Anda di halaman 1dari 24

Prince Joseph P

Kelas V A
Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan

Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Sulawesi. Ibu
kotanya adalah Makassar, dahulu disebut Ujung Pandang.Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' -
8° Lintang Selatan dan 116°48' - 122°36' Bujur Timur. Luas wilayahnya 45.764,53 km². Provinsi ini
berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara
di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan.
Kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan secara umum termasuk ke dalam kategori kebudayaan
masyarakat pantai. Hal ini ditandai dengan kegiatan perdagangan yang menonjol dan adanya pengaruh
agama Islam yang kuat. Kebudayaan ini dihasilkan oleh masyarakat Makassar dan Bugis yang
merupakan penduduk mayoritas yang terdapat di Sulawesi Selatan. Adapun suku Toraja mempunyai
ciri kebudayaan yang berkembang dari kegiatan perladangan berkat kecerdikan masyarakat beradaptasi
dengan lingkungan.

1. Suku Bangsa

1
Suku Makassar
Suku Makassar, sebagai suku terbesar di Sulawesi Selatan, menyimpang sejarah yang sangat panjang.
Dalam catatan sejarah yang tertulis dalam “lontara”, suku Makassar sudah menguasai Pulau Sulawesi
sejak abad ke-16. Bahkan kekuasaan orang-orang Suku Makassar saat itu meliputi Seluruh pulau
Sulawesi, Sebagian Kalimantan, Sebagian Pulau Maluku, Nusa Tenggara, Hingga Timor-Timur (Timor
Leste saat ini). Suku Makassar sendiri terdiri dari beberapa sub suku yang tersebar luas di selatan pulau
Sulawesi, tersebar dari Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Je’neponto, Bantaeng, Bulukumba,
Selayar, Maros, dan Pangkep. 

Suku Bugis
Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda.
Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Penyebaran
Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang-orang bugis umumnya adalah
nelayan dan pedagang. Sebagian dari mereka yang lebih suka merantau adalah berdagang dan berusaha
(massompe‘) di negeri orang lain. Hal lain juga disebabkan adanya faktor historis orang-orang Bugis
itu sendiri di masa lalu.

Suku Mandar
Orang Mandar sebagian besar berdiam di wilayah Majene dan Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat.
Yang sering mengaku sebagai orang Mandar adalah penduduk Majene, penduduk Mamuju sebaliknya
lebih senang disebut orang Mamuju. Kedua suku bangsa ini memang memperlihatkan ciri kehidupan
sosial dan budaya yang sama di mata orang luar. Selain mendiami kedua wilayah tersebut, orang
Mandar juga mendiami sebagian daerah di wilayah Polewali-Mamasa. Jumlah populasinya sekarang
sekitar 400.000 jiwa.

Suku Toraja
Suku bangsa ini mendiami sebagian jazirah Sulawesi Selatan bagian utara. Kata Toraja diberikan oleh
penduduk asli Sulawesi Tengah untuk menyebut kelompok etnis yang berdiam di pedalaman dan
pegunungan, to artinya orang, dan ri aja artinya dari gunung. Orang Toraja sendiri zaman dulu
menyebut kelompoknya berdasarkan wilayah tempat tinggalnya, yaitu Sa'dan, dari nama sebuah sungai
yang mengalir lewat wilayah mereka. Karena itu sering juga disebut sebagai Toraja Sa'dan. Dan kalau
dilihat dari bahasa mereka disebut pula orang Toraja Tae.

2
Suku Bentong
Suku Bentong merupakan suku yang berdiam di desa Bulo-Bulo, Kecamatan Pujananting, Kabupatn
Barru, Sulawesi Selatan. Populasi suku ini diperkirakan mencapai 25.000 jiwa, yang mana mayoritas
memeluk agama Islam. Mata pencaharian utama suku Bentong adalah bercocok tanam. Sehari-hari,
suku ini berkomunikasi dalam bahasa Bentong. Suku Bentong sering digolongkan ke dalam kelompok
suku Terasing, karena mereka membuat pemukiman yang jauh terpencil dari masyarakat lain. Mereka
suka berkelana di hutan sambil mencari dan berburu apa saja yang mereka temukan di hutan untuk
kebutuhan hidup mereka.

