Anda di halaman 1dari 13

EKSPLOITASI HUTAN DAN BURUNG KAKATUA SERAM DI TAMAN

NASIONAL MANUSELA, MALUKU TENGAH

Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kurnia Romadona
Jeti Rahmawati
Novi Anggraeni
Risco Noverio R.
Anita Lestari
Ainun Nisa
Irsyad Sanjaya
Muhamad Fajar
Anisa Rumawar S.

(A14110033)
(A14110088)
(A14110047)
(A44120017)
(A44120035)
(A44120048)
(A44120099)
(E14110100)
(H44120044)

Dosen : Dr. Ir. Harnios Arief, M.ScF

MATA KULIAH MANAJEMEN KAWASAN KONSERVASI


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manusela adalah salah satu Taman Nasional yang terletak di provinsi
Maluku. Tepatnya di kepulauan seram, Maluku Tengah. Kawasan ini mencakup
hampir 20% dari pulau Seram dengan luas 189.000 Ha. Di sini terdapat gunung
Binaya yang merupakan puncak tertinggi di Maluku. Taman nasional ini memiliki
banyak sekali keindahan alam yang bisa dinikmati. Mulai dari keindahan
satwanya seperti burung kakatua seram yang merupakan satwa endemik di pulau
Maluku. Keanekaragaman flora serta keindahan alam seperti menjelajah hutan,
panjat tebing.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, Taman Nasional Manusela juga
memiliki keindahan alam bawah lautnya. Kawasan ini memiliki keunikan yakni
di daerah Sawai dengan aneka ragam karang lautnya yang sangat cocok untuk
kegiatan snorkeling dan diving, selain itu di daerah ini juga dapat dinikmati
pemandangan tebing Sawai yang indah. Taman Nasional Manusela ini merupakan
perwakilan dari tipe ekosistem pantai, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah,
hutan hujan di pegunugan Maluku. Beberapa jenis vegetasi yang ada di
TN.Manusela adalah mangrove, hutan rawa, berbagai jenis tanaman pantai
lainnya.
Hal ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk
datang. Aktivitas dari wisata ini dapat menyebabkan kerusakan terhadap
ekosistem laut tersebut separti sampah yang berasal dari kegiatan wisata tersebut.
Sehingga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran terhadap ekosistem laut dari
TN.Manusela. Selain wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan dari
taman nasional manusela ada juga sekelompok orang yang justru merusak
keindahan alam manusela yakni dengan melakukan eksploitasi terhadap
sumberdayanya seperti hasil lautnya, pembalakan hutanya serta terhadap fauna
endemik daerah tersebut seperti kakatua Seram. Kegiatan eksploitasi terhadap
hutan di pulau Seram ini semakin marak terjadi, ini tentu saja menimbulkan

masalah terhadap TN.Manusela. Sehingga diperlukan tindakan yang tegas dari


pemerintah maupun pihak pengelola dari TN. Manusela itu.

Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan yang
terdapat pada Taman Nasional Manusela serta merumuskan solusi yang tepat
untuk penyelesaiannya.

Rumusan masalah
1. Faktor yang menyebabkan terjadinya eksploitasi di Taman Nasional
Manusela?
2. Tindakan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah atau pihak pengelola
terhadap eksploitasi yang terjadi?
3. Bagaimana solusi yang sesuai agar dapat digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan kawasan konservasi manusela?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar belakang Terjadinya Ekploitasi di Taman Nasional Manusela


Taman Nasional Manusela (TNM) merupakan salah satu kawasan
pelestarian alam maluku (Seram) yang ditetapkan sebagai kawasan taman nasional
pada tanggal 25 oktober 1997 dengan luas 189.000 ha, taman nasional manusela
mempunyai berbagai macam potensi baik dari segi flora, fauna, bentang alam
maupun budaya lokal yang jika dilihat belum dioptimalkan secara maksimal
sampai saat ini.
Hal ini dapat terlihat dari data penelitian yang menunjukkan potensi flora
yang ada pada kawasan resort Sawai Masihulan memiliki keanekaragaman yang
tinggi.

