Abstrak
Hingga saat ini, di Indonesia masih banyak terdapat kegiatan penambangan liar yang
umumnya dilakukan oleh masyarakat lokal. Sangat disayangkan karena sebenarnya sudah
terdapat peraturan yang dibuat oleh pemerintah terutama yang berasal dari daerah pertambangan
liar terkait. Hal tersebut menimbulkan satu dampak buruk, yaitu rusaknya ekosistem yang ada di
sekitar wilayah pertambangan tersebut. Rusaknya ekosistem menunjukkan bahwa peraturan
tentang pelestarian lingkungan hidup yang berlaku hingga saat ini masih belum bisa dijalankan
secara maksimal dikarenakan perlindungan terhadap peraturan tersebut belum bisa dijalankan
secara maksimal. Akibatnya, banyak penambang liar yang makin berani melanggar aturan
tersebut.
Kata Kunci: ekosistem, penambangan liar, peraturan
Pendahuluan
Kondisi ekosistem di sekitar lokasi pertambangan menjadi salah satu dari sekian banyak
hal yang kurang diperhatikan, terutama saat sedang dijalankannya kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi. Berbagai ekosistem, seperti kawasan karst, bisa rusak dengan mudah akibat
pertambangan yang terkesan dilakukan tanpa perhitungan mengenai lingkungan hidup yang
tepat. Kondisi ini bagaikan dua sisi mata uang, dimana di satu sisi kegiatan pengambilan sumber
daya yang ada akan menghasilkan keuntungan secara ekonomis, namun di sisi lain kegiatan
seperti ini akan berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap ekosistem yang ada di sekitarnya.
Peraturan yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah terkait pengelolaan lingkungan
hidup jelas memiliki peran penting dalam menangani kerusakan semacam ini. Namun, sejalan
dengan aturan yang ada, tindakan nyata pemerintah belum terlihat sehingga banyak ekosistem
yang terganggu akibat adanya kegiatan penambangan secara liar. Salah satu yang bisa diambil
contoh adalah Peraturan Perundang-Undangan no. 32 th. 2009 sebagai undang-undang yang
berperan untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup. Dalam peraturan tersebut terdapat
enam poin penting yang menjadi ruang lingkup dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum.
Kriteria ekonomi dan sosial untuk kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat secara
gamblang disebutkan dalam pasal 33 UUD 1945 yang diterjemahkan lagi dalam UU No.11 tahun
1967 yang kini telah disempurnakan menjadi UU No. 4 tahun 2009 tentang ketentuan pokok-
pokok pertambangan yang berbunyi, “Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai Karunia Tuhan Yang
Maha Esa, adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan dipergunakan oleh Negara untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Undang-undang tersebut telah mengakomodasi konsepsi
pertambangan “berkelanjutan” dan kriteria lingkungan, sebagai contoh dalam pasal 30
disebutkan, “Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan,
Program Studi Geologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Metode Penelitian
Ada beberapa metode yang bisa dilakukan dalam penelitian mengenai pengelolaan
lingkungan hidup ini. Salah satunya adalah melakukan pendekatan sosio-legal, yaitu pendekatan
yang memadukan kajian normatif dan empirik, artinya dalam pengkajiannya, hukum
dikonsepkan sebagai norma sekaligus sebagai kenyataan/realitas. Selain konsep penelitian diatas,
ada metode lain yang digunakan, dimana metode ini bersifat kualitatif. Artinya, penelitian yang
dilakukan difokuskan kepada kedalaman dan detail data.
Penelitian kualitatif bertujuan sebagai metode pengumpul data, sedangkan untuk analisis
data dilakukan penelitian yang lebih bersifat preskripsit, yaitu penelitian untuk mendapat saran-
saran yang perlu dilakukan dalam mengatasi masalah yang terjadi. Dalam konteks kasus
pengelolaan lingkungan hidup ini, saran yang diinginkan haruslah terkait dan sesuai dengan
peraturan yang telah dibuat sebelumnya oleh pemerintah.
c. PT. Newmont Minahasa raya menutup tambangnya pada tahun 2003 dan
meninggalkan 6 lubang bekas tambang yang tidak dihutankan kembali.
Kesimpulan
1. Kinerja pemda yang kurang optimal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang didominasi
oleh kesadaran masyarakat terhadap berbagai hal dan aspek yang berperan baik langsung
maupun tidak langsung kesadaran tersebut contohnya adalah kesadaran mendapat izin,
lalu belum sadar bahwa kegiatan mereka merusak lingkungan, serta rasa memiliki
daerahnya sendiri sehingga mereka semena-mena dalam memanfaatkan SDA yang ada.
Faktor terbatasnya peran Pemda kabupaten dalam hal ini juga menjadi slaah satu
pembeda besar sehingga kegiatan penambangan liar terus mengalami peningkatan. Hal
tersebut juga mempersempit peran pemerintah lokal kegiatan pengelolaan kawasan
pertambangan.
Program Studi Geologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
2. Sosialisasi dan aturan yang dibentuk belum efektif dalam menekan tingkat pertambangan
liar, sehingga dalam hal ini diperlukan penguatan kelembagaan yang tentunya sudha
merujuk kepada asas hukum yang berlaku dalam pasal 2 UU no. 32 th. 2009, sehingga
diharapkan akan lebih terwujud upaya perlindungan hukum, baik secara preventif
maupun represif.
3. Diperlukan adanya ketegasan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam
menegakkan aturan perundang-undangan mengenai usaha pertambangan yang ada di
Indonesia. Selain itu, perlu adanya tanggung jawab dan kesadaran dari perusahaan
pengelola pertambangan untuk melestarikan lingkungan disekitar wilayah praktek
mereka.
Referensi
1. Amalia, Samekto, dan Prihatin. 2016. Perlindungan Hukum Kawasan Karst terhadap
Kegiatan Pertambangan Kaitannya dengan Pengelolaan Lingkungan (Studi Kasus
Penambangan Batu Gamping di Kawasan Karst Gombong Selatan, Kebumen, Jawa
Tengah). Jurnal Law Reform Volume 12, Nomor 1.
2. Ardhana, I Putu Gede. 2010. The Conservation of Biodiversity for Mining Activities in
The Forest Areas. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Volume 15, Nomor 2.