Anda di halaman 1dari 13

OPERASI PEMANFAATAN HUTAN

PERENCANAAN PRODUKSI TEBANGAN


Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Agna Ilman Nafia

E14110113

2. Yolanda Limbong

E14120017

3. Yesi Siti Agustina

E14120027

4. Sofiatun

E14120057

5. Eki Sutrisno

E14120060

Dibimbing Oleh:
Dr. Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc, F.Trop
Asisten :
Imam Syafii, S.Hut
Sarah Andini E151140191

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu fungsi perencanaan pemanenan kayu adalah menentukan
tingkat produksi kayu yang lestari, baik lestari secara sumber daya hutannya
maupun lestari pengusahaannya. Untuk kelestarian sumberdaya hutannya, maka
kayu yang dipungut harus tidak melebihi produktivitas (riap hutan yang dipanen).
Sedangkan, untuk menjamin perusahaan hutan dapat lestari, maka perlu
diupayakan agar jumlah kayu yang dihasilkan minimal sama dengan jumlah biaya
yang dikeluarkan. Untuk itu, perlu ditetapkan jumlah produksi kayu yang
maksimal dapat dihasilkan dengan mempertimbangkan kelestarian usahanya
sehingga dibutuhkan suatu perencanaan produksi tebangan yang baik.
Perencanaan produksi tebangan dimulai dengan melakukan pengumpulan
data lapangan berupa data hasil cruising IHMB, kemudian melakukan pengolahan
data dengan tujuan untuk menetapkan AAC, menetapkan banyaknya pohon yang
akan ditebang, menetapkan taksiran volume produksi tebangan, menetapkan
ukuran sortimen optimal dari tiap pohon dan menetapkan kapasitas alat sarad
optimal. Pada tahap akhir dilakukan penyusunan laporan berupa potensi hutan,
rencana jumlah pohon inti, pohon induk, pohon yang akan ditebang, rencana
kebijakan pembagian batang, rencana target produksi penebangan tiap pohon,
rencana jangka waktu pelaksanaan penebangan dan pembagian batang, rencana
jangka waktu penyaradan dan rencana tenaga serta alat yang diperlukan. Oleh
karena itu, diperlukan sebuah perencanaan produksi tebangan yang matang untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
1.2 Tujuan
1. Menentukan sistem silvikultur yang tepat untuk diterapkan di areal hutan
alam produksi
2. Merencanakan taksiran produksi tebangan berdasarkan hasil analisis data
survey potensi lahan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pengusahaan hutan produksi perlu ditetapkan kesatuan tempat
diberlakukannya pengaturan hasil tertentu guna menjamin terselenggaranya
prinsip kelestarian hasil. Kesatuan areal hutan yang diusahakan dengan fungsi ini
dinamakan kesatuan kelestarian. Dari kesatuan ini diharapkan diperoleh besarnya
hasil yang relatif sama setiap tahunnya. Komponen pengaturan kegiatan harus
didasarkan pada spesifikasi dan dinamika sumberdaya hutan yang ada pada unit
yang bersangkutan. Pengaturan hasil misalnya harus didasarkan pada informasi
mengenai pertumbuhan dan perkembangan hutan, dan dinyatakan dalam bentuk
harvest scheduling, tidak hanya sekedar Annual Allowable Cut (AAC) dan jatah
produksi tebangan (JPT).
Annual Allowable Cut (AAC) atau etat adalah jumlah luas areal hutan
yang dapat dipanen atau jumlah kayu yang dapat dipungut dalam suatu jangka
perusahaan atau jangka waktu tertentu sedemikian rupa hingga terjamin usaha
perusahaan hutan, terdiri dari Etat luas (hektar), Etat Volume (meter kubik) dan
Etat jumlah pohon (batang). Jatah Produksi Tebangan (JPT) adalah Annual
Allowable Cut (AAC) Volume Tebangan dikalikan dengan faktor eksploitasi (fe)
dan faktor pengaman (fa).
Salah satu fungsi perencanaan pemanenan kayu adalah menentukan
tingkat produksi kayu yang lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun
lestari pengusahaannya. Untuk kelestarian sumberdaya hutnnya, maka kayu yang
dipungut harus tidak melebihi produktivitas (riap hutan yang dipanen. Sedangkan
untuk menjamin agar pengusahaan hutan dapat lestari, maka perlu diupayakan
agar jumlah kayu yang dihasilkan minimal sama dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan. Untuk itu perlu ditatapkan jumlah produksi kayu yang maksimal
dapat dihasilkan dengan mempertimbangkan kelestarian usahanya. Pada hutan
tanaman yang menganut system silvikultur tebang habis

