Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam
bidang kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik.
Perumusan hukum kesehatan mengandung pokok-pokok pengertian sebagai berikut :
Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan,
jiwa dan sosial, bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Adapun istilah kesehatan dalam undang-undang adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memeliharadan meningkatkan
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintahdan atau masyarakat. Tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

1.2 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami masalah
Peraturan dan Perundang-Undangan yang Melandasi Tugas, Fungsi dan Praktek
bidan sehingga mahasiswa dapat mengatasi masalah dengan tanggung jawab
tenaga kesehatan.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Pelayanan Kesehatan


UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 Tentang Tugas dan Tanggung Jawab
Tenaga Kesehatan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga
kesehatan termasuk didalamnya tenaga bidan :
Tenaga Kesehatan
Pasal 50
1. Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan
kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
2. Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Kesehatan Keluarga
Pasal 12
1. Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat,
kecil, bahagia, dan sejahtera.
2. Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.

Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka
menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.

2
Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan,
persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan

Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya
dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya.

2.2 Peraturan dan Perundang-Undangan No.32 tahun 1996 Tentang Tenaga


Kesehatan
Jenis Tenaga Kesehatan
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. tenaga medis,
b. tenaga keperawatan,
c. tenaga kefarmasian,
d. tenaga kesehatan masyarakat,
e. tenaga gizi,
f. tenaga keterapian fisik,
g. tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog

3
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan
dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis.

Persyaratan
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga
kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.

Pasal 5
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan
tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat
melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi.

Perencanaan
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di
bidang kesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidikan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pen-didikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat.
(2) Penyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud

4
dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan
atau penguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
jenis tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya .
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas
pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan/atau
bekerja pada sarana kesehatan yang ber-sangkutan untuk meningkatkan
keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan di bidang kesehatan.

Standar Profesi
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya ber-kewajiban untuk
mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk :
a. menghormati hak pasien;
b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekam medis.

5
Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena
kesalahan atau kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perlindungan Hukum

Pasal 24
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.

Ikatan Profesional

Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk
meningkatkan dan/atau mengembangkan penge-tahuan dan keterampilan,
martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pembinaan
Pasal 28
(1) Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu pengabdian
profesi tenaga kesehatan.

6
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
pembinaan karier, disiplin dan teknis profesi tenaga kesehatan.
Pasal 29
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan
pemberian penghargaan.
(2) Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

2.3 Peraturan Perundangan Tentang Ketenaga Kerjaan


Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan ialah :
I.Tenaga Kesehatan sarjana, yaitu :
a.dokter,
b.dokter-gigi,
c.apoteker,
d.sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan.

II.Tenaga Kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah:


a.dibidang farmasi : asisten-apoteker dan sebagainya,
b.dibidang kebidanan: bidan dan sebagainya,
c.dibidang perawatan: perawat, physio-terapis dan sebagainya,
d.dibidang kesehatan masyarakat : penilik kesehatan, nutrisionis dan lain-lain,
e.dibidang-bidang kesehatan lain.

Pasal 5.
Untuk melakukan pekerjaan, baik pada Pemerintah, pada badan-badan Swasta
maupun secara Swasta perseorangan, tenaga kesehatan yang dimaksud dalam
pasal 3( bagi dokter ) dan pasal 4( kefarmasian ) harus memperoleh idzin Menteri.
Pasal 6
(1)Pada idzin yang dimaksud dalam pasal ditetapkan (tempat), jangka waktu dan
syarat-syarat lain, sesuai dengan ketentuan-ketentuan.

7
Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah.
Pasal 7.
(1)Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah
ditetapkan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya.
(2)Pendidikan yang dimaksudkan dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Menteri Kesehatan.
Pasal 8.
(1)Tenaga kesehatan sarjana-muda, menengah dan rendah melakukan
pekerjaannya dibawah pengawasan dokter/dokter-gigi/ apoteker/sarjana lain.
Tenaga pengobatan berdasarkan ilmu atau cara lain dari pada ilmu kedokteran.
Pasal 9.
(1)Menteri Kesehatan memberi bimbingan dan pengawasan kepada mereka yang
melakukan usaha-usaha pengobatan berdasarkan ilmu dan atau cara lain dari pada
ilmu kedokteran.
(2)Bimbingan dan pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan peraturan-peraturan pelaksanaan.

