasi antar pihak di semua tingkatan.
Sistem peringatan dini (early warning system) pada prinsipnya
4. Tahap deteksi dini (early detection), yaitu upaya
dimaksudkan supaya masyarakat yang bermukim di daerah
mendapatkan informasi awal terjadinya bencana melalui
endemik dapat memperoleh informasi lebih awal tentang
penerapan teknologi sederhana hingga teknologi canggih,
bencana yang akan terjadi serta memiliki cukup waktu untuk
meliputi :
evakuasi sehingga resiko dapat diminimalkan. Hampir sebagian
• deteksi darat, yaitu melalui patroli kawasan,
besar banjir di Indonesia tidak dapat diantisipasi karena belum
pengamatan dan penjagaan kawasan rawan bencana.
tersedianya sistem peringatan dini tentang banjir. Penanganan
• deteksi penginderaan jauh, melalui pesawat terbang,
banjir dan bencana lain pada umumnya lebih ditekankan pada
helikopter atau satelit.
kegiatan rehabilitasi paska bencana yang tentunya memerlukan
5. Tahap perlakuan (response), yaitu upaya evakuasi dan
tenaga, waktu dan biaya yang cukup besar.
mobilisasi untuk menghindari dan meminimalisir jatuhnya
korban.
Sistem peringatan dini tentang banjir di Indonesia sangat
6. Tahap penanganan paska bencana (recovery), meliputi
penting karena: (1) intensitas dan keragaman hujan menurut
penyelidikan sebab bencana, penanganan dampak,
ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir bisa terjadi secara
penegakan hukum, dan rehabilitasi.
tiba-tiba atau dikenal sebagai banjir bandang (flash flood), (2)
hujan besar umumnya terjadi pada sore sampai malam hari
Untuk membangun sistem peringatan dini tentang banjir, maka
sebagai akibat proses orografis, sehingga terjadinya debit
diperlukan otomatisasi peralatan pengukur curah hujan dan
puncak umumnya malam hari di saat masyarakat tidur lelap
debit dalam suatu daerah aliran sungai (DAS). Dalam bentuk
(Gatot Irianto, 2003).
yang sederhana, sistem tersebut dapat dirakit dengan
menghubungkan alat ukur curah hujan otomatis (automatic rain
Beberapa hal dapat dilakukan dalam rangka mitigasi bencana
gauge), dan alat duga muka air sungai otomatis (automatic
banjir, genangan dan tanah longsor, yaitu dengan melakukan
water level recorder / AWLR) di bagian hilir maupun hulu yang
deliniasi wilayah rawan banjir dan genangan serta melakukan
representatif dengan pusat kendali komputer yang dipantau oleh
pemantauan cuaca secara intensif. Penurunan curah hujan
beberapa operator secara kontinyu.
tahunan dengan musim kemarau lebih lama akan
mengakibatkan periode musim hujan semakin singkat.
Masbah R.T. Siregar, et. al (2004), menyebutkan bahwa jenis
Penurunan curah hujan dalam periode musim hujan yang
stasiun pemantau dalam satuan daerah aliran sungai untuk
singkat akan menghasilkan hujan dengan intensitas tinggi
pengendalian banjir pada dasarnya berupa 2 jenis stasiun
dengan durasi singkat. Kondisi ini akan memicu terjadinya
pemantau, yaitu stasiun pemantau kualitas aliran dan stasiun
banjir bandang, tanah longsor, dan genangan.
pemantau kuantitas aliran. Data-data kualitas air yang sangat
berhubungan dengan manajemen DAS adalah temperatur, pH,
Dalam pengendalian dan penanggulangan bencana alam
ketersediaan oksigen (DO / Dissolved Oxygen), turbiditas air
terdapat 6 (enam) tahapan utama yang saling terkait
dan sifat aliran (conductivity). Untuk stasiun pemantau kuantitas
(dimodifikasi dari Soedhono, 1998), yaitu :
air, dua jenis stasiun yang biasa digunakan adalah stasiun
pemantau curah hujan dan stasiun pemantau tinggi muka air.
1. Tahap pencegahan, yang dilaksanakan melalui 2 (dua)
pendekatan, yaitu :
Secara teoritis, banjir yang terjadi dengan intensitas yang
• pendekatan sosial kemasyarakatan, dengan kegiatan
cenderung meningkat merupakan akibat dari masukan sistem
penyuluhan serta membangkitkan kearifan lokal,
yang berlebihan, berupa curah hujan eksepsional (curah hujan
hukum adat, dan lain-lain untuk membangun
yang melebihi normal). Kejadian banjir yang terus berulang
perlindungan kawasan secara swadaya.
merupakan hasil resultan dari kerusakan sistem DAS. Dengan
• pendekatan teknis, dengan bangunan fisik pencegah
dua pendekatan tersebut maka rekayasa dan rancang bangun
bencana seperti sekat bakar, bangunan pengendali
untuk antisipasi dan meminimalisir resiko banjir dapat
banjir, penataan tanaman, teknik terasering,
ditentukan.
pengelolaan biodiversity, dan lain-lain.
