Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

MATA KULIAH : ETNOGRAFI


“ETNOGRAFI MASYARAKAT BUOL DAN TOLI TOLI”

DOSEN PENGAMPU: MOHAMMAD SAIRIN, S.Pd., M.A.

DI SUSUN OLEH:

ANINDITA APRILLIANA LARASHATY (214190003)

MUTIARA EKA PUTRI (214190001)

NURAIN (214190002)

HAJIR TAHER (204190013)

MOH. AL AMRI (204190004)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etnografi
Masyarakat Buol dan Toli Toli” Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kelompok salah satu Mata Kuliah Etnografi . Kami berharap makalah kami dapat menambah
wawasan dan pengentahuan untuk para pembaca.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Maka dari itu, kami
sangat mengaharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segalah
kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.
PEMBAHASAN

ETNOGRAFI BUOL

Suku buol adalah suku bangsa yang berdiam di provinsi sulawesi tengah bagian utara
dekat perbatasan provinsi gorontalo. Daerah ini di apit oleh pegunungan pada bagian selatan dan
laut sulawesi pada bagian utara. Wilayah kediaman orang buol meliputi di antara seluruh
kecamatan di kabupaten buol yakni kecematan biau, lakea, tiloan, gadung, bukal, karamat,
momunu, bokat, bunobugu, paleleh barat dan paleleh. Bahasa buol adalah sebuah bahasa yang
termasuk dalam rumpunan bahasa Austronesia yang di tuturkan di kabupaten buol, sulawesi
tengah. Bahasa buol termasuk dalam rumpunan bahasa gorontalo-mongondow cabang
gorontalitik bahasa paling dekat hubungannya dengan bahasa gorontalo.

Suku buol memiliki kearifan adat yang merupakan kebiasaan dan berhubungan dengan
perlindungan sumber daya alam, baik berupa tanah, air alam dan hutan. Dahulu di wilayah suku
buol terdapat sebuah kerajaan yang bernama kerajaan buol, sehimgga di perkirakan bahwa orang
buol merupakan keturunan orang-orang dari kerajaan buol. Pada masa kerajaan setiap golongan
dapat di bedakan dengan atribut pakaiannya, hingga agama islam masuk sistem penggolongan
masyarakat sudah banyak di tinggalkan. Sistem kepercayaan saat ini masyarakat suku buol
menganut agama islam yang taat, ajaran agama islam berpengaruh kuat dalam kehidupan
mereka. Ada pula ada suku buol yang masih terus di jalani hingga saat ini yaitu Monuni adalah
menempatkan seorang bayi dalam buaian atau ayunan. Di Sulawesi Tengah khususnya Suku
Buol, Monuni merupakan suatu bentuk rangkaian adat yang dilaksanakan turun-temurun hingga
saat ini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Buol.Upacara adat Monuni semula dilakukan
pada anak pertama Suku Buol putra maupun putri, disaat bayi baru berusia tujuh hari dan paling
lambat berusia dua minggu sehingga biasanya keluarga yang baru akan mendapatkan anak,
setelah kandungan sang ibu mulai tua, persiapan-persiapan Monuni sudah mulai dikumpulkan
sedikit demi sedikit dan besar kecilnya kegiatan sudah direncanakan oleh kedua keluarga pihak
ayah dan ibu

Asal mula / sejarah Monuni seperti yang informan konon menurut sejarah bahwa pada
suatu hari, sang raja duduk dalam rumah di depan jendela sedang membaca Alquran / sedang
mengaji, tiba-tiba didatangi oleh seorang pembantu raja, menyampaikan berita bahwa ada
seorang bayi diletakkan ditangga rumah dan tidak dilihat siapa yang meletakkan bayi tersebut.
Kemudian raja berkata bahwa itu adalah anak ku sayang dan langsung memerintahkan kepada
pembantu raja agar bayi tersebut dimandikan dengan air kelapa emas dan disarungi dengan
Wudo- Wudo kemudian tertidur ditimang-timang oleh sang raja lalu dimasukan dalam buaian.
Sejak saat itu dimulailah acara / ritual Monuni untuk Suku Buol.

Monuni berasal dari kata Tuni artinya “buaian” jadi Monuni artinya membuai anak bayi,
dapat diartikan Monuni adalah menempatkan seorang bayi dalam buaian atau ayunan. Maksud
dan Tujuan Pelaksanaan Adat Monuni yaitu sebagai bentuk harapan agar mendapatkan
kehidupan yang baik dan dijauhkan dari setiap masalah serta marabahaya. Secara khusus,
harapan upacara adat Monuni ini dilaksanakan untuk menghindari hal-hal yang buruk seperti
penyakit, supaya pertumbuhan si anak menjadi sempurna, cepat besar, cerdas, cekatan juga
pandai berbicara serta memiliki rezeki yang berlimpah.

