Anda di halaman 1dari 21

MATERI PENYULUHAN

KEHUTANAN
May 6, 2014 Leave a comment

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kehutanan berorientasi pada upaya menjamin
kelestarian hutan dan meningkatkan kemakmuran masyarakat
yang tinggal di sekitar hutan. Orientasi tersebut dituangkan
dalam bentuk visi Kementerian Kehutanan yaitu Hutan Lestari
untuk kesejahteraan masayarakt yang berkeadilan. Hutan lestari
dan masyarakat sejahtera bagaikan dua sisi mata uang.
Eksistensi keduanya tidak dapat diabaikan. Keduanya saling
bergantung. Terciptanya kelestarian hutan sangat bergantung
pada aktivitas masyarakat yang tinggal disekitarnya. Masyarakat
sekitar hutan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari hutan
secara berkesinambungan apabila hutan tempat mereka
bergantung juga lestari.
Pada saat ini kuantitas dan kualitas hutan di Indonesia mengalami
penurunan. Hutan mengalami degradasi yang memprihatinkan
dari tahun ke tahun. Deforestry hutan di Indonesia telah
mencapai 1,8 juta hektar per tahun (Hinrichs, 2008).
Sebagaimana kita saksikan dari beberapa media massa,
kerusakan ini disebabkan antara lain adanya beberapa proyek
pembangunan dan pemanfaatan hasil hutan yang tidak terkendali
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, ditambah lagi
ancaman-ancaman lainnya seperti illegal logging, dan adanya
kebakaran hutan. Sementara itu, masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan tetap berada dalam kodisi yang serba terbatas.
Keterbatasan tersebut termanisfestasi dalam bentuk rendahnya
pendidikan, ekonomi, akses politik, akses terhadap sumberdaya

alam, dan melemahnya modal sosial, sehingga kemiskinan


melekat pada mereka. Pada saat ini, 10,2 juta masyarakat yang
tinggal di sekitar hutan tergolong miskin. Keterbatasan ini sering
menimbulkan aktivitas-aktivitas yang mengarah pada
pemanfaatan hutan yang kurang memperhitungkan asas
berkelanjutan,
Mencermati kondisi permasalahan di atas, Kementerian
Kehutanan telah menetapkan enam kebijakan prioritas
pembangunan kehutanan, yaitu: (1) Pemantapan Kawasan Hutan,
(2) Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung DAS, (3)
Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, (4)
Konservasi Keanekaragaman Hayati, (5) Revitalisasi Pemanfaatan
Hutan Dan Industri Kehutanan dan (6) Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar Hutan.
Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, yang merupakan salah
satu kebijakan prioritas pembangunan kehutanan, memerlukan
upaya-upaya penyuluhan. Penyuluhan kehutanan yang terarah
dan terencana akan mendorong percepatan kekuatan dan
kemampuan masyarakat sekitar hutan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan kehutanan, sehingga dapat tumbuh dan
berkembang ekonomi rakyat yang mandiri, tangguh, dan
berkelanjutan, yang dicirikan dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat, berkembangnya kapasitas dan kemampuan
masyarakat, serta meningkatnya kelembagaan masyarakat.
Perlu dipahami bahwa agar tujuan penyuluhan dapat tercapai
secara optimal maka penyuluhan kehutanan tidak dapat
dilakukan oleh lembaga penyuluhan kehutanan saja. Namun perlu
adanya kerjasama, koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi dengan
berbagai pihak. Penyuluhan kehutanan harus menjadi tanggung
jawab berbagai pihak yang terkait. Dengan demikian, penyuluhan
harus dilakukan secara sistemik, artinya penyuluhan harus dilihat
sebagai suatu sistem. Slamet (2008) menyatakan bahwa perlu

pembenahan sistem penyuluhan agar tanggung jawab


penyuluhan tidak hanya menjadi tanggung jawab orang lapangan,
tetapi sistem tersebut meliputi banyak pihak atau komponen.
B. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah selesai mengikuti pembelajaran, peserta dapat
memahami secara konseptual sstem pengembangan penyuluhan
kehutanan
C. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta dapat menjelasakan:
1. Penyuluhan Kehutanan sebagai suatu sistem
2. Pengertian materi penyuluhan
3. Sumber materi penyuluhan kehutanan
4. Pebaikan dan pemantapan sistem penyuluhan kehutanan
II. PENGERTIAN SISTEM
Sistem adalah suatu kesatuan dari banyak unsur yang dapat
menghasilkan output tertentu. Sistem terbentuk oleh adanya
komponen-komponen atau unsur-unsur yang berhubungan satu
sama lain membentuk suatu jaringan. Masing-masing komponen
mempunyai fungsi sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan
lainnya, di mana fungsi komponen yang satu dipengaruhi oleh
fungsi komponen lain yang berhubungan dengannya. Kualitas
output sistem bergantung pada kualitas fungsi setiap komponen.
Artinya, bila salah satu komponen tidak ada atau tidak berfungsi,
maka fungsi sistem secara keseluruhan akan terganggu atau
bahkan tidak berfungsi sama sekali.
Dalam makna sistem sebagai suatu organisasi dari sejumlah
element dan bagian yang bekerja sebagai sebuah unit. Sistem
juga dapat bermakna sebagai sejumlah bagian yang berkomposisi
saling terkoneksi, atau disebut sebagai kompleks (complex). Dan,
dalam makna sebagai susunan dan desain yang sistematis, maka

