id/2010/10/31/kebudayaan-kabupaten-buol-atau-toli-toli-di-sulawesitengah/
Masyarakat dan Kebudayaan Kabupaten Buol atau Toli-Toli di Sulawesi Tengah
POSTED ON 31 OCTOBER, 20104 NOVEMBER, 2010 BY OLIVIASARITA
Asal mula penduduk yang mendiami daerah Sulawesi Tengah dari tradisi lisan di kecamatan Banawa,
kabupaten Donggala di peroleh cerita yang berbentuk mitos legendaris yang mengandung unsur-unsur
pengaruhnya agama islam. Menurut mitos tersebut asal nenek moyang mereka dari tanah sanggamu (tanah
senggama). Tanah sanggamu terdiri atas dua buah genggam tanah, satu pria dan satu wanita. Mula-mula Tuhan
menciptakan dari segenggam tanah seorang laki-laki yang bernama Mulajadi dan segenggam lainnya seorang
wanita yang bernama Jaruantanah, yang belum memiliki alat kelaminsempurna. Nanti Mulajadi lah yang
membantu menyempurnakan alat kelaminnya dengan menggunakan tulang rusuk kirinya, lalu mereka menjadi
suami istri. Dua orang inilah yang menurut cerita itu menurunkan penduduk atau penghuni Sulawesi Tengah.
Para orang tua pemberi informasi di atas masih menyimpan dan menggenggam tanah tersebut yang di peroleh
dari warisan turun-temurun sebagai benda pusaka keramat. Pada umumnya yang menyimpan tanah atau batu
(disebut batu karena telah lamanya penyimpanan tanah sehingga mengeras menyerupai dua buah batu)
tersebut merupakan keturunan dari penguasa-penguasa kerajaan yang terbilang sesepuh.
Di pantai timur propinsi Sulawesi Tengah tepatnya di teluk Tomini di jumpai suku bangsa yang bahasanya
sedikit lain dari bahasa Ledo dan bahasa Poso (Baree). mereka itu di namakan suku Tomini yang terdiri atas
dua suku yaitu suku Tialo dan suku Lauje. Pada masyarakat ini di temui satu kepercayaan bahwa asal mula
kejadian hidup ini ialah di suatu tempat di atas Pegunungan Palasa bernama Lembo Dayoan. Asal kejadiannya
menurut cerita karena pertemuan langit dan bumi. Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah,
maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam
masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan
masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga
terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk, dan sebaran suku Gorontalo di
kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten
Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala
Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang
bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan. Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya
tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian
dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin
sebagai pakaian penghangat badan.
Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki
satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau
upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut
Gampiri. Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang
dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa.
Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster
atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan
parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat. {wikipedia}
Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional
memiliki instrume seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan
sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat waino musik tradisional
ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer
bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari
kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival. Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang
berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten
Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan harihari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan
membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang
di Indonesia ketika Perang Dunia II.
Di Sulawesi Tengah ini pengaruh seni kebudayaan asing dapat ditemukan yang berasal dari orang barat.
Pengaruh kebudayaan asing adalah pengaruh kebudayaan yang datang dari luar, maka seiring dengan
datangnya pengaruh ajaran islam, bidang kebudayaannya pun ikut mendapat pengaruh kebudayaan islam
contohnya dalam seni membangun tempat ibadah atau masjid, dalam tata krama pergaulan, kesenian dan
sebagainya. Juga pengaruh dari orang Bugis Makassar ikut memperkaya perkembangan kebudayaan di
Sulawesi Tengah seperti dalam tata pemerintahan, bangunan rumah, adat kebiasaan, nama dan cara orang
berpakaian, masakan dan sebagainya.
Begitu pula dengan datangnya ajaran islam yang di bawa oleh tokoh Datuk Karama dari Minangkabau ikut pula
memperkaya kebudayaan kesenian di Sulawesi Tengah khususnya di lembah Kaili, pengaruh kebudayaan
minang dalam bentuk nama seperti Ince, Dato. Alat kesenian seperti kakula, pemakaian panji dalam orangorangan pada upacara adat, masakan, dan sebagainya.