Bencana datang setiap tahun. Ketika musim hujan, kita Anonim. 2005. Laporan Sementara Banjir Bandang di
dikejutkan dengan banyaknya peristiwa banjir dan longsor. Di Kabupaten Aceh Tenggara. Balai Taman Nasional
musim kemarau, kebakaran hutan dan kekeringan ada di mana- Gunung Leuser. Kutacane.
mana. Early warning system merupakan salah satu langkah
dalam meminimalisir resiko dan dampak bencana. Dibutuhkan Darwo, A. Sukmana, Bambang,S.A., Sembiring,S. 2005.
sistem rencana penanggulangan bencana yang komprehensif Kajian Bencana Banjir bandang Kecamatan
dalam keseluruhan “risk management” mulai dari pencegahan, Semadam, Kabupaten Aceh Tenggara, Propinsi
penjinakan, kesiapan, penanggulangan darurat sampai Nanggroe Aceh Darussalam. Balai Litbanghut
pemulihan dan rehabilitasi. Apa hikmah yang bisa kita ambil Sumatera. Pematang Siantar.
dari bencana-bencana itu? Setidaknya, DPR telah menyiapkan
draft Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang juga Irianto Gatot. 2003. Kumpulan Pemikiran Banjir dan
dimotori oleh beberapa aktivis LSM. Tinggal kita tunggu Kekeringan, Penyebab, Antisipasi dan Solusinya.
kelanjutan pada tahap implementasinya. Biasanya, praktek / CV Universal Pustaka Media. Bogor.
pelaksanaan di tingkat lapangan tak pernah mulus. Komitmen
semua instansi terkait dan Pemerintah Daerah yang wilayahnya Kodoatie Robert J. & Sugiyanto. 2001. Banjir, Beberapa
rawan terhadap bencana dalam melaksanakan pembangunan Penyebab dan Metode Pengendaliannya dalam
yang berwawasan lingkungan, serta agenda-agenda mendesak Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
seperti pembuatan sistem peringatan dini dan relokasi penduduk
di kawasan sensitif, harus segera dijadikan program prioritas. Ministry of F & EC and Leuser Management Unit. 2000. The
Kita memang perlu segera “bergerak”. Kita dituntut untuk lebih Leuser Ecosystem Management Plan 2000-2005
proaktif, bukan hanya reaktif namun kurang antisipatif, seperti (Book I – Data and Information). Leuser Management
selama ini. Persis seperti olok-olok sebuah produk iklan Unit. Medan.
…..Banjir Kok Jadi Tradisi….Tanya Kenapa??
Siregar, Masbah R.T. Asis Djajadiningrat, Hiskia, Djohar
*) PEH Balai TNGL di SKW IV Besitang Syamsi, Novrita Idayanti, Widyarani. 2004. Road
Email : wisnoe_bharata@dephut.go.id Map Teknologi Pemantauan Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan Pengelolaan Limbah. LIPI Press. Jakarta.
Jejak Leuser
Penginderaan Jauh,
Seberapa Pentingkah Bagi TNGL?
Oleh:
Budiharto, S.Si 1)
Ari Prayitno, S.Hut 2)
K
awasan Taman Nasional Gunung Leuser yang rupiah (Suara Pembaharuan, 9 Maret 2004). Selain itu,
diumumkan Menteri Pertanian tahun 1980 dengan luas kemudahan akses ke taman nasional akan meningkatkan potensi
792.675 hektar dan kemudian diperkokoh dengan terjadinya pembalakan liar di dalam kawasan. Dengan kondisi
penunjukan Menteri Kehutanan melalui SK.No. 276/Kpts-VI/ ini, dimungkinkan akan menambah kerusakan Kawasan
1997 dengan luas 1.094.692 ha merupakan kawasan yang Ekosistem Leuser yang menurut catatan WALHI kerusakannya
memiliki penyebaran vegetasi hutan yang komplit mulai dari diperkirakan sudah mencapai sekitar 25% atau setara dengan
vegetasi hutan pantai/rawa, hutan dataran rendah, hutan dataran 500.000 Ha dimana sebarannya termasuk yang berada di luar
tinggi dan pegunungan dan diperkirakan dihuni oleh sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kerusakan ini
3.500 jenis flora. Sebagian tentunya mulai dari degradasi
besar kawasan ini didomiasi hutan tingkat rendah sampai
oleh ekosistem hutan pada terjadinya deforestasi.