dengan permudaan

buatan (THPB), maka seluruh kayu pada areal/petak yang direncanakan untuk
dipanen merupakan kayu yang potensial untuk dipungut. Sedangkan pada hutan
alam yang menganut system silvikultur tebang pilih tanam Indonesia (TPTI),

banyaknya kayu komersial (yang dapat dimanfaatkan) dengan diameter tertentu


merupakan kayu yang potensial untuk dipungut. Selain itu berdasarkan ketentuan
yang ada, perlu ditinggalkan pohon-pohon induk.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 34/Menhut-II/2007 tentang
Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Inventarisasi Hutan
Menyeluruh Berkala (IHMB) adalah kegiatan pengumpulan data dan informasi
tentang kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock), yang dilaksanakan
secara berkala satu kali dalam sepuluh tahun pada seluruh petak di dalam kawasan
hutan produksi setiap wilayah unit pengelolaan/unit managemen.
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan atau disingkat dengan ITSP
adalah kegiatan pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap pohon (yang
direncanakan akan ditebang), pohon inti, pohon yang dilindungi, permudaan, data
lapangan lainnya, untuk mengetahui jenis, jumlah, diameter, tinggi pohon, serta
informasi tentang keadaan lapangan/lingkungan, yang dilaksanakan dengan
intensitas tertentu sesuaidengan ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaan ITSP,
pohon yang direncanakan akan ditebang dipasang label ID barcode yang berisi
informasi tentang fungsi hutan, nomor petak kerja, nomor pohon, jenis pohon,
ukuran diameter, tinggi pohon bebas cabang dan posisi pohon. Kemudian Hasil
ITSP tersebut dicatat dalam Laporan Hasil Cruising (LHC) elektronik melalui
aplikasi SIPUHH.
Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) merupakan inventarisasi
hutan berkala sepuluh tahunan untuk menyusun rencana kerja usaha pemanfaatan
hasil hutan sepuluh tahunan, yang wajib dilakukan oleh para pemegang Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan
Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
serta Pemanfaatan Hutan.
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah sistem silvikultur meliputi
cara penebangan dengan batas diameter dan kegiatan permudaan hutan. Tebang
Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) adalah sistem silvikultur meliputi cara
penebangan habis dengan permudaan buatan. Tebang Pilih Tanam dalam Jalur

(TPTJ) adalah sistem silvikultur yang meliputi cara tebang pilih dengan batas
diameter minimal 40 cm diikuti permudaan buatan dalam jalur (KEPUTUSAN
MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN 1999).
Tebang Pilih Tanam Indonesia adalah salah satu sistem silvikultur yang
diterapkan pada hutan-hutan alam yang tak seumur di Indonesia. Sebagai salah
satu sub sistem dari sistem pengelolaan hutan, sistem silvikultur merupakan
sarana utama untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan komposisi yang
dikehendaki. Pelaksanaan suatu sistem silvikultur yang sesuai dengan lingkungan
setempat telah menjadi tuntutan demi terwujudnya pengelolaan hutan yang
berkelanjutan. Tujuan Tebang Pilih Tanam Indonesia adalah terbentuknya struktur
dan komposisi tegakan hutan alam tak seumur yang optimal dan lestari sesuai
dengan sifat-sifat bioligi dan keadaan tempat tumbuh aslinya. Ini ditandai dengan
wujud tegakan yang mengandung jumlah pohon, tiang dan permudaan jenis
niagawi dengan mutu dan produktivitas tinggi, didampingi oleh sejumlah jenis
pohon lainnya sehingga memenuhi tingkat keanekaragaman hayati yang
diinginkan. Usaha untuk mewujudkan tegakan optimal dan lestari tersebut harus
dapat dilakukan secara praktis, ekonomis dan memudahkan pemantauan dan
penilaian pelaksanaannya (Anonim 1993).
Pemanenan tebang pilih adalah tebangan berdasarkan limit diameter
tertentu pada jenis-jenis niagawi dengan tetap memperhatikan keanekaragaman
hayati

setempat.