ia dekat dengan kata-kata: method, order, orderliness,


organization, pattern, plan, systematization, dan systemization.
Sedangkan, sebagai pendekatan yang digunakan untuk melihat
sesuatu, makna sistem tergambar dalam kata-kata: fashion,
manner, method, Sebuah sistem, adalah sebuah komposisi dari
sejumlah element yang saling berinteraski sehingga membentuk
sebuah kesatuan yang padu (a unified whole).
Dengan demikian, sistem adalah himpunan dari bagian-bagian
yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja sendiri dan
bersama-sama saling mendukung; semuanya dimaksudkan untuk
mencapai tujuan bersama, dan terjadi pada lingkungan yang
kompleks.
A. Komponen-Komponen Sistem
Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat hal, yaitu:
1. Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia
dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus;
tergantung kepada sifat sistem tersebut.
2. Berisi atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan
sistem dan objeknya.
3. Memiliki hubungan internal di antara objek-objek di dalamnya.
4. Sistem hidup dalam satu lingkungan tertentu.
B. Penyuluhan Kehutanan Sebagai Sub Sistem Dari Kementerian
Kehutanan
Keberhasilan penyuluhan kehutanan bukan merupakan tangung
jawab lembaga penyuluhan semata, namun harus melibatkan
banyak komponen yang terlibat dalam pembangunan kehutanan.
Dengan kata lain, keberhasilan penyuluhan kehutanan harus
dilaksanakan secara sistemik. Hal ini berarti bahwa secara
organisatoris keberhasilan penyuluhan kehutanan harus dilihat
dari perspektif atau dimensi sistem, baik secara makro. mezzo,

maupun mikro. Sebagai sutau sistem, keberhasilan kegiatan


penyuluhan kehutanan sangat ditentukan oleh berfungsinya
semua komponen yang ada dalam sistem penyuluhan kehutanan
tersebut.
Dilihat secara makro, lembaga yang memiliki tanggung jawab
untuk melaksanakan penyuluhan kehutanan merupakan sub
sistem dari sistem pembangunan nasional secara keseluruhan.
Dilihat secara mezzo, lembaga penyuluhan kehutanan merupakan
sub sistem dari sistem Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
Sedangkan, ditinjau secara mikro maka lembaga penyuluhan
kehutanan merupakan sistem tersendiri. Ketiga dimensi tersebut
pada dasarnya mempuyai keterkaitan dengan proses
pembangunan yang terjadi pada masyarakat. Karena
pembangunan yang direncanakan secara makro pun perlu di
dukung dalam penerapannya di level mezzo dan mikro.
Dalam konteks mezzo, lembaga penyuluhan kehutanan yaitu
Pusat Pengembangan Penyuluhan dan Pusat Pelayanan
Penyuluhan merupakan salah satu sub sistem dari BP2SDM
Kemenhut, di mana BP2SDM merupakan sub sistem dari
Kemenhut.. Selain Setjen, Kemenhut memiliki beberapa sub
sistem lain yaitu: Direktorat Jenderal Planologi (Ditjen Plan),
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
(Ditjen PHKA), Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai dan Perhutanan Sosial (Ditjen BPDASPS), Direktorat
Jenderal Bina Usaha Kehutanan (Ditjen BUK), Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan (Balitbang), serta Inspektorat
Jenderal (Irjen). Slamet (2008) menyatakan bahwa fungsi
komponen yang satu dipengaruhi oleh fungsi komponen yang
lainnya. Setiap komponen tersebut memiliki fungsi yang berbeda
namun saling saling terkait satu sama lainnya. Oleh karena itu,
keberhasilan pembangunan kehutanan bergantung pada
berfungsinya sub-sub sistem yang ada dalam Kemenhut yang