Dipterocarpaceae dengan
flora langka antara lain: Meningkatnya potensi
Raflesia atjehensis, kerusakan hutan yang mungkin
Johananesteinimania altifrons terjadi harus dihadapi dengan
dan Rizanthes zippelnii yang arif dimana salah satunya adalah
merupakan bunga terbesar dan menerapkan sistem keamanan
langka dan dilindungi dengan terpadu yang dengan pelibatan
diameter 1,5 meter. masyarakat sekitar hutan. Hal ini
sejalan dengan prinsip
Taman Nasional Gunung pengelolaan hutan lestari
Leuser juga kaya dengan dimana harus terpenuhinya tiga
jenis-jenis fauna dan hal, yaitu adanya tata batas yang
diperkirakan sedikitnya jelas, perhitungan etat untuk
terdapat 89 jenis satwa langka dan dilindungi di kawasan ini. menentukan jatah tebangan yang benar dan adanya keberhasilan
Selain itu pada wilayah ini juga memiliki obyek wisata yang regenerasi (peremajaan kembali).
menarik untuk dikunjungi seperti Gurah (panorama alam),
Kawasan Eks. Rehabilitas Orangutan Bahorok di Bukit Lawang Mengingat Taman Nasional Leuser bukan merupakan kawasan
(Orangutan dan panorama sungai), Kluet (bersampan, trekking, produksi maka yang harus dipenuhi adalah dua hal yaitu tata
dan goa), Sekundur (Berkemah), Ketambe (Orangutan dan batas yang harus diakui oleh semua pihak termasuk masyarakat
penelitian), Suaq Balimbing (penelitian primata dan satwa sehingga perlu dilakukan penataan batas secara partisipatif dan
lainnya), serta ‘The Hidden Paradise’ Tangkahan. menjamin keberhasilan regenerasi dengan menanami wilayah-
wilayah yang sudah tidak berhutan pada saat permudaan alam
sudah tidak mungkin berhasil lagi. Sedangkan perhitungan etat
Kehadiran Ladia Galaska untuk menentukan jatah tebangan tidak perlu dilakukan karena
wilayah Taman Nasional tidak diperuntukkan sebagai hutan
Dari sudut pandang lain, isu pembangunan Ladia Galaska produksi. Setelah terpenuhinya syarat kelestarian ini tentu saja
merupakan proyek yang menimbulkan perdebatan panjang di juga harus didukung oleh sistem pengamanan hutan yang baik.
banyak pihak. Pada satu sisi merupakan sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun di sisi lain Potret Pemetaan TN Gunung Leuser Berdasarkan
pembangunan ini akan mempertinggi potensi terancamnya Penginderaan Jauh
kelestarian ekosistem di dalam kawasan Taman Nasional
Gunung Leuser. Dengan dibukanya jalan ini, berdasarkan hasil Besarnya pasokan kayu dari hutan dengan permintaan kayu
diskusi yang diadakan Greenomics Indonesia, diperkirakan sebagai bahan baku industri yang sangat tidak berimbang
akan memberikan kerugian material sebesar 316,7 trilyun berakibat terhadap meningkatnya pembalakan liar. Kondisi ini
Jejak Leuser
semakin parah ketika pengusaha-pengusaha industri kayu lebih adalah citra landsat dengan resolusi 30 meter. Dengan citra
suka menggunakan produk kayu illegal yang dapat dibeli beresolusi sedang ini cukup untuk memetakan adanya jaringan
dengan harga lebih murah. Penurunan potensi hutan pada jalan dan juga adanya bukaan-bukaan wilayah hutan sehingga
kawasan hutan produksi dan semakin jauhnya kayu komersial dapat disajikan informasi daerah-daerah dengan aksesibilitas
yang mampu dijangkau oleh aktor pembalakan liar (pada tinggi yang memungkinkan mendukung terjadinya aktivitas
wilayah hutan produksi) menyebabkan pembalakan liar illegal logging.
mengarah pada wilayah hutan lindung dan taman nasional.
Kondisi seperti inilah yang sedang mengancam kelestarian Gambar-gambar berikut ini menunjukkan contoh informasi
kawasan hutan di Indonesia, termasuk di wilayah Taman yang dapat disajikan berdasarkan analisa citra Landsat untuk
Nasional Gunung Leuser. mendeteksi adanya ketersediaan jalan.
Jejak Leuser
Jejak Leuser
B
iar lambat asal selamat. Demikianlah orang betina, serta memiliki kuku-kuku panjang pada kedua kaki
menerjemahkan rambu bergambar kura-kura. Semua depan. Baning betina dewasa beratnya mencapai 30 kilogram,
jenis kura-kura gerakannya lambat bila dibandingkan sedangkan yang jantan hanya sekitar 20 kilogram.
