Anda di halaman 1dari 26

ASPEK HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etikolegal Dalam


Praktek Kebidanan Semester 2 Tahun Pelajaran 2020/2021
Dosen Pembimbing : Siti Khadijah, M. Biomed

Oleh

Nama : Zahra Tul Jannah

NIM 204210439

Prodi : DIII Kebidanan Bukittinggi

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN


KESEHATAN PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat

Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan”. Adapun

tujuan makalah tersebut diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etikolegal

Dalam Praktek Kebidanan tahun pelajaran 2020/2021.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Ikhwal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang

tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang sifatnya meembangun demi kesempurnaan tugas-tugas yang

akan datang. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,

baik secara langsung maupun tidak langsung .

Bukittinggi, 24 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Hukum..................................................................................... 3

B. Disiplin Hukum .................................................................................. 7

C. Aspek Hukum Dan Keterkaitannya Dengan Praktek Bidan .............. 7

D. Hak-Hak Klien dan Persetujuannya ................................................. 14

E. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Bidan Dalam Praktek

Kebidanan ........................................................................................ 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 21

B. Saran ................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak permasalahan yang terjadi dalam praktik kebidanan yang sering kita

jumpai. Permasalahan yang terjadi semakin kompleks karena kurang diterapkannya

hukum, etika dan moral yang berlaku dalam ruang lingkup kebidanan, masyarakat,

bangsa dan Negara. Hukum yang berkaitan erat dengan ketentuan-ketentuan peraturan

yang berlaku dan harus ditaati, jika melanggar akan mendapatkan sanksi sesuai

dengan berat dan ringannya perilaku hukum yang dilanggar. Hukum bersifat

mengikat, maka dari itu keterikatan tersebut membuat tingkat kesadaran untuk

menaati aturan sangatlah tinggi. Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan

kumpulan peraturanperaturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat

sebagai susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu

kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan

sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari hukum ialah menciptakan suatu tatanan

hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera di dalam keseimbangan-

keseimbangan.

Dengan terciptanya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan

manusia akan terlindungi. Oleh karena itu, setiap kesalahan yang diperbuat oleh

seseorang tentunya harus ada sanksi yang layak untuk di terima si pembuat kesalahan,

agar terjadi keseimbangan dan keserasian dalam kehidupan sosial. Untuk mengatur

kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang mengikat setiap anggota

masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum

agar masyarakat dapat hidup damai, tentram dan aman. Demikian pula bagi pasien,

1
sebagai anggota masyarakat tentunya juga memerlukan kaidah-kaidah yang dapat

menjaganya dari perbuatan tenaga kesehatan yang melanggar aturan ketertiban tenaga

kesehatan itu sendiri. Disinilah hukum diperlukan untuk mengatur agar tenaga

kesehatan manaati peraturan yang di telah tentukan oleh profesinya.

Tanpa sanksi yang jelas terhadap pelanggaran yang dilakukannya, sebagai

manusia biasa tentunya tenaga kesehatan

Etika merupakan ilmu tentang baik dan buruk serta tentang hak dan kewajiban moral

(akhlak). Dengan etika lebih mengajarkan bidan untuk berbuat yang mengarah pada

hukum dan norma yang berlaku untuk ditaati dan diterapkan dalam memberikan

pelayanan kebidanan kepada masyarakat. Moral tidak jauh berbeda dengan etika

namun moral mengajarkan nilai yang sudah diakui secara umum. Hal ini berkaitan

dengan tindakan susila, budi pekerti sikap, kewajiban dan lain-lain. Dengan

keterkatan antara hukum, etika dan moral, diharapkan permasalahan yang terjadi

dalam praktik kebidanan dapat diseleaikan dengan baik dengan tetap memperhatikan

sisi kenyamanan dan keamanan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

a. Aspek Hukum Dan keterkaitannya dengan moral dan etika

b. Disiplin Hukum

c. Aspek hukum dan keterkaitannya dengan pelayanan atau praktek bidan dan Kode

etik

d. Hak-Hak Klien dan persetujuannya untuk bertindak

e. Tanggung Jawab dan Tanggung gugat bidan dalam praktek kebidanan

C. Tujuan Pembahasan

a. Untuk Mengetahui Aspek Hukum Dan keterkaitannya dengan moral dan etika

2
b. Untuk Mengetahui Disiplin Hukum

c. Untuk Mengetahui Aspek hukum dan keterkaitannya dengan pelayanan atau

praktek bidan dan Kode etik

d. Mengetahui Hak-Hak Klien dan persetujuannya untuk bertindak

e. Mengetahui Tanggung Jawab dan Tanggung gugat bidan dalam praktek

kebidanan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aspek Hukum Dan keterkaitannya dengan moral dan etika

Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang

penting dan dituntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan

keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban dan tanggung gugat

(accountability) atas semua tindakan yang dilakukuannya. Sehingga semua tindakan

yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence

based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hokum yang mengatur batas-

batas wewenang profesi yang bersangkutan. Dengan adanya legitimasi kewenangan

bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak

secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sitematis serta

bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi. Praktek kebidanan merupakan inti

dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang

harus terus-menerus ditingkatkan mutunya melalui:

1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan

2. Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan

3. Akreditasi

4. Sertifikasi

5. Registrasi

6. Uji kompetensi

7. Lisensi

4
Beberapa dasar dalam otonomi pelayanan kebidanan antara lain sebagai berikut:

1. Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentanng registrasi dan praktik bidan

2. Standar Pelayanan Kebidanan

3. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

4. PP No 32/ Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan

5. Kepmenkes 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang oraganisasi dan tata kerja

Depkes

6. UU No 22/1999 tentang Otonomi daerah

7. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

8. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung dan transplantasi

1. Pengertian Hukum dengan keterkaitannya dengan moral dan etika

Hukum adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang

mengatur tatatertib dalam suatumasyarakat, oleh karena itu harus di taati oleh

masyarakat yang bersangkutan. Hukum adalahaturan di dalam masyarakat

tertentu. Hukum di lihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidahtentang apa

yang boleh dilakukan dan tidak, dilarang atau diperbolehkan. Hukum memiliki

pengertian yg beragam karena memiliki ruang lingkup dan aspek yg

luas.Hukum dpt diartikan sbgai ilmu pengetahuan, disiplin, kaidah,tata hukum,

petugas atau hukum,keputusan penguasa, proses pemerintahan, sikap dan

tindakan yg teratur dan juga sbgai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga

merupakan bagian dari norma yaitu norma hukum.

5
2. Hukum dan Keterkaitannya dengan Moral dan Etika

Etika, hukum dan moral merupakan the guardians (pengawal) bagi

kemanusiaan. Ketiganya mempunyai tugas dan kewenangan untuk

memanusiakan manusia dan memperadab manusia. Istilah etika yang kita

gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral, yaitu

mengenai apa yang dianggap “baik” atau “buruk” di masyarakat dalam kurun

waktu tertentu, sesuai dengan perubahan/perkembangan norma dan nilai.

Dikatakan dalam kurun waktu tertentu karena moral bisa berubah seiring

waktu. Etika dan moral senantiasa berjalan beriringan, sehingga suatu

tindakan yang dinilai bermoral pasti etis dan sesuatu yang tidak bermoral pasti

dianggap tidak etis pula. Etika dan hukum memiliki tujuan yang sama, yaitu

mengatur tata tertib dan tentramnya pergaulan hidup dalam masyarakat.

Pelanggaran etik tidak selalu pelanggaran hukum. Tetapi sebaliknya,

pelanggaran hukum hampir selalu merupakan pelanggaran etik.

Etika tanpa hukum hanya merupakan pajangan belaka, bagaikan

harimau tanpa taring, hanya bisa digunakan untuk memberi teguran, nasehat

bahwa suatu tindakan itu salah atau benar, tanpa bisa berbuat lebih jauh lagi.

Sebaliknya, hukum tanpa etika ibarat rumah tanpa pondasi yang kuat. Karena

hukum ditujukan bagi masyarakat, maka bila hukum dibuat tanpa dasar etika,

artinya menganggap manusia seperti robot. Keduanya saling membutuhkan,

berkaitan dan keberadaannya tidak bisa digantikan. Misalnya, aborsi tanpa

indikasi medis yang jelas, dianggap sebagai tindakan yang melanggar etika.

Etika tidak hanya ”bergerak” sebatas member peringatan dan tuntutan,

sedangkan hukum (dengan dasar etika yang jelas), bisa member sanksi yang

lebih jelas dan tegas dalam bentuk tuntutan.

