Anda di halaman 1dari 230

Drs Zuhdi Maaruf. M.

Pd

PENDIDIKAN
BUDAYA
MELAYU
PEND BUDAYA MELAYU
DRS. H Zuhdi Maaruf M.Pd
DISKRIPSI MATA KULIAH : MATA KULIAH ini berisi
tentang pengetahuan budaya melayu
meliputi sejarah,perkembangan budaya,
filosofi norma sikap, cipta, rasa, karya
orang melayu yang positif dan dapat
dijadikan sumber pendukung pendidikan
karakter bangsa yang memiliki jati
diri,berbudaya melayu dalam bingkai
budaya nasional.
Kompetensi
Setelah mengikuti kegiatan perkuliahan
kompetensi mahasiswa yang ingin dicapai
1. Memiliki wawasan pengetahuan budaya
Melayu sebagai mosaik budaya Nasional
2. Memiliki kemampuan mengamalkan prilaku
positif dalam kerangka interaksi sosial
berlandaskan budaya Melayu
3. Memiliki kemampuan mengembangkan,
melestarikan nilai luhur budaya Melayu
Kegiatan Perkuliahan PBM
1.Kuliah tatap muka, diskusi, problem
solving,studi kasus
2.Tugas Kelompok
3.Tugas Individu
4. Kuis
5. Ujian Mid semester
6. Ujian Akhir Semester
Penilaian
1. Nilai Tugas kelompok 10 %
2. Nilai Kuis 10 %
3. Nilai Tugas Individu 10 %
4. Nilai UTS 30 %
5. Nilai UAS 40 %
Tugas Perkuliahan
1. Tugas kelompok : melakukan riset
sederhana baik melalui studi leteratur,
atau mencari /menggali informasi tentang
nilai,pengetahuan filosofi,teknologi
budaya Melayu yang ada pada lingkungan
masyarakat.Kemudian di presentasikan
2. Tugas Individu : Membuat karya tulis
tentang aspek budaya Melayu.
MATERI PERKULIAHAN
1. Pendahuluan , pengertian umum
kebudayaan , unsur-unsur kebudayaan
manusia
2. Sejarah asal usul Melayu, perkembangan
imperium Melayu di Nusantara.
3. Nilai filosofi budaya Melayu dalam
membentuk karakter pribadi bangsa.
4. Sains dan teknologi budaya Melayu.
Pengertian /defenisi Melayu :
1. Menurut UNESCO(1972) istilah Melayu =
adalah suatu suku bangsa yang mendiami
semenanjung Malaysia,Indonesia,Thailand,
Filipina, Madagaskar
2. Menurut Undang-Undang Malaysia 160(2)
orang Melayu adalah orang yang beragama
Islam, bertutur bahasa Melayu dan beradat
istiadat Melayu,dan lahir sebelum atau pada
hari kemerdekaan Malaysia yang menetap di
wilayah persekutuan tanah Melayu
3.. Berdasarkan Ras : Orang Melayu adalah ras
yang kulitnya berwarna coklat yang merupakan
campuran ras Mongol berwarna kuning, Dravida
berwarna hitam dan ras Aria berwarna putih. Dalam
pengertian semua orang di Nusantara (Asia
Tenggara) yang kulitnya berwarna coklat adalah
orang Melayu, sehingga ada sebutan Melayu Aceh,
Melayu Minangkabau, Melayu Batak, Melayu Jawa,
Melayu Semenanjung, Melayu Bugis, Melayu Riau
Melayu Jambi, Palembang…Ambon Betawi dsb.
4. Berdasarkan Suku Bangsa : Orang Melayu
adalah suatu sukubangsa yang mendiami negara
Indonesia, Malaysia, Brunai, Thailand, Singapura,
Kamboja,Filipina, Wilayah Madagaskar, Taiwan .
5.Berdasarkan sukubangsa menurut defenisi
Indonesia.: Orang Melayu adalah suku bangsa
yang bertutur bahasa Melayu, beradat istiadat
Melayu, mendiami pesisir timur pulau Sumatra,
Kepulauan Riau, Kalimantan Barat.
Dalam konteks ini Aceh, Batak,Minang kabau
Bugis , Jawa, termasuk non Melayu.

6. Berdasarkan konteks adat sukubangsa Melayu


Kuantan dan Kampar : Orang Melayu merupakan
suatu suku yang berada diantara berbagai suku lain
seperti Caniago, Piliang,Tiga kampung, Lima
kampung, Bodi,dsb Jadi yang dimaksud Melayu
disini adalah suku Melayu, suku lainnya non suku
Melayu.
.
3.
.
.

KEDATANGAN GELOMBANG 2. MELAYU DEUTRO


.
.

Kaum wanita Yunan memiliki kesamaan dengan wanita Melayu


TEORI ASAL USUL NENEK MOYANG ORANG MELAYU

1. DARI YUNAN ( Robert Hene van Gelden,1966).


Nenek moyang Melayu berasal dari ASIA TENGAH, Yunan
(China selatan ) yang datang ke wilayah nusantara secara
bergelombang – Melayu Proto (2500 SM) -Melayu Deutro (1500
SM). Sementara di bumi melayu sudah ada penduduk asli ras
Weddoide/Weda, Negrito,Melanesia, Austronesia
Dasar Teori ini berdasarkan temuan bukti-bukti :
- Alat-alat bantu /kapak batu dan artefak memiliki kesamaan
yg ditemukan di kepulauan Melayu dan Asia Tengah.
- Adanya kesamaan Adat istiadat Melayu dengan Assam
- Adanya kesamaan bahasa penduduk Melayu dengan
Kamboja yg serumpun sepanjang sungai Mekong.
2. DARI BUMI NUSANTARA SENDIRI
Orang Melayu telah ada di bumi nusantara 40.000-2000 SM
- adanya temuan fosil-fosil Homo Wajakensis, Homo
Soloinensis,di jawa dan Perak-Man ( Malaysia )
TEORI ASAL USUL NENEK MOYANG ORANG MELAYU
Sisa ras Weddoide di Riau : Suku Sakai (Mandau)
Suku Bonai ( Rohul )
Suku Kubu (jambi)
Suku Senoi ( Malaysia )
Suku Tokea, Toela (Sulawesi )
Ciri ras Weddoide ini : berkulit sawo matang/ hitam,
tubuh kecil 1,5 m rambut berombak
Perbedaan ras Weddoide Melayu Proto -Deutro
Food gathering Food Producing
hidup pada zaman batu tua batu muda
Mesolitikum Neolitikum
Nomaden Menetap
tinggal di rumah di rumah
TEORI ASAL USUL NENEK MOYANG ORANG MELAYU

Kedatangan orang Melayu gelombang pertama


2500 SM, dari Yunan yaitu melayu Proto,
keturunannya masih ada di Riau adalah suku
Talang Mamak (INHU), suku Laut (INHIL)

Kedatangan gelombang ke dua 1500 SM,


Melayu Deutro menyebabkan Melayu Proto
terdesak ke pedalaman, karena Melayu Deutro
memiliki teknologi lebih maju,kemampuan
berniaga, pertanian lebih maju.dan mereka
tinggal di kawasan pesisir dan sering
berhubungan dengan dunia luar.
Suku BONAI RAS WEDDOIDE SUKU KUBU
SUKU ASLI DI RIAU
TALANG MAMAK PROTO MELAYU
SUKU LAUT PROTO MELAYU
SUKU ANAK DALAM MUSI RAWAS PROTO MELAYU
SUKU ANAK DALAM JAMBI
ETIMOLOGI,NAMA MELAYU

Pada dinasti Yuan (1271–1368)


lewat Mongol dan Dinasti Ming (1368–1644),
perkataan Ma-La-Yu disebut sering (dalam
sejarah China) untuk merujukkan pada sebuah
negara dari laut selatan dengan ejaan
berlainan oleh kerana perubahan dinasti.
(Cina: 木剌由) - Bok-la-yu, Mok-la-yu
(Cina: 麻里予兒) - Ma-li-yu-er
(Cina: 巫来由) - Oo-lai-yu (diambil dari sumber
tulisan biksu Xuan Zang)
(Cina: 無来由) - Wu-lai-yu
ETIMOLOGI,NAMA MELAYU

Ungkapan berikut ialah


sebahagiannya dikutip dari Babad
Yuan Mongol terdahulu (dalam bahasa
Cina): Babad Yuan Mongol
"以暹人与麻里予兒旧相仇杀,至是皆归
顺,有旨谕暹人“勿伤麻里予兒,以践尔
言"。
(dalam bahasa Melayu: "Permusuhan
bermuncul di antara Siam dan Ma-la-
yu (Melayu) dengan kedua-dua
mereka membunuh sesama sendiri
ETIMOLOGI,NAMA MELAYU

1. BERASAL DARI NAMA KERAJAAN MELAYU JAMBI


2. BERASAL DARI KATA MELAYU = BERLARI , VERSI JAWA

VERSI PERTAMA
KATA MELAYU BERSUMBER DARI NASKAH KUNO CHINA DAN
INDIA.
- EKSPEDISI I-THING(671 M) MENYEBUTKAN ADA KERAJAAN
BERNAMA MO-LO YU ADA DI TEPI SUNGAI BATANGHARI
JAMBI
- NASKAH KUNO BAHASA TAMIL ,SANSAKRIT,ADA KATA
MALAIUR = KOTA DI BUKIT, MALAi =BUKIT UR = KOTA
DARI PRASASTI CHOLA TANJORE (1030-1031m) PRASASTI
ROCORE (1286 M ) YG MENYATAKAN BAHWA KERAJAAN
MELAYU BERADA DAERAH JAMBI YG DIBENTENGI
PERBUKITAN
-- PRASASTI KEDUKAN BUKIT, MENYATAKAN KERJAAN
MELAYU JAMBI ITU BERNAMA MINANA TAMWA
BERKEDUDUKAN DI MUARA SUNGAI BATANG HARI
VERSI KEDUA
MELAYU = BERLARI KATA INI BERASAL DARI JAWA
ALASAN NYA KARENA NENEK MOYANG SUKU INI
KEGEMARANNYA MENGEMBARA TERSEBAR DISELURUH
WILAYAH NUSANTARA DIKARENAKAN BANYAK TERJADI
PEPERANGAN PADA MASA ITU MENYEBABKAN MEREKA
MENGUNGSI/MELARIKAN DIRI
Dalam bahasa Tagalog, 'malayà' bermakna "bebas",
dari perkataan 'layâ' "untuk dibebaskan". Mungkin
mempunyai etymon sama dengan 'layag' dari
bahasa Tagalog dan 'layar' dari bahasa Indonesia
dan Melayu
Asal usul BAHASA MELAYU