saling berinteraksi secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan


pembangunan kehutanan.
Wirawan (2003) menyatakan bahwa sub-sub sistem mempunyai
fungsi tertentu yang bekerja secara sinergis untuk mencapai
tujuan sistem. Dalam suatu sistem, ikatan sinergis dapat berupa
koordinasi, kerjasama, struktur/hirarki organisasi, dan/atau garis
komando. Dengan demikian dalam rangka mewujudkan visi
Kemenhut yaitu Hutan lestari dan Masyarakat Sejahtera, maka
perlu dibangun koordinasi dan kerjasama di antara sub-sub sistem
yang ada dalam Kemenhut, sehingga tidak terjadi tumpang tindih
kebijakan, baik kebijakan untuk kegiatan di lapangan maupun
kegiatan administrasi, dengan demikian dapat dihindari terjadinya
pemborosan anggaran. Perlu dilakukan pembenahan dan
perbaikan sistem secara intensif dan berkesinambungan agar
tercapai efisiensi dan efektivitas pembangunan kehutanan.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh salah satu sub sistem
harus di arahkan pada upaya pencapaian tujuan sistem, dan
harus bersinergi dengan kegiatan-kegiatan dari sub-sub sistem
lainnya. Hal ini dapat terwujud melalui koordinasi, komunikasi dan
kerjasama antar sub-sub sistem sebagai berikut :
Gambar 1. Komponen-Komponen Sistem Kementerian Kehutanan
Demikian pula dalam proses pengambilan dan penetapan
kebijakan. Pembahasan kebijakan yang akan diambil oleh salah
satu sub sistem harus melibatkan atau dikomunikasikan kepada
sub-sub sistem lain agar dapat diperoleh masukan-masukan yang
berguna. Melalui pelibatan berbagai sub sistem maka akan
diperoleh banyak pemikiran dan alternatif pemecahan masalah
yang lebih baik, karena dengan keterlibatan dari semua sub
sistem memungkinkan munculnya beberapa pengalaman dan ide
yang beraneka ragam, serta latar belakang peninjauan masalah
dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda, sehingga akan

dihasilkan kebijakan yang baik, bukan kebijakan yang tumpang


tindih atau kontradiktif dalam pengimplementasiannya.
Perencanaan penetapan kawasan hutan yang dilakukan oleh
Baplan dalam pelaksanaannya akan bersentuhan dengan
masyarakat sekitar hutan, oleh karenanya membutuhkan
koordinasi dengan lembaga penyuluhan kehutanan dalam rangka
mendekati dan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Balitbang memiliki peran dalam mengkaji kondisi alam dan
masyarakat yang hasilnya sebagai masukan bagi Baplan.
Hasil-hasil penelitian Balitbang antara lain pemuliaan tanaman
hutan, pemrosesan hasil hutan yang baik, teknik pengawetan
kayu, dan lain sebagainya sangat bermanfaat bagi pihak BPK.
Hasil-hasil tersebut dapat digunakan sebagai materi untuk
melakukan pembinaan pada pihak-pihak yang diberi hak untuk
mengelola hutan, sehingga diperoleh produksi kayu yang
berkualitas serta dihasilkan secara ramah lingkungan. Dalam
pelaksanaannya BPK juga akan bersentuhan dengan masyarakat
yang telah diberikan hak oleh pemerintah untuk mengelola hutan,
oleh karenanya koordinasi dengan lembaga penyuluhan menjadi
suatu keharusan.
Kegiatan-kegiatan RLPS sering bersentuhan dengan masyarakat.
Oleh karena itu, program/proyek yang diluncurkan oleh RLPS
harus selaras dengan tujuan dari pusbangyanluh agar dapat
tercipta masyarakat yang mandiri. Untuk itu diperlukan koordinasi
dan komunikasi dalam rangka mensinergikan kegiatan RLPS
dengan Kegiatan Pusbangyanluh. Kegiatan RLPS juga
membutuhkan hasil-hasil penelitian Balitbang, misalnya kajian
sosial budaya, kajian teknis kehutanan sehingga kegiatan yang
dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Lembaga penyuluhan memerlukan kerjasama dengan Balitbang
dalam rangka medapatkan inovasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Inovasi ini kemudian dikemas oleh lembaga

penyuluhan agar dapat diterapkan oleh masyarakat.