6
B. Disiplin Hukum dan Keterkatannya dengan Moral dan Etika

Disiplin hukum dan keterkaitannya dengan moral dan etika, seperti yang kita

ketahui disiplin hukum suatu sistem ajaran tentang hukum. Sistem ajaran mengenai

hukum sangat erat hubungannya dengan politik hukum yang mengarah pada

kebijakan-kebijakan hukum yang berlaku dalam memberikan pelayanan kebidanan.

Kebijakan tersebut dibuat atas dasar “hukum dasar” yang mempelopori peraturan dan

kebijakan yang dibuat. Tentunya dengan segala kebijakan hukum yang ada Kita tidak

bisa meninggalkan etika dan moral yang berlaku.

Kebijakan yang dibuat harus tetap memperhatikan kaidah etika dan moral

yang diakui secara umum. Tanpa etika dan moral kebijakan hukum akan menjadi

hukum yang kaku tanpa adanya dinamisasi yang harmonis dan selaras antara

peraturan dan yang menerapkan peraturan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jadi,

dalam praktik pelayanan kebidanan sistem harus sejalan dengan etika dan moral yang

berlaku agar sistem tata hukum berlaku dengan baik dan mencapai tingkat efisien dan

efektif untuk pelayan kesehatan terutama bidan.

C. Aspek hukum dan keterkaitannya dengan pelayanan atau praktek bidan dan

Kode etik

Hukum, etika dan kesehatan reproduksi telah di eksplorasi secara luas sejak

bertahun-tahun yang lalu adalah bukti dimana masyarakat terus menerus

membutuhkan dan menuntut layanan yang professional dan memuaskan. Dilaporkan

bahwa ada saat dimana ketiga unsur tersebut dapat bekerja secara bersama-sama yang

dapat digunakan untuk mengklarifikasi posisi yang lain, sebaliknya ada saat dimana

ada celah diantara dua hal yang berkahir buntu atau tidak ada jalan keluarnya. Pada

praktik kesehatan modern, termasuk juga praktik kebidanan, dapat ditemukan bahwa

7
meskipun tenaga kesehatan (nakes) didukung / dilindungi oleh hukum, yang telah

diupayakan oleh organisasi profesi sehingga setiap organisasi profesi di bidang

kesehatan mempunyai payung hukum, namun pada kenyataannya nakes dilindungi

oleh hukum, tetapi juga dilain pihak atau pada kesempatan yang sama / berbeda dapat

juga didesak oleh hukum. Ketakutan terhadap proses pengadilan tampaknya menjadi

prinsip acuan praktik modern.

Manajemen risiko dan pengaturan klinis berada di urutan atas di sebagian

besar agenda layanan kesehatan. Alasan utama hal ini terjadi adalah perbaikan praktik

klinik dan pembentukan standar umum. Keterlibatan bidan dalam inisiasi tersebut

merupakan hal yang penting jika kolaborasi dan kerjasama antar disiplin ingin

ditingkatkan. Jadi, semua bidan seharusnya memahami dengan baik hukum yang

berhubungan dengan praktik kebidanan, sehingga dapat melakukan praktik kebidanan

dengan aman. Hukum adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang

mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus di taati oleh

masyarakat yang bersangkutan. Hukum adalah aturan di dalam masyarakat tertentu.

Hukum di lihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh

dilakukan dan tidak, dilarang atau diperbolehkan. Hukum memiliki pengertian yg

beragam karena memiliki ruang lingkup dan aspek yang luas. Hukum dapat diartikan

sebagai ilmu pengetahuan, disiplin, kaidah, tata hukum, petugas atau hukum,

keputusan penguasa, proses pemerintahan, sikap dan tindakan yang teratur dan juga

sebagai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga merupakan bagian dari norma yaitu

norma hukum.

1. Moral

8
Moral adalah segala sesuatu yang dinilai seharusnya oleh masyarakat.

Menurut Robert M.Z. Lawang, norma diartikan patokan perilaku dalam suatu

kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih

dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain; dan norma ini

merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku

seseorang. Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku yang benar dan

yang salah. Moral adalah institusi sosial dengan sejarah dan seperangkat aturan.

Kita mulai belajar mengenai perilaku moral sejak dahulu kala, sebagaimana

pernyataan orang bijak berikut: “Perlakukan orang lain sebagaimana layaknya kita

ingin diperlakukan”, selalu ucapkan, “terima kasih’’. Saat kita tumbuh dewasa

secara fisik dan mental, kita belajar mengenai peraturan-peraturan yang

diharapkan masyarakat untuk kita ikuti.