BAHASA MELAYU MERUPAKAN RUMPUN DARI BAHASA


AUSTRONESIA MELIPUTI TAIWAN (FARMOSA) DI U TARA
NEW ZEALAND DI SELATAN
MADAGASKAR DI BARAT
KEPULAUAN EASTER DI TIMUR
KEMUDIAN BERCABANG DIAWALI BAHASA
MELAYU KUNO- MELAYU KLASIK – MELAYU MODEREN
PELOPOR BHS MELAYU SRIWIJAYA (600-1377M)-MOJOPAHIT,
(1292-1520 M) –MELAKA (1402-1528M)
BAHASA MELAYU KUNO
PADA AWALNYA BAHASA INI MERUPAKAN SALAH SATU
BAHASA YG DIGUNAKAN DIANTARA 200 BAHASA DI KALA ITU
DAN MULAI BERKEMBANG PESAT SEJAK MASA SRIWIJAYA
DIBAWAH PENGARUH HINDU DIBUKTIKAN DENGAN 4
PRASASTI MENGGUNAKAN GABUNGAN BAHASA MELAYU
KUNO DAN SANSAKERTA DENGAN HURUF PALAWA
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui
memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu
Kuno ) sebagai bahasa kenegaraan. Lima
prasati kuna yang ditemukan di Sumatera bagian
selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan
bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman
dari bahasa Sansekerta , suatu bahasa Indo-
Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan
penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena
ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad
berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-
kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin,
dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15
Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap
sebagai bahasa Melayu Klasik (classical
Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai
oleh Kesultanan Malaka, yang perkembangannya kelak
disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi . Penggunaannya
terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar
Sumatera, Jawa dan Semenanjung Malaya. Laporan
Portugis, misalnya oleh Tome Pires , menyebutkan
adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di
wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan
memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa
di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah
ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dar
bahasa Arab dan bahasa Parsi , sebagai akibat dari
penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad
ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab,
kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti
anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan
tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan
dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang
Pada masa MAJOPAHIT KITAB HINDU di terjemahkan
ke bahasa Melayu kuno untuk dipakai kawasan
nusantara karena bahasa jawa memiliki bahasa kasta.
Pada masa MELAKA, BAHASA MELAYU
menggunakan huruf JAWI ( Arab Melayu )
Bahasa Melayu kuno mempunyai ciri-ciri2 tertentu
seperti berikut :
i Adanya penggunaan klitik seperti –nda
ii Adanya awalan ni- (misalnya niwunuh yang
bermaksud dibunuh)
iii Adanya awalan mer/mar untuk ber sekarang.
iv Adanya imbuhan terbaagi per-an, paN-an, ka-an
v Adanya awalan sa-
vi Adanya awalan maN
vii Adanya akhiran –I, -kan
CONTOH EVOLUSI BAHASA MELAYU KUNO KE MODEREN
PALLAWA MODERN PALLAWA MODERN
Wulan Bulan Dangan Dengan
Wanyak Banyak Lapas Lepas
Wuat Buat Saribu Seribu
Wawa Bawa Tmu Temu
Wala Bala Bhumi Bumi
Manua Benua Bhasa Bahasa
Marlapas Berlepas Bhakti Bakti
Marwuat Berbuat Dhka Duka
Niparwuat Diperbuat Dhga Dahaga
Niminum Diminum Phla pahala
Sarivu Seribu Sapulu Sepuluh
ISI PRASATI TERTUA ,KEDUKAN BUKIT (605 SAKA=683 M)
PRASASTI DITEMUKAN DI KAKI BUKIT SIGUNTANG ,
PALEMBANG ,29-11-1920
TERJEMAHAN PRASASTI KEDUKAN BUKIT
Terjemahan oleh G. Coedes:
1 .Kemakmuran! Keberuntungan! Pada tahun Saka telah lewat
605, hari 2.kesebelas paruh terang bulan Waisakha, Sri Baginda
naik kapal mengambil kesaktian.
3. Hari ketujuh paruh terang
4. bulan Jyestha, raja membebaskan diri dari [MINANA
TAMWA…].
5. ia memimpin bala tentara yang terdiri dari dua puluh ribu
[orang]; pengikut
6. sejumlah dua ratus orang menggunakan perahu, pengikut
yang berjalan kaki
7.sejumlah seribu tiga ratus dua belas orang tiba di hadapan
[raja?], bersama-sama,
8.dengan sukacitanya. Hari kelima paruh terang bulan
9, riang, gembira, datang dan membuat negeri
10. Sriwijaya, sakti, kaya […].
Abad 6-7 M di Jambi ada kerajaan Melayu( Melayu Tua )
Berkedudukan di Muara Tembesi (wilayah Batang hari Jambi
) Merupakan saingan dari kerajaan Sriwijaya untuk menjadi
pusat perdagangan.di Selat Melaka
Catatan Dinasti Tang (China) pada awal abad 7 kerajaan
Jambi pernah mengirim utusan kerajaan Mo-lo-yu ke kaisar
China 644-645 M

Kerajaan Jambi berhasil dikuasai oleh Sriwijaya th 671 M.


Abad 11 setelah kekuasaan Sriwijaya lemah, di Muara Jambi
berdiri kerajaan Melayu muda bernama Dharmasraya,yang
melakukan perdagangan ,rempah kayu kayuan hasil hutan
dengan Arab India dan China
Kerajaan Melayu atau bisa
disebut Malayu, Kerajaan
Dharmasraya, atau
Kerajaan Jambi berdiri
antara abad ke 7 dan ke 14
Berita pertama kali yang
menerangkan keberadaan
Kerajaan Melayu di
Sumatra, yaitu dari Dinasti
Tang. Menurut catatan
Dinasti Tang, utusan Negri
Mo – Lo – Yeu ( Melayu )
pernah datang ke Cina
pada tahun 644 dan 645 M.
Berita I-THING
1. Berita tentang Kerajaan Melayu antara lain diketahui
dari dua buah buku karya Pendeta I-tsing atau I
Ching (634-713, dalam pelayarannya dari Cina ke
India tahun 671, singgah di negeri Sriwijaya enam
bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya
(tatabahasa Sansekerta). Ketika pulang dari India
tahun 685, I-tsing bertahun-tahun tinggal di
Sriwijaya untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddha
dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. I-tsing
kembali ke Cina dari Sriwijaya tahun 695. Ia menulis
dua buah bukunya yang termasyhur yaitu Nan-hai Chi-
kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang
dikirimkan dari Laut Selatan) serta Ta-T’ang Hsi-yu
Ch’iu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta
yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang)[7].
Kisah pelayaran I-tsing dari Kanton tahun 671
diceritakannya sendiri, dengan terjemahan sbb :
“Ketika angin timur laut mulai bertiup, kami
berlayar meninggalkan Kanton menuju selatan
.... Setelah lebih kurang dua puluh hari
berlayar, kami sampai di negeri Sriwijaya.
Di sana saya berdiam selama enam bulan
untuk belajar Sabdawidya. Sri Baginda
sangat baik kepada saya. Beliau menolong
mengirimkan saya ke negeri Malayu, di mana
saya singgah selama dua bulan. Kemudian
saya kembali meneruskan pelayaran ke Kedah
.... Berlayar dari Kedah menuju utara lebih
dari sepuluh hari, kami sampai di Kepulauan
Orang Telanjang (Nikobar) .... Dari sini
berlayar ke arah barat laut selama setengah
bulan, lalu kami sampai di Tamralipti
(pantai timur India)”
Dari tulisan atau berita I-tsing di atas, dapat diketahui
bahwa pelayarannya dari Sriwijaya ke Kedah, ia sempat
singgah di negeri Melayu. Artinya, negeri Melayu
terletak di tengah jalur pelayaran antara Sriwijaya
dengan Kedah. Ketika I-tsing pulang dari India tahun
685 M, ia berlayar dari Tamralipti (India) menuju Kedah.
Nama Mo-lo-yu (Melayu) muncul untuk pertamakalinya
ketika mengirimkan cinderamata negeri Melayu kepada
kaisar Cina pada tahun 644 M. Negeri Melayu itu
terletak di Provinsi Jambi sekarang ini. Ketika I-tsing
pertama kalinya berkunjung ke Sriwijaya, ia pergi juga
ke negeri Melayu dengan naik kapal. I-tsing
menuliskan, pelayarannya dari Sriwijaya ke Melayu
memakan waktu 15 hari.
JONG PERAHU CHINA
Naskah Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama
menyebutkan pada tahun 1275, Kertanagara
mengirimkan utusan Singhasari dari Jawa ke
Sumatera yang dikenal dengan nama Ekspedisi
Pamalayu yang dipimpin oleh Kebo Anabrang.
Prasasti Padang Roco tahun 1286 menyebutkan
tentang pengiriman arca Amoghapasa sebagai
tanda persahabatan antara Singhasari dengan
Dharmasraya.
Pada tahun 1293 tim ini kembali dengan membawa
serta dua orang putri Malayu bernama Dara
Jingga dan Dara Petak. Untuk memperkuat
persahabatan antara Dharmasraya dengan
Singhasari, Dara Petak dinikahkan dengan Raden
Wijaya yang telah menjadi raja Kerajaan
Majapahit mengantikan Singhasari. Pernikahan
ini melahirkan Jayanagara, raja kedua
Majapahit.
Sementara itu, Dara Jingga diserahkan kepada
seorang “dewa”. Ia kemudian melahirkan Tuan
Janaka yang kelak menjadi raja Pagaruyung
bergelar Mantrolot Warmadewa. Namun ada
kemungkinan lain bahwa Raden Wijaya juga
mengambil Dara Jingga sebagai istri, karena
hal ini lumrah sebab Raden Wijaya pada waktu
itu telah menjadi raja serta juga memperistri
semua anak-anak perempuan Kertanagara. Dan ini
dilakukan untuk menjaga ketentraman dan
kestabilan kerajaan setelah peralihan
kekuasaan di Singhasari.
Sebagian sumber mengatakan bahwa Mantrolot
Warmadewa identik dengan Adityawarman Mauli
Warmadewa, putra Adwayawarman. Nama
Adwayawarman ini mirip dengan Adwayabrahma,
yaitu salah satu pengawal arca Amoghapasa
dalam prasasti Padangroco tahun 1286
Saat itu Adwayabrahma menjabat sebagai Rakryan
Mahamantri dalam pemerintahan Kertanagara.
Jabatan ini merupakan jabatan tingkat tinggi.
Mungkin yang dimaksud dengan “dewa” dalam
Pararaton adalah tokoh ini. Dengan kata lain,
Raden Wijaya menikahkan Dara Jingga dengan
Adwayabrahma sehingga lahir Adityawarman.

Adityawarman sendiri nantinya menggunakan


gelar Mauli Warmadewa. Hal ini untuk
menunjukkan kalau ia adalah keturunan Srimat
Tribhuwanaraja.
Nama Adityawarman disebutkan pada arca
Manjusri di Candi Jago, Jawa Timur. Di dalam
prasasti tersebut diterangkan bahwa
Adityawarman bersama – sama Gajah Mada telah
berhasil menaklukkan Pulau Bali 1343
Adityawarman merupakan salah seorang putra
Majapahit keturunan Melayu yaitu putra dari R.
Wijaya dan Dara Jingga (asli Melayu).
Sebelum menjadi raja Melayu ia pernah menjadi
menteri di Majapahit. Setelah menjadi raja
Melayu, dia berhasil mengembangkan
kekuasaannya dengan menguasai daerah
Pagaruyung (Minangkabau).
Adityawarman merupakan penganut agama
Budha Tantrayana (kalacakra). Pemerintahan
Adityawarman berakhir pada tahun 1375 M, dan
setelah meninggal dunia diwujudkan dalam
patung Bhairawa. Ia digantikan oleh anaknya yg
bernama Anangwarman (tidak diketahui
ceritanya).
SRIWIJAYA