Agar semua kegiatan yang dilaksanakan oleh komponenkomponen berjalan efisien dan efektif maka diperlukan
pengawasan dan penilaian. Selain dilakukan secara internal oleh
setiap komponen-komponen sistem, maka untuk menjamin
obyektivitas pengawasan dan penilaian diperlukan lembaga lain.
Lembaga tersebut adalah Inspektorat Jenderal.
Hal penting yang juga sangat perlu diperhatikan dalam
mensinkronisasikan kegiatan adalah pada saat mengusulkan
anggaran untuk kegiatan atau program tahunan setiap sub sistem
tersebut. Setiap wakil dari sub sistem beserta pejabat keuangan,
seharusnya bersama-sama memaparkan rencana kegiatannya
sehingga dapat diketahui kegiatan apa saja yang terjadi tumpang
tindih, atau pada kegiatan apa saja kegiatan tersebut dapat saling
melengkapi.
Hasil koordinasi dan komunikasi antar sub sistem ini dapat
diusulkan kepada pengambil kebijakan puncak (menteri
kehutanan) untuk disyahkan menjadi kebijakan dasar yang
memayungi kegiatan-kegiatan setiap sub sistem. Kebijakan dasar
ini juga seharusnya dapat menjadi pijakan kegiatan penyuluhpenyuluh kehutanan yang berada di daerah, yang sejak otonomi
daerah keberadaan mereka secara administrasi kepegawaian
telah dilimpahkan kepada pemda.
Dengan demikian, keberhasilan atau tercapainya tujuan
pembangunan kehutanan yang dilaksanakan sangat ditentukan
oleh berfungsinya semua sub sistem yang ada dalam Kemenhut,
yang secara sinergis bekerjasama. Apabila sinegitas tidak terjadi
maka tujuan pembangunan tidak akan tercapai secara optimal.
III. MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN

A. Materi Penyuluhan Kehutanan


Dalam proses komunikasi antara penyuluh dengan sasaran (para
petani), penyuluh kehutanan akan menyampaikan segala sesuatu
yang menyangkut ilmu dan teknologi yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan juga ajakan kepada masyarakat sasaran untuk
melaksanakan suatu kegiatan tertentu. Dengan kata lain, yang
dimaksud dengan materi penyuluhan kehutanan adalah segala
sesuatu atau pesan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang
penyuluh kepada masyarakat sasarannya dalam suatu kegiatan
penyuluhan. Materi-materi yang disampaikan oleh penyuluh
kehutanan dapat bersifat informatif, persuasif dan entertainment,
yang pada dasarnya mempunyai tujuan utama, yaitu:
To secure understanding
To establish acceptance
To motivate action
Pertama adalah to secure understanding, memastikan bahwa
masyarakat mengerti materi yang diterimanya. Andaikan sudah
dapat mengerti dan menerima, maka penerimaannya itu harus
dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan
dimotivasikan (to motivate action).
Materi yang disampaikan dalam proses penyuluhan harus bersifat
inovatif yang mampu mengubah atau mendorong terjadinya
perubahan-perubahan ke arah pembaharuan dalam segala aspek
kehidupan masyarakat sasaran, demi selalu terwujudnya
perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga
masyarakat sasaran yang bersangkutan.
Inovasi ,Rahim ( 1971 ) membedakan adanya dua macam tipe
pesan,yaitu :
a. Pesan Ideologis ,adalah konsep dasar yang melandasi dan
dijadikan alasan untuk melaksanakan perubahan-perubahan atau
pembangunan yang yang direncanakan demi terwujudnya
perbaikan mutu hidup.Misalnya pembangunan di Indonesia yang

memilih pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan


seluruh masyarakat Indonesia demi terwujudnya masyarakat adil
dan makmur,materiil dan spiritual berdasarkan pancasila
sebagai pesan ideologisnya.
Pesan ideologis seperti itu,terus menerus ditanamkan dan
dimasyarakatkan ke dalam lubuk hati segenap warga
masyarakat,baik sebelum prencanaan program program
pembangunan maupun proses pelaksanaan pembangunan
dengan maksud untuk menumbuhkan dan menggerakan
partisipasi masyarakat,serta menjaga agar pembangunan dapat
terus berlangsung dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Melalui pesan-pesan ideologis juga dimaksudkan agar proses
pembangunan dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai kehidupan
yang dijadikan acuannya,dan hasilnya dapat dinikmati oleh setiap
individu dan seluruh warga masyarakat secara
adil,seimbang,selaras dan serasi.Dengan demikian proses
pembangunan dapat tetap berlangsung dalam kerangka
pembangunan untuk manusia dan bukannya justru menjadikan
manusia sebagai obyek pembangunan semata.
Hasil-hasil pembangunan harus benar-benar mampu memperbaiki
mutu hidup masyarakat,dalam arti ( Seers ,1981 ) :
Meningkatkan pemerataan dan mengurangi kesenjangan,
Memperluas lapangan dan kesempatan kerja
Menjamin kebebasan dari segala macam bentuk penindasan.
b. Pesan Imformatif ,adalah segala bentuk imformasi yang
berkaitan dengan dan bergantung pada pesan ideologisnya.
Pesan imformatif dapat berbentuk kebijakan pembangunan,nilainilai sosial budaya dan semua imformasi yang berkaitan dengan
tujuan yang ingin dicapai serta segala macam upaya yang ingin
dilaksanakan melalui kegiata-kegiatan pembangunan yang
direncanakan ,seperti ide-ide,metoda,petunjuk tehnis,imformasi
tehnologi baru dll.