Kriteria yang ditetapkan oleh Fandeli (2000) menunjukkan bahwa jumlah


jenis yang lebih dari 20 jenis mempunyai arti yang baik untuk pengembangan
potensi objek daya tarik ekowisata. Dari data flora yang terlihat bahwa ada jenis-

jenis penghasil buah yang dapat dikonsumsi, disamping jenis-jenis yang bisa
digunakan kayunya sebagai bahan konstruksi bangunan dan bahan perabot rumah
tangga. Keragaman jenis dan estetika habitusnya merupakan daya tarik tersendiri
yang mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan obyek daya tarik
ekowisata (ODTE).
Fandeli (2000), mengatakan semakin tinggi jumlah jenis pada suatu
kawasan, maka semakin baik kualitas keanekaragamannya. Pengamatan vegetasi
dan pemberian informasi tentang berbagai jenis yang ada pada setiap jalur
pengamatan merupakan hal yang menarik bagi wisatawan karena ada tambahan
pengetahuan yang diberikan untuk mengenal dan belajar lebih banyak tentang tipe
vegetasi, proses ekologis dari jenis vegetasi yang ada dan merupakan suatu hal
baru bagi para ecotraveler. Adanya keanekaragaman flora yang tinggi ini akan
menarik banyak minat wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk datang
dan memperoleh pengalaman baru yang unik dan berbeda dengan objek daya tarik
ekowisata (ODTE) pada daerah lainnya.
Taman Nasional Manusela juga memiliki potensi fauna yang cukup tinggi.
Terdapat burung 196 jenis dari 50 famili dan 8 jenis diantaranya endemik.
Manusela itu sendiri memiliki arti kebebasan burung, tapi ternyata burung
burung sudah tidak bebas terbang lagi di Taman Nasional Manusela.

Salah

satunya yang berada di pulau Seram yaitu Cacatua molucensis. Burung kakatua
seram merupakan salah satu satwa endemik Pulau Maluku, keberadaannya
terancam punah di alam akibat perburuan liar, perusakan dan penyusutan
habitatnya. Kakatua Maluku masuk dalam daftar jenis satwa yang dilindungi.
Namun di Pulau Seram beberapa pengepul burung paruh bengkok di Kabisonta
masih memperdagangkannya. salah satu pengepul mendapatkan kakatua Maluku
dari Taman nasional Manusela dimana dalam sebulan bisa mendapatkan 16 ekor
kakatua Maluku yang kemudian akan dikirim dan dijual ke Jakarta. Meski
keberadaannya telah langka dan telah dilindungi undang-undang, penangkapan
dan perdagangan kakatua seram masih berlangsung.
Menurut UU Nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
hayati dan Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi seperti kakatua seram,

adalah perbuatan yang dilarang dan bagi pelanggarnya dapat dikenakan hukuman
penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Namun ternyata penangkapan kakatua
seram masih berlangsung, dan ironisnya penangkapan ini menggunakan surat ijin
tangkap yang dikeluarkan oleh BKSDA Maluku. Memang dalam surat ijin
tangkap itu disebutkan yang boleh ditangkap adalah nuri kalung ungu (Eos
squamata riciniata), namun di lapangan para penangkap burung seperti PT
Pembangunan Maluku Permai, juga menangkap kakatua seram dengan berbekal
surat ijin tangkap itu. Terdapat kejanggalan pada surat ijin yang dikeluarkan
kepada PT. Pembangunan Maluku Permai untuk menangkap nuri kalung ungu di
Seram. Padahal nuri kalung ungu hanya hidup di Maluku Bagian utara sedangkan
Pulau Seram berada di Maluku bagian selatan.
Meski Pemerintah Daerah Propinsi Maluku Utara telah secara tegas
mengeluarkan larangan untuk penangkapan burung kakatua. Namun sangat
disayangkan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Kelestarian Alam (PHKA) Departemen Kehutanan belum menunjukan
keseriusan dalam menegakkan hukum perlindungan burung Kakatua Seram.
Sejumlah praktek KKN pun tidak bisa dipungkiri yang membuat eksploitasi masih
terus dilakukan. Penangkapan kakatua seram di Pulau Seram harus segera
dihentikan, karena berdasarkan survey tahun 1989 yang dikutip oleh Profauna
hanya dijumpai 40 ekor kakatua Seram di Taman Nasional Manusela. Sudah bisa
dibayangkan untuk saat ini berapa jumlah populasi kakatua seram yang masih ada.
Penyebaran dan pertumbuhan populasi hewan langka di Indonesia banyak
mengalami penurunan. Selain faktor lingkungan, penyebab berkurangnya jumlah
hewan yang hidup bebas di alam adalah faktor manusia. Eksploitasi besar-besaran
terhadap hewan untuk dijadikan bahan perdagangan dan perburuan menyebabkan
semakin banyaknya hewan langka di Indonesia. Hewan langka merupakan sebuah
akibat dari penurunan jumlah populasinya di alam bebas dan mengalami
kepunahan. Binatang langka ini harus segera dilindungi pada habitatnya agar tetap
lestari dan tidak punah .Untuk mencegah terjadinya kepunahan binatang langka
ini harus ada kerja sama yang baik tidak hanya dari masyarakat setempat juga
pemerintah. Dengan cara menjaga lingkungan habitat alami dan membuat

