Anda di halaman 1dari 12

ETNOGRAFI PAPUA

KEBUDAYAAN SUKU MOI

Jurnal Penelitian
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etnografi Papua

Disusun oleh Kelompok 2


1. Megasari Tumpu (2019 6120 1031)
2. Evi Ardita Sari (2019 6120 1026)
3. Suntinah (2019 6120 1025)
4. Eva D Darmayanti (2019 6120 1013)
5. Indah Mei Sabtiwi (2019 6120 1083)
6. Wulan Nur Laila (2019 6120 1005)
7. Lingga Sambuaga (2019 6120 1040)
8. Fransiska Imairuhu (2019 6120 1032)
9. Findy Rensi Kaiba (2019 6120 1024)
10. Nurul Annisa Irianto (2019 6120 1065)
11. Hesti Hidayanti (2019 6120 1020)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SORONG
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki
keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya, serta kekayaan di
bidang seni dan sastra.Semua sejalan dengan keanekaragaman etnik,
suku bangsa dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi
nasional.Papua adalah salah satu di antara pulau-pulau di Indonesia
yang memiliki berbagai macam suku bangsa, salah satunya adalah suku
Moi.
Suku Moi adalah salah satu dari suku yang ada di Papua Suku
ini berada tepat di bagian daerah Sorong, Papua Barat. Sesungguhnya
papua merupakan alam yang eksotis dengan keanekaragaman budaya,
Bahasa, adat bahkan keanekaragaman hayatinya. Terutama daerah
Sorong Papua memiliki banyak suku dan bahasa yang berbeda-beda dan
berates-ratus perbedaan meskipun satu pulau. Disamping itupun banyak
kebudayaan yang berbeda-beda dengan suku Papua lainnya dan perlu
kita ketahui bahwa papua merupakan satu wilayah di Indonesia yang
memiliki suku bangsa yang paling banyak serta unik.

Moi dalam beberapa literatur sering di jumpai penyebutannya


dengan nama ”Mosana” artikulasi kata “orang yang lembut dan ramah”
merujuk kepada suatu daerah dibagian pulau Salawati yang menghadap
tanjung kepala burung. Penyebutan Mosana di tujukan kepada suku Moi
secara keseluruhan, akan tetapi pada dasarnya kata tersebut tidak
berlaku bagi masyarakat Moi secara menyeluruh, kata tersebut hanya
menunjukan Suku Moi sejak awal (Vorhooeve : People and Language
1975). Disebutkan bahwa asal mula suku Moi dari Klawelem di distrik
Makbon. Selain itu dalam teks-teks Belanda terdapat sebutan Moi dan
Moi secara bergantian. Penyebutan kata tersebut merujuk pada Suku
Moi yang mendiami wilayah Kepala Burung, dijelaskan juga bahwa
suku Moi berkarakter lembut, sopan dan tak beringas serta bertutur kata
manis, artikulasi tentang kata Moi pada hakekatnya menyatakan realitas
kehidupan Masyarakat Moi sebagai masyarakat adat yang sangat
terbuka terhadap pengaruh dari luar, selain itu ditemukan dalam
penelitian bahwa kemungkinan Suku Moi dalam bentuk fisiknya sedikit
berbeda dengan kebanyakan suku di Kepala Burung Papua, disebabkan
oleh perkawinan campur antara orang pribumi dan pendatang, hal itu di
buktikan dengan istilah ne saf (pendatang), istilah ne saf di buktikan
dengan perubahan pada marga seperti Manggapraw menjadi
Manggablaw dan Arfayan menjadi Arfan.