Suku Duri
Suku Duri terdapat di Kabupaten Enrekang, di daerah pegunungan yang berhawa sejuk di tengah-
tengah Propinsi Sulawesi Selatan, berbatasan dengan Tanah Toraja. Pemukiman orang Duri terdapat di
kecamatan Baraka, Alla dan Anggeraja yang seluruhnya berjumlah 17 desa. Mereka tinggal dekat
dengan jalan yang dapat dilalui mobil. Hanya sedikit yang bermukim di daerah pegunungan yang
tinggi.

Suku Enrekang
Suku Enrekang masih berhubungan erat dengan Bugis . Pada umumnya berdomisili di Kabupaten
Enrekang provinsi Sulsel. Sejak abad XIV, daerah ini disebut MASSENREMPULU yang artinya
meminggir gunung atau menyusur gunung, sedang sebutan Enrekang dari ENDEG yang artinya NAIK
DARI atau PANJAT dan dari sinilah asal mulanya sebutan ENDEKAN. Masih ada arti versi lain yang
dalam pengertian umum sampai saat ini bahkan dalam Adminsitrasi Pemerintahan telah dikenal dengan
nama “ENREKANG” versi Bugis sehingga jika dikatakan bahwa Daerah Kabupaten Enrekang adalah
daerah pegunungan, sudah mendekati kepastian sebab jelas bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari
gunung-gunung dan bukit-bukit

Suku Konjo Pegunungan


Suku Konjo Pegunungan terutama tinggal di wilayah pegunungan di Kecamatan Tinggi Moncong
dengan kotanya Malino, hampir seluruh Kabupaten Gowa dan Sinjai. Wilayah Kalimporo/Jannaya
merupakan pusat wilayah Konjo, yang memiliki keterikatan dengan daerah Tana toa lama dan desa-

3
desa Konjo yang lain. Bahasa yang mereka pergunakan adalah bahasa Konjo yang termasuk dalam
kelompok bahasa Makasar dan serupa dengan bahasa-bahasa lain di Sulawesi Selatan. Suku ini
mendiami hampir seluruh Kabupaten Gowa. Gowa bekas kerajaan yang menjadi obyek wisata, terletak
sekitar 30 km dari Ujung Pandang.

Suku Konjo Pesisir


Suku Konjo Pesisir mendiami empat kecamatan di sebelah tenggara dari wilayah Bulukumba - Kajang,
Herlang, Bonto Tiro dan Bonto Bahari. Yang juga termasuk suku ini adalah suku Konjo Hitam, yang
menempati daerah sebelah barat dari Kajang. Suku Konjo Hitam ini memilih mempertahankan cara
hidup lama, seperti misalnya : memakai pakaian hitam, tidak mengijinkan penggunaan peralatan
modern (misalnya kursi, lampu, kendaraan, sekolah) dan mempraktekkan ilmu sihir sebagai bagian dari
ibadah animistik mereka. Suku Konjo tinggal di Kabupaten Bulukumbu, kurang lebih 209 km dari kota
Ujung Pandang , Propinsi Sulawesi Selatan. Nama lain suku ini adalah Kajang - merupakan
perkampungan tradisional khas suku Konjo.

Suku Luwu
Kerajaan Luwu adalah kerajaan tertua, terbesar, dan terluas di Sulawesi Selatan yang wilayahnya
mencakup Tana Luwu, Tana Toraja, Kolaka, dan Poso. Perkataan “Luwu” atau “Luu” itu sebenarnya
berarti “Laut”. Luwu adalah suku bangsa yang besar yang terdiri dari 12 anak suku. Walaupun orang
sering mengatakan bahwa Luwu termasuk suku Bugis, tetapi orang-orang Luwu itu sendiri menyatakan
mereka bukan suku Bugis, tetapi suku Luwu. Sesuai dengan pemberitaan lontara Pammana yang
mengisahkan pembentukan suku Ugi’ (Bugis) di daerah Cina Rilau dan Cina Riaja, yang keduanya
disebut pula Tana Ugi’ ialah orang-orang Luwu yang bermigrasi ke daerah yang sekarang disebut Tana
Bone dan Tana Wajo dan membentuk sebuah kerajaan. Mereka menamakan dirinya Ugi’ yang diambil
dari akhir kata nama rajanya bernama La Sattumpugi yang merupakan sepupu dua kali dari
Sawerigading dan juga suami dari We Tenriabeng, saudara kembar dari Sawerigading. Suku Luwu
tinggal di Kabupaten Luwu dan sekitarnya.

