Anda di halaman 1dari 4

Sejarah kebesaran kerajaan Islam Riung telah kita jumpai dalam beberapa literatur Islam

Nusantara, apalagi jika dikaitkan dengan sejarah Islam Goa Sulawesi. Sadar akan pentingnya
sejarah Islam, melalui inisiatif Pengurus Cabang Persatuan Guru Nahdlatul Ulama Kabupaten
Ngada, Nusa Tenggara Timur sedang proses mengkondisikan untuk dibukukan sejarah kerajaan
Islam pertama di Bumi Flores, NTT.

Ketua PC Pergunu Kabupaten Ngada-NTT, Moh. Thamrin, A.P. Sila  menuturkan dalam
menyambut utusan PP Pergunu, Aris Adi Leksono, bahwa pada masa lampau kebesaran
kerajaan Islam Riung cukup diperhitungkan di Bumi Flores, kerajaan ini berdiri sejak penjajahan
Belanda atas prakarsa dari kerajaan Islam Goa Sulawesi. Kerajaan ini merupakan asal usul
Islam masuk ke tanah Riung Ngada-NTT. 

Lebih lanjut, Bapa Thamrin menjelaskan bahwa para pembawa Islam ke Ngada adalah pelarian
muslim dari Sulawesi, terutama dari kerajaan Goa. Meraka berlayar sampai Ngada kemudian
berinteraksi dengan masyarakat sekitar dengan damai, meskipun saat itu sudah berkembang
agama Kristen. 

Lambat laun mereka membangun keluarga, berinteraksi dagang, dan lain sebagainya dengan
penduduk setempat, dengan sendirinya Islam besar dan berkembang di Riung-Ngada.

"Islam yang berkembang di Ngada penuh toleransi dan kedamaian, sehingga mudah diterima
penduduk setempat, meskipun sudah berkembang agama Kristen. Para pelarian kerajaan Goa
mampu berinteraksi dengan arif dan bijaksana dengan penduduk Ngada saat itu,” tutur Thamrin,
Guru yang merintis MI dan MTs dibawah binaan Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Kabupaten
Ngada.

Sementara itu,  kerukunan dan toleransi para pemeluk Kristen dan Islam di Ngada bisa
disaksikan pada situs tua masjid Nurul Jannah dan Gereja Kristen Katolik yang berdiri sejajar di
tanah yang sama. Keduanya merupakan bangunan tertua di tanah Riung sejak masa kerajaan
Goa dan kerajaan Islam Riung. 

Selain itu, juga telah terjalin kesepakatan turun menurun bahwa jika terjadi konflik atau
perselisihan antar agama, tas dan budaya, maka tidak boleh ada orang luar ikut campur
menyelesaikan. Karena para pemuka agama dan adat pasti mampu menyelesaikan.

Sebagai informasi, penulis buku sejarah kerajaan Islam Riung adalah Ketua PC Pergunu Riung,
yang merupakan Cucu salah satu Raja kerajaan Islam Riung. (Red: Fathoni)
Boku (coklat tua). Kain ikat yang dikenakan dengan cara dililit menyerupai
kerucut di kepala sebagai pegganti topi. Mari Ngia (berwarna merah tua). Secarik
kaiin yang diberi dekor khusus sebagai lambang mahkota dan berfungsi sebagai
penahan/pengikat boku.
Lu’e (hitam). Kain itam bermotif kuda putih atau biru yang dilipat sedemikian rupa
dengan cara mengenakannya berbentuk menyilang di punggung.
Sapu. Kain itam yang juga bermotif kuda putih atau biru yang dipakai
menggantikan celana/ jubah yang merupakan pasangan dari Lu’e.

Keru. Ikat piggang yang ditenun dengan cara khusus dan bermotif kuda yang
berfungsi sebagai penahan Sapu.

Degho. Gelang yang terbuat dari gading gajah yang seperti gelang pada umumnya
namun berukuran agak besar dan tebal yang biasa dikenakan di tangan kiri dan
kanan.

Sau. Parang adat yang dilengkapi dengan asesorisnya berupa bulu kuda putih
pada gagang dan ekor yang terbuat dari rangkaian bulu ayam (Rega Sau).

Lega Lua Rongo: Keranjang yang dianyam dengan bentuk khusus yang diberi
aksesoris bulu kuda pada bagian tulang kiri, kanan dan bawah, dan diberi tali
untuk digantung pada pundak.