2.4 Peraturan Perundangan / UU Tentang Adobsi, Bayi Tabung, dan Adobsi

Undang - Undang Tentang Aborsi


Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup diluar
rahim, yaitu sebelum 20 minggu. Aborsi juga berarti penghentian kehamilan
setelah tertanamnya ovum yang telah dibuahi dalam rahim sebelum usia janin mencapai
20 minggu.Macam-macam abortus :
a.Abortus spontaneousYaitu abortus yang terjadi tanpa disengaja.
b.Abortus provocatusAbortus yang dilakukan dengan sengaja atau dibuat, ada
duamacam abortus provocatus, yaitu :
1)Abortus provocatus therapiticua
2)Abortus provocatus kriminalis

8
Dasar hukum abortus adalah sebagai berikut :
a.HP Bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa orang
1) KUHP pasal 299
Ayat 1: memberikan harapan dan digugurkan dihukum 4 tahun penjara.
Ayat 2: mengambil keuntungan dari pengguguran tersebut hukuman 4 tahun
penjara ditambah sepertiganya.
Ayat 3: menggugurkan kandungan orang menjadi suatu profesi, dicabut haknya
dan dipidana penjara.
2) KUHP pasal 322
Ayat 2: pengangguran dikerjakan hanya orangtertentu tergantung atas pengaduan
itu.
3) KUHP pasal 436
Seorang wanita yang dengan sengajamenggugurkan kandungannya, dihukum
4tahun.
4) KUHP pasal 347
Sengaja menggugurkan hingga menyebabkankematian dihukum maksimal 15
tahun.
5) KUHP pasal
Sengaja menggugurkan dan atas persetujuanpasien maka dihukum maksimal 7 tahun.
6) KUHP pasal 349
Seorang dokter, bidan dan apoteker membantukejahatan tersebut, dapat dicabut
haknya.

b.Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009


Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dinikehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/ataujanin, yang menderita penyakit genetik berat

9
dan/ataucacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaikisehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan,
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkantrauma psikologis bagi
korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapatdilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatanpra tindakan dan diakhiri dengan konseli
dan/atau penasehatanpra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten danberwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medisdan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan :
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang di tetapkan oleh
Menteri.

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dariaborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat(3) yang tidak bermutu, tidak aman,
dan tidak bertanggungjawab serta bertentangan dengan norma agama dan
ketentuanperaturan perundang-undangan.

10
Undang Undang Tentang Bayi Tabung

Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel
telur diluar tubuh ( invitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil
tersebutdimasukkan kembali kedalam rahim ibu atau embriotransfer sehingga
dapat tumbuh menjadi janin sebagaimanalayaknya kehamilan biasa.Status bayi
tabung ada tiga macam :
a.Inseminasi buatan dengan sperma suami.
b.Inseminasi buatan dengan sperma donor.
c.Inseminasi dengan model titipan.
Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung di indonesia adalahUndang-undang Kesehatan No. 36
Tahun 2009 :
Pasal 127
(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukanoleh pasangan
suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyaikeahlian dan kewenangan
untuk itu.
c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.

Undang Undang Tentang Adopsi

Adopsi adalah suatu proses penerimaan anak dariseseorang atau lembaga


organisasi ketangan orang lainsecara sah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.Adopsi juga berarti memasukkan anak yang diketahuinyasebgai orang lain
kedalam keluarganya dengan status fungsisama dengan anak kandung.

11
Ada tiga macam hukum perdata, yaitu :
1. Perdata barat
2. Perdata adat
3.Perdata sesuai agama
Hukum perdata tentang adopsi, meliputi :
1.Anak yang diadopsi hanya laki-laki, terjadi nilai diskriminatif dan patriakal.
2.Bahwa yang dapat mengadopsi anak adalah pasangan suami istri, janda atau
duda.
3.Kebolehan mengadopsi, baru boleh mengadopsi bila tidak melahirkan keturunan
laki-laki.
4.Anak yang boleh diadopsi, anak laki-laki belum kawin,belum diadopsi orang lain, umur
lebih muda minimalsepuluh tahun dari ayah angkatnya, jika janda lebih muda15 tahun dari
ibu angkatnya.
5.Syarat persetujuan dapat meliputi :
Dari suami istri yang melakukan adopsi.
Dari orang tua alami anak yang diadopsi.
Dari ibu anak apabila ayah meninggal.
Dari anak yang diadopsi sendiri ( tidak mutlak ).
6.Adopsi berbentuk akta notaris, yaitu para pihak datang,jika dikuasakan harus dengan
surat kuasa notaris,pernyataan persetujuan bersama orang tua alami dengancalon
orang tua angkat, dengan akta adopsi. Adopsi yangtidak berbentuk notaris, batal
secara hukum.
7.Akibat hukum adopsi adalah sebagai berikut :
> Anak mendapat nama keturunan orang tuaangkat.
> Anak yang diadopsi dianggap dilahirkan ataudianggap sah.
> Gugur hubungan perdata dengan orang tua alam

2.5 Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002


Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan perizinan untuk melaksanakan
praktek, dalam peraturan ini, terdapat ketentuan-ketentuan secara birokrasi hal-
hal yang harus bidan penuhi sebelum melakukan praktik dan juga terlampir

12
informasi-informasi petunjuk pelaksanaan praktik kebidanan. bidan hal tersebut
tertuang pada Bab dan Pasal-pasal berikut :
PERIZINAN
Pasal 9
(1) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB.
(2) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan.

Pasal 10
(1) SIPB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(2) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan,
antara lain
meliputi:
a. fotokopi SIB yang masih berlaku.
b. fotokopi ijazah Bidan.
c. surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai
Pegawai Negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
d. surat keterangan sehat dari dokter.
e. rekomendasi dari organisasi profesi.
f. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf e, setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan
dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan
melakukan praktik bidan.