dengan binatang lain pada kelas yang sama yaitu Reptilia. Baning mencari pakan pada siang dan malam hari. Makanan
Baning, demikian masyarakat Suku Karo di Sumatera Utara utamanya adalah daun-daun, umbut, buah berdaging lunak yang
dan Suku Alas di Aceh Tenggara menyebut kura-kura yang jatuh di lantai hutan. Mereka juga menyantap serangga, cacing,
memiliki nama Latin Geochelone emys dan nama umum larva dan reptil kecil lain. Baning akan mencapai dewasa
Burmese Brown Tortoise ini. Kura-kura darat dengan gerak setelah 6 – 7 tahun. Perkawinan biasanya berlangsung pada
lambat ini sering dijumpai di hutan-hutan siang hari. Baning jantan yang ukuran
primer dan sekunder sampai pada ketinggian tubuhnya relatif lebih kecil menggigit-gigit
1000 meter dari permukaan laut, di kebun- tengkuk kepala baning betina, kemudian
kebun terutama yang berdekatan alur atau anak berlangsunglah kopulasi dengan posisi
sungai dekat hutan. dorso-ventral, dan tidak pernah ventro-
ventral.
Ciri umum dari baning ialah berdarah dingin,
suhu badannya sama dengan suhu di sekitarnya, Dalam bertelur, sebelum meletakkan telur-
dan seluruh permukaan badannya ditutupi oleh telurnya, baning betina mencari tempat
sisik. Tubuh baning yang bagaikan piring bertelur, biasanya yang bertanah gembur,
tertutup, dibedakan menjadi dua bagian besar kemudian menggali dengan kaki-kakinya
yaitu bagian atas yang disebut carapace yang berkuku tajam. Sekali bertelur akan
berwarna coklat tua dan bagian bawah yang keluar 6 – 12 butir sekaligus dengan kulit
disebut plastron. Binatang ini memiliki 4 yang sangat lembek. Kulit telur tersebut
(empat) kaki yang masing-masing memiliki 4 akan menjadi lebih kuat setelah kena udara,
(empat) kuku atau cakar. Baik plastron maupun walaupun tidak sekeras telor unggas. Telur-
carapace terbentuk dari zat tanduk yang amat telur tersebut kemudian ditutup kembali
kuat. Baning memiliki leher berbentuk huruf S yang ketika dengan tanah dan daun-daun kering. Setelah ± 6 minggu telur-
direntangkan menjadi lebih panjang. Bila dalam keadaan telur tersebut menetas menjadi anak-anak baning yang disebut
terancam, Baning dapat dengan cepat menarik kaki dan Tukik. Tukik-tukik ini segera lari meninggalkan “sarang” dan
lehernya ke dalam cangkang yang keras seperti batu. Binatang mengembara serta mencari makan sendiri-sendiri (semi soliter)
ini tidak memiliki gigi, tetapi memiliki paruh bertulang yang dan tidak dalam kelompok. Namun pada nantinya, hanya
dapat melumat makanan berupa tumbuhan atau hewan. Nenek sebagian kecil saja tukik yang selamat dan hidup sampai
moyang Baning diperkirakan muncul pada 200 juta tahun yang dewasa ; sebagian besar mati dalam persaingan hidup. Ketika
lalu, jauh sebelum munculnya Dinosaurus. umurnya masih sangat muda, carapace Baning memiliki bentuk
Klasifikasi baning adalah sebagai berikut: dan warna yang berbeda dibanding ketika sudah dewasa. Tukik
Kelas : Reptilia baning berwarna coklat muda mengkilap dan ketika dewasa
Ordo : Testudinta menjadi berwarna coklat tua, kusam.
Familia : Trionychydae
Jenis : Geochelone emys Seekor tukik yang pernah penulis jumpai panjangnya 7 cm
(diukur dari anterior ke posterior carapace-nya). Carapace
Ukuran tubuh Baning betina jauh lebih besar daripada yang ini seolah olah seperti susunan tegel lantai. Bangunan pada
jantan. Baning jantan selain tubuhnya relatif kecil, plastron- carapace ini seolah-olah bilateral simetris, ada ”garis” yang
nya lebih cekung, memiliki ekor lebih panjang daripada yang memisahkan bagian kanan dan bagian kiri carapace. Susunan
Gerakan Baning sangat lambat. Dengan berat badan 30 Gerakan Baning yang lambat tentu akan sangat tercecer bila
kilogram, binatang ini di darat bergerak dengan kecepatan 0,27 berpacu dengan cepatnya proses pengrusakan hutan sebagai
km/jam, jauh tercecer bila dibandingkan dengan Cheetah yang habitat mereka, apalagi ditambah dengan besarnya permintaan
mampu lari dengan kecepatan 112 km/jam, tetapi masih lebih Tukik yang selalu meningkat dari waktu ke waktu. Sanggupkah
cepat daripada Bekicot yang hanya mampu bergerak dengan mereka menjalani jatah umurnya yang 150 tahun?***
kecepatan 0,048 km/jam.