Pengetahuan mengenai sejarah kerajaan Sriwijaya


muncul pada awal abad ke-20 Masehi. Nama
Sriwijaya mulai muncul dan dikenal tahun 1918,
sejak George Coedes, peneliti berkebangsaan
Perancis, menulis buku berjudul Le Royaume de
Çriwijaya (Kerajaan Sriwijaya).
Kata Sriwijaya dijumpai pertamakali tertulis di
Prasasti Kota Kapur di pulau Bangka. Prasasti
yang ditemukan tahun 1892 dan berangkali tahun
608 Saka atau 686 M memuat keterangan
Sriwijaya menaklukkan bumi Jawa yang tidak
tunduk kepada Sriwijaya
Pada tahun 1913, peneliti Hendrik Kern mengindentifikasikan Sriwijaya
adalah nama seorang raja, yaitu Raja Wijaya. Alasannya, karena gelar Sri
biasanya dipakai sebagai sebutan atau gelar seorang raja. Lima tahun
kemudian (1918) pendapat Kern dibantah oleh Coedes. Coedes
berpendapat, berdasarkan telaah teks pada Prasasti Kedukan Bukit yang
ditemukan di Palembang dan catatan-catatan perjalanan para pendeta
Cina bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan.
Alasan-alasan Coedes adalah, pertama, dalam Prasasti Kota Kapur; pada
baris ke-2 tercantum kalimat kedatuan Çriwijaya (kerajaan Sriwijaya), baris
ke-4 tercantum kalimat datu Çriwijaya (raja Sriwijaya), dan baris ke-10
tercantum kalimat walla Çriwijaya (tentara Sriwijaya). Kedua, dalam
Prasasti Ligor tertulis jelas ungkapan Çriwijayendraja (raja Sriwijaya).
Ketiga, Prasasti yang dikeluarkan raja India, Raja I, pada tahun 1006, yang
dikenal dengan nama Piagam Leiden (karena tersimpan di Leiden,
Belanda), menyebutkan istilah Marawijayatunggawarman, raja Çriwijaya
(Sriwijaya) dan Kataha (Kedah). Dan keempat, nama Çrivijayam
(Sriwijaya) juga terdapat dalam daftar nama-nama negeri yang disebut
oleh raja Chola (Cholomandala), Rajendracola I, pada tahun 1025, seperti
yang tercantum dalam prasasti yang ditemukan di Tanjore, India Selatan.
Penghasilan negara Sriwijaya terutama diperoleh
dari sektor perdagangan, seperti komoditas ekspor
dan bea cukai bagi kapal-kapal asing yang singgah
di pelabuhan-pelabuhan milik kerajaan Sriwijaya.
Salah seorang peneliti sejarah Sriwijaya, J.C. van
Leur, merinci jenis-jenis komoditas ekspor tersebut,
yakni kayu gaharu, kapur barus, cendana, gading,
timah, ebony (kayu hitam), kayu sapan, rempah-
rempah, dan kemenyan. Sedangkan ke negeri Cina,
Sriwijaya mengekspor gading, air mawar, kemenyan,
buah-buahan, gula putih, cincin kristal, gelas, kapur
barus, batu karang, kapas, cula badak, wangi-
wangian, bumbu masak, dan obat-obatan. Barang-
barang tersebut bukan produksi Sriwijaya dalam
negeri Sriwijaya seluruhnya. Tapi, mungkin ada yang
berasal dari pertukaran barang dengan negara lain
yang punya hubungan dagang
Ibnu Faqih, dari negeri Arab, yang mengunjungi
Sriwijaya tahun 902 M, menyebutkan bahwa kota
Sribuza (Sriwijaya) sudah dikunjungi oleh berbagai
bangsa. Di pelabuhan Sribuza terdapat segala
macam bahasa, yaitu bahasa Arab, Persia, Cina,
India, dan Yunani, selain bahasa penduduk aslinya
sendiri. Dalam catatan Abu Hasan Ali Al-Mas’udi
(dari Arab) yang berjudul Muruju’z-Zahab Wa Ma-
Adinu’l-Jauhar tahun 943 M, tercantum keterangan
mengenai kerajaan sangmaharaja yang meliputi
Sribuza (Sriwijaya), Qalah, dan pulau-pulau lain di
Laut Cina. Tentaranya tak terhitung banyaknya.
Dibutuhkan waktu dua tahun jika kita akan
mengelilingi kerajaan Sribuza. Kerajaan itu banyak
menghasilkan tumbuh-tumbuhan dan kayu-kayuan
yang wangi, seperti kapur barus, cendana, cengkeh,
lada, dan minyak kesturi.
I-tsing yang mencatat perkembangan kerajaan Sriwijaya pada
sekitar abad ke-7 Masehi mengatakan, pelayaran orang-
orang Melayu di Sumatra ke negeri Cina memang dilakukan
pelaut-pelaut Melayu menggunakan perahu sendiri.
Kajian Wolters, dari Cornell University, mengenai abad-abad
pra-Sriwijaya pun membawa pada kesimpulan yang dimaksud
dengan The Shippers of the “Persian’ trade” adalah orang-
orang Melayu. Orang Melayu memang pelaut ulung, sehingga
orang Portugis membuat buku panduan laut (roteiros)
berdasarkan petunjuk-petunjuk dari pelaut Melayu.
Ketangkasan bangsa Melayu sebagai pelaut ulung hingga
sekarang masih tersisa, misalnya seperti yang masih dapat
disaksikan pada kepiawaian sukubangsa Melayu di
masyarakat Palembang yang masih bergelut dengan sungai
Musi dan di daerah Kepulauan Riau.
. Bukti tertulis mengenai penggunaan perahu
sebagai sarana transportasi pada masa Sriwijaya
disebutkan dalam prasasti Sriwijaya, berita Cina, dan
berita Arab.
Prasasti dari zaman Sriwijaya yang menyebutkan
penggunaan perahu sebagai alat transportasi utama
adalah Prasasti Kedukan Bukit. Dalam Prasasti itu
disebutkan bahwa Dapunta Hyang berangkat dari
Minanga dengan membawa 20.000 balatentara dan
200 peti perbekalan (logistik) yang diangkut dengan
perahu-perahu.
Apabila dibandingkan dengan perahu pinisi yang
dapat mengangkut 500 orang, maka perahu yang
dibutuhkan Dapunta Hyang dalam ekspedisinya
tersebut, sekurang-kurangnya dibutuhkan 40 perahu
yang seukuran dengan perahu pinisi.
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

A.Kerajaan Melaka (1400 M-1511 M)


Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun
1380-1403 M. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan
merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut
agama Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya
di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit
Kedaulatan dan kekuasaan ada di tangan Sultan,dalam
sistem pemerintahan Sultan di Bantu oleh Datuk Bendahara
dan dewan permusyawaratan yang disebut Wazir Berempat
sedangkan angkatan perang dipegang oleh seorang
Laksamana.Sultan-Sultannya adalah:
1.Parameswara,bergelar Sultan Iskandar Syah (1400 M-1424 M)
2.Raja Kecil Besar atau Sri Maharaja,bergelar Sultan Muhammad Syah(1424
M-1444 M)
3. Sultan Muzaffar Syah (1444 M-1458 M)
4. Sultan Mansur Syah (1458 M-1477 M)
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui


hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan
untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua
kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina
dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai
dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik
negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah
seorang putri Majapahit. Sultan-sultan yang memerintah setelah
Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik
bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1459-
1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan
Malaka juga menikahi seorang putri Majapahit sebagai
permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina tetap
dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang
duta Cina Ceng Ho datang ke Malaka untuk mempertegas kembali
persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-
kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka. Pada tahun 1411, Raja
Malaka balas berkunjung ke Cina beserta istri, putra, dan menterinya.
Seluruh rombongan tersebut berjumlah 540 orang. Sesampainya di
Cina, Raja Malaka beserta rombongannya disambut secara besar-
besaran.
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

Di masa Sultan Mansur Syah, juga terjadi perkawinan


antara Hang Li Po, putri Maharaja Yung Lo dari dinasti
Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi
perkawinan ini, Sultan Mansur Shah mengirim Tun
Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke negeri
China untuk menjemput dan membawa Hang Li Po ke
Malaka. Rombonga ini tiba di Malaka pada tahun 1458
dengan 500 orang pengiring. Demikianlah, Malaka terus
berusaha menjalankan politik damai dengan kerajaan-
kerajaan besar. Dalam melaksanakan politik bertetangga
yang baik ini, peran Laksamana Malaka Hang Tuah sangat
besar. Laksamana yang kebesaran namanya dapat
disamakan dengan Gajah Mada. Ia adalah tangan kanan
Sultan Malaka, dan sering dikirim ke luar negeri
mengemban tugas kerajaan. Ia menguasai bahasa Keling,
Siam dan Cina.
KERAJAAN-MELAKA

Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah


namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah pada tahun
1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin
dengan putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai. Posisi
Malaka yang sangat strategis menyebabkannya cepat
berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Akhir
kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini direbut oleh
Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’albuquerque pada
tahun 1511. Saat itu, yang berkuasa di Malaka adalah
Sultan Mahmud Syah. Usia Malaka ternyata cukup
pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada
tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati
Unus menyerang Malaka, namun gagal merebut kembali
wilayah ini dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti
sampai di sini. Sultan Melayu segera memindahkan
pemerintahannya ke Muara, kemudian ke Pahang, Bintan
Riau, Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir
kembali ke Bintan. Begitulah, dari dahulu bangsa Melayu
ini tidak dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah yang
memecah belah persatuan dan kesatuan Melayu.
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM
B.Kerajaan Johor-Riau (1511 M-1784 M)
Pada tahun 1511 M Portugis datang dan menyerang Malaka
akibat serangan ini Sultan besertaperangkat Pemerintahan
terpaksa mengungsi dan memindahkan pusat kerajaan dari
Melaka keJohor sehingga Kesultananan ini lebih dikenal
sebagai Kerajaan Johor-Riau.Sultan- Sultannya adalah:
1. Sultan Mahmud Syah I (1511 M-1528 M) merupakan Sultan
terakhir Kerajaan Melaka sekaligus Sultan Pertama Kerajaan
Johor-Riau.Sultan ini sangat gigih dalam usaha-usahanya
mengusir Portugis dan memulihkan kedaulatan Kerajaan
Melaka.
2. Sultan Alauddin Righayat Syah II (1528 M-1564 M) pada
masa ini Kerajaan Johor-Riau mendapat serangan dari Aceh.
Baginda Sultan beserta istri nya ditawan di Aceh dan
meninggal disana.
3. Sultan Muzaffar Syah (1564 M-1570 M) Bekerjasama
dengan Portugis untuk menangkis serangan dari Aceh.
4. Sultan Abdul Jalil Syah I (1570 M-1571 M) cucu Sultan
Muzafar Syah yang ditunjuk langsung menjadi pewaris ini
meninggal pada umur 9 tahun diduga
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

karena diracun,berhubung pada saat itu terjadi perselisihan


kekuasaan antara Bendahara dan Ibu Sultan.
5. Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II (1571 M-1597 M) Ayah
dari Sultan Abdul Jalil SyahI.Sultan ini membantu Pasukan
Pati Unus dari Demak dalam usahanya menyerang Portugis
diMalaka.
6. Sultan Alauddin Righayat Syah III (1597 M-1615 M) Sultan
ini tidak mengakui Johor sebagai Kerajaan jajahan Aceh dan
akhirnya Johor di serang oleh Aceh.Sultan di bawa ke Aceh
namun dikembalikan lagi ke Johor dengan isyarat agar mau
menjadi jajahan Aceh.Namun setelah kembali ke Johor Sultan
menolak tunduk kepada Aceh dan berkawan dengan
Portugis.AkhirnyaSultan ditangkap lagi di Aceh dan dibunuh di
sana.
7. Sultan Abdul Jalil Syah III (1623 M-1677 M)
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

8. Sultan Ibrahim Syah (1677 M-1685 M)


9. Sultan Mahmud Syah II (1685 M-1699 M) sultan ini tidak
memiliki putra sehingga
berakhirlah dinasti Sultan-Sultan keturunan Melaka.
10. Sultan Abdul Jalil Righayat Syah IV (1699 M-1718 M)
sebelumnya adalah Bendahara,namun setelah Sultan
meninggal tapi tidak mempunyai Putra akhirnya Ia yang
ditunjuk menggantikan Sultan.
11. Raja Kecil,bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1718
M-1722 M) Ia mengaku sebagai putera dari Sultan Mahmud
Syah II sehingga merasa berhak atas tahta kerajaan.Akhirnya
Ia menyerang Johor dengan dibantu oleh Raja Pagarruyung
dan menang.Namun 4 tahun kemudian kekuasaannya
digulingkan,Ia pun mengungsi ke Senapelan dan mendirikan
Kerajaan Siak disana.
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

12. Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (1722 M-1760 M)


Dalam usahanya menggulingkan Raja Kecil ia dibantu
oleh 4 Bangsawan Bugis yaitu Daeng Marewah,Daeng
Cellak dan Daeng Perani.
Atas jasa-jasanya,pihak bugis minta ikut berkuasa
sebagai pemerintah di samping Sultan dengan gelar Yang
Dipertuan Muda.Akibatnya kekuasaan Bugis begitu besar
dan Sultan hanya tinggal lambang.
13. Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah (1760 M-1761 M)