Mengenai hubungan dengan bahasa tetangga juga saling mempengaruhi, hal ini dapat dilihat bahwa antara
bahasa-bahasa yang dikenal di daerah ini dengan bahasa-bahasa di Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar,
Mandar, dan Toraja) ada persamaan kata-kata. {Adat Istiadat Daerah Sulawesi Tengah, Proyek Penelitian dan
Pencatatan Departemen Pendidikan, 1977/1978: 22-23}
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat 72.36% penduduk memeluk
agama Islam, 24.51% memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu dan Budha. Islam disebarkan
di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera Barat dan diteruskan oleh Said ldrus
Salim Aldjufri seorang guru pada sekolah Alkhairaat. Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten
Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda A.C Cruyt dan Adrian.
Uraian di atas merupakan sedikit pengetahuan tentang kebudayaan di wilayah Sulawesi Tengah. Pada blog ini
saya akan menjelaskan dan menguraikan secara detail tentang kebudayaan dan kehidupan pada masyarakat di
Kabupaten Buol atau Toli-Toli.
Dengan wafatnya Raja Anoglipu atau Kuntu Amas, maka kabupaten Toli-Toli ini terbagi menjadi 4 bagian
kerajaan lagi yang masing-masing raja nya sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Perkembangan
Bataralangit meninggal 1540 diganti oleh anaknya yang bernama Eanto Moh. Tahir dengan gelar Madika
Moputi. Dalam Baool Staat raja ini merupakan raja pertama dalam susunan raja-raja dan tinggal di Pinamula
1540-1595.
Pada masa pemerintahan Eato Mohammad Tohir sudah ada hubungan dengan Ternate. Dengan Ternate
mungkin hubungannya sebagai daerah taklukan dari Ternate. Buktinya adanya penyerahan tongkat kerajaan di
mana tongkat tersebut memakai inisial Sultan Ternate di bagian pangkalnya. Di samping itu Pombang Lipu
bersahabat dengan raja-raja Bolaang Mongondow, Dolaan Itam, Kaidipan, dan Raja Gorontalo.
Dengan Gorontalo Eato Mohammad Tohir terikat hubungan keluarga. Hubungan kerajaan Toli-Toli dengan
kerajaan Gorontalo karena terikatnya hubungan keluarga dengan menikahnya Ndain dengan Kurambu (putrid
Toli-Toli).
Hubungan dangan Goa sebagai daerah taklukan di samping hubungan keluarga. (lihat sejarah atlas Moh.
Yamin pada abad XVI-XVIII). Hubungan dengan Sigi sebagai keluarga dengan nikahnya keturunan Raja Toli-Toli,
dengan Putri Sigi setelah Toli-Toli ditaklukan oleh Raja Sigi.
1. Pemenuhan Kebutuhan
Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara-cara pemenuhan kebutuhan dari zaman kuno. Untuk beberapa
daerah sudah mulai di lakukan penanaman padi. Di Toli-Toli sudah mulai mengenal penanaman padi, yaitu pada
tempat-tempat yang di genangi air. Mereka yang menanam di rawa belum mengetahui teknik pengaturan air
hingga padi di tanamnya sampai tua tetap tergenang dalam air. Sudah mulai penanaman sagu (yang tadinya
hanya tumbuh sendiri di hutan-hutan) dan kelapa yang sering dijadikan emas kawin. Mereka sudah mulai
memelihara binatang ternak seperti ayam, anjing (untuk berburu), kerbau dan sapi. Di samping pertanian lading
di beberapa tempat sudah mulai mengerjakan sawah. Juga berburu dan mengambil hasil hutan seperti rotan,
dammar, untuk kebutuhan sendiri-sendiri.
2. Hubungan Antargolongan
Dalam masyarakat semakin jelas adanya kelompo-kelompok raja, bangsawan, orng merdeka, budak atau
hamba. Hubungan antara golongan-golongan in di atur oleh adat yang sudah melembaga dalam masyarakat. Di
Toli-Toli antara golongan Unbokilan dan Manuru sudah ada kerukunan. Tingkatan-tingkatan dalam masyarakat
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
1. Pendidikan
Masih tetap pendidikan tradisional diadakan dalam hubungan keluarga untuk membentuk watak, susila, dan
ketrampilan dalam memenuhi keperluan hidup seperti misalnya pengetahuan dalam pengolahan tanah dan
berburu.