Suku Kajang
Suku Kajang adalah salah satu suku yang tinggal di pedalaman Makassar, Sulawesi Selatan. Secara
turun temurun, mereka tinggal di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Bagi mereka, daerah itu

4
dianggap sebagai tanah warisan leluhur dan mereka menyebutnya, Tana Toa. Di Tana Toa, suku
Kajang terbagi menjadi dua kelompok, Kajang Dalam dan Kajang Luar. Suku Kajang Luar hidup dan
menetap di tujuh desa di Bulukumba. Sementara suku Kajang Dalam tinggal hanya di dusun Benteng.
Di dusun Benteng inilah, masyarakat Kajang Dalam dan Luar melaksanakan segala aktifitasnya yang
masih terkait dengan adat istiadat.

2. Rumah Adat

Rumah Adat Sulawesi Selatan Rumah Tongkonan adalah rumah adat bagi masyarakat suku Toraja
dan telah ditetapkan sebagai rumah adat Sulawesi Selatan. Rumah adat ini sangat terkenal bahkan
sampai ke penjuru dunia.
A. Struktur dan Arsitektur Rumah Adat 

Secara umum, rumah tongkonan memiliki struktur panggung dengan tiang-tiang penyangga bulat yang
berjajar menyokong tegaknya bangunan. Tiang-tiang yang menopang lantai, dinding, dan rangka atap
5
tersebut tidak di tanam di dalam tanah, melainkan langsung ditumpangkan pada batu berukuran besar
yang dipahat hingga berbentuk persegi. Dinding dan lantai rumah adat tongkonan dibuat dari papan-
papan yang disusun sedemikian rupa. Papan-papan tersebut direkatkan tanpa paku, melainkan hanya
diikat atau ditumpangkan menggunakan sistem kunci. 

Kendati tanpa dipaku, papan pada dinding dan lantai tetap kokoh kuat hingga puluhan tahun. Bagian
atap menjadi bagian yang paling unik dari rumah adat Sulawesi Selatan ini. Atap rumah tongkonan
berbentuk seperti perahu terbaling lengkap dengan buritannya. Ada juga yang menganggap bentuk atap
ini seperti tanduk kerbau. Atap rumah tongkonan sendiri dibuat dari bahan ijuk atau daun rumbia,
meski pun kini penggunaan seng sebagai bahan atap lebih sering ditemukan.

B. Fungsi Rumah Adat 

Selain dianggap sebagai identitas budaya, rumah tongkonan pada masa silam juga menjadi rumah
tinggal bagi masyarakat suku Toraja. Rumah Tongkonan dianggap sebagai perlambang ibu, sementara
lumbung padi yang ada di depan rumah atau biasa disebut Alang Sura adalah perlambang ayah.
Adapun untuk menunjang fungsinya sebagai rumah tinggal, rumah adat Sulawesi Selatan ini dibagi
menjadi 3 bagian, yakni bagian atas (rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bawah (sulluk
banua).

Bagian Atas atau disebut juga rattiang banua adalah ruangan yang terdapat di loteng rumah. Ruangan
ini digunakan untuk menyimpan benda pusaka yang dianggap memiliki nilai sakral. Benda-benda
berharga yang dianggap penting juga di simpan dalam ruangan ini.

6
Bagian Tengah atau disebut juga kale banua adalah bagian inti dari rumah adat Sulawesi Selatan.
Bagian ini terbagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan fungsi-fungsi khususnya, yaitu bagian utara,
bagian tengah, dan bagian selatan.

 Bagian utara disebut dengan istilah ruang Tengalok. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat
menerima tamu dan meletakan sesaji (persembahan). Selain itu, jika pemilik rumah sudah
mempunyai anak, maka ruangan ini juga digunakan sebagai tempat tidur anak. 
 Bagian pusat disebut Sali. Ruangan ini digunakan untuk beragam keperluan, seperti sebagai
tempat pertemuan keluarga, dapur, ruang makan, sekaligus tempat meletakan mayat yang
dipelihara. 
 Bagian selatan bernama Ruang Sambung. Ruangan ini khusus digunakan sebagai kamar kepala
keluarga. Tidak sembarang orang dapat masuk ke ruangan ini tanpa seizin pemilik rumah.

Bagian Bawah atau disebut juga sulluk banua adalah bagian kolong rumah. Bagian ini digunakan
sebagai kandang hewan atau tempat menyimpan alat-alat pertanian.