14. Sultan Ahmad Righayat Syah (1761 M) kematiannya


dicurigai sebagai akibat ada upayapihak-pihak tertentu
yang ingin lebih leluasa berkuasa
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

15. Sultan Mahmud Syah III (1761 M-1784 M) Pada


masa ini Raja Haji Fisabilillah selaku YDM IV
melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda
yang semakin menekan kerajaan Johor Riau,namun
dalam melakukan pejuangannya beliau
gugur.Akhirnya Belanda dapat menancapkan
pengaruhnya dengan leluasa di Kerajaan Johor-
Riau. Hal ini dibuktikan dengan memaksa agar
ibukota Johor di pindahkan ke Lingga dengan alasan
lebih dekat ke Batavia.Dengan dipindahkannya
Kerajaan ke Lingga maka berakhirlah riwayat
Kerajaan Johor-Riau.
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM
C.Kerajaan Lingga-Riau (1784 M-1913 M)
Pada masa ini kekuasaan Belanda sudah kuat di kerajaan
Lingga-Riau hal ini dapat dilihatdengan penempatan seorang
Residen di tanjungpinang yang di maksudkan untuk dapat
mengawasi tindak-tanduk Sultan. Sultan sebagai kepala
negara berkedudukan di Tanjungpinang sedangkan YDM
sebagai jabatan yang turun-temurun dipegang bangsawan
Bugis dan berfungsi sebagai kepala Pemerintahan
berkedudukan di Pulau Penyengat.Sultan-Sultannya adalah:
1. Sultan Mahmud Syah III (1784 M-1812 M)
2. Sultan Abdurrahnan (1812 M-1824 M) Pada masa ini
Inggris berebut kekuasaan atas Lingga-Riau dengan Belanda.
3. Sultan Abdurrahman II (1824 M-1832 M) Kekuasaan Sultan
ini dimulai setelah TraktatLondon yang membagi dua
kekuasaan Lingga-Riau dengan wilayahnya yang ada
disemenanjung Malaya diberlakukan
4. Sultan Muhammad Syah (1832 M-1834 M)
5. Sultan Mahmud Muzafar Syah (1834 M-1857 M)
6. Sultan Badrul Alam Syah (1857 M-1883 M)
KERAJAAN-KERAJAAN MELAYU ISLAM

7. Sultan Abdurrahman Muazam Syah (1883


M-1913 M) Sultan ini diam-diam sedang
merencanakan perlawanan melawan
Belanda,namun rencana nya telah diketahui
dan Beliau diturunkan dari tahtanya .Melalui
Surat Keputusan Pemerintah Belanda STBL
1913/19 maka Kesultanan Melayu Lingga-
Riau dihapuskan.Dengan ini berakhir sudah
kekuasaan Kerajaan Melayu di Indonesia.
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

1. Asal Usul Kata Siak


Penyebutan kata “Siak” sudah terdapat diberbagai sumber sejarah nasional Indonesia. Baik yang
ditulis oleh pujangga-pujangga zaman Hindu/Budha dahulu maupun oleh para sejarawan modern
Indonesia dan asing.
Adapun sekarang, kata “Siak” tersebut menjadi nama dari sebuah sungai, yaitu sungai Siak dimana
didapati bekas-bekas kerajaan Siak di sepanjang aliran sungai tersebut. Mengenai arti kata “Siak”
terdapat bermacam-macam pendapat, seprerti:
1). Kata “Siak” menurut bahasa Tapanuli Selatan berarti “pedas”
2). Kata “Siak” ada yang mengatakan berasal dari kata “Suak”
3). Kata “Siak” ada yang menyatakan berasal dari suatu nama panggilan yang diberikan kepada
orang yang menjaga masjid.
4). Kata “Siak” ada yang menyatakan berasal dari nama tumbuh-tumbuhan sejenis perdu yang
bernama “Siak-siak”.
Dari beberapa arti kata tersebut, timbul beberapa kemungkinan
ad. 1. Apabila diartikan “pedas” (bahasa Tapanuli Selatan), pastilah mempunyai latar belakang
hubungan dengan Tapanuli. Sedangkan kenyataannya tidak ada fakta-fakta menunjukkan bahwa
dalam kerajaan Siak ada unsur-unsur Tapanuli yang bersifat monumental.
ad. 2. Kalau yang dimaksud dari arti kata “Suak” tentulah perkataan “suak” mempunyai arti
keseragaman. Kenyataannya sampai sekarang kata “suak” dan kata “siak” dalam arti yang berdiri
sendiri, seperti kata Sungai Siak, kota Siak. Sedangkan “Suak” diartikan nama suatu tempat atau
kampung yang dialiri oleh anak sungai yang kecil sebagaimana banyak terdapat di sepanjang
Sungai Siak, misalnya: Suak Gelanggang, Suak Rengas, Suak Lanjut, Suak Santai, Suak Djil, dan
sebagainya. Dalam hal ini tidak dipakai kata “siak”. Dengan demikian jelaslah bahwa kata “siak”
bukanlah kata yang diturunkan atau perubahan mophologis dari kata “suak”.
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

ad. 3. Kalau kata “siak” diartikan seorang penjaga masjid tentulah dahulunya daerah siak itu
merupakan kerajaan Islam dan kalau kita pelajari ketika Siak di bawah pengaruh Melaka dan Johor
merupakan kerajaan yang beragama Islam. Akan tetapi jauh sebelum ini kerajaan Siak sudah ada,
sebagaimana disebutkan dalam Kertagama pupuh 13/1-2 menyebut: “Minangkabau, Siak, Rokan
dan Kampar di bawah kekuasaan Majapahit”. Dalam perkembangan sejarah Indonesia tidak pernah
ada sumber yang menyebutkan kerajaan beragama Islam yang tunduk di bawah kekuasaan
Majapahit (Hindu/Budha).
ad. 4. Jika kata “Siak” diambil dari nama tumbuh-tumbuhan yang bernama “siak-siak”, maka harus
ada hubungan antara kerajaan Siak dengan tumbuh-tumbuhan tersebut.
Dalam hal ini dapat dihubungkan teori yang diketengahkan oleh J. Kern., Prof. Pubotjoroko
dan Prof. Muhammad Yamin tentang pemberian nama kerajaan/raja berdasarkan flora-fauna,
dimana nama-nama kerajaan lazim diambil dari nama tumbuh-tumbuhan (flora) dan nama raja
diambil dari nama-nama hewan (fauna) seperti halnya nama kerajaan dan raja berikut ini:
a. Majapahit, dari nama pohon “maja” yang buahnya pahit.
b. Tarumanegara, dari nama pohon “tarum”.
c. Galih Pakuan, dari nama tumbuh-tumbuhan “paku-pakuan/pakis”.
d. Malaka, dari nama pohon “malaka”.
e. Johor, dari nama pohon”johar”.
Sedangkan nama-nama raja:
a. Hayam Wuruk, dari kata “hayam/ayam”.
b. Gajad Mada, dari kata “gajah”.
c. Si Singamangaraja, dari kata “singa”.
d. Munding Wangi, dari kata yang bermakna “kerbau”.
e. Sawunggaling, dari kata yang bermakna “ayam jantan”. (Tim Penulis: 1970, hlm. 4)
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa; kata “Siak” dalam anggapan masyarakat Melayu
sangat bertalian erat dengan agama Islam, Orang Siak ialah orang-orang yang ahli agama Islam,
kalau seseorang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai Orang Siak.
Selanjutnya nama “Siak”, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara Pakistan dan
India, Sihag atau Asiagh yang bermaksud pedang. Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa Asii,
masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat Romawi, dan diidentifikasikan
sebagai Sakai oleh Strabo seorang penulis geografi dari Yunani. Berkaitan dengan ini pada
sehiliran Sungai Siak sampai hari ini masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai
Orang Sakai.
2. Siak dibawah Pengaruh Hindu/Budha
Karena sangat terbatasnya bukti-bukti pemberitaan dan peninggalan sejarah yang ditemui, belum
dapatnya ditunjukkan suatu kepastian tahun bila sebenarnya Siak atau kerajaan Siak pertama ini
timbul. Tetapi perihal adanya suatu kerajaan Siak pada zaman itu dapat dipastikan, yaitu disebutnya
nama “Siak” dalam sumber-sumber sejarah Indonesia. Misalnya dalam Negarakertagama pupuh
13/1-2; Pararaton; Tarich Tiongkok; Sedjarah Melajoe dan dalam karangan yang ditulis oleh N.J.
Ryan., Prof. Dr. Slamet Muljono, Prof. Hamka, serta ahli sejarah mutakhir.
Dalam berita sumber-sumber sejarah kuno (zaman Hindu/Budha) meskipun tidak tersebut dengan
tegas bahwa Siak itu kerajaan, namun sangatlah mendekati kepastian bahwa yang disebut Siak itu a
dalah suatu kerajaan yang lokasinya pasti di salah satu tempat di sepanjang sungai Siak
Lazimnya bahwa sejak dahulu penyebutan nama kerajaan tidak senantiasa harus disebut secara
lengkap dengan wilayahnya. Demikian pula halnya dengan kerajaan Siak, dimana dalam sumber-
sumber sejarah sering hanya disebut “Siak” saja. Bahkan kerajaan Siak bersama-sama kerajaan
Melayu lainnya seperti: Indragiri, Kampar, Bintan dalam sejarah Indonesia sudah lama dikenal dan
lazim dicakup saja dalam satu sebutan yaitu kerajaan “Melayu”. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa kerajaan Sriwijaya itu adalah kelanjutan dari kerajaan Melayu Lama. (Tim Penulis: 1970, hlm.
6).
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Didalam penulisan-penulisan sejarah oleh sebagian sejarawan Indonesia ataupun asing.


Melayu sering dikatakan sekitar daerah Jambi atau Minangkabau. Akan tetapi jika Jambi tersebut
yang dimaksudkan adalah Lubuk Jambi (daerah kabupaten Kuantan Sengingi - provinsi Riau
sekarang), maka hal itu member petunjuk kearah kebenaran, jika diingat bahwa Lubuk Jambi
terletak dekat sungai Langsat, dimana “maklumat Padang Rontjo” diketemukan.
Melayu dalam sejarah Indonesia senantiada menjadi perhatian bagi kerajaan-kerajaan besar seperti
Sriwijaya, Singosari, Majapahit ataupun kerajaan lain sesudah itu. perebutan atas Melayu oleh
kerajaan-kerajaan tersebut adalah disebabkan Melayu berkedudukan di Selat Malaka yang
merupakan kunci perhubungan antara Barat (India) – Indonesia – dan Timur (Cina).
Betapa pentingnya Melayu tersebut bagi kerajaan-kerajaan yang berusaha menguasai dan
mempersatukan Nusantara, telah ditunjukkan oleh adanya ekspedisi “Pamalayu” dari Singosari
yang sangat terkenal itu (1275 – 1294 M). Adanya suatu pengerahan kekuatan Palamayu yang
sedemikian besar dan lamanya + 19 tahun memberi petunjuk bahwa Melayu mempunyai kekuatan
yang paling besar setelah runtuhnya Sriwijaya.
Selanjutnya jika kekuatan Melayu yang dihadapi oleh Pamalayu itu adalah suatu angkatan dari
suatu kerajaan, maka kerajaan tersebut tentu merupakan kerajaan yang besar. Sebaliknya jika
kekuatan tersebut bukan suatu angkatan dari suatu kerajaan, maka kekuatan yang yang dihadapi
Pamalyu itu tentulah merupakan satuan-satuan kekuatan yang terpencar yang berdiri sendiri dari
beberapa kerajaan.
Dari sumber-sumber tertulis maupun dari peninggalan-peninggalan yang ada di daerah Riau
sekarang, menunjukkan bahwa di Melayu dahulu ada beberapa kerajaan yang tersebar di sekitar
sungai-sungai Siak, Rokan, Kampar dan Indragiri. Hal tersebut menyatakan bahwa di daerah Riau
terdapat peninggalan-peninggalan bekas kerajaan zaman dahulu (Hindu/Budha) baik yang berupa
puing-puing kerajaan (istana, benteng) maupun benda-benda yang bersifat monument, seperti
candi, stupa, arca dan benda-benda kuno lain serta peninggalan-peninggalan kebudayaan lama
yang terwujud dalam kepercayaan dan kesenian. (Tim Penulis: 1970, hlm. 7).
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Diantara peninggalan bekas kerajaan tersebut, bekas kerajaan Siak menunjukkan jumlah yang lebih
banyak dan tersebar luas jika dibandingkan dengan peninggalan bekas kerajaan Melayu lainnya,
baik berupa benda-benda monumental lainnya dalam penyebutan sejarah dari perkembangan
kerajaan-kerajaan selanjutnya.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa kekuatan yang dihadapi oleh tentara Pamalayu
tersebut adalah kekuatan dari beberapa kerajaan yang masing-masing berdiri sendiri. Selanjutnya,
menurut isi maklumat Padang Rontjo, bahwa pada tahun 1286 M, Raja Kertanegara mengirimkan
arca Amoghapaca (Dyani Budha Awalokitecwara) ke Melayu, di mana atas kiriman ini Raja Melayu
yang bernama Maharaja Tribuwanaraja Mauliwarmadewa sangat bersuka cita.
Dari maklumat tersebut adalah merupakan petunjuk bahwa Raja Melayu Mauliawarmadewa itu
adalah salah seorang raja dari kerajaan yang berada di Melayu yang sudah tunduk dan sudah
bernaung di bawah Singosari setelah tentara Pamalyu berada di Melayu + 11 tahun lamanya (1275 –
1286 M).