Dengan cerita lisan dibina pembentukan watak anak untuk mengetahui tata susila, menjadi berani dan kesatria.
Etiket dalam pergaulan dimana yang muda harus menghormati yang lebih tua, golongan bawah harus
menghormati golongan atas (bangsawan), demikian pula sebaliknya bagaimana golongan bangsawan
menghadapi golongan di bawahnya. Karena pada zaman baru ini telah terpengaruh ajaran islam yang sudah
masuk ke Sulawesi Tengah (walaupun belum menyeluruh), maka mulai lah dalam lingkungan yang memeluk
kepercayaan ini diadakan pelajaran mengaji Al-Quran dan cara pelaksanaan ibadah (syariah islam).
2. Kesenian
Pada umumnya agama sama dengan kesenian zaman kuno. Seni tari, musik, nyanyian yang pada umumnya
diadakan dan dikaitkan dengan upacara penyembahan pada roh (tari sakral dan magis), di samping untuk
pergaulan muda mudi disaat tertentu menurut adat. Dengan masuknya ajaran islam maka juga termasuk dalam
seni ini yaitu seni bacaan Al-Quran dan dzikir diadakan pada saat-saat tertentu seperti pada bulan ramadhan,
pada waktu kematian, selamatan, perkawinan, dan lainnya.
Dalam bidang pertanian berlangsung upacara-upacara adat sejak membuka lading baru sampai upacara panen
yang di sebut Adantane. Jiwa daripada upacara ini ialah laku perbuatan suci yang berisikan kepercayaan leluhur
(nenek moyang) kepada yang dianggapnya penguasa tanah (To Manuru) yang memberikan kesuburan,
keberhasilan, atau kegagalan. Dalam kontak dan komunikasi dengan penguasa itu diadakanlah upacara-upacara
adat.
1.
a.
Motengge ntalu (memecahkan telur), yaitu telur masak yang dibawa oleh para petani. Yang berperan disini
ialah Pogane (ahli mantra). Dengan hasil pemecahan telur tersebut akan diketahui atau sebagai suatu alamat
bahwa usaha lading tersebut dapat berhasil atau gagal. Tanda-tanda kegagalannya kalau ada telur yang busuk,
kosong atau lainnya yang menunjukan tanda-tanda tidak baik.
b. Mogane ridayo (membaca mantra-mantra dikuburan yang dianggap keramat). Semua bahan-bahan untuk
keperluan upacara balia dibawa kekuburan.
Selesai Mogane Ridayo, semua peserta kembali ke Bantaya. Di tempat iniTogura Ntalua telah membagi lokasi
kebun atau lading baru untuk mereka olah masing-masing
Mengelilingi benih padi yang akan ditanam dengan suatu upacara, yaitu membaca mantra-mantra dengan
membuat tempat sesajianyang di sebut suampela (semacam kayu bercabang atau tiga batang kayu diikat
bagian tengahnya untuk membuat tiang dan bagian atas atau cabang tempat menyimpan benda-benda
sesajian).
Nobalia.
Selesai upacara diatas semua peserta harus pulang ke Bantaya. Di sini diadakan upacara balia di mana orangorang yang kemasukan atau kesurupan makhluk-makhluk halus (topokoro balia) sudah siap.
Petugas-petugas adapt inti bersama-sama dengan anggotanya dan para petani menuju ke kebun untuk
menanam benih pada hari yang telah ditentukan.
Bila padi sudah mulai berisi para petugas adat berkumpul untuk mengadakan upacara No unja Bosu, (mengurus
bagian padi yang sedang berisi). Demikian pula jagung yang mulai berisi. Kemudian upacara kunjungan ke
kuburan keramat untuk berdoa (mengucapkan mantra-mantra) seperti waktu sebelum menanam benih atau bibit.