Namun pada hakekatnya dapat dikatakan bahwa Suku Moi


merupakan suku asli yang mendiami Sorong dan Raja Ampat.
Kendatipun secara struktur pemerintahan sekarang, Raja Ampat telah di
mekarkan menjadi kabupaten terpisah dari Kota Sorong berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang diberlakukan sejak Januari 2001. Terdapat pendapat lain mengenai
Suku Moi, yang mengatakan bahwa Suku Moi merupakan orang padang
rumput, akan tetapi tidak adanya bukti dan sumber pendukung yang
dapat membenarkan pendapat ini, selain itu juga tidak adanya
pengakuan dari masyarakat Moi tentang argument tersebut tentang
orang Moi sebagai orang rumput, dikarenakan konteks keberadaan suku
Moi tidak dapat menyatakan identitas mereka sebagai orang rumput.
Sedangkan penyebutan kata Sorong bagi Suku Moi disebut Maladum.
Sejarah kata Maladum dimunculkan pada masa pemerintahan Belanda.
Dimana pada waktu pemerintah Belanda membuka Kota Sorong, pihak
Belanda mempekerjakan masyarakat Moi, tugas masyarakat Moi pada
waktu itu membersihkan lahan-lahan yang banyak di tumbuhi pohon
gelobak (sejenis tanaman lengkuas) yang dalam bahasa Moi disebut
dum. Dari situlah masyarakat Moi menamakan kota Sorong.
Nenek moyang suku Moi berasal dari Genyem. Kata
Mioritasnya “pemandangan matahari sore yang kemerah-merahan dan
agak berkabut di atas bukit.” Secara khusus orang Moi yang berada di
daerah di desa kendate terdiri dari 11 klan, klan ini memiliki asal-usul
yang berbeda Orang pertama yang menempati desa kendate adalah klan
walli. Walli artinya manusia yang keluar dari dalam tanah atau
“manusia yang hidup.”Pada tahun 1912 injil masuk ke teluk
Demaenggong dibawa oleh Yakob Suae yang berasal dari desa Entyebo,
orang Moi yang pertama kali menerima injil adalah klen
Wandadaya.Menurut sejarah yang diceritakan oleh para orang tua adat,
peradaban suku Moi berawal dari dua kekuatan yaitu Tamrau dan
Maladofok.Tamrau adalah sebagai kekuatan untuk laki-laki dan
Maladofok adalah sebagai kekuatan untuk perempuan.Tamrau dan
Maladofok merupakan kedua tempat keramat suku Moi yang dipercaya
mengandung kekuatan magis yang tidak bisa dilewati oleh sembarang
orang, selain yang memiliki kemampuan dan kekuatan khusus. Di kedua
tempat ini terdapat sejumlah benda keramat berbentuk panic, wajan,
kapak, kebatuan, dll. Karena dipercaya sebagai tempat keramat dan
pusat peradaban suku Moi pertama kali dalam legenda peradaban suku-
suku di Papua, dengan demikian maka kedua tempat ini dijaga dan
dihormati oleh suku-suku Moi sampai sekarang. Jika ada pihak luar
yang mencoba menganggu maka suku-suku Moi akan marah dan
melakukan tindakan untuk mengusir pihak luar tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal Usul dan letak geografis suku Moi ?
2. Bagaimana Populasi dan Penyebaran Suku Moi ?
3. Bagaimana sistem religi dan kepercayaan suku Moi ?
4. Seperti apakah sistem kekerabatan pada suku Moi ?
5. Apa mata pencaharian masyarakat suku Moi
6. Apa saja peralatan dan perlengkapan hidup yang biasa digunakan
suku Moi ?
7. Apa Bahasa yang digunakan suku Moi ?
8. Seperti apa kesenian yang dimiliki oleh suku Moi ?
9. Bagaimana sistem pengetahuan yang dimiliki oleh suku Moi ?

1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk menyelesaikan tugas kampus dalam mata kuliah Etnografi
Papua
2. Agar membantu pembaca untuk mengetahui kebudayaan yang
terdapat pada suku Moi
3. Sebagai sumber referensi untuk mengetahui kebudayaan suku Moi
4. Untuk ikut menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ASAL USUL DAN LETAK GEOGRAFIS SUKU MOI


Kata Moi dalam beberapa literatur sering di jumpai penyebutannya
dengan nama “Mosan” artikulasi kata ”orang yang lembut dan lemah” merujuk
kepada suatu daerah di bagian pulau Salawati yang menghadap tanjung kepala
burung. Penyebutan Mosana di tujukan Kepada suku Moi secara keseluruhan,
akan tetapi pada dasarnya kata tersebut tidak berlaku bagi masyarakat Moi
secara menyeluruh, kata tersebut hanya menunjukan Suku Moi sejak dari
Klawelem di distrik Makbon.