Pasal 11
(1) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui kembali.

13
(2) Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan.
Pasal 12
Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak
memerlukan SIPB.
Pasal 13
Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan
keilmuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan.

PRAKTIK BIDAN
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan.
b. pelayanan keluarga berencana.
c. pelayanan kesehatan masyarakat.

Pasal 15
(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan
kepada ibu dan anak.
(2) Pelayanan
kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa
persalinan, masa nifas,
menyusui dan masa antara (periode interval).
(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa
bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.

14
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
1. bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
merata, perlu merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor H
K.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan;
2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

15
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/ XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/ VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/ 111/2007 tentang
Standar Profesi Bidan;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/ VI11/2007 tentang
Standar Asuhan Kebidanan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/1/2010 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan;

16
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN
DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1 Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah
teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2 Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat.
1. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi
setelah memiliki sertifikat kompetensi.
2. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis
yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis
yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk
menjalankan praktik bidan mandiri.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan
standar operasional prosedur.
5. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
6. 8. Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

17
BAB II
PERIZINAN

Pasal 2
(1) Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan.
(2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal
Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
(1) Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki
SIKB.
(2) Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3) SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku
untuk 1 (satu) tempat.

Pasal 4
(1) Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan
harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
melampirkan:
1. fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
2. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
1. surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan
kesehatan atau tempat praktik;
2. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga)
lembar;
3. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau
pejabat yang ditunjuk; dan
4. rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

18
(3) Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat
dilaksanakan, maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4) Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
(5) Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir
(6) Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1) SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
maka persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak
diperlukan.
(3) Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada
pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu)
tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1) SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui
kembali jika habis masa berlakunya.
(2) Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
1. fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
2. fotokopi STR;
3. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
4. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
1. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau
pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
2. rekomendasi dari organisasi profesi.

19
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
2. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
3. dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.

BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang
meliputi:
1. pelayanan kesehatan ibu;
2. pelayanan kesehatan anak; dan
3. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1. pelayanan konseling pada masa pra hamil;
2. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
3. pelayanan persalinan normal;
4. pelayanan ibu nifas normal;
5. pelayanan ibu menyusui; dan
6. pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berwenang untuk:
1. episiotomi;
2. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
3. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

20
4. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
5. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
6. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
eksklusif;
7. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
8. penyuluhan dan konseling;
9. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
10. pemberian surat keterangan kematian; dan
11. pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11
(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang untuk:
1. melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru
lahir pada masa neonatal (0 28 hari), dan perawatan tali pusat;
2. penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
3. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
4. pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
5. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
6. pemberian konseling dan penyuluhan;
7. pemberian surat keterangan kelahiran; dan
8. pemberian surat keterangan kematian.

Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang
untuk:

21
1. memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana; dan
2. memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

Pasal 13
(1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan
Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan
pelayanan kesehatan meliputi:
1. pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
2. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis
tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
3. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
4. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan
anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
5. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak
sekolah;
6. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
7. melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap
Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit
lainnya;
8. pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
9. pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
(2) Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit
lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk
itu.

22
Pasal 14
(1) Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter,
dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9.

(2) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
(3) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter,
kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik
mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2) Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program
pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provi
nsi/kabupaten/kota.

Pasal 16
(1) Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah
harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2) Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah
mengikuti pelatihan.
(3) Pemerintahdaerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah
yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1) Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan
meliputi:
1. memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan
asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan

23
bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan
sehat;
2. menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
3. memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
1. menghormati hak pasien;
2. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan
yang dibutuhkan;
3. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani
dengan tepat waktu;
4. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
5. menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan;
6. melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara
sistematis;
7. mematuhi standar ; dan
8. melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan
termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
(2) Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

24
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
1. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja
sepanjang sesuai dengan standar;
2. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau
keluarganya;
3. melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
4. menerima imbalan jasa profesi.

MENTERI KESEIIATAN
REPUBL1K INDONES4A

BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas
wilayah tempat praktik.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan
asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi

25
masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan
dan pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
(4) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik
mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk
pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut

Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan
yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
organisasi profesi.

MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.

26
Pasal 24
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa
rekomendasi pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas kesehatan
provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang
melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan,
teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan
sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1) Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan
Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.

MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB
apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya,
berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga
Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan
tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan.

27
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum
ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang
menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini
selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan
dan praktik bidan; dan
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

28
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga
kesehatan .Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran
dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis. Tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga
kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.

Setiap orang dilarang melakukan aborsi. Upaya kehamilan di luar cara


alamiah hanya dapat dilakukanoleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istriyang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. Anak yang diadopsi hanya
laki-laki,bahwa yang dapat mengadopsi anak adalah pasangan suami istri, janda
atau duda, baru boleh mengadopsi bila tidak melahirkan keturunan laki-laki.

29
DAFTAR PUSTAKA

www.akhlakislam.com/.../himpunan-perundangan-
www.depnakertrans.go.id/.../perundangan/
yovie.info/update-himpunan-peraturan

30

Anda mungkin juga menyukai