C. Ciri Khas dan Nilai Filosofis 


Selain dari bentuk atapnya yang seperti tanduk kerbau, ada beberapa ciri khas lain dari rumah
tongkonan yang membuatnya begitu berbeda dengan rumah adat dari suku-suku lain di Indonesia.
 Ciri-ciri tersebut di antaranya:

 Memiliki ukiran di bagian dinding dengan 4 warna dasar, yaitu merah, putih, kuning dan hitam.
Masing-masing warna memiliki nilai filosofis, merah melambangkan kehidupan, putih
melambangkan kesucian, kuning melambangkan anugerah, dan hitam melambangkan kematian. 
 Di bagian depan rumah terdapat susunan tanduk kerbau yang digunakan sebagai hiasan
sekaligus ciri tingkat strata sosial si pemilik rumah. Semakin banyak tanduk kerbau yang dipasang,
maka semakin tinggi kedudukan pemilik rumah. Tanduk kerbau sendiri dalam budaya toraja
adalah lambang kekayaan dan kemewahan. 
 Di bagian yang terpisah dari rumah tongkonan terdapat sebuah bagunan yang berfungsi sebagai
lumbung padi atau disebut alang sura. Lumbung padi juga berupa bangunan panggung. Tiang-tiang
penyangganya dibuat dari batang pohon palem yang licin sehingga tikus tidak bisa masuk ke dalam

7
bangunan. Lumbung padi dilengkapi pula dengan ukiran bergambar ayam dan matahari yang
melambangkan kemakmuran dan keadilan.

3. Pakaian Adat

Masing-masing suku yang tinggal di Sulawesi Selatan sebetulnya memiliki kekhasan dan karakteristik
baju adat yang beraneka ragam. Akan tetapi, di antara aneka ragamnya jenis pakaian adat tersebut, baju
bodo menjadi pakaian adat resmi yang digunakan sebagai ciri khas provinsi Sulawesi Selatan terutama
bagi para wanitanya.
1. Pakaian Wanita dalam Adat Sulawesi Selatan 
Baju Bodo dianggap sebagai pakaian adat Sulawesi Selatan paling pertama dikenal oleh
masyarakatnya. Dalam kitab Patuntung, kitab suci ajaran Animisme dan Dinamisme nenek moyang
suku makassar, baju ini bahkan disebutkan dengan jelas, mulai dari bentuk, jenis hingga cara
pemakaiannya. Ilmu tekstil yang telah dikenal sejak zaman batu muda oleh nenek moyang suku
makassar membuat baju bodo begitu nyaman dikenakan.

Baju ini sengaja dibuat dari bahan kain muslin. Kain ini adalah kain hasil pintalan kapas yang dijalin
bersama benang katun. Rongga dan kerapatan benang yang cukup renggang, menjadikan kain ini sejuk
dikenakan sehingga cocok dipakai di iklim tropis Sulawesi Selatan

8
.
Sebagian masyarakat Makassar menyebut baju bodo dengan nama bodo gesung. Alasannya adalah
karena pakaian ini memiliki gelembung di bagian punggungnya. Gelembung tersebut muncul akibat
baju bodo dikenakan dengan ikatan yang lebih tinggi. Secara sederhana, berikut ini adalah penampakan
dari baju bodo yang lebih sering digunakan oleh kaum wanita.

Dari kenampakan gambar pakaian adat Sulawesi Selatan di atas, kita dapat melihat bahwa baju bodo
merupakan baju tanpa lengan. Jahitan hanya digunakan untuk menyatukan sisi kanan dan kiri kain,
sementara pada bagian bahu dibiarkan polos tanpa jahitan. Bagian atas baju bodo digunting atau
dilubangi sebagai tempat masuknya leher. Lubang leher ini pun dibuat tanpa jahitan. Sebagai bawahan,
sarung dengan motif kotak-kotak akan dikenakan dengan cara digulung atau dipegangi menggunakan
9
tangan kiri. Pemakainya juga akan mengenakan beragam pernik aksesoris seperti kepingan-kepingan
logam, gelang, kalung, bando emas, dan cincin.

Dalam kitab Patuntung, ada aturan yang menyebutkan penggunaan warna khusus bagi tingkatan usia
wanita yang akan mengenakan baju dodo ini. Aturan warna tersebut antara lain: 

1. Warna jingga dipakai oleh perempuan umur kurang dari 10 tahun.  


2. Warna jingga dan merah darah dipakai oleh perempuan umur 10 hingga 14 tahun.  
3. Warna merah darah dipakai oleh untuk 17 hingga 25 tahun.  
4. Warna putih dipakai oleh para inang dan dukun.  
5. Warna hijau dipakai oleh puteri bangsawan.  
6. Warna ungu dipakai oleh para janda.