Aturan perilaku ini adalah moral kita. Meskipun masyarakat di sekeliling

dunia tidak semuanya mengikuti seperangkat moral yang sama, terdapat kesamaan

diantara semuanya. “melakukan apa yang secara moral benar,” adalah landasan

dasar perilaku sosial kita. Moral berasal dari bahasa Latin yakni Mores kata jamak

dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral

diartikan dengan susila. Istilah moral senantiasa mengacu kepada baik buruknya

perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah

menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbuatannya

selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan

betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia. Moral

memiliki makna ganda. Makna yang pertama adalah seluruh kaidah. Dan makna

yang kedua adalah nilai yang berkenaan dengan ikhwal baik atau perbuatan baik

manusia.

9
Terdapat beberapa jenis normal sosial, yang menurut para sosiolog masih belum

jelas batasannya, tetapi telah konsesus yang membagai jenis norma sosial antara

lain:

a. Folkways

Folkways diartikan dari arti kata-katanya berarti tatacara (ways) yang

lazim dikerjakan atau diikuti oleh literatur-literatur sosiologi

Folkways dimaksudkan untuk menyebutkan seluruh norma-norma sosial yang

terlahir dari adanya pola-pola tingkah pekerti yang selalu diikuti oleh orang-

orang kebanyakan – di dalam hidup mereka sehari- hari yang dipandang

sebagai hal yang telah terlazim. Walaupun folkways semula hanya merupakan

kebiasaan dan kelaziman belaka (yaitu sesuatu yang terjadi secara berulang-

ulang dan ajeg di dalam realita), maka berangsur-angsur dirasakan adanya

kekuatan yang bersifat standard, yang akhirnya secara normatif wajib dijalani.

Misalnya praktek-praktek penggunaan tata bahasa dan perbendaharaan bahasa;

berapa kali kita makan sehari; cara kita berpakaian; cara merawat dan

membersihkan tubuh; cara mengucapkan salam dan lain sebagainya.

Folkways biasanya berlaku pada orang di dalam batas-batas tertentu.

Ancaman- ancaman terhadap sanksi pelanggaran-pelanggaran folkways pun

hanya akan datang dari kelompok-kelompok tertentu itu saja. Oleh karena itu,

sanksi-sanksi informil yang mempertahankan folkways seringkali tidak

terbukti tidak efektif kalau ditujukan kepada orang-orang yang tidak menjadi

warga penuh dari kelompok pendukung folkways itu. Misalnya bidan yang

bertugas di desa, tidak mungkin berdandan menor, memakai sepatu high

heel saat melakukan home visit, atau bergaya jet set. Tentunya bidan harus

10
menyesuaikan kehidupan di pedesaan, siapa yang dilayani, bagaimana norma

dankebiasaan setempat. Meskipun bidan adalah agen perubahan terhadap

perilaku hidup sehat, tetapi ada nilai-nilai di masyarakat yang harus dapat

dipahami dan dijalankan, namun tetap berfungsi sebagai tenaga kesehatan

yang professional.

b. Mores

Mores sering dirumuskan di dalam bentuk yang negatif berupa larangan

keras atau sebagai hal yang dianggap tabu misalnya: larangan perkawinan

antara saudara yang masih berdarah dekat. Larangan melakukan hubungan

suami isteri yang tidak terikat tali perkawinan (berzina). Mores tidak hanya

berupa larangan keras, tetapi juga mengatur perhubungan khusus antara dua

orang tertentu; pada situasi tertentu; misalnya: seorang dokter dan pasien.

Mores juga mengkaidahi secara umum sejumlah perhubungan- perhubungan

sosial di dalam situasi-situasi umum. Sebagai contohnya, kita diharuskan

bersikap jujur, rajin, bertanggung jawab dan sebagainya. Dibandingkan

dengan norma-norma folkways yang biasanya dipandang kurang penting,

maka mores dipandang lebih esensiil bagi terjaminnya kesejahteraan

masyarakat. Oleh karena itu, mores selalu dipertahankan dengan ancaman-

ancaman sanksi yang jauh lebih keras.