Di area yang ditumbuhi rumput atau anakan pohon yang masih *) Staf Balai TNGL di Kantor Perwakilan Medan
sangat muda, kita akan mudah mengidentifikasi bahwa di area
tersebut baru saja dilewati oleh Baning, karena segenap rumput
dan tumbuhan anakan pohon menjadi rebah laksana digiling
oleh bolduser. Daftar Pustaka :
Baning dan kura-kura jenis lain diketahui mampu bertahan Rubeli, K.1986. Tropical Rainforest in South-East Asia – a
hidup sampai 150 tahun, jauh lebih lama daripada daya tahan Pictural Journey. Tropical Press SDN. BHD.
hidup binatang kelas mammalia. Namun, di banyak daerah, Kuala Lumpur.
Baning diburu tanpa mempertimbangkan aspek kelestarian.
Masyarakat di pinggiran hutan sering memburu Baning, ada Supriatna, J . and Sidik, I. 1996. Checklist of Herpetofauna of
yang menangkapnya langsung tetapi banyak yang Gunung Leuser National Park. in Leuser a
menggunakan pancing dengan terasi sebagai umpannya. Terasi Sumatran Sanctuary (van Schaik, CP and
digunakan sebagai umpan karena baunya diyakini dapat Supriatna , J. eds.). Y.B.S.H.I.. Depok.
PECUT KUDA,
Flora Berjuta Guna
Oleh:
Iskandar*)
K
ita seharusnya mampu membusungkan dada, bangga Berdasarkan catatan WHO, lebih dari 20.000 spesies tumbuhan
dengan kekayaan hayati yang berlimpah ruah, baik obat digunakan oleh penduduk seluruh dunia. Sedangkan di
spesies flora maupun fauna yang tersebar di berbagai Indonesia, pemanfaatan obat tradisional telah berkembang
tipe ekosistem. Diantara cukup pesat dalam waktu 30 tahun terakhir. Hal ini terlihat
berbagai jenis flora dari kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, khususnya yang
daratan, di negara ini terkait dengan bidang pengobatan tradisional. Pemanfaatan obat
terdapat banyak sekali tradisional di Indonesia menjadi lebih berkembang dan ‘terarah’
potensi tumbuhan obat, sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960
yang sayangnya belum tentang Pokok-Pokok Kesehatan yang menyinggung masalah
dapat termanfaatkan secara obat asli di Indonesia. (Aliadi et all, 1994) dalam (Zuhud dan
maksimal oleh anak Haryanto, 1994)
bangsa.
Tabel di bawah ini akan menunjukkan kepada kita betapa
Menurut Zuhud dan tingginya pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di
Haryanto (1994), negara kita. Penulis yakin, pasti lebih banyak lagi bentuk
tumbuhan obat dapat pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat yang belum
diartikan sebagai spesies teridentifikasi, yang belum masuk ke dalam tabel di bawah ini.
tumbuhan yang diketahui
atau dipercaya mempunyai Tabel : Jumlah spesies Tumbuhan Obat yang dimanfaatkan
khasiat obat. Ada beberapa oleh masyarakat berbagai daerah di Indonesia
item definisi kecil yang dapat diambil dari pengertian ini, yaitu:
Salah satu jenis tumbuhan obat yang akan sedikit kita ulas luka menjadi cepat sembuh. Tabel di bawah ini akan kembali
adalah Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis(L)Vahl). Pecut menunjukkan kepada kita bahwa banyak sekali manfaat dari
Kuda adalah tumbuhan yang termasuk dalam golongan herba Pecut Kuda untuk penyembuhan berbagai macam penyakit.
(terna tahunan) yang dengan mudah dapat kita jumpai di tepi-
tepi jalan di pinggir kota atau di ladang-ladang yang tidak
Tabel: Jenis penyakit dan bagian tumbuhan yang digunakan.
terawat. Tumbuhan ini juga banyak kita jumpai di sekitar
pekarangan rumah, tumbuh liar bersama semak belukar dan
rerumputan lainnya.
Menurut catatan Prof.H.M. Hembing Wijayakusuma, seorang Fitriani. 2004. Studi Potensi Pasak Bumi Sebagai Tumbuhan
ahli pengobatan tradisional, Pecut Kuda selain untuk penyakit Obat Di Pusat Penelitian Orangutan Bukit
kronis seperti Hepatitis A dan Batu Saluran Kencing, juga Lawang Taman Nasional Gunung Leuser.
berkhasiat untuk pengobatan luar. Penulis pernah Bahan Usulan Penelitian untuk penyelesaian
mempraktekkan langsung penggunaan tumbuhan ini pada saat tugas akhir S1 Jurusan Kehutanan Fakultas
luka tergores, langsung menempelkan daun yang telah dilumat Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
pada luka tersebut, yang dapat menghentikan pendarahan dan
Wijayakusuma, H. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat Di
Indonesia. Pustaka Kartini. Jakarta.
Berbahagialah bagi para perokok.... Pada kondisi tertentu sebaiknya Anda merokok saja, di lain kondisi dianjurkan tidak;
1. Perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, maka untuk mengurangi resiko tersebut aktiflah merokoK.
2. Menghindarkan dari perbuatan jahat karena tidak pernah ditemui orang yang membunuh, mencuri dan berkelahi
sambil merokok.