Kendati aturan tersebut pada masa silam wajib dipatuhi, namun sekarang ini para wanita yang akan
menggunakan pakaian adat Sulawesi Selatan ini bebas hendak mengenakan baju dodo dengan warna
apapun, mengingat kepercayaan animisme dan dinamisme yang dianut oleh warga Sulawesi Selatan
semakin luntur setelah masuknya Islam ke Indonesia.

2. Pakaian Pria dalam Adat Sulawesi Selatan 


Baju bodo hanya dikenakan oleh wanita Makassar, sementara para prianya mengenakan pakaian adat
yang bernama baju bella dada. Baju ini dikenakan bersama paroci (celana), lipa garusuk (kain sarung),
dan passapu (tutup kepala seperti peci). Model baju bela dada adalah baju bentuk jas tutup berlengan

10
panjang dengan kerah dan kancing sebagai perekat. Baju ini juga dilengkapi dengan saku di bagian kiri
dan kanannya.

Berbeda dengan baju bodo yang dibuat dari kain muslin, pakaian adat Sulawesi Selatan khusus untuk
laki-laki ini justru dibuat dari bahan yang lebih tebal. Seperti dari kain lipa sabbe atau lipa garusuk.
Sementara untuk warnanya biasanya tidak ada ketentuan alias bisa disesuaikan dengan selera para
penggunanya. 
Passapu atau tutup kepala yang digunakan sebagai pelengkap baju bella dada umumnya dibuat dari
anyaman daun lontar dengan hiasan mbring atau benang emas yang disusun. Passapu dapat pula tidak
diberi hiasan. Passapu polos atau biasa disebut passapu guru ini lazimnya digunakan oleh para dukun
atau tetua kampung.

11
Selain passapu, para laki-laki juga tak ketinggalan untuk mengenakan aksesoris pelengkap pakaian
yang digunakan. Beberapa aksesoris di antaranya adalah gelang, keris, selempang atua rante sembang,
sapu tangan, dan sigarak atau hiasan penutup kepala.

Gelang yang digunakan adalah gelang dengan motif naga dan terbuat dari emas, sehingga gelang ini
dinamai gelang ponto naga. 

 Keris yang dipakai adalah keris dengan kepala dan sarung terbuat dari bahan emas. Keris ini
disebut pasattimpo atau tatarapeng. 
 Sapu tangan yang dikenakan adalah sapu tangan dengan hiasan khusus. Sapu tangan ini dinamai
passapu ambara.

4. Senjata Tradisional
1. Senjata Tradisional Badik Raja 

Badik raja adalah jenis badik yang berasal dari daerah Kajuara, Kabupaten Bone. Masyarakat sekitar
percaya bila badik bernama lain gencong raja ata bontoala ini dibuat oleh mahluk halus, tak heran bila
nilai sakral yang dimilikinya menjadi sangat tinggi. Badik raja berukuran agak besar dengan panjang
antara 20 sd 25 cm. Bentuknya seperti badik lampo battang dengan bilah yang membungkuk dan perut
bilah yang membesar. Badik ini dibuat dari logam kualitas tinggi dan kerap dilengkapi dengan pamor

12
indah di bagian hulunya, seperti pamor timpalaja atau pamor mallasoancale. Sesuai namanya, senjata
tradisional Sulawesi Selatan ini dahulunya kerap digunakan oleh para raja-raja Bone.

2. Senjata Tradisional Badik Lagecong 

Jenis badik selanjutnya adalah badik lagecong. Badik ini dahulunya digunakan untuk berperang atau
dalam keadaan terdesak. Yang unik dari badik jenis ini adalah adanya bisa racun yang ada pada
bilahnya. Sekali melukai, lawan tak akan butuh waktu lama untuk menghembuskan nafas terakhirnya.
Karena hal itu, badik ini memiliki nilai kehormatan tersendiri. Jenis senjata tradisional Sulawesi
Selatan ini kini banyak dicari orang sebagai koleksi. Ukurannya memang hanya sejengkalan orang
dewasa, kecil tapi mematikan. Itulah yang menambah nilai keunikannya.