Dalam upacara ini disembelih seekor ayam. Darahnya diambil dan dibubuhkan pada padiyang tumbuh dari benih
yang pertama kali ditanam. Juga diantar berbagai jenis makanan ke kuburan untuk sesajian yang diletakkan
pada sebuah tempat dari kayu bercabangdengan diiring mantra-mantra, yang isinya sama dengan upacara
diatas.
Modindi (upacarapuji-pujian).
Modindi yaitu suatu upacara puji-pujian kepada pemberi hasil dengan lagu dan syair-syair tertentu. Isi syair
melukiskan asal usul padi atau jagung sampai pada proses pengolahannya.
Yang memetik padi pertama kali ialah dukun (sando yang dibarengi dengan mantra-mantra, disusul oleh para
anggota lainnya yang mengikutiupacara cara pemetikan.
Acara Nopinji.
Padi yang dipanen belum dapat dimakan sebelum diadakan acara Nopinji, yaitu membawa sesajian kepada
pemberi hasil. Sesajian tersebut ialah beras baru yang dimasak pertama kali di bawa ke kuburan keramat
disertai mantra-mantra.
Mengadakan upacara makan-makan sebagai pesta pora dengan segala jenis macam makanan.
No Wunja.
No Wunja adalah suatu pesta upacara selamatan selesai panen secara masal dengan acara yang besar dan
meriah pada lokasi di sekitar baruga (rumah adat). Jenis wunja ada tiga macam, tergantung dari maksud dan
tujuannya, yaitu:
Bentuk wunja mana yang akan dilaksanakantergantung daripada hasil musyawarah di Bantaya.
Pakaian sehari-hari
Bahan-bahannya terdiri dari kulit kayu Nuru (pohon beringin), cara pembuatan kainnya dari kulit kayu yang
bahannya dari kulit kayu Nunu. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
Merebus kulit kayu tersebut sampai masak lalu di bungkus selama tiga hari.
Di cuci dengan air untuk membersihkan getahnya dan biasanya menggunakan pula abu dapur.
Kulit kayu tersebut di pukul dengan alat yang di sebut pola (bahannya dari batang enau) sampai
mengembang dan melebar. Kemudian dipukul dengan alat yang bernama tinahi yang di buat dari batu yang agak
kasar. Disini dapat disambung bahan yang satu dengan bahan yang lainnya agar menjadi lebar dan panjang, di
susul dengan alat ike yang halus sampai bahan tersebut sudah menjadi sehelai kain yang panjangnya tiga
sampai lima meter.
Sesudah kering dilipat untuk diratakan dengan pola tidak bergigi (niparondo) yaitu semacam setrika.
Pakaian upacara
Kalau pakaian sehari-hari terbuat dari kulit kayu Nunu (pohon beringin), maka khusus untuk pakaian upacara
bahannya juga dibuat dari kulit kayu, tetapi kulit kayu dari kayu Ivo yang dapat menghasilkan kain kulit kayu yang
lebih halus dan bermutu, dan lebih baik daripada yang terbuat dari kulit kayu Nunu. Kulit kayu Ivo setelah selesai
pengolahannya menjadi kainyang warna dasarnya adalah putih. Cara pembuatanya sama dengan cara
pembuatan kain kulit pohon Nunu.
Perhiasan sehari-hari
Baik laki-laki maupun perempuan jarang menggunakan perhiasan. Bagi perempuan cukup anting-anting, kalung
dan gelang yang bahannya dari manik-manik yang disambung atau diikat satu sama lain.
Daun enau atau daun kelapayang dikeluarkan lidinya. Daun enau atau daun kelapa tersebut dianyam,
dibentuk sesuai keinginan atau terurai begitu saja., dan fungsinya hanya sebagai dekorasi.
Selain itu juga dikenal dengan menggunakan alat dekorasi yaitu Mbesa, kain kulit kayu yang khusus
dibuat dilengkapi hiasan-hiasan yang fungsinya hanya untuk hiasan (dekorasi) pada upacara-upacara tertentu.