Pembinaan tegakan tinggal adalah kegiatan yang dikerjakan setelah kegiatan


tebang pilih meliputi perapihan, pembebasan, pengayaan, pemeliharaan.
Tujuan THPB adalah memaksimalkan produktivitas lahan dan kualitas
lingkungan hidup sesuai dengan daya dukung lingkungan setempat. Sasaran
THPB adalah hutan alam produksi bekas tebangan di areal Hutan Produksi (HP)
atau Hutan Produksi Konversi (HPK). Sistem TPTJ merupakan sistem silvikultur
hutan alam yang mengharuskan adanya penanaman pengayaan pada areal bekas
tebangan secara jalur sesuai dengan aturan yang ditetapkan yaitu 25 meter antar
jalur dan 5 meter dalam jalur tanam, tanpa memperhatikan cukup tidaknya anakan
alam yang tersedia pada tegakan tinggal. Ruang antar jalur bertujuan untuk
memperkaya keanekaragaman hayati. Kelebihan sistem TPTJ dibandingkan TPTI

yaitu pada TPTJ kelestarian produksi akan terjamin karena mekanisme kontrol
dapat dilakukan dengan optimal.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Operasi Pemanfaatan Hutan (OPH) yang berjudul
Perencanaan Produksi Tebangan yang dilaksanakan pada Selasa, 17 November
2015 dan bertempat di Ruang Praktikum GPHH Fakultas Kehutanan IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat
Pohon Kecil (klas diameter 20 cm < 35 cm) Hasil Survei IHMB
Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat
Pohon Besar (klas diameter 35 cm) Hasil Survei IHMB
Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat
Pohon Besar (klas diameter 35 cm < 50 cm) Hasil Survei IHMB
Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat
Pohon Besar Klas diameter 40 cm) Hasil Survei IHMB
Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat
Pohon Besar Klas diameter 50 cm Hasil Survei IHMB
Ms.Excel
Alat Tulis
3.3 Langkah Kerja
Pengumpulan data lapangan berupa data hasil crusing IHMB,
Melakukan pengolahan data dengan tujuan untuk menetapkan AAC,
Menetapkan banyaknya pohon yang akan ditebang,
Menetapkan taksiran volume produksi tebangan,
Menetapkan ukuran sortimen optimal dari tiap pohon,
Menetapkan kapasitas alat sarad optimal,
Penyusunan laporan berupa laporan potensi hutan, rencana jumlah pohon
inti, pohon induk, pohon yang akan ditebang, rencana kebijakan
pembagian batang, rencana target produksi penebangan tiap pohon,
rencana jangka waktu pelaksanaan penebangan dan pembagian batang,
rencana jangka waktu penyaradan dan rencana tenaga dan alat yang
diperlukan.
Pada saat praktikum tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah
menentukan areal efektif produksi untuk penerapan sistem TPTI,

Lalu dilakukan perhitungan etat luas untuk sistem TPTI, pada Hutan
Produksi Biasa (HP) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK),
lalu menghitung etat volume pada Hutan Produksi Biasa (HPT),
Menentukan areal efektif produksi untuk penerapan sistem TPTJ dan etat
luas TPTJ dan etat volume TPTJ.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Sistem

No

Silvikultur

Jenis Hutan

TPTI

HP+HPK

TPTI

HPT

TPTJ

Jenis
Kayu
KI
M
CR
Total
KI
M
CR
Total
KI
M
CR
Total

Jumlah Produksi Tahunan


N/ha
m3/ha
1256,56
4127,51
13722,32
55796,33
6990,01
2113,69
21968,89
62037,53
752,88
3450,71
9626,13
51339,37
439,18
1747,76
10818,19
56537,84
637,78
2094,98
6964,98
28320,20
354,79
1072,83
7957,52
31488,01

Contoh perhitungan:
Jenis Kayu Indah
Sistem TPTI
-

TPTI ( HPT) = (Luas efektif (ha) x K ( N/ha) x 0,7 x 0,8 ) / ST (35


tahun)
=( 56.018 ha x 0,84 pohon/ha x 0,7 x 0,8 ) /35 tahun

TPTI (HPT)