3. Senjata Tradisional Badik Luwu 

Sesuai namanya, Badik Luwu berasal dari budaya masyarakat kabupaten Luwu di masa silam.
Bentuknya membungkuk seperti bungkuk kerbau (mabbukku tedong). Bilahnya lurus dan meruncing di
13
bagian ujung. Sebagian masyarakat Bugis percaya bila badik ini disepuh dengan bibir kem*luan gadis
perawan, maka orang dengan ilmu kebal apapun akan mati bila ditusuk.

4. Senjata Tradisional Badik Lompo Battang 

Jenis badik selanjutnya adalah badik Lompo Battang. Dalam bahasa Bugis, lompo battang berarti perut
besar. Tak heran jika kita lihat bentuk bilahnya memang tampak seperti perut yang besar. Jenis senjata
tradisional Sulawesi Selatan ini juga tak kalah unik. Wajar bila banyak kolektor yang memburunya. 

5. Tari tarian Daerah 


1. Tari Kipas Pakarena

14
Gandrang Pakarena merupakan sebuah lagu daerah Sulawesi Selatan, namun Pakarena yang satu ini
merupakan salah satu tarian tradisional Provinsi Sulawesi Selatan. Tari Pakarena atau dikenal pula
dengan Tari Kipas Pakarena adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Gowa,
Sulawesi Selatan. Tarian ini dibawakan oleh para penari wanita dengan berbusana adat dan menari
dengan gerakannya yang khas serta memainkan kipas sebagai atribut menarinya. Tari Kipas Pakarena
ini sering ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat maupun hiburan, bahkan Tari Kipas
Pakarena ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Gowa

Dalam pertunjukan Tari Kipas Pakarena biasanya ditampilkan oleh 5-7 orang penari wanita. Dengan
berbusana adat dan diiringi musik pengiring yang dimainkan dari alat musik tradisional Sulawesi
Selatan yang sering disebut dengan gondrong rinci. Gondrong rinci ini merupakan musik tradisional
yang terdiri dari gendrang dan seruling. Musik pengiring ini biasanya dimaikan oleh 4-7 orang pemain
musik. Salah satu pemusik biasanya memainkan seruling dan yang lainnya memainkan gendrang
dengan cara yang berbeda-beda sehingga menghasilkan suara yang padu. 

2.Tari Pattennung

Tari Pattennung merupakan tari tradisional dari Sulawesi Selatan. Tari Patenung menggambarkan
wanita-wanita asal Sulawesi selatan yang sedang menenun. Tarian Pattenung ini menggambarkan pula
kesabaran dan ketekunan serta bagaimana gigihnya para perempuan Toraja Sulawesi Selatan yang
menenun benang menjadi kain.

15
Adapun penari pattennung menggunakan pakaian adat khas Sulawesi Selatan yaitu berupa baju bodo
panjang, lipaq sabbe (sarung), curak lakba, serta hiasan bangkara, rante ma’bule, pontoyang digunakan
dalam tari pattenun. Adapun properti yang digunakan berupa sarung lempar.

3.Tari Ma'Gellu

Tari Ma'gellu adalah tarian tradisional Sulawesi Selatan. Tarian Ma’gellu awalnya dikembangkan di
Distrik Pangalla’, sekitar 45 km ke arah Timur dari kota Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi
Sulawesi Selatan. Tarian ini biasanya dipentaskan pada upacara adat khusus yang disebut Ma’Bua’,
yang berkaitan dengan upacara pentasbihan Rumah adat Toraja/Tongkonan, atau keluarga penghuni
tersebut telah melaksanakan upacara Rambu Solo’ yang sangat besar (Rapasaan Sapu Randanan). 

Seiring perkembangannya, saat ini tarian Ma’gellu’ juga dipertunjukkan di upacara kegembiraan
seperti pesta perkawinan, syukuran panen, dan acara penerimaan tamu terhormat. Tarian Ma'gellu
dilakukan oleh remaja putri berjumlah ganjil diiringi irama gendang yang ditabuh oleh remaja putra
yang berjumlah empat orang.

16
4. Tari Ma'randing

Tari Ma'randing adalah tarian tradisional Sulawesi Selatan yang dipentaskan pada pemakaman besar
(biasanya orang dengan kasta tinggi). Para penari menggunakan pakaian perang tradisional dan senjata.
Tari ini secara mendasar adalah sebuah tari partriotik atau tari perang. 