3. Mengurangi resiko kematian; dalam berita tidak pernah ditemui orang yang meninggal dalam posisi merokok.
4. Berbuat amal kebaikan; kalau ada orang yang mau pinjam korek api paling tidak sudah siap / tidak mengecewakan
orang yang ingin meminjam.
5. Baik untuk basa-basi / keakraban; Kalau ketemu orang misalnya di halte, kita bisa tawarkan rokok. Kalau basa-
basinya tawarkan uang kan nggak lucu…?
6. Memberikan lapangan kerja bagi buruh rokok, dokter, pedagang asongan, pembuat asbak, pabrik kemasan dan
perusahaan obat batuk.
7. Bisa untuk alasan untuk tambah gaji karena ada pos untuk rokok dan resiko baju berlubang kena api rokok.
8. Bisa menambah suasana pedesaan / nature bagi ruangan ber AC, dengan asapnya sehingga seolah-olah berkabut.
9. Menghilangkan bau wangi-wangian ruang bagi yang alergi bau parfum.
10. Kalau mobil mogok karena busi ngadat tidak ada api, maka sudah siap api.
11. Membantu program KB dan mengurangi penyelewengan karena konon katanya merokok bisa menyebabkan impoten.
12. Melatih kesabaran dan menambah semangat pantang menyerah karena bagi pemula merokok itu tidak mudah; batuk-
batuk dan tersedak tapi tetap diteruskan (bagi yang lulus).
13. Untuk indikator kesehatan; biasanya orang yang sakit pasti dilarang dulu merokok. Jadi yang merokok itu pasti orang
sehat.
14. Menambah kenikmatan: sore hari minum kopi dan makan pisang goreng sungguh nikmat. Apalagi ditambah merokok !
15. Tanda kalau hari sudah pagi, kita pasti mendengar ayam merokok (baca: berkokok)
16. Anti maling, waktu perokok batuk berat di malam hari
17. Membantu shooting film keji, rokok digunakan penjahat buat nyundut jagoan yg terikat dikursi... hahaha penderitaan
itu pedih jendral..!!!
18. Film Koboy pasti lebih gaya kalo ngerokok sambil naek kuda, soalnya kalo sambil ngupil susah betul.
19. Membuat awet muda, karena konon orang yang merokok berat belum sampai tua udah mati duluan kena kanker paru-
paru.
BARANG SELUNDUPAN
Seorang Palestina bernama Mahmud hendak melintasi pos perbatasan Israel - Palestina. Dia bersepeda dan membawa dua
tas besar di pundaknya.
Tentara Israel segera memerintahkan dia berhenti, “Pinggirkan sepedamu itu. Saya ingin bertanya, apa isi kedua tas
itu?” “Pasir,” jawab Mahmud.
Tentara Israel tidak percaya begitu saja. Mereka membongkar kedua tas itu dan benar mereka menemukan pasir
didalamnya. Akhirnya mereka melepaskan Mahmud dan membiarkan dia melintasi perbatasan menuju wilayah Israel.
Keesokan harinya, kejadian yang sama berulang kembali. Tentara Israel menghentikan Mahmud dan bertanya, “Apa yang
kamu bawa?” Mahmud menjawab, “Pasir.” Tentara-tentara itu memeriksa dengan teliti kedua tas itu dan tetap
menemukan benda yang sama, pasir.
Kejadian yang sama berulang kali terjadi hingga tiga tahun lamanya. Akhirnya, Mahmud tidak muncul lagi dan tentara
Israel itu menjumpainya sedang bersantai ria di luar kota Yerikho.
“Hei, kamu yang suka bawa pasir,” tegur tentara Israel itu. “Saya menduga kamu selama ini membohongi kami saat
melintas perbatasan. Tapi saya selalu menemukan pasir di dalam tasmu. Selama tiga tahun, saya sepertinya menjadi gila,
tidak bisa makan atau tidur memikirkan apa yang kamu selundupkan. Baiklah, ini di antara kita berdua saja! Saya mau
tanya, apa sih yang kamu selundupkan tiap hari selama tiga tahun ini?”
dari www.lucu-lucu.com
Pak Harto,
Sang ‘Spiderman’ dari TNGL
L
aba-laba bagi sebagian orang bisa jadi binatang yang Sudharmia pongorum (2001), Sudharmia beroni (2001) dan
menjijikkan bahkan mungkin menyeramkan. Tapi bagi Calamoneta djojosudharmoi (2001). Penghargaan tersebut
seorang Drs Suharto Djojosudharmo atau di kalangan diterima atas dedikasi Pak Harto dalam menemukan dan
Balai Taman Nasional Gunung Leuser lebih populer dengan mengoleksi jenis laba-laba yang belum teridentifikasi jenisnya.