peraturan penegakan hukum. Pelarangan untuk perburuan terhadap binatang


langka serta perdagangan hewan. Penegakan hukum juga harus diberlakukan
kepada siapa saja yang melanggar ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah.
Selain itu, Taman Nasional Manusela memiliki Keanekaragaman hayati
berlimpah dan manfaat yang dimiliki hutan manusela ini memberikan
ketergantungan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar yang mengandalkan
hasil dari hutan untuk kehidupan sehari-hari memberikan tekanan terhadap Taman
Nasional Manusela. Di beberapa kawasan hutan manusela yang menurut
peruntukannya sebagai kawasan yang tertutup untuk kegiatan manusia, saat ini
telah berkembang kegiatan pertambangan, permukiman, perkembunan, industri,
baik secara fisik maupun ekonomi.
Namun karena Rendahnya sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan,
mengakibatkan aktifitas illegal seperti perambahan, penebangan liar, perburuan
liar, pengambilan bahan material makin marak. Hal ini jelas mengganggu
keseimbangan ekosistem yang dapat menyebabkan hilangnya habitat satwa,
sehingga semakin sulit dan langka untuk mendapatkan satwa endemik dan yang
dilindungi sebagai daya tarik ekowisata. Masalah tersebut diperparah dengan
fenomena permintaan bahan baku kayu yang tinggi dari industri perkayuan dunia
menyebabkan banyak terjadi pembalakan liar dalam rangka memenuhi permintaan
tersebut. Sehingga mempercepat proses degradasi keanekaragaman hayati.
Letak desa yang terpencil dan belum ada jalan kendaraan yang dapat
menghubungkannya membuat masyarakat yang hidup di daerah ini hidup di
daerah Pulau Seram menjadi terisolasi karena belum ada insfrastruktur yang
tersedia seperti trasnportasi , komunikasi, penerangan , kesehatan , air bersih dan
jasa lainnya. Masyarakat hidup dan sangat berdampingan dengan alam, mereka
memungut hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Usaha di
bidang pertanian juga dilakukan tapi lebih bersifat subsisten yaitu tidak bersifat
komersil hanya untuk dikonsumsi saja. Hal ini teradi karena sistem pertaniannya
masih sangat tradisional dan belum berkembang.

Dalam kaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam (baik hayati maupun


nabati) , budayasasi sebagai norma budaya secara turun temurun, masih tetap
dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat. Pelaksanaan sistem sasi
umumnya dilakukan oleh lembaga adat dan lembaga keagamaan. Pada dasarnya,
pelakasanaan sasi merupakan larangan untuk mengambil sumberdaya alam
tertentu sebagai upaya pelestarian untuk menjaga mutu dan populasi sumberdaya
alam di maksud. Namun pada kenyataannya saat ini beberapa masyarakat di pulau
Seram melanggar norma sasi tersebut, lagi-lagi faktor ekonomi yang
menyebabkan mereka melakukan hal tersebut.
Pada kawasan lindung, pemanfaatan hutan di luar blok perlindungan dapat
berupa pemanfaatan kawasan (IUPK), pemanfaatan jasa lingkungan (IUPJL),
pemungutan hasil hutan bukan kayu (IPHHBK), dan hutan kemasyarakatan
(IUPHKm). Sedangkan pada kawasan konservasi prospek pemanfaatan hutan
pada kawasan suaka margasatwa dan taman wisata alam dalam zona pemanfaatan.
Kawasan hutan di Provinsi Maluku seluas 4.390.640 ha, terdiri dari hutan
konservasi 405.745ha, hutan lindung 618.744 ha, hutan produksi terbatas 926.533
ha, hutan produksi tetap 667.513 ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi
1.772.105 ha.
Dari

data

di

atas,

luas

kawasan

hutan

produksi

seluruhnya

(HP+HPT+HPK) adalah 3.366.151 ha, yang sudah dimanfaatkan atau ada


perizinan seluas 907.200 ha,terdiri dari IUPHHK-HA 14 unit seluas 840.995 ha
dan IUPHHK-HTI 2 unit seluas 66.205 ha. Luas kawasan hutan produksi yang
belum dibebani izin pemanfaatan adalah 2.458.951 ha. Sehingga prospek
pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi masih terbuka dalam bentuk
IUPHHK-HA, IUPHHBK, IUPK, IUPHHK-RE, IUPHHK-HTI, IUPJL, IPHHK,
IPHHBK, HTR, HKm, dan HD.