Havelock ( 1969 ) membedakan dalam 4 ( empat ) macam tipe


pesan :
a. Pengetahuan Tentang Ilmu Dasar,merupakan hasil penelitian
dasar yang berupa metoda dan teori-teori,belum dapat dijadikan
acuan untuk langsung diterapkan oleh masyarakat luas.
b. Hasil riset terapan dan pengembangan/pengujian,pada
hakekatnya merupakan kegiatan lanjutan untuk mengkaji hasil
hasil penelitian dasar.
c. Pengetahuan praktis, merupakan ringkasan dari riset terapan
dan pengembangan /pengujian yang telah diolah dan dikaji ulang
menjadi imformasi yang mudah dipahami oleh semua pihak.
d. Pesan pengguna ,adalah umpan balik dari masyarakat yang
telah menerapkan inovasi yang ditawarkan oleh para penyuluh.
Pesan pengguna dalam kehidupan sehari-hari dapat berbentuk :
Ekspresi tentang kebutuhan,yang berupa
keluhan,kepuasan,kegembiraan,atau cerita tentang pengalaman
yang disampaikan oleh pengguna kepada penyuluh atau temantemannya ,setelah ia ( pengguna ) menerapkan inovasi yang
ditawarkan oleh penyuluh.
Reaksi konsumen , yang berupa meningkatnya kebutuhan akan
inovasi yang bersangkutan ( dalam bentuk imformasi/penjelasan
atau produk ); perbaikan produksi dan pendapatan setelah
menetapkan inovasi yang ditawarkan;sikap negatif yang
ditunjukan kepada penyuluh/tokoh masyarakat,jika ternyata
inovasi yang ditawarkan tidak memberikan manfaat/perbaikan
mutu hidup atau bahkan merugikan dan menuntut pengorbanan
yang harus ditanggungnya.
Untuk kegiatan penyuluhan kehutanan,ragam materi yang perlu
disiapkan adalah :
1. Kebijakan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembangunan kehutanan ( baik dari tingkat pusat
maupun sampai ditingkat lokal ) seperti pola kebijakan umum

pembangunan kehutanan,kebijakan harga dasar,penyaluran


kredit usahatani,distribusi sarana produksi dll.
2. Hasil-hasil penelitian/pengujian dan rekomendasi tehnis yang
permintaan oleh instansi yang berwenang.
3. Imformasi pasar seperti : harga barang,penawaran dan
permintaan produk.
4. Petunjuk tehnis tentang penggunaan alat dan sarana produksi
5. Pengalaman petani yang telah berhasil
6. Imformasi tentang kelembagaan dan kemudahan-kemudahan
yang berkaitan dengan pembangunan kehutanan
7. Dorongan dan rangsangan untuk terciptanya swakarsa dan
swadaya masyarakat.
B. Sumber Materi Penyuluhan
Seperti halnya materi yang beragam,sumber imformasi yang
dapat dijadikan materi penyuluhan juga sangat beragam,baik
yang dihasilkan oleh para peneliti,penyuluh atau oleh masyarakat
pengguna sendiri yang lebih dahulu telah menerapkan inovasi
yang ditawarkan..
Sumber materi dapat dikelompokan dalam :
1. Sumber resmi dari instansi pemerintah:
a. Departemen / dinas-dinas terkait
b. Lembaga penelitian dan pengembangan
c. Pusat-pusat pengkajian
d. Pusat-pusat informasi
e. Pengujian lokal yang dilaksanakan oleh penyuluh.
2. Sumber resmi dari lembaga-lemabaga swasta/lembaga
swadaya masyarakat,yang khusus bergerak di bidang
penelitian,pengkajian, dan penyebaran informasi.
3. Pengalaman petani,baik dari pengalaman usahataninya sendiri
atau hasil dari petak pengalaman yang dilakukan secara
khusus dengan atau tanpa bimbingan penyuluhnya.