=752,88 pohon/ha
= ( 56.018 ha x 3.85 m3/ha x 0,7 x 0,8 ) / 35 tahun
= 3450, 37 m3/ha

Sistem TPTI
-

TPTI (HP)

TPTI (HP)

= ( 52.010 ha x 16,49 pohon/ha x 0,7 x 0,8 ) / 35 tahun


= 1256,56 pohon/ha
= ( 52010 ha x 4.96 m3/ha x 0,7 x 0,8 ) / 35 tahun
= 4127,51 m3/ha

Sistem TPTJ
-

TPTJ

= (18.857 ha x 1,51 pohon/ha x 0,7 x 0,8 ) / 25 tahun


= 637,78 pohon/ha

TPTJ

= ( 18856 ha x 4,96 m3/ha x 0,7 x 0,8 ) / 25 tahun


= 2094,97 m3/ha

4.2 Pembahasan
Perencanaan produksi tebangan dimulai dengan melakukan pengumpulan
data lapangan berupa data hasil crusing IHMB, kemudian melakukan pengolahan
data dengan tujuan untuk menetapkan AAC, menetapkan banyaknya pohon yang
akan ditebang, menetapkan taksiran volume produksi tebangan , menetapkan
ukuran sortimen optimal dari tiap pohon dan menetapkan kapasitas alat sarad
optimal. Pada tahap akhir dilakukan penyusunan laporan potensi hutan, rencana
jumlah ohon inti, pohon induk, pohon yang akan ditebang, rencana kebijakan
pembagian batang, rencana target produksi penebangan tiap pohon, rencana
jangka waktu pelaksanaan penebangan dan pembagian batang, rencana jangka
waktu penyaradan dan rencana tenaga dan alat yang diperlukan.
Annual Allowable Cut (AAC) atau etat adalah jumlah luas areal hutan
yang dapat dipanen atau jumlah kayu yang dapat dipungut dalam suatu jangka
perusahaan atau jangka waktu tertentu sedemikian rupa hingga terjamin usaha
perusahaan hutan, terdiri dari Etat luas (hektar), Etat Volume (meter kubik) dan
Etat jumlah pohon (batang). Pengaturan hasil (penentuan AAC) merupakan inti
dan strategi manajemen jangkan panjang untuk mencapai kelestarian hasil dan
kelestarian pengusahaan . Oleh sebab itu secara teknis penentuan AAC harus
dilakukan secara cermat dan akurat. Selain itu, kondisi social olitik belakangan ini
juga menuntut penentuan AAC harus dilakukan sedemikian rupa agar transparans
dan diterima oleh semua stakeholders ( socially acceptable). Kecermatan dan
keakuratan penentuan AAC setidaknya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu 1) caraatau
metode yang diterapkan dan 2) kualitas data yang digunakan. Dalam konteks
pengelolaan hutan alam di Indonesia, justru kedua hal ini masih merupakan
masalah besar. Dalam hal metoda, diperlukan metode yang mengakomodasikan
kompleksitas dan aspek-aspek dinamika tegakan hutan alam, khususnya hutan
alam bekas tebangan.
Pengaturan hasil (yield regulation) diartikan sebagai suatu proses atau
strategi untuk mewujudkan kelestarian hasil yang diterjemahkan kedalam praktek
manajemen dalam bentuk perencanaan, monitoring dan control. Dalam konteks
lebih operasional, pengaturan hasil adalah penentuan porsi hutan ( dalam luas