Masalah diatas merupakan fenomena yang harus dihadapi oleh pemerintah


setempat ataupun efek yang akan dihadapi oleh masyarakat sekitar dimasa yang

akan datang. Butuh adanya penanggulangan khusus supaya efek-efek negatif serta
kelestarian taman nasional ini dapat terjaga dari perusakan dan pembalakkan.
3.2 Tindakan pemerintah atau pihak pengelola terhadap eksploitasi.
Pihak pengelola Taman Nasional Manusela mengetahui dengan tidakan
masyarakat sekitar yang memanfaatkan keanekaragam hayati yang ada di dalam
Taman Nasional Manusela. Hal itu dianggap tindakan yang tidak di perbolehkan
karena mengingat kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi. Dengan
adanya tindakan tersebut dapat mengancam dan merusak kelestarian semberdaya
tanaman dan satwa Taman Nasional Manusela.
Pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut jika dibiarkan terusmenerus dapat mempengaruhi dan mengancam kelestarian kawasan hutan
manusela kerusakan yang terjadi dengan adanya pemanfaatan hasil hutan ini
diantaranya kerusakatn ekosistem dan habitat satwa menjadi rusak, penyerobotan
lahan yang tidak teratur untuk kebun, dan memicu terjadinya penebangan pohon
yang tidak teratur. Oleh sebab itu, diperlukan pencegahan dari pihak pengelola
maupun pemerintah untuk melindungi kawasan hutan manusela.
Pihak pengelola Taman Nasional memberikan penyuluhan dan pemahanan
tentang pengambilan hasil hutan untuk masyarakat yang mengambil hasil hutan
dalam skala kecil. Namun, untuk masyarakat yang mengambil hasil hutan dalam
skala besar pihak pengelola akan melakukan tindakan sesuai hukum atau aturan
yang berlaku. Selain itu, pihak pengelola juga melakukan berbagai upaya untuk
pencegahan pengambilan dan pengumutan hasil hutan dengan cara melakukan
pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat dan memberikan pemahaman
tentang manfaat taman nasional untuk masa depan, pihak pengelola juga
memberiakan bantuan kepada masyarakat berupa memberikan bibit cokelat,
paladan lain-lain.

3.3 Solusi terhadap eksploitasi

Pembalakan hutan mengakibatkan terancamnya kehidupan ribuan jenis


flora dan fauna yang ada di Pulau Seram. Salah satunya burung kakak tua yang
merupakan kebanggan warga Pulau Seram. Yang lebih mengkhawatirkan
pembalakan hutan telah mendekati Taman Nasional Gunung Manusela. Akibat
ulah pembalakan liar separuh dari total hutan di Provinsi Maluku yang berjumlah
750 ribu hektare rusak parah. Masalah tersebut perlu ada penanganan khusus yang
solutif, supaya kedepan taman nasional ini terlestarikan bagi bangsa, negara, dan
generasi yang akan datang. Perlu ada kiat-kiat khusus dalam mencegah prilaku
perusakan ekologis tersebut.
Upaya penegakkan hukum menjadi tonggak utama dalam pelestarian hutan
seperti halnya yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru; Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar;
Peraturan Menteri kehutanan Nomor: P.14/Menhut-II/2007 tentang Tata Cara
Evaluasi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru;
perlu ada pengawasan yang nyata terkait segala peraturan peraturan diatas; ada
berbagai macam cara untuk melkukan pengawasan tersebut diantaranya adalah
mempekerjakan

lebih

banyak

polisi

hutan

untuk

melakukan

patroli,

memperbanyak denda, mengusut kasus, dan mengimplementasikan sistem


pelacakan kayu yang sah atau legal begitu pula pelacakan akan perburuanperburuan liar yang mengancam fauna langka seperti burung kakak tua seram.
Namun dasar dari masalah penebangan liar dan perburuan liar adalah
sesuatu yang lebih besar yaitu kebijakan lahan bagi para masyarakatnya. Sejumlah
besar hutan Indonesia dimiliki oleh Negara, yang dalam sejarah telah tercatat
membagi-bagikan lahan untuk konsesi dalam jumlah besar seringkali seluas
puluhan ribu hektar kepada perusahaan penebangan kayu. Masyarakat lokal
seringkali kalah, dan meninggalkan beberapa orang yang mencari kesempatan
dengan menebang kayu illegal. Tanpa hak yang jelas mengenai lahan, masyarakat
kurang terdorong untuk menolak penebangan liar atau mengelola hutannya untuk
jangka

panjang.