Kata ma'randing sendiri berasal dari kata randing yang berarti "mulia ketika melewatkan". Tari ini
menunjukkan kemampuan dalam memakai senjata tradisional Sulawesi Selatan dan menunjukkan
keteguhan hati serta kekuatan seseorang yang meninggal selama hidupnya. Tarian Ma'randing
dibawakan oleh beberapa orang yang setiap orangnya membawa perisai besar, pedang dan sejumlah
ornamen. Setiap objek menyimbolkan beberapa makna. Perisai yang dibuat dari kulit kerbau (bulalang)
menyimbolkan kekayaan, karena hanya orang kaya yang memiliki kerbau sendiri. Pedang (doke, la'bo'
bulange, la'bo' pinai, la'bo' todolo) menunjukkan kesiapa untuk perang, yang menyimbolkan
keberanian.
Tari ini dilakukan dengan 4 prinsip gerakan, yaitu :

2. Komanda menginspeksi tiap orang dan senjatanya, menyimbolkan disiplin.


3. Senjata diulur dan perisai ditarik kebelakang, menyimbolkan kesigapan.
4. Salah satu kaki diangkat sementara itu yang lain di tanah, menyimbolkan keteguhan hati.

17
5. Para menari mundur kebelakang, sementara itu satu penari bergerak ke kanan dan yang lain ke
kiri, menyimbolkan kesigapan. 

Selama tarian, para penari berteriak untuk menyemangati satu sama lain selama pertempuran. Penonton
akan turut serta berteriak. Teriakan ini (peongli) terkadang bervariasi diberbagai tempat.  Makna yang
terkandung dari tarian Ma'randing ini adalah untuk menjaga desa dan melindungi para gadis muda dari
penculikan desa tetangga. 

6. Alat Musik Tradisional Sulawesi Selatan


beserta Gambar dan Keterangannya
Alat musik tradisional Sulawesi Selatan (Makassar) dan gambar beserta keterangannya adalah
informasi yang penting untuk diketahui oleh Anda. Mengapa? Karena alat musik tersebut
merupakan budaya asli Indonesia yang harus kita jaga bersama.

Alat musik tradisional Sulawesi Selatan disebut juga kesenian daerah yang kaya akan nilai-
nilai sejarah masa lalu sebagai warisan budaya. Meski tidak semua alat musik klasik itu dapat
digunakan lagi, namun keberadaannya harus terus terjaga sampai kini, bagian dari seni musik ini
jangan pupus ditelan zaman.

Sama seperti alat musik dari daerah lain, baik di Indonesia maupun luar negeri, cara memainkan alat
musik tradisional Sulawesi Selatan berbeda-beda, ada yang dengan cara dipukul, dengan cara ditiup
sampai dengan cara digesek serta alat musik tersebut hanya digoyang saja sudah menghasilkan bunyi
yang sampai ditelinga.

Berikut ini adalah alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang penting untuk diketahui.

18
1. Jalapa

Jalappa (Jalapa) adalah alat musik tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan. Alat ini berbentuk
seperti Simbal yang terbuat dari logam kuningan. Tidak berlaku umum, alat musik ini dimainkan pada
saat upacara adat tertentu. Nama alat musik tradisional Sulawesi Selatan mempunyai nama lain, yaitu
dibeberapa daerah lebih dikenal dengan sebutan Kancing-Kancing karena bentuknya yang menyerupai
Kancing berukuran besar.

Masyarakat setempat sering memainkan alat musik Jalappa pada saat upacara adat tolak bala . Sebagian
dari mereka menggunakannya menjadi bagian dari peralatan dukun di beberapa daerah. Sebelum
permainannya, pada umumnya jika pada tarian daerah Sulawesi Tenggara dimulai, alat musik ini
terlebih dulu dibacakan mantra-mantra dengan diiringi alat musik lainnya.

2. Tolindo/Popondi

19
Selanjutnya adalah alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang dimainkan dengan cara dipetik.
Memiliki bentuk unik, alat musik ini terbuat dari bahan kayu berbentuk busur yang bertumpu pada
tempurung kelapa utuh. Sedang pada bagian busur, terdapat senar panjang yang akan menghasilkan
suara bila dipetik. Mayoritas masyarakat Bugis memeberi nama alat musik ini dengan sebutan Tolindo,
sedangkan masyarakat Makassar memberi nama alat musik ini dengan sebutan Popundi.

3. Gendang Bulo

Alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang ini sama seperti Gendang pada umumnya yang tidak
memiliki membran. Dimana alat musik klasik ini akan mengeluarkan suara bila ditepuk atau dipukul
bagian kulitnya menggunakan telapak tangan.