Di dalam Negarakertagama disebutkan bahwa; pasukan Pamalayu baru kembali pada tahun 1294
dengan membawa Dara Petak dan Dara Djinggo dibawah pimpinan Kebo Anabrang. Dengan
demikian lamanya ekspedisi Pamalayu itu seluruhnya + 19 tahun. Jika hal ini dihubungkan dengan
maklumat Padang Rontjo, menunjukkan bahwa pasukan Pamalayu masih terus melanjutkan
peperangan selama 8 tahun lagi setelah menguasai salah satu kerajaan Melayu yang rajanya
bernama Mauliwarmadewa.
Ada yang berpendapat bahwa Dara Petak dan Dara Djinggo itu berasal dari Kampar, jika pendapat
ini benar maka hal ini memberi petunjuk bahwa di Kampar itulah kedudukan salah satu kerajaan
Melayu yang dikuasai oleh pasukan Pamalayu tersebut. Jelas pula bahwa Melayu yang didatangi
oleh pasukan Pamalayu tersebut adalah daerah Provinsi Riau sekarang ini, di mana pada zaman itu
kerajaan-kerajaan Melayu berpusat di Siak, Rokan, Kampar dan Indragiri. (Tim Penulis: 1970, hlm. 8)
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Demikian juga penyebutan gadis dengan kata “dara” bukanlah kelaziman yang dipakai di luar atau
daerah-daerah lain. Begitu pula penyebutan atau pemberian nama yang diambil dari nama warna-
warna, seperti: Petak, Djinggo, Merah, Kuning, Hijau – seperti “Puteri Hijau” (Rokan Pekaitan)
adalah merupakan kelaziman dalam cerita spesifik daerah Riau, walaupun kadang-kadang di daerah
lain juga memakainya.
Sedangkan kerajaan Siak pada masa ini masih merupakan kerajaan Hindu/Budha dan masih
terkenal sampai abad ke-15 M, yaitu yang berpusat di Gasib. Dan kerajaan yang berpusat di Gasib
ini masih berlangsung terus sampai sampai sampai abad ke-17, dimana kerajaan Siak pada waktu
itu berada dibawah pengaruh kerajaan Melaka dan kerajaan Johor.
Raja dari kerajaan Siak yang Beragama Hindu/Budha, diantara yang terkenal yaitu berasal dari
Bedagai dan disebut Raja Bedagai. Diperkirakan Raja Bedagai inilah raja Hindu/Budha kerajaan
Siak yang terakhir yang menurut Tarikh Cina pada tahun 1433 M., bersama-sama dengan Raja-raja
Indragiri dan Siantan yang meminta perlindungan ke Cina.

Jika berita dari Tarikh Cina tersebut benar, mungkin sekali permintaan perlindungan itu disebabkan
oleh ekspedisi kerajaan Melaka yang sudah berada dibawah pengaruh Islam. Dan oleh karena itu
kekuatan Majapahit sudah lemah, maka kerajaan-kerajaan Melayu Indragiri, Siak, Siantan yang
masih beragama Hindu/Budha, minta bantuan negeri Cina sebagai sesama kerajaan Hindu/Budha
juga masih dianggap kuat.
Kemungkinan ini diperkuat dengan adanya sumber pemberitaan dari “Sejarah Melayu” di Melaka,
yang menyebutkan bahwa pada waktu Sultan Mansyur Syah berkuasa di kerajaan Melaka tahun
1444 – 1477, maka ditaklukanlah kerajaan Hindu/Budha di Siak yang berpusat di Gasib. Dan sejak
ini, kerajaan Siak berada di bawah pengaruh kerajaan Islam Melaka/Johor, sampai Raja Iskandar
Muda dari Aceh menyerang Gasib pada tahun 1612 – 1626 atau abad ke-17 M. (Tim Penulis: 1970,
hlm. 9).
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Kerajaan-kerajaan Islam di Riau yang disebut sebut dalam berita Tome Pires (1512-1515 M) adalah
Siak (termasuk juga Kampar dan Indragiri). Bila kerajaan tersebut mulai bercorak Islam belum dapat
dipastikan – meskipun pedagang muslim dari Arab dan negeri-negeri Timur Tengah lainnya sejak
abad ke 7/8 M sudah memegang peran dalam pelayaran dan perdagangan melalui Selat Melaka.
(Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2008: 37).

Mengingat kerajaan Siak pada abad ke 13 dan 14 M masih ada dalam kekuasaan Melayu dan
Singosari-Majapahit, yang mendekati kepastian kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi
kerajaan bercorak Islam sejak aba ke-15 M. Pengaruh Islam yang sampai ke daerah itu sebagai
akibat perkembangan kerajaan Islam Malaka. Didasarkan pada berita Tome Pires; kerajaan Siak
(juga Kampar dan Indragiri) senantiasa melakukan perdagangan dengan Malaka, bahkan
memberikan upeti kepada kerajaan Malaka. Kerajaan di pesisir Timur Sumatra ini dikuasai kerajaan
Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (wafat 1477 M). (Barbara Watson Andaya
and Leonard Y. Andaya. 1982: 51

KESULTANAN SIAK
1. Kesultanan Buantan
2. Kesultanan Mempura I
3. Kesultanan Senapelan
4. Kesultanan Mempura II (Kota Tinggi) = Kesultanan Siak
Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin memerintah dari tahun 1784 – 1810 M., yang
kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Mempura ke Kota Tinggi atau kota Siak Sri
Indrapura sekarang ini. Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin menghidupkan kembali
nama “Siak Sri Indrapura” yang telah pernah diberikan oleh seorang panglima kerajaan Singosari –
Panglima Indrawarman yang menjadi panglima pada ekspedisi Pamalayu tahun 1275 – 1289 M. (Tim
Penulis: 1970, hlm. 16)
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Jika pada masa Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, ketika memindahkan pusat kerajaan ke Mempura,
sejak itu kerajaan diberi nama Siak Sri Indrapura. Sedangkan pada masa Sultan Assyaidis Syarif Ali
Abdul Jalil Syaifuddin memerintah, maka kerajaan Siak Sri Indrapura dilengkapkan menjadi Siak Sri
Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam. Dan sejak itu pula pusat kerajaan Siak tetap di Siak sampai Sultan
Syarif Kasim II sultan Siak yang terakhir.

Astanah Asserayah Hasyimiyah Siak Sri Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam...


KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul
Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dengan
istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada di Buantan. Konon
nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak
yang banyak terdapat di situ.
Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan
Johor. Yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang
ditunjuk dan di angkat oleh Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun daerah
ini tidak ada yang memerintah. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang
ditunjuk untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.
Pada awal tahun 1699 Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud
Syah II mangkat dibunuh Megat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik
Pong pada waktu itu sedang hamil dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi.
Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di
Kerajaan Pagaruyung Minangkabau.
Sementara itu pucuk pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk
Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil merebut
tahta Johor. Tetapi tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali
oleh Tengku Sulaiman ipar Raja Kecik yang merupakan putera Sultan
Abdul Jalil Riayat Syah.
KERAJAAN-SIAK SRI INDRAPURA

Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu


oleh beberapa bangsawan Bugis. Terjadilah perang saudara
yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua
belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak
mengundurkan diri. Pihak Johor mengundurkan diri ke
Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan dan
seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan
(anak Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan
Siak di Buantan.
Namun, pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan. Pusat
kerajaan kemudian selalu berpindah-pindah dari kota Buantan
pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan
Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa
pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif
Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864) pusat Kerajaan Siak
dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap
disana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak
terakhir.
Pada masa Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis
Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang
memerintah pada tahun 1889 - 1908, dibangunlah
istana yang megah terletak di kota Siak dan istana
ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang
dibangun pada tahun 1889.
Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini
Siak mengalami kemajuan terutama dibidang
ekonomi. Dan masa itu pula beliau berkesempatan
melawat ke Eropa yaitu Jerman dan Belanda.
Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya
yang masih kecil dan sedang bersekolah di
Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan
baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai
Sultan Siak ke-12 dengan gelar Assayaidis Syarif
Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dan terakhir terkenal
dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan
Syarif Kasim II).
Bersamaan dengan diproklamirkannya
Kemerdekaan Republik Indonesia, beliau pun
mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak
dan tak lama kemudian beliau berangkat ke Jawa
menemui Bung Karno dan menyatakan bergabung
dengan Republik Indonesia sambil menyerahkan
Mahkota Kerajaan serta uang sebesar Sepuluh
Ribu Gulden.
KERAJAAN-SIAK SRI INDRA PURA

Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak


dan bermukim di Jakarta. Baru pada
tahun 1960 kembali ke Siak dan
mangkat di Rumbai pada tahun 1968.
Beliau tidak meninggalkan keturunan
baik dari Permaisuri Pertama Tengku
Agung maupun dari Permaisuri Kedua
Tengku Maharatu.
Pada tahun 1997 Sultan Syarif Kasim II
mendapat gelar Kehormatan
Kepahlawanan sebagai seorang
Pahlawan Nasional Republik
Indonesia. Makam Sultan Syarif Kasim
II terletak ditengah Kota Siak Sri
Indrapura tepatnya disamping Mesjid
Sultan yaitu Mesjid Syahabuddin.
KITAB UNDANG UNDANG SIAK BABUL QUWAID 1901

Pasal 1 : menyatakan, adat Raja-raja Melayu yang


tidak boleh dipakai oleh orang luar yaitu, rumah
yang bersayap layang atau jamban dan pagar
kampung yang di atasnya tertutup; rumah
beranak keluang dan rumah yang tengahnya
berpintu sama; geta yang bersulur bayung lima,
tilam berulas kuning, dan memakai bantal yang
bersibar kuning; tikar berhuma kuning dan baju
pandakpun, yaitu baju lepas kuning; tilam
pandak dan tudung hidangan kuning; sapu
tangan tuala kuning; memakai kain yang tipis
berbayang-bayang; tidak boleh memakai payung
di depan istana raja dan tidak boleh berhasut
pada majelis balai raja
Tiada boleh membuang sapu tangan kepala di
hadapan raja; tidak boleh duduk bertelekan di
hadapan raja; tiada boleh melintangkan keris ketika
menghadap raja; tidak boleh memakai hulu keris
panjang yang tutupnya berkunam; tidak boleh
membawa senjata yang tidak bersarung ke
hadapan raja besar; di hadapan raja jangan banyak
tertawa-tawa dan berkipas-kipas; jangan
menyangkutkan kain, baju, atau sapu tangan di
atas bahu di hadapan raja; tatkala duduk pada
majelis, jangan menentang kepada raja; jika raja
menyorongkan sesuatu (makanan atau piala
minuman), hendaknya segera disambut dan
diletakkan ke bawah, kemudian disembah kewah
duli seraya duduk undur pada tempat kita sambil
memberi hormat. Baru kita minum atau makan.
Pasal tujuh
Jikalau hamba rakyat atau siapa juga tiada
dikecualikan orangnya hendak menghadap
atau datang ke balai tiada boleh berkain
gumbang seperti yang tersebut dalam
“Ingat Jabatan” bahagian yang kesebelas
pada pasal lima, maka jika berkain
gumbang kuasa Penghulu Balai
menghalaunya dikecuali jikalau orang
terkejut di tengah jalan karena hendak
meminta pertolongan kepada polisi apa-
apa kesusahannya
Pasal empat
Kuasa melarang orang yang hendak menghadap
Sri Paduka Sultan jikalau orang itu naik sahaja
tidak memberi tahu kepada Penghulu Balai waktu
Sri Paduka Sultan bersemayam.