Model

semacam

ini

yang

telah

berkontribusi

pada

ditinggalkannya pengawasan terhadap kepimilikan lahan tradisional atau lahan

adat di banyak daerah telah mendorong perusakan ekosistem Indonesia yang


kaya. Maka dari itu perlu ada pengawasan dari segala elemen masyarakat baik
dari para privat, masyarakat, serta kepemerintahan yang didasari dengan
pengetahuan dan kesadaran ekologikal jangka panjang yang tinggi supaya
peraturan peraturan yang telah dibuat dapat diaplikasikan dengan baik dan
bermanfaat bagi kemakmuran bangsa dimasa yang akan datang.
Menurut kelompok kami dengan mengaju pada Fandeli (2000), solusi lain
yang dapat diaplikasikan dalam menyelesaikan masalah eksploitasi yang terjadi
yaitu dengan mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada untuk dijadikan
kawasan ekowisata di zona pemanfaatan. Dengan dikembangkannya ekowisata di
daerah tersebut dapat meningkatkan taraf hidup penduduk sekitar sehingga
mereka tidak menebang hutan lagi secara terus menerus dan penduduk yang
tinggal di daerah sekitar mendapatkan keuntungan dari penghasilan kawasan
ekowisata tersebut.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusela adalah salah satu Taman Nasional yang terletak di provinsi
maluku. Tepatnya di kepulauan seram, Maluku Tengah. Kawasan ini mencakup
hampir 20% dari pulau Seram dengan luas 189.000 Ha. Masyarakat sekitar taman
nasional manusela yang masih sangat tergantung pada hutan manusela ini,
sehingga memberiakan tekanan terhadap Taman Nasional Manusela. Rendahnya
sosial ekonomi masyarakat sekitar taman manusela ini salah satu faktor pemicu
terjadinya eksploitasi hasil hutan oleh masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, jika di
biarkan terus-menerus akan berdampak pada kawasan hutan manusela,
diantaranya dapat mengancam dan mempengaruhi kelestarian kawasan hutan
tersebut.
Pihak pengelola Taman Nasional Manusela ini, telah

melakukan

pencegahan terhadap pemanfataan hasil hutan dan eksploitasi hutan yang di


lakukan oleh masyarakat sekitar. Upaya yang dilakukan dengan mengadakan
penyuluhan, pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat serta memberikan
pemahan terhadap pentingnya taman nasional untuk masa depan. Selain itu, pihak
pengelola juga memberikan tindakan hukum atau aturan yang berlaku kepada
masyarakat yang melakukan pengambilan hasil hutan secara besar sedangkan bagi
masyarakat yang mengambil hasil hutan dalam skala kecik diberikan penyuluhan.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].2006. Terbang tanpa sayap II.


http://www.profauna.org/content/id/berita/2006/. ( Diakses 2014 September
24).
[Anonim].2013. Informasi tn indo-english tn manusela.
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDOENGLISH/tn_manusela . (Diakses 2014 September 24)
Souhuwat Wisye.2006. Studi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar
Taman Nasional Manusela (Studi Kasus: Desa Horale, Desa Musihulan,
Desa Air Besar, Desa Sorela, dan Desa Pasahari)[skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sugiarto, Dwi Putro. 2012. Pengertian taman nasional kriteria pemanfaatan
zonasi.

http://tnrawku.wordpress.com/2012/09/21/.

(Diakses

2014

September 24).
Sukmantoro,Wishnu.2008.Konsevasi indonesia sebuah potret pengelolaan and
kebijakan. http://www.academia.edu/2922499/ . (Diakses 2014 September
24).
Yosevita.2013. Analisis potensikeanekaragaman hayati di taman nasional
manusela sebagai daya tarik ekowisata. Jurnal Agroforestri 4:248-260.

Anda mungkin juga menyukai