Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropika yang memiliki kawasan hutan tropis yang
cukup luas. Keberadaan kawasan hutan ini merupakan aset nasional yang harus
terus dikelol dan dikembangkan ke arah yang lebih baik agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan (Selfiany dkk., 2017). Luas hutan hujan tropis Indonesia
mengalami penurunan baik secara kualitas maupun kuantitas. Departemen
Kehutanan (2007) menyebutkan bahwa laju kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 2,1 juta ha/tahun, sedangkan Forest Watch Indonesia bahkan
memberikan angka 2-2,4 juta ha/tahun. Penurunan ini berdampak pada (1)
penurunan produksi kayu dari IUPHHK (HPH), (2) penurunan industri kehutanan
dan penyerapan tenaga kerja dan (3) menurunnya daya dukung ekologi
(keanekaragaman hayati, obat-obatan dan pangan; berkurangnya penyerapan
karbon dan fungsi-fungsi lain yang berkaitan dengan penjagaan terhadap
keseimbangan ekologi) (Widiyatno dkk., 2011).

Untuk pengembangan dan pengelolaan ini, maka dilakukan berbagai penelitian


penerapan berbagai sistem silvikultur dengan teknik permudaan alam maupun
buatan. Kementerian Kehutanan telah menunjuk beberapa pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK/HA), sebagai model
pembangunan sistem silvikultur hutan alam yang disesuaikan dengan
karakteristik setiap lokasi. Konsekuensi logis dari penurunan jumlah IUPHHK
yang beroperai adalah terjadinya penurunan produksi kayu dan luas kawasan
hutan yang dikelola, yaitu masing-masing sebesar 47-82% dan 633,7% dari tahun
1999 hingga tahun 2006. Penurunan potensi hutan ini akan berdampak negatif
terhadap kelangsungan kelestarian pengelolaan hutan di Indonesia. Upaya untuk
meningkatkan produktivitas hutan hujan tropis di Indonesia asalah system
silvikultur.

Sistem silvikultur tersebut dapat meningkatkan hasil panen kayu, sehingga dapat
mengatasi kekurangan pasokan bahan baku, terutama industri pengolahan kayu di
Indonesia. Beberapa Sistem Silvikultur yang pernah diperkenalkan dan diterapkan
di Indonesia antara lain Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA), Tebang
Habis dengan Permudaan Buatan (THPB), Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang
Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Sistem
Tebang Pilih Tanam Tanam Jalur dengan penerapan teknik silvikultur intensif
(TPTJ-SILIN). Teknik SILIN didasarkan oleh tiga pilar IPTEK, yaitu (1)
pemuliaan pohon, (2) manipulasi lingkungan dan (3) pengendalian hama penyakit
(Departemen Kehutanan, 2009 dan Soekotjo, 2007). Sistem TPTJ-SILIN
diharapkan mampu menjembatani antara kepentingan ekonomi dan ekologi dalam
pengeloaan hutan. Kepentingan ekonomi ditandai dengan produktifitas hutan
yang tinggi, sedangkan kepentingan ekologis ditandai dengan menyisakan sekitar
85% dari total kawasan hutan untuk dipertahankan sebagai kawasan hutan alam
yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Perwujudan dari kedua
aspek pengelolaan di atas adalah dengan pemilihan jenis-jenis tanaman
indegenous yang prospektif yang dikemas dalam teknologi SILIN.
II. ISI

A. Pengertian Silvikultur

Silvikultur adalah kegiatan pengendalian proses permudaan (penanaman),


pertumbuhan, komposisi, kesehatan dan kualitas suatu hutan untuk mencapai
aspek ekologi dan ekonomi yang diharapkan. Lebih spesifik lagi, bidang studi
yang masih berkaitan dengan silvikultur adalah silvologi. Silvologi adalah studi
mengenai hutan dan kayu. Silvikultur fokus terhadap perawatan tegakan hutan
agar tetap produktif. Dapat dikatakan, silvikultur adalah perpaduan antara ilmu
dan seni menumbuhkan hutan berdasarkan ilmu silvika, yakni pemahaman
mengenai sifat hidup jenis-jenis pohon serta interaksinya dalam tegakan, dan
penerapannya memperhatikan karakteristik lingkungan tertentu. Silvikultur
berbeda dengan kehutanan, bedanya terletak pada cakupan silvikultur pada arah
tegakan, sedangkan kehutanan bersifat lebih umum.