Selain itu dalam teks-teks Belanda terdapat sebutan Moidan Mooi secara
bergantian. Penyebutan kata tersebut kata merujuk pada suku Moi yang
mendiami wilayah kepala Burung.di jelaskan juga suku Moi berkarakter
lembut, sopan dan tak beringas serta bertutur kata manis, artikulasi tentang kata
Moi pada hakekatnya menyatakan realitas kehidupan masyarakat Moi sebagai
masyarakat adat yang sangat terbuka terhadap pengaruh dari luar.Suku ini
berada tepat di bagian daerah Sorong Papua Barat, Letak Sorong secara
geografis berada tepat pada gambar kepala burung, karena dalam peta
tergambar lebih menyerupai gambar burung.

2.2. Populasi dan penyebaran Suku Moi

Suku Moi yang mendiami wilayah Raja Ampat dan Sorong saat ini
meliputi 8 sub yaitu: Moi Legin, Moi Abun, Moi Karon, Moi Moraidm Moi
Segin, dan Moi Maya, yang penyebaranannya pada wilayah-wilayah tertentu.
Saat ini di karenakan pemekaran wilayah di Kota Sorong dan Raja Ampat maka
Suku Moi terbagi dalam wilayah pemerintahan kabupaten, distrik, kampung
dan kelurahan. Populasi suku Moi hingga sekarang di tahun 2020 jumlah
populasi mencapai 6700 populasi.

2.3. SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN

Suku Moi memiliki kepercayaan tradisional yang di yakini kepercayaan


itu tetap ada sekalipun mereka sudah percaya pada ajaran agama yang di
ajarkan pada mereka. Masyrakat percaya kepada arwah-arwah roh yang berada
di sekeliling mereka, Suku Moi juga mengenal ilmu gaib misalnya di gunakan
untuk membantu aktifitas mata pencarian hidup seperti berkebun, berburu, dan
menangkap ikan. Mereka telah percaya oleh satu dewa atau tuhan yang
berkuasa di atas dewa-dewa yang disebut dengan nama “Fun Nah Dan Muwe”
bagi suku moi semua dewa dan para roh leluhur harus dihargai dan dihormati.
Acara ritual pemujaan pada suku moi terbentuk dalam wujud patung namun,
pemujaan dan penyembahan dilakukan kepada alam sebagai bentuk keyakinan
kepada dewa.

Zaman dahulu sebelum masyarakat suku Moi belum mengenal dengan


adanya Agama Islam, Kristen katolik, protestan, dsb, mereka telah mempunyai
kepercayaan sendiri dan itu merupakan kepercayaan yang unik, di sebut unik
karena Menurut salah satu tokoh kebudayaan di suku Moi (Yan Malibela)
berkata bahwa suku Moi percaya pada “tuhan putih” dan juga “tuhan hitam” di
mana tuhan hitam di sebut dengan “Naaki” dan tuhan putih disebut Naazoo”,
tuhan putih ( Naazoo) di percaya sebagai tuhan yang telah menciptakan dan
menjaga langit sedangkan tuhan Hitam (Naaki) di percaya sebagai tuhan yang
telah menciptakan dan menjaga bumi dan isinya, hal ini telah berlangsung lama
sampai agama tersebar di daerah mereka tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa ada sebagian masyarakat yang memeluk kepercayaan itu, karena sifat
terbuka dan menerima segala sesuatu yang bersifat positive yang akan
membangun daerah mereka maka suku Moi pada zaman sekarang ini bias di
bilang sudah modern karena sebagian dari mereka ada yang sudah mengenal bahkan
menguasai teknologi modern.

2.4. SISTEM KEKERABATAN SUKU MOI

Dalam system kekerabatan suku Moi, peranan seorang anak laki-laki


yang sudah kawin dan belum dapat mengurus rumah tangga di beri kesempatan
untuk tinggal dengan orang tuanya untuk megurus kebutuhannya bersama
keluarganya. Keluarga inti pada suku Moi terdiri dari ayah,ibu dan anak-
anaknya yang belum menikah. Untuk keluarga luas adalah kelompok keluarga
kekerabatan yang terdiri dari kumpulan keluarga inti yang saling berhubungan
karena sedarah dan hidup bersama. Sistem kekerabatan ini mengatur hubungan
klen satu dengan klen yang lain, pola hubungan kekeluargaan mereka
berdasarkan hubungan asal usul peradaban dari setiap klen terhadap klen atau
marga yang lain. Bentuk perkawinan monogamy dianggap merupakan wadah
terpenuhinya tujuan keluarga dengan cara yang lebih baik, artinya perkawinan
yang menguntungkan bukan saja bagi istri dan anak-anaknya tetapi warga
masyarakat yang lainnya.