3. Tempat Perlindungan atau Perumahan
Rumah tinggal masyarakat Toli-Toli di Sulawesi Tengah, bentuknya rumah panggung segiempat panjang, bagian
samping kiri atau kanan serta muka belakang memakai dinding, tidak mempunyai kamar hanya menggunakan
sampiran dari kain kulit kayu Nunu.
Dalam membuat rumah tinggal baru diadakan berbagai upacara-upacara mendirikan rumah yaitu:
Sebelum mendirikan rumah selalu di dahului dengan penelitian tanah untuk tempat dimana rumah itu akan
didirikan. Tekhnik penelitian tanah itu sifatnya masih tradisional, antara lain dengan memasukan lidi ke dalam
tanah atau memasukan ujung parang diiringi dengan mantra-mantra, dimana nanti akan nyata apakah tempat itu
baik atau tidak baik sebagai lokasi perumahanpekerjaan penelitian tanah tersebut dilakukan oleh dukun yang
khusus bertugas untuk itu. Jadi dukunlah yang berhak menentukan dimana sebaiknya rumah didirikan.
2. Melubangi tiang
Mendahului pelaksaannya dipilih hari baik, kemudian di undanglah para orang tua dan tukang yang akan
membangun rumah itu. Dalam pertemuan tersebut diadakan sesajian dengan tujuan agar tiang rumah kuat, dan
tahan lama serta merupakan persembahan bagi makhluk-makhluk halus di sekitar tempat bangunan itu.
3. Mendirikan rumah
Bilamana tiang-tiang telah selesai dilubangi seluruhnya, maka dicarilah suatu hari yang baik oleh para orang tua
untuk menentukan hari mendirikan rumah. Untuk ini disediakan sesajian pula, yaitu:
Pisang setadan
Jagung seikat
Padi sebernas
4. Menyelamati rumah
Upacara ini dilakukan kelak apabila sebuah bangunan rumah sudah selesai didirikan dan sebelumnya penghuni
rumah menempatinya, sebagai upacara selamatan tanda pengucapan syukur dan kegembiraan atas selesainya
bangunan rumah itu.
Hubungan ke Luar
Pada tahun 1669 antara VOC (belanda) sudah ada bentuk hubungan dengan kerajaan-kerajaan Banawa,
Tawaeli, Palu, Loli dan Sigi (selanjutnya disebut kerajaan-kerajaan Kaili).
Hubungan tersebut berbentuk hubungan dagang. Belanda (VOC) mengadakan kontrak pembelian emas.
Disamping itu juga di ketahui adanya hubungan persahabatan dengan wakil penguasa Portugis di Ternate pada
zaman pemerintahan Sultan Bato. Juga sudah ada hubungan dagang antara Toli-Toli dengan Maluku, Ujung
Pandang, Ta Bara (Singapura), dan Malaka.
Akibat Hubungan
Belanda membuat benteng atau loji di Parigi pada tahun 1770 dan di Lambunu. Pembuatan loji di Parigi
dimaksudkan untuk mengawasi penambangan emas di Parigi, yang diusahakan oleh Nedherland Celebes
Maatschappij. Tetapi tambang ini tak lama usianya. Produksinya merosot karena itu dianggap tidak sepadan
penghasilan dengan ongkos atau yang dikeluarkan. Akibatnya pada tahun 1795 pendudukan atas Parigi
dihapuskan dan sejak saat itu sampai kurang lebih tahun 1850 Belanda tidak menghiraukannya lagi. Tentang
Pombang Lipu dari Toli-Toli dengan wakil Portugis di Ternate, dimana Pombang Lipu memberikan emas pada
Portugis maka beliau dilantik oleh Portugis menjadi raja Toli-Toli pada tahun 1592. Pada abad XVII VOC
mengadakan hubungan dengan Raja Toli-Toli yang sudah memeluk agama islam. Sultan Pondu yang sudah
beragama islam di perintah memelihara babi, tapi Sultan Pondu memberontak atas perintah ini. Akibatnya beliau
dibunuh dengan secara kejam oleh Belanda, beliau diikat pada dua ekor kuda yang kemudian kuda tersebut
disuruh lari kea rah yang berlawanan sehingga badan sultan terbelah dua. Hukuman ini dilaksanakan di Manado.