Pelanggaran terhadap mores selalu disesali dengan sangat, dan orang

selalu berusaha dengan amat kerasnya agar tidak melanggar mores. Kesamaan

folkways dan mores terletak pada kenyataan bahwa kedua-duanya tidak jelas

asal-usulnya, terjadinya tidak terencana, dasar eksistensinya tidak pernah

dibantah, dan kelangsungannya, karena didukung oleh tradisi – relatif amatlah

11
besar. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa kesamaan antara folkways dan mores

adalah sanksi-sanksinya bersifat informil dan komunal, berupa reaksi spontan

dari kelompok-kelompok sosial di mana kaedah-kaedah tersebut hidup.

Namun demikian, mores lebih dipandang sebagai bagian dari hakekat

kebenaran, di mana sebagai norma secara moral dipandang benar.

Mores memerlukan kekuatan organisasi peradilan agar pentaatannya bisa

dijamin, maka segera itu bisa dipandang sebagai hukum. Sebagai hukum yang

tidak tertulis dapatlah dikatakan sebagai hukum adat. Hukum tertulis

merupakan perkembangan akhir dari bentuk norma-norma sosial yang bersifat

formil. Badan peradilan yang bekerja dengan hukum dari waktu ke waktu

mengalami perkembangan. Suatu organisasi politik yang hanya mengerjakan

fungsi peradilan yakni menegakkan berlakunya kaedah-kaedah tertulis mulai

kewalahan bila harus mengurusi berbagai ragam pelanggaran yang dilakukan

banyak orang. Oleh karena itu, seiring dengan berlakunya norma hukum ini,

bertambah pula fungsi organisasi politik yang membantu menegakkan hukum

dalam menciptakan ketertiban masyarakat, seperti munculnya fungsi

kepolisian.

2. Etika

Secara umum kata etika berasal dari bahasa Yunani, yakni “Ethos”, bahasa

Arab yakni “Akhlaq”, yang berarti watak, perilaku, adat kebiasaan dalam

bertingkah laku. Perilaku kita juga diarahkan oleh etika. Dalam arti yang lebih

khusus, etika adalah tingkah laku filosofi. Dalam hal ini, etika lebih berkaitan

dengan sumber/ pendorong yang menyebabkan terjadinya tingkah laku/perbuatan

ketimbang dengan tingkah laku itu sendiri. Dengan begitu, etika dapat merujuk

12
pada perihal yang paling abstrak sampai yang paling konkret dari serangkaian

proses terciptanya tingkah laku manusia. Etika mempunyai arti ilmu tentang baik

atau buruk. Etika akan menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-

asas dan nilai-nilai apa yang dianggap baik dan buruk) yang serta-merta diterima

dalam suatu masyarakat – sering kali tanpa disadari – menjadi bahan refleksi bagi

suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini berpadanan arti

dengan filsafat moral.

Menurut Magnis-Suseno (2003), etika adalah merupakan ilmu atau refleksi

sistematika mengenai moral. Dalam arti yang luas etika berarti keseluruhan norma

dan penilaian yang digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk

mengetahui bagaimana manusia menjalankan kehidupannya.

Menurut Kriyantono, etika adalah:

1. Pemikiran kritis yang mendasar mengenai ajaran-ajaran moral

2. Moral adalah ajaran / aturan tentang apa yang dilarang dan apa yang wajib

dilakukan oleh manusia supaya bisa menjadi baik

3. Etika = filsafat moral = kajian / ilmu tentang moralitas

4. Etika bersifat relative, artinya berlaku untuk masyarakat tersebut dan tidak

mengikat masyarakat-masyarakat lainnya.

Etik bersifat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta

mempertahankan secara rational teori yang berlaku tentang apa yang benar atau

apa yang salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu

perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia. Dalam

kehidupan sehari-hari, ada pengertian etika yang berkembang dari pengertian

semula. Istilah etika sering disamakan / diartikan sebagai moral/moralitas yaitu

13
kumpulan nilai moral bagi suai profesi yang dibuat dari, oleh, dan untuk profesi

itu sendiri (Code of Conduct / kode etik).

Secara umum, etik terdiri dari

(1) yang berkaitan dengan sopa santun dalam pergaulan pada semua lapisan

masyarakat; dan

(2) yang berkaitan dengan sikap seseorang dalam menjalankan tugas

profesinya yang biasa disebut kode etik profesi.

Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap angota

profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam

hidupnya di masyarakat.

Kode etik bidan Indonesia terdiri dari 7 Bab, antara lain:

 Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat

 Kewajiban bidan terhadap tugasnya

 Kewajiban bidan terhadap sejawat dan nakes lainnya

 Kewajiban bidan terhadap profesinya

 Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

 Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air.