sapaan “Pak Harto”, laba-laba adalah serangga yang bisa Nama yang ternyata hanya menjadi sekelumit kisah manis Pak
membuatnya sangat bangga dan sangat mengesankan. Harto yang sudah memilih jalan untuk mengabadikan hidupnya
Bagaimana tidak, sedikitnya ada 5 jenis laba-laba yang di dunia konservasi khususnya penelitian di bidang konservasi
dibukukan dalam dunia ilmu pengetahuan umum saat ini sejak tahun 70-an.
mengabadikan namanya dalam nama ilmiahnya. Sebutlah
Altepus suhartoi (1983), Psiloderces djojosudharmoi (1995), Dalam wawancara dengan JL, pria kelahiran Yogyakarta 2
Oktober 1950 yang beberapa bulan lagi akan memasuki masa
pensiun ini mengatakan, “Sejak awal saya menyadari
mengabdikan diri di bidang penelitian terlebih lagi
penelitian konservasi adalah pilihan berat karena secara
Bisro Sy
Jejak Leuser
volunteer untuk Depkes RI dan US Namru-2 Project untuk tulisannya , Pak Harto menentang ide tersebut karena akan sia-
spesifikasi Distribusi dan Prevalensi Nyamuk Aedes aegypti sia. Isi tulisan yang cukup menyudutkan pemerintah itu
di Wilayah DKI jakarta. membuat Pak Harto sempat berseberangan dengan ketua proyek
pengembalian burung tersebut yang tidak lain adalah dosennya
Selepas dari penelitian di Tanjung Puting, Pak Harto bergabung sendiri. Tapi berkat tulisannya itu pula, Pak Harto
dengan Kebun Binatang Ragunan dengan status sebagai berkesempatan bertemu dengan peneliti besar saat itu yakni
karyawan Pemda DKI. Karirnya terus berjalan, hingga pada Prof. Sumadikarto yang secara khusus mencari dan
tahun 1976 dirinya diminta oleh WWF Indonesia pimpinan menemuinya karena terkesan dengan tulisan tersebut.
Regina Frey untuk melakukan pendidikan konservasi alam di
Sumatera selama 6 bulan. Selama melakukan pendidikan Dunia tulis menulis memang menjadi bagian tidak terpisahkan
konservasi alam ini, Pak harto sempat merasakan kesedihan dari Pak Harto sebagai konservasionis dan satu dari sedikit
dan kekecewaan yang luar biasa karena menyaksikan langsung peneliti di Balai TNGL. Sebagai peneliti sekaligus penulis
proses penggundulan hutan yang cepat karena aktivitas ilmiah, Pak Harto menyayangkan sedikitnya peneliti dan
penebangan yang ternyata mendapat izin dari pemerintah pusat, penulis ilmiah, khususnya bidang kehutanan yang kita miliki,
sementara di saat yang sama atas tugas yang diterimanya dari walaupun di sisi lain dirinya menyadari hal itu dikarenakan
pemerintah juga, dirinya melakukan aktivitas penyadaran tingkat kesulitan yang tinggi serta penghargaan dan perhatian
kepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan hutan. sangat minim dari pihak – pihak berwenang kepada peneliti.
Wajar, menurut Pak Harto, kalau saat ini ada pendapat yang
Masih berkisah tentang penebangan hutan, Pak Harto sempat mengatakan sedikit sekali peneliti yang bisa hidup mapan dan
mengisahkan kekecewaannya kepada pemerintah ketika dirinya sukses secara ekonomi.
mengajukan protes atas aktivitas penebangan di dalam hutan
primer Sumatera di tahun 80-an. Saat itu salah seorang pejabat Di saat-saat terakhir pengabdiaannya di Departemen Kehutanan
berwenang yang menerima protes tersebut mengatakan sejumlah hal masih menjadi harapan besar Bapak 3 orang anak
penebangan itu sengaja dibiarkan untuk kepentingan pemilu itu. Dirinya sangat memimpikan adanya generasi muda
dan berbagi kebahagiaan dengan masyarakat setempat. Indonesia yang profesional dan mengerti secara mendalam
tentang dunia kehutanan. Khusus untuk Taman Nasional
Dari pengakuannya, Pak Harto tidak pernah bercita-cita untuk Gunung Leuser, dirinya sangat ingin Balai TNGL diisi oleh
menjadi seperti sekarang ini. Cita-cita awalnya adalah menjadi orang-orang profesional dan berdedikasi. Di akhir wawancara
psikolog dengan alasan ingin tahu lebih banyak tentang perilaku dengan tim Jejak Leuser, Pak Harto yang saat ini masih bingung
manusia. Tapi karena gagal test masuk Fakultas Psikologi UGM menuntaskan tulisannya yang berjudul “Hidupku untuk
dan UI tahun 70an, Pak Harto memilih Fakultas Biologi, dengan Orangutan” bertutur lirih, “Sebenarnya saya ingin sekali
dalih dirinya tetap akan belajar tentang perilaku, meskipun menghabiskan dan mengabdikan saat-saat terakhir saya sebagai
perilaku hewan. PNS di Departemen Kehutanan sebagai peneliti di instansi
khusus penelitian agar bisa total....”.