Lega Kebi Tuki: Keranjang yang dianyam dengan bentuk khusus menyerupai tas
pada umumnya namun tidak berasesoris bulu kuda pada bagian tulang kiri, kanan
dan bawah. Dan diberi tali untuk digantung pada pundak.
Riung adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur,
Indonesia.
Swapraja Riung ( Kecamatan Riung ), dasar pembentukan kecamatan Riung
berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur
Nomor : Pe/66/1/2 tanggal 28 Pebruari 1962 tentang pembentukan 64 buah
Kecamatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur wilayah Kabupaten Ngada di bentuk
data di Kabupaten Ngada Di Kecamatan Riung terdapat ratusan suku, bahasa dan
adat istiadat. di desa Sambinasi dan Latung, serta Kelurahan Nangameze dan
Kelurahan Benteng tengah terdapat beberapa suku besar dan hingga saat ini masih
ada susunan / silsilah adatnya dari kerajaan Riung. Suku Baar mendiami di sebagian
besar Sambinasi (damu, ruki, maratauk dan sambinasi barat), suku ria latung
(Latung) yang merupakan penduduk ria yang di beri tanah untuk tinggal di rokot
sebelah timur dari dusun damu, Suku Niki, Walio dan kraeng yang mendiami di
sekitar benteng tengah dan nangameze. Mata Pencaharian Sebagian besar mata
pencaharian masyarakat di Kecamatan Riung adalah sebagai Nelayan, Petani
musiman, berternak, pekerja toko (buruh) dan sebagian kecil bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil. Pergerakan perekonomian sangat lambat, pasar di kecamatan
hanya seminggu sekali (hari pasar). (no data BPS kab.ngada) Pertanian yang
diusahakan adalah bercocok tanam, jagung, jambu mente, pepaya, pisang dan
kebun mangga. Hal ini dikarenakan di kecamatan riung dan daratan flores
mengalami musim kering / panas selama 9 bulan dan musim penghujan hanya 3
bulan saja. Teknik bertani hanya mengandalkan air hujan dan tidak terdapat saluran
irigasi sebagai penunjang pertanian dan untuk telekomunikasi hanya tersedia satu
provider operator selular dan asupan energi listrik sudah mencapai 24  jam setiap
harinya. Adat istiadat, budaya dan Agama Di Kecamatan Riung terdapat ratusan
suku, bahasa dan adat istiadat. di desa Sambinasi dan Latung, serta Kelurahan
Nangameze dan Kelurahan Benteng tengah terdapat beberapa suku besar dan
hingga saat ini masih ada susunan / silsilah adatnya dari kerajaan Riung. Suku Baar
mendiami di sebagian besar Sambinasi (damu, ruki, maratauk dan sambinasi barat),
suku ria latung (Latung) yang merupakan penduduk ria yang di beri tanah untuk
tinggal di rokot sebelah timur dari dusun damu, Suku Niki, Walio dan kraeng yang
mendiami di sekitar benteng tengah dan nangameze. kehidupan suku di Riung yang
eksis dan tetap menjaga keutuhan tanah Ulayat (adat) serta menjaga kelanggengan
seni budaya diantaranya caci dan tinju adat. Akan tetapi fungsi dan kerja masing –
masing suku berbeda – beda karena di bagi berdasarkan wilayah dan hak
penguasaan tanah adat. Sebagian besar penduduk Sambinasi adalah muslim,
sedangkan di Kelurahan Latung, Nangameze dan Benteng Tengah adalah muslim
dan nasrani, mereka sangat harmonis dikarenakan hubungan adat istiadat yang erat
dan kawin mawin. Pendidikan Di kecamatan riung terdapat Sekolah Dasar di masing
–masing Desa dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah
Umum hanya ada di kelurahan Nangameze, tingkat kelulusan dan tingkat tamat
sekolah sangat rendah. Sebagian besar masyarakat / warga riung hanya lulus
Sekolah Dasar. Dikarenakan rendahnya perhatian terhadap pendidikan dan fasilitas
tersedia. Akan tetapi ada sebagian kecil warganya yang bisa menempuh jenjang
Strata satu tetapi jarang untuk kembali membangun di desa masing – masing.
Iklan

Anda mungkin juga menyukai