Pasal lima
Kuasa melarang dengan keras kepada sekalian
orang besar- besar, datuk-datuk, pegawai-pegawai,
jurutulisjurutulis yang bekerja datang ke balai tiada
memakai baju kot, seluar pentalon, sepatu,
dan kupiah
SULYAN SYARIF KASIM 2 DAN PERMAISURI TENGKU AGUNG LATIFAH
UPACARA ADAT BATAK SIMALUNGUN
Sulawesi Selatan Province

Bugis girl with traditional costume


KESANTUNAN MELAYU
Takrifan Kesantunan Oleh Tokoh-Tokoh Dunia:
i. Menurut Asmah Haji Omar (2000): Prof.Asmah
Kesantunan mengikut perspektif Melayu ialah penggunaan bahasa sehari-hari yang
tidak menimbulkan kegusaran, kemarahan dan rasa tersinggung kepada pendengar.
 Kesantunan masyarakat Melayu berdasarkan agama Islam dan adat Melayu.
 Orang Melayu sangat mementingkan kesantunan dalam hubungan masyarakat.
 Bahasa halus dan tersirat selalu digunakan supaya tidak mengecil hati orang
lain.
Asmah Haji Omar (2000), pula menyatakan kesantunan ialah kaedah atau strategi yang
digunakan oleh penutur untuk mencapai tujuan tertentu.

 Strategi ini dikaitkan dengan kesantunan dan perlu diikuti dengan tingkah laku
dan tutur kata yang santun.

 Strategi kesantunan melibatkan beberapa faktor seperti:

 Kesedaran akan peranan masing-masing,

 Pengetahuan tentang perbezaan taraf sosial,

 Kuasa dan keperluan mengawal perbincangan berdasarkan tajuk atau air muka
yang menggambarkan maruah dan martabat.
KESANTUNAN MELAYU : Asmah Haji Omar (2000), telah
membahagikan kesantunan kepada dua jenis iaitu:
1. Kesantunan Asas

2. Kesantunan Berkala

Kesantunan Asas
o Kesantunan Asas merupakan kesantunan sedia ada yang merupakan pedoman bagi
masyarakat berhubung antara satu sama lain.

o Dengan cara menunjukkan adanya sikap berbaik-baik antara satu sama lain yang
menghendaki ahli masyarakat bersopan santun antara satu sama lain.

o Ini kerana dalam mana-mana masyarakat yang bertamadun ada asas kesopanan yang
dikaitkan dengan didikan sejak awal lagi seperti yang terdapat dalam ajaran Islam atau
agama-agama lain.

Kesantunan Berkala
 Kesantunan berkala merujuk kepada kesantunan yang menggambarkan ucapan yang
dilakukan oleh masyarakat dalam hubungan antara satu sama lain mengikut keadaan,
situasi dan tempat tertentu.
 Antaranya:
 Taraf dan peranan orang yang bercakap,
 Di mana dan dalam keadaan yang bagaimana,
 Apa yang dipercakapkan,
 Mengapa percakapan itu berlaku dan cara percakapan disampaikan.
 Misalnya rakyat biasa dengan raja, rakyat dengan pemimpin, anak murid dengan guru dan
lain-lain.
KESANTUNAN MELAYU : Komunikasi tersebut mempunyai adab, peraturan dan etika tertentu.
. ii. Leech (1983), menginterpretasikan kesantunan sebagai perlakuan yang dapat
mengurangkan pergeseran dalam sesuatu interaksi.
1.Bahasa mesti halus.

2.Beradab sopan.

3.Perlakuan lemah-lembut.

4.Berbudi pekerti
Leech juga menyatakan bahawa kesantunan merupakan kelakuan yang mewujudkan

dan mengekalkan pengiktirafan diri dalam sesuatu interaksi sosial.

Kesantunan bukan sekadar bermaksud berbaik-baik sahaja tetapi yang penting adalah

menjalinkan prinsip kerjasama supaya dapat mengelakkan perselisihan faham.

iii. J. Ferguson dan Das Gupta (1968), pula menyatakan kesantunan itu berlaku apabila
kontrak perbualan digunakan oleh penutur dan pendengar sebagai usaha
mengekalkan komunikasi yang harmoni tanpa menimbulkan sebarang konflik.

Wujud persetujuan bersama dalam masyarakat.