4. Sumber lain yang dapat dipercaya,misalnya informasi pasar


dari para pedagang ,perguruan tinggi dll.
Perlu diingat bahwa :
1. Materi yang berasal dari lembaga-lembaga resmi ( pemerintah
dan atau swasta seringkali tidak selalu sesuai dengan kondisi
pengguna,meskipun telah teruji melalui metoda ilmiah tertentu.
Hal ini disebabkan karena,baik lingkungan fisik maupun
sumberdaya yang digunakan tidak selalu sama seperti yang
dimiliki atau yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna yang
berkaitan dengan peralatan yang digunakan ,pengetahuan dan
ketrampilan yang dikuasai dan tersedianya modal yang
terbatas.Sehingga tidak mengherankan jika materi-materi yang
disampaikan seringkali ternyata :
a. Secara tehnis tak dapat dilaksanakan
b. Secara ekonomi tidak menguntungkan dan
c. Tidak dapat diterapkan karena pertimbangan pertimbangan
politis,sosial dan budaya setempat yang tidak mendukungnya.
2. Materi yang berasal dari pengalaman petani,seringkali masih
diragukan keterhandalannya( ketepatan dan
ketelitiannya ),karena sering kali tidak dilaksanakan dengan
memperhatikan metoda ilmiah tertentu yang telah dilakukan.
3. Materi yang berasal dari sumber lain,seringkali tidak
jujur,karena dari padanya melekat kepentingan-kepentingan
tertentu yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan pengguna maupun masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karenanya bagi para pengguna inovasi harus selalu bersikap
hati-hati,dengan selalu mencoba terlebih dahulu dalam skala
usaha yang lebih kecil sebagai petak pengalaman atau dengan
melakukan pengujian lokal ( local verifikation trials ).
C. Sifat-sifat Materi Penyuluhan Kehutanan
Agar kegiatan komunikasi penyuluhan dapat berjalan baik perlu

diperhatikan ciri-ciri dari suatu materi yang efektif. Schramm


(1972) dalam Cangara (2000) menyatakan bahwa agar pesan
komunikasi, dalam konteks ini adalah materi penyuluhan, dapat
dengan mudah dimengerti oleh penerima, perlu memperhatikan
hal-hal berikut:
a.Materi harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa,
sehingga dapat menarik perhatian masyarakat.
b.Materi harus menggunakan lambang atau bahasa yang dapat
dimengerti oleh sasaran suluh.
c.Materi harus sesuai dan/atau dapat membangkitkan kebutuhan
sasaran suluh.
d.Materi harus menyarankan suatu jalan atau penyelesaian dalam
rangka memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi masyarakat
sehingga dapat membangkitkan respon yang dikehendaki.
Mengacu pada pernyataan Scramm di atas, maka materi
penyuluhan kehutanan harus sesuai dengan kebutuhan atau
kepentingan sasaran (petani), sehingga petani akan tertarik
perhatiannya dan terangsang untuk melaksanakannya. Materi
yang menarik perhatian para petani tentunya adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan usaha taninya seperti perbaikan
produksi, perbaikan pendapatan dan perbaikan tingkat
kehidupan.
Mardikanto (1996) membedakan adanya tiga macam materi
penyuluhan yaitu:
1. Berisikan pemecahan masalah yang sedang dan akan dihadapi.
Sesuai dengan filosofi penyuluhan yaitu berusaha untuk
membantu orang lain agar mereka dapat membantu dirinya
sendiri, maka materi yang berisikan pemecahan masalah
merupakan kebutuhan utama yang diperlukan oleh masyarakat
sasaran. Karena itu, didalam setiap kegiatan penyuluhan, materi
ini harus diutamakan terlebih dahulu, sebelum menyampaikan

materi yang lainnya.


2. Berisikan petunjuk dan rekomendasi yang harus dilaksanakan.
Materi penyuluhan yang berisi petunjuk atau rekomendasi
bagaimana harus melaksanakan sesuatu, seringkali sangat
diharapkan oleh masyarakat sasaran walaupun terkadang materi
ini kurang memperoleh prioritas dibanding dengan materi yang
berisi pemecahan masalah. Karena itu, materi seperti ini hanya
dibatasi pada petunjuk atau rekomendasi yang harus segera
dilaksanakan. Penyuluh kehutanan seyogyanya tidak memberikan
petunjuk atau rekomendasi yang pelaksanaannya akan dilakukan
pada masa-masa mendatang (masih memerlukan waktu
beberapa lama lagi), sebab bisa saja terjadi pada saat harus
dilaksanakan atau diterapkan, ternyata masyarakat sudah lupa
sehingga materi harus diulang kembali. Bahkan mungkin petunjuk
atau rekomendasi tersebut sudah out of date sehingga harus
diperbaiki atau disempurnakan lagi sesuai dengan perubahan
atau perkembangan keadaan yang dihadapi.
3. Materi yang bersifat instrumental, Berbeda dengan kedua
materi yang dikemukakan diatas, materi penyuluhan seperti ini
tidak harus dikonsumsi dalam waktu singkat, tetapi merupakan
materi yang perlu diperhatikan dan mempunyai manfaat jangka
panjang, seperti kewirausahaan, pembentukan koperasi,
pembinaan kelompok dll. Sesuai dengan sifatnya, materi yang
disampaikan biasanya berkaitan dengan upaya peningkatan
dinamika kelompok, dorongan bagi tumbuhnya swakarsa,
swakarya dan swadana. Atau hal-hal yang berkaitan dengan
kemandirian yang lain.
Kartasapoetra (1991) menyatakan bahwa agar materi penyuluhan
dapat diterima, dimanfaatkan dan diterapkan oleh masyarakat,
perlu diperhatikan pula hal-hal berikut:
1. Sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat, sehingga
mudah dan dapat diaplikasikan.