D. Mengetahui Hak-Hak Klien dan persetujuannya untuk bertindak

1. Hak Pasien Dan Persetujuannya Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang memiliki

manusia sebagai pasien untuk klien :

• Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dalam peraturan yang

berlaku di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

• Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.

14
• Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan

tanpa diskriminasi.

• Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan

keinginannya. • Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi kehamilan,

persalinan, nifas dan bayinya yaitu baru dilahirkan.

• Pasien berhak mendapat mendamping, suami atau keluarga selama proses

persalinan berlangsung.

• Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya

dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

• Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis

dan pendapat ethisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.

• Pasien berhak meminta konsultasi kepada pihak lain yang terdaftar di rumah

sakit tersebut terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang

dirawat.

• Pasien berhak meminta atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita

termasuk data-data medisnya.

• Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:

a. Prognos

b. Penyakit yang diderita

c. Tindakan kebidanan yang akan dilakukan dan Alternatif therapi lainnya

perkiraan biaya pengobatan

15
Pasien berhak menyetujui atau memberikan atas tindakan yang akan dilakukan oleh

dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya

• Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan

mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah

memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

• Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis

• Pasien behak beribadah sesuai dengan kepercayaannya yang dianutnya

selama itu tidak mengganggu pasien yang lainnya.

• Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam

perawatan di rumah sakit.

• Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spritiual.

• Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal

praktek.

2. Kewajiban Pasien

• Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan

tata tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

• Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat

yang merawatnya.

• Pasien / penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas

jasa pelayanan rumah sakit/ institusi pelayanan kesehatan, doker, bidan dan

perawat.

• Pasien dn atau penanggungnya memenuhi hal-hal yang selalu disepakati atau

perjanjian yang telah dibuatnya.

16
E. Tanggung Jawab dan Tanggung gugat bidan dalam praktek kebidanan

a) Tanggung Jawab Bidan Sebagai tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab

dalam melaksanakan tugasnya seorang bidan harus dapat mempertahankan tanggung

jawabnya bila terjadi gugatan terhadap tindakan yang dilakukannya Tanggung Jawab

bidan.

1). Tanggung Jawab Bidan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Bidan

merupakan salah satu bagian dari paramedis. Pengaturan tenaga kesehatan ditetapkan

dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta

ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau

keputusan menteri kesehatan. Kegiatan praktik bidan dikontrak oleh peraturan

tersebut. Bidan harus dapat mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang

dilakukannya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang belalku.

2). Tanggung Jawab Bidan Terhadap Pengembangan Kompetensi Setiap bidan

memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan profesionalnya. Oleh karena itu,

bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mengikuti

pelatihan, pendidikan berkelanjutan, seminar, serta pertemuan ilmiah lainnya.

3). Tanggung Jawab Bidan Terhadap Penyimpanan Pendokumentasian Setiap bidan

harus mendokumentasikan kegiatannya dalam bentuk catatan tertulis. Catatan bidan

mengenai pasien yang dilayaninya dapat dipertanggungjawabkan bila terjadi gugatan.

Selain itu catatan yang dilakukan bidan dapat digunakan sebagai bahan laporan

untukdisampaikan kepada teman sesame profesi ataupun atasannya.

4). Tanggung Jawab Bidan Terhadap Klien dan Keluarganya Bidan memiliki

kewajiban memberikan asuhan kepada ibu dan anak yang meminta pertolongan

kepadanya. Oleh karena itu, kegiatan bidan sangat erat kaitannya dengan keluarga.

17
Tanggung jawab bidan tidak hanya pada kesehatan ibu dan anak, tetapi juga

menyangkut kesehatan keluarga.

5). Tanggung Jawab Bidan Terhadap Profesi

a. Bidan harus menjaga informasi yang diperoleh dari pasien dan melindungi

privasi mereka.

b. Bidan harus bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan yang

diambil dalam hal perawatan.

c. Bidan harus dapat menolak untuk ikut terlibat didalam aktifitas yang

bertentangan dengan moral, namun hal tersebut tidak boleh mencegahnya

dalam memberikan pelayanan terhadap pasien.

d. Bidan hendaknya ikut serta terlibat dalam pengembangan dan implementasi

kebijakan kesehatan yang biasa mendukung kesehatan pasien dan ibu hamil

juga bayinya.