Tujuan dari sistem budidaya hutan adalah tercukupinya kebutuhan hasil hutan,
baik berupa kayu dan non kayu. Hasil hutan berupa kayu yang memiliki nilai
ekonomis tinggi, antara lain jati, mahoni, ulin, gaharu dan sebagainya. Sedangkan
hasil hutan non kayu, seperti madu lebah hutan, getah, dan lainnya.

B. Fungsi dan Tahap Silvikultur


Sistem ini memiliki prioritas untuk mencapai pengelolaan hutan secara lestari,
dengan tahap berikut ini:

1. Kontrol
Kegiatan kontrol dalam budidaya hutan adalah aktivitas mengamati dan
menganalisa, apakah pada hutan tersebut diperlukan tindakan silvikultur atau
tidak. Pertimbangan secara ekonomi juga harus diperhitungkan, agar biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan budidaya hutan dapat menghasilkan keuntungan yang
lebih besar.

2. Fasilitasi
Kegiatan budidaya hutan yang dilakukan setelah kegiatan kontrol. Fasilitasi
merupakan tindakan penyiangan, pemberian pupuk, pemangkasan, dan tindakan
lainnya. Tujuan dari kegiatan ini agar pohon dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik.

3. Perlindungan
Perlindungan diperlukan agar tanaman hutan tidak terkena serangan hama dan
penyakit dengan ccara melakukan pencegahan dan perbaikan.

4. Fungsi Penyelamatan
Penyelamatan adalah kegiatan untuk menghilangkan berbagai macam gangguan
yang terjadi pada hutan. Misalnya pemadaman hutan ketika terjadi kebakaran,
penghilangan hama dan penyakit.

C. Sistem Silvikultur
Sistem silvikultur adalah suatu sistem yang mencakup seluruh pengelolaan hutan
produksi, mulai dari penyemaian hingga tahap pemanenan pada hutan produksi
alam (IUPHHK-HA) serta hutan tanaman (IUPHHK-HT) secara berkelanjutan.
IUPHHK-HA merupakan kependekan dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu pada Hutan Alam. Sedangkan IUPHHK-HT merupakan kependekan dari
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hutan Tanaman. Kementerian
Kehutanan (saat ini menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
telah mengatur sistem silvikultur melalui peraturan yang dikeluarkan. Peraturan
ini membatasi perusahaan yang memegang hak IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT
agar tidak melakukan kegiatan silvikulur tanpa dasar yang jelas. Beberapa sistem
silvikultur yang telah dikenal dan diterapakan di Indonesia adalah TPTI (Tebang
Pilih Tanam Indonesia), TPTJ (Tebang Pilih Tanam Jalur), TR (Tebang
Rumpang), Tebang Pilih Indonesia (TPI), dan THPB (Tebang Habis Permudaan
Buatan).

Inti Sistem Silvikultur


Kegiatan pada sistem silvikultur pada dasarnya meliputi tahap-tahap sebagai
berikut:

1. Permudaan
Permudaan hutan adalah usaha memperbarui tegakan hutan dengan cara menanam
pohon baru. Metode permudaan, spesies yang ditanam, serta kepadatan tegakan
pohon dipertimbangkan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Permudaan dapat
dibedakan atas permudaan alami dan permudaan buatan. Permudaan buatan
menjadi metode yang paling umum dalam menanam. Sebab, metode ini lebih
dapat diandalkan dibandingkan regenerasi alami. Penanaman dapat menggunakan
semai (bibit), stek, atau benih. Regenerasi secara alami adalah permudaan hutan
dengan memanfaatkan biji dari pohon-pohon induk yang tersisa, semai akar atau
terubusan dari tunggak. Konifer melakukan regenerasi melalui biji, sedangkan
sebagian jenis pohon berdaun lebar dapat memperbanyak spesiesnya melalui
terubusan akar atau tunggak.