2.5. MATA PENCARIAN MASYARAKAT SUKU MOI

Sistem mata pencarian suku Moi secara khusus adalah peramu, berburu,
petani dan nelayan, dalam memenuhi kebutuhan hidup baik secara individu
ataupun kelompok atas hak adatnya, Masyarakat Moi yang hidupnya berdiam di
bantaran sungai, danau dan laut pada umumnya bermata pencarian sebagai
nelayan, sedangkan masyrakat pedalaman hidup dengan cara berburu hewan
seperti rusa, babi, kasuari, kus-kus burung dan bertani. Akan tetapi sekarang
sebagian besar masyarakat Moi telah meiliki beragam profesi tidak hanya
sebatas berburu, bertani, nelayan melainkan juga telahbekerja pada berbagai
instansi pemerintahan seperti menjadi pegawai negri sipil, polisi, dosen, tukang
ojek, penjual di pasar dan berbagai macam prpfesi lainnya guna memnuhi
kebutuhan hidup.Akan tetapi dengan menekuni profesi yang baru tidak
membuat masyrakat Moi meninggalkan profesi lama, seperti berkebun, berburu
dan lain-lain.hingga saat ini masih banyak orag-orang tua yang ke hutan dan ke
laut untuk bercocok tanam, berburu, dan menangkap ikan,

2.6. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN HIDUP SUKU MOI

Peralatan berburu suku Moi adalah tombak, busur, dan anak panah yang
terbuat dari bambo atau tulang kasuari, Busur terbuat dari pelepah sagu.
Anak panahnya dari bambo halus dan kecil dan di runcing ujungnya
atau tulang-tulang daun sagu biasanya di pakai berburu burung, sementara tali
busur menggunakan tali dari pohon nibung bagi suku Moi yang tinggal di
pesisir pantai, tombak juga di guakan untuk menangkap ikan.Pola berburu
mereka adalah menggunakan busur panah yang di lakukan secara individu oleh
seorang pemburu, Selain itu sebagai petani yang bercocok tanam seperti ubi,
keladi, pisang, singkong, sagu, menggunakan alat berupa cangkul, batu dan
bambu.

2.7. BAHASA YANG DI GUNAKAN SUKU MOI

Bahasa suku Moi pada masa lampau selama ratusan tahun tahun
menempatkan diri menjadi bahasa lingua franca (bahasa pengantar) di
seluruh jazirah Kepala Burung. Bahasa Moi juga mampu bertahan sampai
sekarang sebagai bahasa yang masih hidup di tengah pengaruh Bahasa
Indonesia atau Bahasa Melayu, Serta bahasa-bahasa Aaustronasia selama
ratusan tahun, karena interaksi dengan dunia luar seperti suku-suku dari
bagian barat papua dan suku-suku di pesisir utara pulau papua.
Berkurangnya penutur bahasa sirama dengan terkikisnya nilai-nilai budaya
suku Moi, pada akhirnya budaya suku Moi yang akan menjadi cerminan
dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dan suku bangsa lambat laun
berkurang pengariuhnya. Padahal di dalamnya terkandung berbagai kearifan
local yang sangat luhur.

Suku Moi yang menjadi media media komunikasi dalam kehidupan


sehari-hariterutama di gunakan untuk komunikasi 8 sub suku Moi sendiri
bahkan dengan pendatang, sehingga apabila ada seseorang yang ingin yang
ingin pergi dan tinggal di beberapa kabupaten di atas, maka ia harus belajar
menggunakan bahasa Moi agar dapat bekomunikasi dengan sukuMoi dengan
Baik dan benar. Bagi para pendatangmaupun orang asli suku Moi yang
belum bias menggunakan bahasa Moi dapat menggunakan alat bantu berupa
buku kamus bahasa Moi sebagai Alat terjemahan, namun buku kamus
terjemahan tersebut sangat langka dan bahkan hampir tidak ada. Penggunaan
bahasa moi juga telah mengalami penurunan dalam sehari-hari, terutama
bagi generasi muda dan masyarkat suku Moi, sehingga bahasa suku Moi
termasuk salah satu bahasa daerah Indonesia yang hampir punah karena
jarang di gunakan.