Sampai saat ini sudah banyak tulisan ilmiah yang dibuat oleh
Pak Harto dan beberapa di antaranya sudah di publikasikan . Semoga saja keinginan-keinginan sederhana Pak Harto itu bisa
Salah satu tulisan pribadi yang menurutnya sangat segera mendapatkan jawabannya. Dan semoga juga suatu saat
mengesankan adalah tulisan tentang migrasi burung pelikan nanti TNGL yang menyimpan berjuta potensi alam juga
dari Australia ke Indonesia di tahun 1977. Migrasi itu menyimpan dan melambungkan potensi-potensi “Pak Harto
menimbulkan kerugian besar bagi petani tambak Indonesia lain” yang akan “berbuat banyak” untuk hutan kita.... ***
sampai pemerintah Indonesia membuat tim untuk proyek - Trijatmiko -
mengembalikan burung pelikan itu ke Australia. Dalam
Bisro Sy
Persoalan kerusakan kawasan di Seksi Konservasi Wilayah IV Pada hari Kamis tanggal 29 Desember 2005 sekitar pukul 03.00
Besitang merupakan salah satu prioritas utama yang menjadi Wib dini hari, Polhut TNGL mendapat informasi dari tim
agenda penting Balai TNGL untuk segera diselesaikan. intelejen yang sedang operasi di lapangan tentang adanya
Persoalan yang begitu rumit memerlukan perencanaan yang pengangkutan kayu illegal dari dalam kawasan Taman Nasional
matang dan harus diselesaikan secara komprehensif. Langkah- Gunung Leuser. Setelah mendapat informasi tersebut tim segera
langkah penyelesaian telah berhasil disusun oleh Balai TNGL merapat ke TKP dan sekitar pukul 04.30 WIB berhasil
melalui studi mendalam dan observasi lapangan selama satu melakukan penyergapan terhadap tersangka dan menggiringnya
tahun terakhir serta langkah-langkah koordinasi dengan semua ke Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) IV Besitang,
pihak terkait. Strategi penyelesaian tersebut didokumentasikan selanjutnya oleh Pelaksana Tugas Harian Kepala Seksi yang
dalam sebuah konsep “Rehabilitasi Kawasan Besitang”. didampingi oleh dua anggota Sub Denpom menyeret tersangka
dan barang bukti tersebut ke kantor Sub Denpom 1/5-3
Menyikapi “tensi” permasalahan kawasan yang semakin tinggi Pangkalan Brandan untuk proses lebih lanjut.
di wilayah Langkat akibat proses penyelesaian yang berlarut-
larut dan penuh konflik, pihak Balai TNGL merasa perlu untuk Hari berikutnya, Jum’at, 30 Desember 2005 sekitar pukul 23.30
memberikan gambaran serta himbauan kepada publik tentang WIB, tim patroli SKW IV Besitang kembali melakukan
kondisi riil kawasan serta langkah-langkah yang harus penangkapan terhadap pengangkut kayu tanpa dokumen.
ditempuh. Momentum tertangkapnya 11 perambah dan satu dari Seperti kejadian sehari sebelumnya, kayu dibawa menggunakan
tiga orang aktor intelektual perambahan serta beberapa operasi kendaraan mitsubishi L 300 yang dikendarai oleh 3 (tiga) orang,
kayu ilegal yang hasilnya cukup signifikan, dimanfaatkan oleh masing-masing seorang pengawal, seorang sopir dan kenek.
Balai TNGL untuk melakukan Press Release. Kegiatan ini Berdasarkan pengakuan dari salah seorang tersangka, kayu-
dilaksanakan tanggal 31 Januari 2006 di aula Mapolres Langkat, kayu olahan jenis Damar Laut sebanyak 75 batang berukuran
dengan dihadiri Kapolres Langkat dan jajarannya, Dinas 2 x 2.5 inci x 6 meter tersebut berasal dari dalam kawasan
Kehutanan Kab. Langkat, Yayasan Leuser Internasional, serta TNGL. Selanjutnya ketiga tersangka beserta barang bukti
14 wartawan dari media lokal dan 2 orang wartawan dari media diamankan di Mapolres Langkat.*** (uj)
nasional.
Jejak Leuser
u l e t i n
A I
Engkau memberi kehidupan
R perantara berkat
Engkau
Dan sumber hidup
Kau bersihkan noda
Kau cuci kekotoran
Padamu sumber inspirasi imajinasi
Tanpamu hidup gersang kerontang
Di kami engkau berlimpahan
Pemanfaatan sesuai selera
Tiada pernah mensyukuri
Engkau pembawa berkat karunia
h. ginting
Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 31
b u l e t i n
Jejak Leuser