Mewujudkan etika dan peraturan bermasyarakat.
Biasanya mengamalkan budaya yang sama.
Ingin melahirkan masyarakat yang harmoni dan aman.
KESANTUNAN MELAYU :
MENURUT HAMKA:
Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu seseorang,
bukan terletak pada wajah dan pakaiannya.
Kata-kata yang lemah dan beradab dapat melembutkan hati dan manusia yang keras.
Bertambah kuat kepercayaan kepada agama, bertambah tinggi darjatnya dalam
pergaulan hidup, dan bertambah naik tingkah laku dan akal budinya
MENURUT ARISTOTLE
Yang meninggikan darjat seseorang ialah akal dan adabnya, bukan asal keturunannya.
Adab dan sopan itu lebih penting daripada makan dan minum.
MENURUT KHALIFAH ABDUL MALIK MARWAN, semulia-mulia manusia ialah orang
yang mempunyai adab yang merendah diri ketika berkedudukan tinggi, memaafkan
orang lain ketika berdaya membalas, dan bersikap adil ketika kuat.
MENURUT CONFUCIAN, kesantunan merupakan konsep yang digunakan. Dalam
konsep ini, terdapat beberapa sifat yang disarankan supaya dimiliki oleh manusia:
Ketaatan kepada ibu bapa
Kasih sayang
Menghormati orang lain
Patuh
Sopan santun
Melakukan kebajikan
Melayan orang lain dengan baik
Benar dan sebagainya
KESANTUNAN MELAYU :
Brown dan Levinson (1987:62) menyatakan kesantunan merupakan
usaha untuk mengurangkan Tindakan Ancaman Muka (TAM) kepada
pendengar.
Bagi mereka, manusia mempunyai kehendak muka yang terbahagi
kepada dua, iaitu muka positif dan muka negatif yang merupakan
kehendak masyarakat sejagat.
Oleh itu, memilih strategi kesantunan adalah penting bagi
mengurangkan ancaman terhadap muka pendengar.
x. Watts et. al (1992:43) menyatakan bahawa kesantunan merupakan
tingkah laku yang digunakan untuk mengekalkan keseimbangan
hubungan sosial dan interpersonal manusia.
xi. Bayraktaroglu (1997:5) berpendapat bahawa kesantunan
merupakan kelakuan yang diamalkan bagi membina persefahaman
untuk mengelakkan ancaman serta ketegangan yang boleh
menyebabkan hubungan sesama manusia menjadi renggang.
ADAB BERGAUL
Berseloroh sama sebaya
Berunding sama setara
Yang patut dipatutkan
Yang tua dituakan
Yang berbangsa dibangsakan
Yang berbahasa dibahasakan
Bergelut di halaman
Berunding di rumah
Berbuat baik berpada-pada
Berbuat jahat jangan sekali
Kalau lepas ke halaman orang
Berkata dulu agak sepatah
Memberi tahu orang di rumah
Entah orang salah duduk
Entah orang salah tegak
Entah orang salah kain
Kalau betina turun di tangga
Surut selangkah kita dahulu
Jangan bersinggung turun naik
Kalau haus di kampung orang
Haus boleh minta air
Lapar boleh minta nasi
Tapi terbatas hingga di pintu
Sebelah kaki berjuntai
Sebelah boleh di atas bendul
Di mana bumi dipijak
Di situ langit dijunjung
Di mana air disauk
Di situ ranting dipatah
Sopan-Santun Berpakaian
Dari pepatah “Biar salah kain asal jangan salah
cakap” juga tercermin bahwa salah kain juga
merupakan aib. Dalam masyarakat Melayu,
kesempurnaan berpakaian menjadi ukuran bagi
tinggi rendahnya budaya seseorang. Makin
tinggi kebudayaannya, akan semakin sempurna
pakaiannya. Selain itu, sopan-santun berpakaian
menurut Islam telah menyatu dengan adat.
Orang yang sopan, pakaiannya akan sempurna,
tidak bertelanjang dada, dan lututnya tidak
terbuka, seperti dinyatakan dalam ungkapan
ADAB BERPAKAIAN
Elok sanggam menutup malu
Sanggam dipakai helat jamu
Elok dipakai berpatut-patut
Letak tidak membuka aib
Seluar panjang semata kaki
Goyang bergoyang ditiup angin
Kibarnya tidak lebih sejengkal
Pesaknya tidak dalam amat
Elok sanggam menutup malu
ADAB BERPAKAIAN
Kalau melangkah tidak menyemak
Kalau duduk tidak menyesak
Kaki diberi awan-awanan
Berkelingking berbenang emas
Labuhnya sampai segenggam tangan
Lebar dapat kipas berkipas
Lapang tidak menyangkut ranting
Kedua kain tenun-tenunan
ADAB TUTUR KATA
Hidup sekandang sehalaman
tidak boleh tengking-menengking
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat
Pantang membuka aib orang
Pantang merobek baju di badan
Pantang menepuk air di dulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga ke mulut
Pedas kata menjemput maut
ADAB KEPRIBADIAN GURINDAM PASAL 7
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
ADAB TUTUR KATA
Bisa ular pada taringnya
Bisa lebah pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padannya
ADAT ISTIADAT
Adat yang teradat
Datang tidak bercerita
Pergi tidak berkabar
Adat disarung tidak berjahit
Adat berkelindan tidak bersimpul
Adat berjarum tidak berbenang
Yang terbawa burung lalu
Yang tumbuh tidak ditanam
Yang kembang tidak berkuntum
Yang bertunas tidak berpucuk
DEFENISI ADAT ISTIADAT
Adat ini merupakan konsensus bersama
yang dirasakan baik, sebagai pedoman
dalam menentuhan sikap dan tindakan
dalam menghadapi setiap peristiwa dan
masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat. Konsensus itu dijadikan
pegangan bersama, sehingga
merupakan kebiasaan turun-temurun
SUMBER ADAT ISTIADAT
MASYARKAT MELAYU ( KHUSUSNYA RIAU )
MEMILIKI DUA SUMBER ADAT ISTIADAT YAKNI
1.ADAT KETEMENGGUNGAN DARI DATUK
TEMENGGUNG
2.ADAT PERPATIH DARI DATUK PERPATIH NAN
SEBATANG
ADAT KETEMENGGUNGAN MENGANUT SISTEM
PATRILINEAL BERASAL DARI MELAKA DAN
JOHOR BERLAKU DI DAERAH RIAU PESISIR
ADAT PERPATIH MENGANUT SISTEM MATRILINEAL
BERASAL DARI PAGARUYUNG BERLAKU DI
DAERAH RIAU DARATAN
ADAT ISTIADAT
ADAT MELAYU DI RIAU DAPAT DIBAGI DALAM TIGA
TINGKATAN, YAITU ADAT SEBENAR ADAT, ADAT YANG
DIADATKAN, DAN ADAT YANG TERADAT.......
a. Adat Sebenar Adat
Yang dimaksud dengan “adat sebenar adat” adalah prinsip adat
Melayu yang tidak dapat diubah-ubah. Prinsip tersebut tersimpul
dalam “adat bersendikan syarak”. Ketentuan-ketentuan adat yang
bertentangan dengan hukum syarak tidak boleh dipakai lagi dan
hukum syaraklah yang dominan. Dalam ungkapan dinyatakan:
Adat berwaris kepada Nabi
Adat berkhalifah kepada Adam
Adat berinduk ke ulama
Adat bersurat dalam kertas
Adat tersirat dalam sunah
Adat dikungkung kitabullah
ADAT ISTIADAT
Adat yang Diadatkan
“Adat yang diadatkan” adalah adat yang dibuat oleh penguasa
pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak
diubah oleh penguasa berikutnya. Adat ini dapat berubah-ubah
sesuai dengan situasi dan perkembangan zaman, sehingga
dapat disamakan dengan peraturan pelaksanaan dari suatu
ketentuan adat. Perubahan terjadi karena menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman dan perkembangan pandangan
pihak penguasa, seperti kata pepatah “Sekali air bah, sekali
tepian beralih”. Dalam ungkapan disebutkan:
Adat yang diadatkan
Adat yang turun dari raja
Adat yang datang dari datuk
Adat yang cucur dari penghulu
Adat yang dibuat kemudian
Putus mufakat adat berubah
Bulat kata adat berganti
Sepanjang hari ia lekang
Panuti H. M. Sujiman (1983) menyebutkan syarat dan sifat
manusia yang baik dan ideal berdasarkan pandangan adat
Melayu adalah sebagai berikut:
Adapun syarat menjadi raja sekurang-kurangnya memenuhi
empat perkara, pertama tua hati betul, kedua bermuka manis,
ketiga berlidah fasih, dan keempat bertangan murah. Demikian
syarat bagi semua raja. Hukum terdiri atas empat perkara juga,
pertama hukum yang adil, kedua hukum mengasihani, ketiga
hukum kekerasan, dan keempat berani.
c. Adat yang Teradat
Adat ini merupakan konsensus bersama yang dirasakan baik,
sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam
menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat. Konsensus itu dijadikan pegangan
bersama, sehingga merupakan kebiasaan turun-temurun. Oleh
karena itu, “adat yang teradat” ini pun dapat berubah sesuai
dengan nilai-nilai baru yang berkembang. Tingkat adat nilai-nilai
baru yang berkembang ini kemudian disebut sebagai tradisi.
Dalam ungkapan disebutkan:
Adat yang teradat
Datang tidak bercerita
Pergi tidak berkabar
Adat disarung tidak berjahit
Adat berkelindan tidak bersimpul
Adat berjarum tidak berbenang
ADAT ISTIADAT
ADAT TERADATKAN
Adat yang datang kemudian
Yang diseret jalan panjang
Yang betenggek di sampan lalu
Yang berlabuh tidak bersauh
Yang berakar berurat tunggang
Itulah adat sementara
Adat yang dapat dialih-alih
Adat yang dapat ditukar salin
PERANAN ADAT
Rumah ada adatnya
Tepian ada bahasanya
Tebing ditingkat dengan undang
Negeri dihuni dengan lembaga
Kampung dikungkung dengan adat
Kayu besar berkayu kecil
Kayu kecil beranak laras
Laut seperintah raja
Rantau seperintah datuk
Luhak seperintah penghulu
Ulayat seperintah batin
Anak rumah tangga rumah
Berselaras tangga turun
Bertelaga tangga naik
Pusaka banyak pusaka
Pusaka di atas tumbuh
Hilang adat karena dibuat
Hilang lembaga karena diikat
PRINSIP HUKUM
Hukum sipalu palu ular
Ular dipalu tidak mati
Kayu pemalu tidak patah
Rumput dipalu tidak layu
Tanah terpalu tidak lembang
Hukum jatuh benar terletak
Gelak berderai timbal balik
Undang menarik rambut dalam tepung
Rambut ditarik tidak putus
Tepung tertarik tidak berserak
PRINSIP KEBIJAKSANAAN KEPUTUSAN
Minta wasiat kepada yang tua
Minta petuah kepada yang alim
Minta akal kepada yang cerdik
Minta daulat kepada raja
Minta suara kepada enggang
Minta kuat kepada gajah
Yang Kesat diampelas
Yang berbongkol ditarah
Yang keruh dijernihkan
Yang kusut diuraikan
PRINSIP KEHIDUPAN SOSIAL
Hati gajah sama dilapah
Hati tungau sama dicecah
Hidup jelang-menjelang
Sakit jenguk-menjenguk
Lapang sama berlegar
Sempit sama berhimpit
Lebih beri-memberi
Kalau berjalan beriringan
Kuat lidi karena diikat
Kuat hati karena mufakat
Yang dulu jangan menunjang
Yang tengah jangan membelok
Yang di belakang jangan menumit
Yang lupa diingatkan
Yang bengkok diluruskan
Yang tidur dijagakan
Yang salah tegur-menegur
Yang rendah angkat-mengangkat
Yang tinggi junjung-menjunjung
Yang tua memberi wasiat
Yang alim memberi amanat
Yang berani memberi kuat
Yang berkuasa memberi daulat
DEFENISI ADAB
Istilah ‘adab’ dikatakan berasal dari akar
kata ‘a-d-b’ yang bermaksud kehalusan,
pembawaan yang baik, tingkah laku
yang baik, sopan santun, tatasusila,
kemanusiaan dan kesusasteraan. Dari
akar kata yang sama terbit pula istilah
‘adib’yang bermaksud berbudaya,
berperilaku halus atau berpendidikan (M.
Dawam Rahajo
Konsep adab tersebut membawa kita
kepada konsep yang hampir serupa
yang menjadi nilai pegangan Melayu
sejauh ini, Yaitu konsep kesantunan.
Santun ditafsirkan sebagai ‘halus budi
pekerti, beradab, sopan’; ‘menaruh belas
terhadap penderitaan orang’ dan ‘suka
memberi pertolongan’ (T. Iskandar,
Kamus Dewan, 1970:1015).
VISI MELAYU” ARIF BUDIMAN
Apakah yang dimaksudkan dengan Visi Arif
Budiman ini?
Konsep ARIF BUDIMAN merupakan suatu
konsep pembangunan diri yang menyeluruh
(holistic), merangkumi struktur dalam dan struktur
luaran diri seseorang:
STRUKTUR EKSTERNAL [kearifan/wisdom
bahasa dan kelakuan]—dari segi bahasa
boleh dimanifestasikan dari segi ‘budi bahasa’,
sementara dari segi kelakuannya,
ialah ‘budi pekerti’ atau kesantunannya.
STRUKTUR INTERNAL [Kearifan indera
dalaman]—ini dimanifestasikan dari
aspek pemikiran (akal budi), dari aspek emosi
(hati-budi), dan sistem penilaian (budi bicara)
seseorang sebagai yang berilmu dan beradap.
INSAN ARIF BUDIMAN—yang dimaksudkan
haruslah mempunyai ilmu pengetahuan
(misalnya dari segi bahasa dan budaya) dan
kebijaksanaan/kearifan dari segi luaran dan
dalaman, yang merangkumi sikap, keterampilan/
kemahiran, ilmu, kecerdasan dan
kelakonan/keterampilan diri dll.
VISI SIKAP MENTAL ORANG MELAYU
Howard Gardner (2006), telah mengenalpasti
dan mengemukakan 5 jenis SIKAP MENTAL
yang diperlukan untuk kehidupan akan
datang.
LIMA SIKAP MENTAL.
1. MENTAL berdisiplin (Disciplined mind)
2. MENTAL menggabungjalinkan
(Synthesizing mind)
3. MENTAL mencipta (Creating mind)
4. MENTAL menghormati (Respectful mind)
5. MENTAL beretika (Ethical mind)
Pendidikan Karakter Bangsa Amerika

MENUJU PENBENTUKAN PRIBADI, YANG:


Dapat dipercaya (trustworthy) meliputi sifat
jujur (honesty) dan integritas (integrity),
Memperlakukan orang lain dengan hormat
(treats people with respect),
Bertanggungjawab (responsible),
Adil (fair),
Kasih sayang (caring) dan
Warganegara yang baik (good citizen)
GURINDAM DUA BELAS
Pasal lima
Jika hendak mengenal orang yang berbangsa
Lihat kepada budi dan bahasa
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia
sangat memeliharakan yang sia-sia
Jika hendak mengenal orang yang mulia
Lihat kepada kelakuan dia
Jika hendak mengenal orang berilmu
bertanya dan belajar tidaklah jemu
Jika hendak mengenal orang yang berakal
di dalam dunia mengambil bekal
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai
Lihat kepada ketika bercampur dengan orang ramai
Pasal dua belas
Raja bermufakat dengan menteri
seperti kebun berpagar duri
Betul hati kepada raja
tanda jadi sembarang kerja
Hukum adil kepada rakyat
tanda raja beroleh inayat
Kasihkan orang yang berilmu
tanda rahmat atas dirimu
Hormat akan orang pandai
tanda mengenal kasa dan cindai
.
Tuntunan mendidik anak
“Bermain-mainlah dengan anak kamu pada
usia 1-7 tahun, didiklah anak kamu
pada usia 8-14, dan bersahabatlah dengan
anak kamu pada usia 15-21”.
“jikalau hendak melentur buluh, biarlah dari
rebungnya”.
KHAZANAH PEPATAH MELAYU SULTAN DELI

Secupak menjadi segantang, yang keras


dibuat ladang, yang becek dilepaskan itik, air
yang dalam diperlihara ikan;
Genggam bara, biar sampai menjadi arang
(sabar menderita mencapai kejayaan);
Cencaru makan petang, bagai lebah
menghimpun madu (meskipun lambat tetapi
kerja keras maka pembangunan terlaksana);
Hati Gajah sama dilapah, hati kuman sama
dicecah (melaksanakan kerja pembangunan
dengan berhasil baik bersama-sama).
KHAZANAH PEPATAH MELAYU
KHAZANAH PEPATAH MELAYU
BILA BERJALAN SAMPAI KEBATAS
JIKA BERLAYAR SAMPAI KE PULAU
JANGAN KERAP LIHAT KE ATAS
MATA DAPAT MENJADI SILAU
JIKA MANDI DIHILIR-HILIR
BILA BERKATA DIBAWAH-BAWAH
HIDUP INI TERUS BERGILIR
SEHARI SENANG SEHARI SUSAH
JANGAN MUDAH BERKATA
JIKA BAHU SUKAR MEMBAWA
KARENA JATUH DIJALAN RATA
ORANG MELIHAT GELI TERTAWA
JIKA KAIL PANJANG SEJENGKAL
JANGAN LAUT HENDAK DI DUGA
AIR BERIAK TANDANYA DANGKAL
SUNGAI YANG DERAS BEGITU JUGA
JANGAN DIRI KERAP KATAKAN
SEMUA DAPAT DENGAN MUDAHNYA
BILA CUPAK LEBIH SUKATAN
ALAMAT TUMPAH JUGA SUDAHNYA
KHAZANAH PEPATAH MELAYU
JASA JANGAN DIBILANG BILANG
ILMU JANGAN DIBANGGA BANGGAKAN
CAHAYA INTAN TAK AKAN HILANG
WALAU PUN BERADA DI PELIMBAHAN

TEGAKNYA RUMAH KARENA SENDI


ROBOH SENDI RUMAH BINASA
TEGAKNYA BANGSA KARENA BUDI
HILANGNYA BUDI BANGSA BINASA

TURUTLAH TUAN SI ILMU PADI


MAKIN TUNDUK MAKIN BERISI
SENJATA HIDUP IALAH BUDI
KEMANA PERGI ORANG KASIHI
Alat musik Melayu
RUMAH MELAYU PESISIR. LIMAS POTONG
PASANGAN PENGANTEN ACEH TEMPO DULU
TOKOH ADAT SIMALUNGUN TEMPO DULU
ISTANA” ASSERAYAH HASYIMIAH “KERAJAAN SIAK

DIBANGUN OLEH SULTAN SYARIF HASYIM ABD JALIL SYAIFUDDIN TAHUN 1889
BENGKALIS

ZAMAN DT LAKSEMANA

TH 70-AN
TH 2010

SETELAH OTONOMI 2005


Filosofi RUMAH ORANG MELAYU
RUMAH TRADISIONAL DAN GADIS MELAYU
PORNOGRAFI MELAYU
RUMAH TUA ORANG MELAYU MERANTI
BERBAGAI MODEL RUMAH TRADISIONAL MELAYU
KITAB BABUL QUWAID, KITAB UNDANG-UNDANG SIAK
KERAJAAN SIAK SRI INDRAPURA

Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil


Syaefuddin (1889-1908 ) Sultan ke 11
SULTAN SIAK TERAKHIR SULTAN SYARIF KASIM 2

Tengku Maharatu, permaisuri kedua Sulthan


beserta para puteri kerajaan yang menimba ilmu di
Latifah School
SAINS DAN TEKNOLOGI MELAYU

Defenisi sains :

Pengetahuan yang sistimatis yang diperoleh berdasarkan hasil


pengamatan,penelaahan dan percobaan yang dilakukan untuk
mengetahui prinsipprinsip alam (Webster’s New World College
Dictionary hal. 1202).