areal ataupun volume kayu) yang dipungut setiap tahun atau periode tertentu yang
menjamin kelestarian produksi/ pengusahaan dan kelestarian hutan. AAC atau etat
tidak lain adalah angka yang menyatakan besarnya porsi tersebut. Dalam AAC
juga melekat dimensi spasial dan waktu (bagian mana yang ditebang kapan), dan
bahkan bagaimana penebangan dilakukan. Secara umum, teknik perhitungan AAC
dapat dipilah menjadi dua yaitu teknik menggunakan rumus umum dan teknik
berdasarkan simulasi. Teknik simulasi berkembang belakangan seiring dengan
tersedianya sarana komputasi yang memungkinkan pengembangan model-mode
simulasi yang kompleks.
Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau tehnik bercocok
tanam hutan yang dimulai dari pemilihan bibit, pembuatan tanaman, sampai pada
pemanenan atau penebangannya. Beberapa sistem silvikultur yang kita ketahui
antara lain : Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah sistem silvikultur
meliputi cara penebangan dengan batas diameter dan kegiatan permudaan hutan.
Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) adalah sistem silvikultur
meliputi cara penebangan habis dengan permudaan buatan. Tebang Pilih Tanam
dalam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang meliputi cara tebang pilih
dengan batas diameter minimal 40 cm diikuti permudaan buatan dalam jalur.
Praktikum operasi pemanenan hutan ini yaitu menghitung Etat luas serta
Etat volume untuk masing masing sistem silvikultur seperti TPTI dan TPTJ.
Sistem silvikultur TPTI dugunakan untuk jenis hutan produksi dan hutan produksi
konversi serta jenis hutan produksi terbatas. Jenis kayu yang digunakan yaitu
Kayu Indah, Meranti dan Rimba Campuran. Secara keseluruhan, jumlah produksi
tahunan dalam etat pohon perluas sistem silvikutur TPTI jenis hutan HP dan HPK
secara total dari pertambahan 3 jenis kayu komersil sebesar 21968,89 pohon/ha
sedangkan etat volume nya sebesar 62037,53 m3/ha. Sistem silvikultur TPTI
untuk jenis hutan HPT jumlah produksi tahunan dalam etat luasan sebesar
10818,19 pohon/ha sedangkan etat volume sebesar 56537,84 m3/ha . sistem
silvikultur TPTJ jumlah produksi tahunan etat luasannya sebesar 7957,52
pohon/ha sedangkan etat volume sebesar 31488,01 m3/ha.

BAB V
KESIMPULAN
Perencanaan produksi tebangan dimulai dengan melakukan pengumpulan
data lapangan berupa data hasil crusing IHMB, kemudian melakukan pengolahan
data dengan tujuan untuk menetapkan AAC, menetapkan banyaknya pohon yang
akan ditebang, menetapkan taksiran volume produksi tebangan, menetapkan
ukuran sortimen optimal dari tiap pohon dan menetapkan kapasitas alat sarad
optimal, serta tahap akhir dilakukan penyusunan laporan potensi hutan, rencana
jumlah pohon inti, pohon induk, pohon yang akan ditebang, rencana kebijakan
pembagian batang, rencana target produksi penebangan tiap pohon, rencana
jangka waktu pelaksanaan penebangan dan pembagian batang, rencana jangka
waktu penyaradan dan rencana tenaga dan alat yang diperlukan. Beberapa sistem
silvikultur yang kita ketahui antara lain : Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
adalah sistem silvikultur meliputi cara penebangan dengan batas diameter dan
kegiatan permudaan hutan. Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)
adalah sistem silvikultur meliputi cara penebangan habis dengan permudaan
buatan. Tebang Pilih Tanam dalam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang
meliputi cara tebang pilih dengan batas diameter minimal 40 cm diikuti
permudaan buatan dalam jalur.
Sistem silvikultur TPTI dugunakan untuk jenis hutan produksi dan hutan
produksi konversi serta jenis hutan produksi terbatas. Jenis kayu yang digunakan
yaitu Kayu Indah, Meranti dan Rimba Campuran. Secara keseluruhan, jumlah
produksi tahunan dalam etat pohon perluas sistem silvikutur TPTI jenis hutan HP
dan HPK secara total dari pertambahan 3 jenis kayu komersil sebesar 21968,89
pohon/ha sedangkan etat volume nya sebesar 62037,53 m3/ha. Sistem silvikultur
TPTI untuk jenis hutan HPT jumlah produksi tahunan dalam etat luasan sebesar
10818,19 pohon/ha sedangkan etat volume sebesar 56537,84 m3/ha . sistem
silvikultur TPTJ jumlah produksi tahunan etat luasannya sebesar 7957,52
pohon/ha sedangkan etat volume sebesar 31488,01 m3/ha.

DAFTAR PUSTAKA
Bramasto N. 1995. Perencanan Pemanenan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan
IPB.
Davis L S and K N John. 1987. Forest Management. New York: McGraw-Hill
Book Company, Third Edition.
Departemen Kehutanan.

1992.

Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen

Kehutanan.
Wackerman A.E. 1949. Harvesting Timber Crops. New York: Mc Graw Hill
Book Company, Inc.

Anda mungkin juga menyukai