6). Tanggung Jawab Bidan Terhadap Masyarakat Bidan adalah anggota masyarakat

yang juga memiliki tanggung jawab. Oleh karena itu, bidan turut tanggung jawab

dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Misalnya penganan lingkungan

sehat, penyakit menular,masalah gizi terutam yang menyangkut kesehatan ibu dan

anak, baik secara mandiri maupun bersama teman sejawat dan teman seprofesi.

b) Tanggung gugat bidan dalam praktek kebidanan

Macam-Macam Jenis Tanggung Gugat

1. Contractual liability Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar

janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak

18
dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan

kontraktual.

2.Liability in Tort Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang

tidak didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad). Pengertian melawan hukum tidak

hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban

hukum diri sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang

berlawanan dengan kesusilaan yang baik & berlawanan dengan ketelitian yang

patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang

lain (Hogeraad, 31 Januari 1919).

3. Strict Liability Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat

tanpa kesalahan (liability whitout fault) mengingat seseorang harus

bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa, baik yang

bersifat intensional, recklessness ataupun negligence.

4. Vicarious Liability Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang

dibuat oleh bawahannya (subordinate). Dalam kaitannya dengan pelayanan

medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas kesalahan

yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai

sub-ordinate (employee).

3 prinsip pertanggunggugatan perdata yang diatur di dalam KUH Perdata, yaitu

sebagai berikut:

19
1. Setiap tindakan yang menimbulkan kerugian terhadap diri orang lain berarti

orang yang melakukan harus membayar kompensasi sebagai

pertanggunggugatan kerugian(Pasal 1365 KUH Perdata).

2. Seseorang harus bertanggunggugat tidak hanya kerugian yang dilakukannya

dengan sengaja, tetapi juga karena kelalaian atau kurang berhati-hati(Pasal

1366 KUH Perdata).

3. Seseorang harus memberikan pertangunggugatan tidak hanya atas kerugian

yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang

ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada dibawah pengawasannya

(Pasal 1367 KUH perdata).

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang

penting dan dituntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan

keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban dan tanggung gugat

(accountability) atas semua tindakan yang dilakukuannya. Sehingga semua tindakan

yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence

based. Norma memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu

bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain; dan norma ini merupakan

kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang. Moral

adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku yang benar dan yang salah.

Accountability diperkuat dengan satu landasan hokum yang mengatur batas-batas

wewenang profesi yang bersangkutan. Hukum adalahaturan di dalam masyarakat

tertentu. Hukum di lihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidahtentang apa yang

boleh dilakukan dan tidak, dilarang atau diperbolehkan.

Hukum memiliki pengertian yg beragam karena memiliki ruang lingkup dan

aspek yg luas.Hukum dpt diartikan sbgai ilmu pengetahuan, disiplin, kaidah,tata

hukum, petugas atau hukum,keputusan penguasa, proses pemerintahan, sikap dan

tindakan yg teratur dan juga sbgai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga merupakan

bagian dari norma yaitu norma hukum. Etik bersifat moral, mencari jawaban untuk

menentukan serta mempertahankan secara rational teori yang berlaku tentang apa

yang benar atau apa yang salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai

sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia.

21
Dalam kehidupan sehari-hari, ada pengertian etika yang berkembang dari pengertian

semula. Istilah etika sering disamakan / diartikan sebagai moral/moralitas yaitu

kumpulan nilai moral bagi suai profesi yang dibuat dari, oleh, dan untuk profesi itu

sendiri (Code of Conduct / kode etik).

B. Saran

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan

dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena

terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada

hubungannya dengan judul makalah yang penulis susun tersebut. Penulis berharap

para pembaca sudi memberikan kritik dan saran yang tentunya membangun kepada

penulis.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/rinasandriani3/etikolegal-tanggung-jawab-dan-tanggung-

gugat-

bidan#:~:text=Konsep%20Tanggung%20Jawab%20Bidan%20%E2%80%A2,menjag

a%20perilaku%20dalam%20melaksanakan%20tugasnya.

https://www.scribd.com/doc/259111260/Hak-Klien-Dan-Persetujuannya-Untuk-

Bertindak

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Praktikum-

Konsep-Kebidanan-dan-Etikolegal-dalam-Praktik-Kebidanan-Komprehensif.pdf

https://moudyamo.wordpress.com/2017/11/09/aspek-hukum-dalam-praktik-

kebidanan/

23

Anda mungkin juga menyukai