2. Tidak bertentangan dengan norma, nilai, kepercayaan, adat


dan bila perlu tidak pula bertentangan pola pertanian yang
terbiasa dilakukan apabila pola tersebut baik dan merupakan
kearifan lokal.
3. Memberi atau mendatangkan keuntungan ekonomis
(berpengaruh positip terhadap tingkat kehidupan petani)
4. Mengesankan dan merangsang petani untuk melaksanakan
perubahan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup menuju
perkembangan dan kemajuan.
5. Bersifat praktis dan dapat dilaksanakan oleh para petani
sehingga mendorong kegiatannya.
6. Menggairahkan petani sehingga para petani menjadi antusias
dan terbujuk untuk mau memperhatikan, menerima, mencoba,
dan melaksanakan/ menerapkannya dalam kegiatan
pertaniannya.
D. Pemilihan Materi Penyuluhan
Apapun materi penyuluhan yang disampaikan oleh seorang
penyuluh,pertama-tama harus diingat bahwa materi tersebut
harus selalu mengacu kepada kebutuhan yang telah dirasakan
oleh masyarakat sasarannya.
Tetapi didalam praktek,seringkali penyuluh menghadapi kesulitan
untuk memilih dan menyajikan materi yang benar-benar
dibutuhkan oleh masyarakatsasarannya.Hal ini,bisa disebabkan
karena keseragaman sasaran yang dihadapi ( sehingga menuntut
keragaman kebutuhan yang berbeda ),atau keragaman materi
yang harus disampaikan pada saat yang sama.Kesulitan lain yang
dapat muncul manakala pemahaman tentang sasaran dan waktu
menjadi pembatas.
Arboleda ( 1981) memberikan acuan agar setiap penyuluh
mampu membeda-bedakan ragam materi penyuluhan yang ingin
disampaikan pada setiap kegiatan.

1.Materi pokok yaitu materi yang benar-benar dibutuhkan dan


harus diketahui oleh sasaran utama.materi pokok sedikitnya
mencakup 50% dari seluruh materi yang ingin disampaikan pada
saat yang sama
2. Materi yang penting yaitu materi yang berisi dasar pemahaman
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan yang
dirasakan oleh sasarannya.Materi ini,diberikan sekitar 30 % dari
seluruh materi yang ingin disamapaikannya.
3. Materi penunjang,yaitu materi yang masih berkaitan dengan
kebutuhan yangdirasakan.yang sebaiknya diketahui oleh sasaran
untuk memperluas cakrawala pemahamannya tentang kebutuhan
yang dirasakannya itu.Materi ini maksimal sebanyak 20 % dari
seluruh materi yang diberikan.
4. Materi yang mubazir,yaitu materi yang sebenarnya tidak perlu
dan tidak ada gayutannya dengan kebutuhan yang dirasakan oleh
masyarakat sasarannya. Karena itu dalam setiap kegiatan
penyuluhan,sebaiknya justru dihindari penyampaian materi
materi seperti ini.
Super flous 0 %
Helpful 20 %
Important 30 %
Vital 50 %
IV. PERBAIKAN DAN PEMANTAPAN SISTEM PENYULUHAN
KEHUTANAN
Masyarakat sekitar hutan pada umumnya adalah petani, yang
sangat mengharapkan adanya perubahan dalam tingkat
kesejahteraan hidupnya Perubahan tingkat kesejahteraan
masyarakat dapat terwujud apabila masyarakat memiliki
keberdayaan sehingga mengakses ruang ekonomi dan mampu
membantu dirinya sendiri keluar dari kesulitan hidupnya. Oleh