Bagi masyarakat Bugis, alat musik ini disebut dengan nama Idiokardo, sedangkan pada masyarakat
Makassar menyebutnya Gendang Bulo.

20
4. Keso-Keso

Alat musik Keso-keso merupakan alat musik tradisional Sulawesi Selatan. Ada persamaan dengan alat
musik Rebab, akan tetapi jika alat musik Rebab bisa memiliki 3-4 dawai, Keso hanya memiliki 2 dawai
saja.

Untuk memainkan alat musik masa lalu ini, Anda cukup menggesek dawainya, maka akan keluarlah
bunyi yang sampai ditelinga. Bagi mereka yang sudah bisa memainkan alat musik Rebab, maka tidak
akan mengalami kesusahan dalam memainkan alat musik Keso-keso.

5. Alosu

Alat musik Alosu sangat unik bentuknya, yakni berupa sebuah kotak anyaman yang di dalamnya
diisikan banyak biji-bijian atau batu kecil. Berbeda dengan alat musik lain, alat musik tadisional
Sulawesi Selatan ini dimainkan dengan cara digoyang-goyangkan.

21
6. Suling Lembang

Alat musik khas tradisional yang termasuk berasal dari Sulawesi Selatan ini adalah sebuah alat musik
tiup. Karena itu, cara memainkan alat musik Suling Lembang tidak jauh berbeda dengan Suling pada
umumnya. Adapun yang membedakannya, Suling Lembang mempunyai ukuran sangat besar, yaitu
dengan panjang 50 sampai 100 cm dan diameter 2 cm. Supaya bunyinya bervariasi, Suling lembang
dilengkapi dengan lebih dari 8 lubang nada.

7. Puwi-Puwi

Yang ini adalah alat musik Puik-Puik yang dikenal juga sebagai alat musik dari Sulawesi Selatan.
Persis terompet, bentuk dan cara memainkan alat musik ini sama persis dengan terompet yang ada
didaerah lain.
22
8. Rebana

Banyak daerah mengklaim bahwa alat musik Rebana berasal dari daerahnya, termasuk propinsi
Sulawesi Selatan. Hanya saja terkait dengan penyebetan masung-masing daerah memiliki perbedaan.
Terbang Rebana adalah sebutan bagi masyarakat Bugis, sedang Terbang adalah sebutan bagi
masyarakat Makassar.

Sederhananya, alat musik ini merupakan alat musik Gendang yang menggunakan membran. Kayu
adalah bahan untuk membuatnya, baik dari kayu cendana, pohon nangka, pohon kelapa dan kayu jati.

9. Basi-Basi

Basi-Basi termasuk sebagai alat musik tradisional Sulawesi Selatan. Nama lainnya adalah Klarinet
menurut masyarakat Makassar, sedang menurut masyarakat Bugis adalah Basi-basi. Alat musik ini
merupakan alat musik tiup yang didalamnya terdapat membran rangkap.

Dalam berbagai acara adat di Sulsel, biasanya alat musik zaman dahulu ini dimainkan, seperti untuk
acara pesta, perkawinan dan syukuran.
23
10. Kacaping

Kacaping adalah alat musik tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan. Alat musik ini dimainkan
dengan cara dipetik. Kacaping memiliki 2 dawai yang dikaitkan pada kayu berbentuk seperti perahu.
Konon, alat musik Kacaping ini pertama kali ditemukan oleh seorang pelaut Bugis.

Pada acara-acara adat seperti upacara pernikahan, penjemputan tamu, atau saat bersenda gurau dengan
keluarga alat musik ini dimainkannya. Nama lain dari Kacaping adalah Kecapi.

11. Ana’ Becing

Pada poin ini, kita akan sedikit mengulas alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang bernama Ana’
Becing. Berdasarkan informasi yang didapat, Ana’ Becing terbuat dari logam dan dimainkan dengan
cara dipukulkan satu sama lain. Mempunyai bentuk yang unik, yaitu menyamai sepasang dayung
membuat alat musik ini cukup dikenal, terlebih karena sering dimainkan dalam pertunjukan seni musik
karnaval atau parade pesta serta upacara adat pada zamannya.

Sumber :
1. https://dtechnoindo.blogspot.com/2017/10/kebudayaan-provinsi-sulawesi-selatan.html
2. https://www.silontong.com/2018/10/19/alat-musik-tradisional-sulawesi-selatan/#

24

Anda mungkin juga menyukai