Pelaksanaan Monuni pada Suku Buol dibagi dalam 4 (empat) kategori hal-hal tersebut
disesuaikan dengan kemampuan atau keturunan keluarga raja, bangsawan dan masyarakat secara
umum, diantaranya:

a. Monuni Hadat Penuh (Monuni Adato Kuabvuta, Kuadualyom Bolre).

b. Monuni Hadat Dalam Rumah (Monuni Adato Kobvu Adualyom Bolre).

c. Bhuayut Pani

d. Tuni Ni Biang.

Pihak-pihak yang terkait/terlibat dalam pelaksanaan Adat Monuni:

➢ Raja dan permaisuri (Madika agu Taa Bukinio).


➢ Dukun kampung / dukun beranak (Biango / Pani).
➢ Camat dan istri (Ulrean agu Bukinio).
➢ Kepala Desa dan istri serta perangkatnya (Bubatono Kambungo agu Buki-Bukinio).
➢ Pegawai Sar’i dan istri / Pemuka Agama (Tilo Lrebi agu buki - bukinio).
➢ Para Pemangku Adat (Tilo Dudulyaka No Hadat).

Tetapi unsur kepercayaan sebelumnya juga masi melekat dalam kehidupan masyarakat
buol, contohnya masih percaya bahwa alam gaib berpengaruh dalam kehidupan dan hasil panen
mereka. Mereka takut pada tempat-tempat keramat dan sering mencari bantuan dukun untuk
mengobati anggota mereka yang sakit atau mengusir roh-roh jahat. Adapaun mata pencarian
suku buol bertani dan berkebun, sedangkan masyarakat buol yamg tinggal di daerah pesisir
merupakan nelayan. Adapun profesi lain ialah pedagang dan guru.

ETNOGRAFI TOLI TOLI

Suku Toli Toli berdiam di daerah Sulawesi Tengah, tepatnya di suatu daerah yang
membentang dari sebelah selatan Sojool Seoo Lenjuu, Pulau Taring hingga di sebelah utara
Kuala Lakuan, Gunung Raeta dan Gunung Tabadak. Toli toli artinya 3 (tiga), dimana
masyarakatnya percaya bahwa Suku Toli Toli berasal dari 3 orang. Menurut riwayat suku
tersebut, tiga orang yang dimaksud adalah:

Tau dei olisan bulaan: orang dari bambu kuning

Tau dei pun lanjat: orang dari pohon langsat


Tau dei ue taka: orang dari rotan saka

Walaupun secara administratif nama daerahnya adalah Toli Toli, masyarakat dari suku ini
tidak mau disebut suku Toli Toli, melainkan suku Totoli. Suku Totoli memiliki bahasa sehari-
hari yang digunakan dalam keluarga dan masyarakat suku Totoli sendiri yang disebut sebagai
bahasa Totoli. Penggunaan bahasa Totoli semakin menyempit, dimana tidak dapat ditemukan
dalam kelompok masyarakat yang lebih luas, seperti di pasar, kantor, ataupun masjid.

Suku Toli Toli memiliki pakaian adat yang unik dengan menggunakan bahan kulit kayu
ivo dan kulit kayu nunu sebagai bahan pembuatnya. Pakaian adat wanita menggunakan Badu
atau blus lengan pendek dengan lipatan-lipatan kecil yang dihiasi manik-manik dan pita emas.
Pemakaian blus ini dipadu dengan bawahan berupa puyuka yang berupa celana panjang yang
dihiasi pita emas dan manik-manik, ban pinggang berwarna kuning, serta lipa atau sarung
sebatas lutut. Sedangkan, pakaian adat pria berupa blus lengan panjang dengan leher tegak yang
dihiasi pita emas dan manik-manik berwarna kuning dipadukan dengan puyuka. Ditambahkan
pula sarung sebatas lutut serta sanggo sebagai penutup kepala. Beberapa perhiasan yang
digunakan dalam upacara adat berupa daun enau dan kulit kayu.

Terdapat daerah Tando Kanau yang diyakini memiliki kekuatan supra natural dimana
daerah tersebut diyakini sebagai pusat kekuatan gaib yang bersumber dari Gunung Tatanggalo
dan juga sebagai pusat pertemuan dunia gaib dari ketiga leluhur suku Tolitoli.

Bahasa Totoli (Tolitoli) atau disebut Tinga Totoli adalah sebuah bahasa Austronesia yang
dipertuturkan di daerah pantai utara

Anda mungkin juga menyukai