karena, situasi dan kondisi penyuluhan kehutanan yang ada saat


ini belum optimal, dan berdasarkan apa yang telah dikaji di atas,
maka dirasa perlu segera melakukan pemantapan pola-pola
dalam sistem penyuluhan kehutanan baik oleh pemerintah pusat
maupun pemda, yang pada prinsipnya mengacu pada UU no 16
Tahun 2006. Pola-pola tersebut adalah:
1. Penerbitan PP oleh pemerintah pusat sebagai langkah
keseriusan terhadap eksistensi UU No. 16 Tahun 2006. Lembagalembaga penyuluhan harus dapat mendesak dan meyakinkan
pemerintah tentang pentingnya PP agar UU No. 16 Tahun 2006
dapat segera diimplementasikan.
2. Pemantapan struktur organisasi penyuluhan kehutanan
Pemantapan dan pengembangan struktur organisasi penyuluhan
kehutanan meliputi:
a. Pada tingkat pusat terdapat Badan yang menangani
Penyuluhan.
b. Pada tingkat provinsi terdapat Badan Koordinasi Penyuluhan
c. Pada tingkat kabupaten/kota terdapat Badan Pelaksana
Penyuluhan, dan
d. Pada tingkat Kecamatan terdapat Balai Penyuluhan, serta
ditambah dengan:
e. Pos Penyuluhan Kehutanan yang berada di tingkat
desa/kelurahan yang bersifat nonstruktural
3. Pemantapan personalia atau sumberdaya manusia (SDM)
Pemantapan dan pengembangan personalia meliputi:
a. Perekrutan Penyuluh Kehutanan baru
b. Pembinaan dan pengembangan SDM penyuluhan kehutanan
yang telah ada
c. Penyebaraan penyuluh kehutanan ke daerah-daerah secara
proposional
d. Kejelasan atas tugas dan karir penyuluh kehutanan
Pemantapan dan pengembangan personalia pada dasarnya

bertujuan agar SDM penyuluhan kehutanan memiliki kompetensi


yang memadai untuk membantu sasaran suluh. Kompetensi
tersebut meliputi:
a. Teknologi penyuluhan kehutanan/pemberdayan masyarakat
b. Pemahaman terhadap substansi kehutanan
c. Sistem silvoagribisnis
4. Pemantapan materi penyuluhan kehutanan
Keinginan masyarakat sekitar hutan untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya akan tercapai apabila mereka dapat
meningkatkan pengelolaan usaha taninya, sehingga dapat
meningkatkan produksinya. Namun demikian, peningkatan
produksi tanpa disertai dengan pemasaran yang baik, tentu tidak
dapat mewujudkan keinginan mereka, karena pendapatan mereka
tetap saja kecil. Oleh karenanya, diperlukan pemantapan materi
penyuluhan kehutanan tentang sistem silvoagribisnis.
5. Pemantapan sistem kerja dan metode penyuluhan kehutanan
Beberapa hal yang dapat dijadikan prinsip kerja dalam rangka
meningkatkan mutu penyuluhan kehutanan adalah:
a. membangun hubungan yang akrab antara penyuluh kehutanan
dengan masyarakat. Hubungan akrab ini ditumbuhkan dan dibina
dengan sistem kerja yang tertib, teratur dan berkesinambungan.
b. Materi penyuluhan harus aktual, segar, dan dibutuhkan oleh
masyarakat.
c. Materi penyuluhan yang akan disampaikan harus dikuasai
benar oleh penyuluh kehutanan. Hal ini memerlukan kesadaran
dan kemauan penyuluh untuk menjadi manusia pembelajar.
d. Memilih dan memilah metode penyuluhan kehutanan yang
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap situasi dan kondisi masyarakat menjadi
penting sebelum memilih dan memilah metode penyuluhan yang
akan digunakan.
6. Pemantapan sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas penyuluhan kehutanan yang perlu


dimantapkan meliputi: bangunan, areal percontohan (demplot),
mobilitas (sarana tranportasi), perlengkapan penyuluhan, dan
biaya. Yang kesemuanya memerlukan anggaran yang memadai.
Pemenuhan biaya ini dapat diusahakan dari segala sumber
(misalnya APBN, APBD, sumbangan dan lain sebagainya).
Dengan terlaksananya pengembangan dan pemantapan pola
penyuluhan kehutanan seperti yang telah dikemukakan, maka
kegiatan penyuluhan kehutanan diharapkan dapat berjalan
lancar, efisien dan efektif, sehingga tujuan penyuluhan kehutanan
dan kenginan/harapan masyarakat dapat terpenuhi atau tercapai
secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan MSP. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Hinrichs A, Muhtaman DR, Irianto N. 2008. Sertifikasi Hutan
Rakyat di Indonesia. Jakarta: GTZ.
Manurung R. 2008. Demokratisasi dan Permasalahannya. Medan:
FISIP, Universitas Sumatera Utara.
[Pusbangyanluhhut] Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. 2008.
Naskah Akademis Penyetaraan Batas Usia Pensiun Penyuluh
Kehutanan. Jakarta: Pusbangyanluhhut, Kementerian Kehutanan.
Slamet M. 2008. Materi Kuliah Sistem Penyuluhan Pembangunan.
Bogor: IPB.
Syahyuti. 2008. Sistem. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.
Wirawan. 2003. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan: Penganar
Teori dan Praktek. Jilid 1. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia &
Uhamka Press

DIKLAT PEMBENTUKAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH


KEHUTANAN TINGKAT AHLI
Oleh:
TIM WIDYAISWARA
BALAI DIKLAT KEHUTANAN MAKASSAR
JULI, 2011

Anda mungkin juga menyukai