2. Perawatan Hutan
Pengayaan (enrichment) adalah upaya meningkatkan kepadatan tegakan hutan
dengan melakukan penanaman di hutan yang telah tumbuh. Istilah pengayaan
digunakan jika jenis tanaman yang ditanam berbeda dengan jenis-jenis pohon
yang telah ada. Sedangkan jika jenisnya sama, maka disebut dengan penyulaman
atau penyisipan. Penjarangan (thinning) adalah kegiatan mengendalikan jumlah
pohon pada area tertentu, misalnya dengan menebang pohon yang tumbuh tidak
normal atau kualitas kayu yang buruk, sehingga memberi ruang lebih kepada
pohon lain yang sehat. Tindakan ini bukan untuk menyediakan ruang untuk
menanam kembali, melainkan sebagai seleksi untuk menebang pohon tertentu
maupun secara mekanis dengan pola tertentu. Penjarangan juga dilakukan dengan
tujuan ekologi, seperti untuk melestarikan spesies tertentu dan bukan hanya hasil
kayu. Penjarangan berulang kali dapat menjaga kadar karbon dalam tanah lebih
baik dibandingkan metode tebang habis kemudian ditanam kembali. Pemangkasan
(pruning) dalam silvikultur adalah pemotongan cabang terendah dari suatu pohon
yang tidak produktif dalam proses fotosintesis dan mencegah perkembangan mata
kayu. Kayu yang terbebas dari mata kayu memiliki nilai jual yang lebih tinggi

D. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Atas Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 309 KPTS 11 Tahun
1999 tentang Sistem Silvikultur dan Daur Tanam Pokok dalam Pengelolaan Hutan
Produksi, TPTJ (Tebang Pilih Tanam jalur) adalah sistem silvikultur yang
meliputi cara tebang pilih dengan batas diameter 40 cm diikuti permudaan buatan
dalam jalur. Sistem silvikultur TPTJ mengharuskan melakukan penanaman
pengayaan pada areal kerja bekas tebangan secara jalur dengan aturan jarak tanam
antar jalur 25 m dan jarak tanam antar pohon 5 m

Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur uji
coba yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan HTI. HTI menggunakan
tebang habis, sementara TPTJ menyisakan hutan alam diantara jalur tanam.
Pembukaan tutupan hutan terjadi pada jalur bersih selebar 3 m yang berada di
tengah jalur tanam selebar 10 m yang bebas dari naungan pohon. Di antara jalur
tanam disisakan hutan alam selebar 25 m yang ditebang dengan batas diameter 40
cm ke atas. Adapun tujuan dari sistem silvikultur TPTJ yaitu agar kegiatan
pengelolaan hutan dapat dilaksanakan secara intensif dengan melakukan kegiatan-
kegiatan silvikultur melalui sistem jalur sehingga penanaman dan pengawasan
hutan lebih terjamin (Departemen Kehutanan 1998).

Menurut Daniel et al (1987) kata tebang pilih dalam sistem silvikultur tebang pilih
bermakna bahwa pohon yang terpilih, baik jenis pohonnya maupun dimensinya,
disesuaikan dengan spesifikasi dan kualifikasi produksi kayu yang diisyaratkan
untuk bahan baku industri perkayuan tertentu. Sistem Silvikultur Tebang Pilih
Tanam Jalur merupakan sistem pengelolaan hutan alam produksi dengan
penanaman jenis meranti secara jalur pada petak-petak bekas tebangan. Macam-
macam jalur yang yang dibuat dalam sistem silvikultur TPTJ adalah jalur bersih,
jalur bebas naungan, jalur tanam dan jalur antara.
DAFTAR PUSTAKA

Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Marsono D,
penerjemah; Soseno OH, editor. Jogjakarta (ID) : Gajah Mada University
Press. Terjemahan dari : Principle of Silviculture.

Departemen Kehutanan. 1998. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur


(TPTJ) dalam Pengelolaan Hutan Produksi Alam. Jakarta (ID) : Departemen
Kehutanan.

Departemen Kehutanan. 2007. Buku statistik kehutanan Indonesia Tahun 2006.


Departemen Kehutanan. Jakarta.

Selfiany, W. O., Muin, A., dan Iskandar. 2017. Riap Diameter Tanaman Meranti
Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang
Pilih Tanam Jalur (tptj) di Areal IUPHHK-HA PT. SUKA Jaya Makmur
Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari. 5 (2) : 398 –
401.

Soekotjo. 2007. Laporan Bulan JanuariJuli 2007: Komponen silvikultur intensif


dalam rangka membangun hutan yang sehat, prospektif dan lestari. Dirjen
Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Widiyatno, Soekotjo, Naiem, M., Suryo Hardiwinoto, dan Purnomo, S. 2011.


Pertumbuhan Meranti (Shorea spp.) Pada Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur
Dengan Teknik Silvikultur Intensif (TPTJ-SILIN). Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam. 8(4): 373-384.

Anda mungkin juga menyukai