2.8. KESENIAN SUKU MOI

A. TarianAdat

Tarian adat daerah papua merupakan asset bangsa dalam bidang


kesenian nusantara melalui Nusantara. Papua mengekspresikan emosi
budaya lokalnya. Bisa dibilang tari tradisional papua adalah cerminan
jati diri yang harus dipahami oleh semua orang, khusunyawarga
Indonesia, bukanhanyawarga di wilayah papua saja.

1. Tari wutukala
Tariwutukala berasal dari Papua Barat, Khusus suku Moi, tarian
wutukala mengisahkan seseorang yang berburu ikan dengan
menggunakan seakar pohon yang dapat membiusikan sampai mati
dengan cara, akar pohon yang dicabut di tempatkan pada suatu
tempat yang telah disediakan dalam kolam ditumbuk dan
disebarluaskan ketempat-tempat dimanaikan-ikan bersembunyi.
2. Tari srar
Srar atau syokh artinya menari dan menyanyi. Selain itu srar artinya
menari sambil menginjakkan kaki/menghentakkan kaki ke bumi
sebagai suatu rasa keindahan dalam sukma yang diekspresikan pada
saat selesai melaksanakan tugas atau misi yang di percaya oleh
pemimpin adat. Tarian srar ditarikan secara berkelompok pria dan
wanita secara berpasang-pasangan dengan dipandu atau dipimpin
oleh seorang pemimpin tarian dan lebih memfokuskan pada
hentakkan kaki.
3. Tari Alen
Merupakan tarian yang digunakan masyarakat suku moi untuk
menyambut tamu special yang berkunjung kedaerah tersebut.
B. KerajinanTangan
1. Noken

Noken merupakan kantong atau tas yang di sulam secara tradisional


dari bahan alami yang berasal dari kulit kayu. Noken telah menjadi
salah satu kerajinan tangan khas papua, biasanya noken dipakai untuk
membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, sampai
barang belanjaan. Tak hanya itu noken juga di pakai dalam upacara adat
dan sebagai kenang-kenangan. Noken memiliki makna dan kedudukan
sangat penting di dalam struktur kehidupan tradisional masyarakat suku
Moi. Walau terlihat sederhana, ternyata hanya perempuan papua yang
dapat menyulam serat-serat dari pelepah kulit kayu ini menjadi sebuah
tas, apabila seorang perempuan belum dapat membuat noken maka dia
dianggap belum dewasa dan belum layak untuk menikah. Secara adat
laki-laki tidak boleh membuat noken, karena noken adalah symbol
kesuburan kandungan seorang perempuan.
C. Alat Musik
1. Tifa

Tifa merupakan alat music tradisional yang memiliki bentuk


hamper mirip dengan gendang. Bahkan, tekhnik untuk memainkan alat
music ini pun hamper sama. Alat music ini dibuat dari sebongkah kayu
yang dilubangi bagian dalamnya. Kemudian pada salah satu sisi tifa
ditutup dengan menggunakan kulit rusa yang sudah dikeringkan. Hal
itulah yang nanti nyamenghasilkan suara yang indah.

2.9 SISTEM PENGETAHUAN SUKU MOI

Pada waktu dimana masyarakat suku Moi belum mengenal pendidikan


formal, mereka telah memiliki pendidikan sendiri, yaitu pendidikan yang di
mana hanya diikuti khusus anak lelaki, jadi tidak ada pendidikan untuk anak
perempuan karena bagi mereka anak lelaki kelak akan menjadi kepala keluarga
yang harus bertanggung jawab atas keluarganya sedangkan anak perempuan
hanya menjadi ibu rumah tangga yang bertugas mengurus anak dan suaminya
kelak. Rumah tempat mereka belajar disebut “kambik”, di dalam rumah itu
anak lelaki darisuku Moi tidak diajarkan seperti pada zaman sekarang, mereka
di beri pengetahuan tentang bagaimana caranya bercocok tanam. mancing,
membuat rumah, dan segala hal lainya yang hanya dilakukan oleh anak lelaki
yang kelak suatu saat akan menjadi kepala keluarga, dan pendidikan
pengetahuan ini wajib bagi semua anak lelaki suku moi.

Anda mungkin juga menyukai