Paul Freedman (1950) dalam bukunya The Principles of Scientific


Research
adalah: “Suatu bentuk aktivitas manusia untuk memperoleh suatu
pembahasan dan pemahaman tentang alam yang cermat dan
lengkap, pada waktu yang lalu, masa kini dan masa yang akan datag
serta untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menyesuaikan
diri terhadap lingkunganya serta untuk mengubah sifat-sifat
lingkungan agar ia dapat beradaptasi terhadap lingkungan tersebut
sesuai dengan keinginannya”
(Liang Gie, 1984).
SAINS DAN TEKNOLOGI MELAYU
Menurut Liang Gie (1984), dengan berkembangnya sains,
manusia terus mencari dan mengetahui sains sebanyak-
banyaknya dan seluas-luasnya, karena sains bermanfaat
untuk:
• Mengungkap suatu kebenaran (truth),
• Menambah pengetahuan (knowledge) agar lebih terampil
dalam mengarungi bahtera hidup,
• Meningkatkan pemahaman (understanding, comprehension,
insight) terhadap sesuatu gejala alam,
• Menjelaskan (explanation) proses sebab akibat dari suatu
kejadian,
• Memprakirakan (prediction) sesuatu kejadian yang bakal
terjadi,
• Mengendalikan (control) alam agar sesuai dengan yang
diharapkan,
• Menerapkan (appplication) suatu kaidah alam,
• Menghasilkan (production) sesuatu yang berguna untuk
kehidupan umat manusia masa kini dan masa yang akan
datang.
Asmah Hj Omar dalam kajiannya tentang penglibatan dunia Melayu dalam
konsep bilangan menerangkan orang Melayu telahpun mempunyai
konsepsi terhadap bilangan seperti mencampur, menolak, mendarab,
bahagi, dan konsep perpuluhan sebelum kedatangan pengaruh asing ke
alam Melayu (Asmah Hj. Omar, 1986). Kemampuan membilang ini dapat
dibuktikan melalui cara orang Melayu mencampur seperti konsep sebelas
hingga sembilan belas. Apa yang berlaku ialah percampuran iaitu 11 ialah
1 (se) campur 10; 12 ialah 2 campur 10 dan seterusnya.Sebaliknya dalam
jumlah 8 dan 9 terdapat konsep penolakan. Hal ini tidak dapat difahami
tanpa melihat kepada etimologi atau sejarah pertumbuhan kosa kata itu
sendiri. Perkataan lapan adalah kependekan dari delapan yang
berkembang daripada dua alapan. Kata alap dalam bahasa Jawa dan
banyak bahasa Austronesia lainnya bererti ‘ambil’. Jadi dua alapan
bermakna ‘diambil dua’– yakni ‘sepuluh diambil dua’- dengan titik tolak dari
10. Untuk sembilan cara menerbitkannya sama dengan delapan dari segi
psikologinya, iaitu menolak dari sepuluh. Dalam hal ini yang ditolak adalah
satu dan perbuatan tolak itu diwahanakan oleh kata dalam bahasa Melayu
sendiri, iaitu ambil; jadi se + ambilan bermakna ‘diambil satu (se) daripada
sepuluh’. Dalam proses pembentukan kata itu bunyi vokal e pada awalan
se- itu diturunkan (Asmah Hj. Omar, 1986).
KONSEP MATEMATIKA MELAYU
Jumlah sepuluh merupakan satu titik tolak yang penting dalam
penjumlahan. Jumlah ini juga penting dalam pendaraban/perkalian seperti
yang tergambar dalam konsep sepuluh (1× 10), dua puluh (2 × 10) dan
seterusnya. Ini menunjukkan bahwa konsep pendaraban itu tidak datang
dengan kebudayaan asing tetapi sudah ada dalam kebudayaan Melayu
(Asmah Hj. Omar, 1986).
Manakala konsep yang didukung oleh ratus dan ribu pula seasal dengan
atus, hatus, iwu, riwu dan rivu dalam bahasa-bahasa Austronesia juga
telah ada dalam alam Melayu. Kedatangan pengaruh asing seperti melalui
bahasa Sanskrit memperkayakan bahasa Melayu dalam memberikan
konsep penjumlahan yang sudah pun dikenali seperti keti (=sepuluh ribu),
laksa (=seratus ribu) dan juta (=seribu-ribu) .Konsep pecahan juga sudah
ada dalam bahasa Melayu sebelum masuknya pengaruh asing. Dalam
jumlah yang terhad, yaitu konsep setengah atau separuh dan suku.
Sebenarnya paruh dalam separuh itu adalah dari bahasa Jawa paro yang
bermakna dijadikan dua atau diperduakan.Konsep suku timbul dari
ungkapan sesuku dan tiga suku. Suku bermakna bahagian dari pada
sesuatu yang lebih besar (Asmah Hj. Omar, 1986).
SAINS DAN TEKNOLOGI MELAYU

Selain itu terdapat juga istilah pengukuran yang tertentu dalam mengukur
sesuatu seperti mengukur zat cair dan biji-bijian menurut benda
pengisinya seperti semangkuk air/nasi, secupak padi, segantang beras,
setakar gandum dan lainnya
KIMIA (PELEBURAN LOGAM)
Kemampuan orang Melayu dalam bidang kimia berkait rapat dengan
keperluan untuk menyediakan keperluan material yg berguna sehari-hari
dan juga sebagai simbol kerajaan Kesultanan Melayu. Mereka ini memiliki
kepandaian untuk melakukan peleburan dengan menerima teknik
peleburan dari generasi sebelumnya. Aktivitas ini dikenal sebagai proses
penciptaan logam hasil peleburan tembaga, besi, emas dan perak.
Pada zaman silam keperluan kepada bidang ini muncul sesuai dengan
kehendak sistem politik pada masa itu yang meletakkan barangan
tertentu seperti periuk, dulang,mangkuk, pinggan, cawan dan sebagainya
yang diperbuat daripada logam bernilai tinggi seperti emas atau perak
yang juga sebagai simbol diraja dan kuasa (Mohd
Taib Osman, 1988).
SAINS DAN TEKNOLOGI MELAYU
Proses melakukan peleburan melibatkan beberapa langkah.
Secara ringkas proses itu digambarkan seperti berikut: pertama,
membuat acuan yang terdiri daripada kayu yang dilumur dengan
lilin cair dan setelah beku acuan ini dilarik dengan bindu. Lapisan
lempung dikenakan pada permukaan lilin dan lubang untuk
penuangan tembaga lebur, dan lubang untuk penaikan tembaga
ditambah. Acuan lempung ini dipanaskan untuk menguatkannya
dan untuk meleburkan lilin di dalamnya.
Tembaga pula akan dilebur dalam sebuah kui atau mangkuk pijar
yang diletakkan dalam rakmo dalam tanah dan dihembus dengan
penghembus musang. Tembaga cair yang panas dituang ke
dalam acuan dan dibiarkan seketika. Setelah tembaga menjadi
pepejal,acuan tanah liat dipecah untuk menghasilkan barang
tembaga. Selain barang tembaga,barang perak juga dihasilkan
dengan kaedah yang hampir sama dengan beberapa
penambahan proses tertentu kerana melibatkan logam yang
berbeda
SAINS DAN TEKNOLOGI MELAYU

PEROBATAN MELAYU
Masyarakat Melayu memiliki pengetahuan yang
mendalam dalam usaha pemulihan dari sakit-demam dan
keuzuran. Sebelum kedatangan pengubatan moderen,
orang Melayu bergantung sepenuhnya kepada
pengubatan tradisional Melayu ini.
Apabila pengubatan moderen gagal mengubati keuzuran
atau sakit yang dihidapi oleh orang Melayu mereka akan
kembali merujuk kepada pengubatan tradisional. Dengan
kata lain kebergantungan orang Melayu dengan warisan
perubatan tradisional ini masih lagi berlanjutan hingga ke
hari ini
Kitab atau Buku Perobatan Melayu
Beberapa kaedah merawat pesakit ada diterangkan dalam buku-buku
perubatan Melayu atau lebih dikenal sebagai kitab-kitab tib. Perkataan tib
berasal dari bahasa Arab yang bermaksud obat, tukang obat dan ilmu
perobatan. Ada berlbagai kitab tib yang digunakan oleh orang Melayu.
Kandungan kitab-kitab ini merangkumi penerangan mengenai penyakit-
penyakit biasa seperti demam, batuk dan lelah.

Selain itu kitab tib menerangkan penyakit yang berpunca daripada rasukan
hantu, syaitan dan jin yang disertai dengan jampi mantera. Bentuk
pengobatan dan rawatannya mengandungi doa-doa, ayat al-Quran, hadis,
tangkal dan azimat. Rajah dan kata-kata tertentu turut disertakan.
Antara Kitab Tib yang terkenal ialah Taj-ul-Muluk, dan ada juga yang
menamakannya sebagai Kitab Mujarrabat Melayu (Mohd Taib Osman,
1988).
Kitab tib ini mengandungi 500 page/halaman yang berkaitan 147 perkara
atau pasal. Terdapat pasal yang menerangkan pengetahuan pengobatan,
cara berhubung dengan ilmu sihir dan kaedah atau ritual pengobatan
Makanan yang dikelaskan sebagai makanan panas ialah makanan yang
mengandungi lemak sama ada jenis lemak binatang atau lemak sayur-sayuran, tonik,
rempah (jintan, ketumbar, lengkuas), tuak; protein binatang (ayam, kambing, lembu
dan kerbau; susu dan telur); makanan masin (garam dan ikan kering); makanan
yang
mempunyai rasa pahit (peria); dan rasa pedas (cabe). Makanan yang diketagorikan
sebagai sejuk terdiri daripada buah-buahan dan sayur-sayuran yang mempunyai
ciriciri
seperti berair (mentimun, tembikai, nanas dan limau), berlendir (kacang bendi,
keladi dan pucuk paku), bergetah (bacang, mangga muda, nangka, cempedak dan
jantung pisang), masam (mangga dan kedondong), menjalar (kangkung, labu dan
kacang panjang) (Aishah Haji Muhammad, 1998).
Mereka juga mengkategorikan makanan sebagai gatal seperti makanan laut ;
udang,
ketam, sotong, kerang dan beberapa jenis ikan yang mempunyai ciri-ciri seperti
warna
kemerah-merahan dan kekuning-kuningan, tulang halus dan bersisik. Terdapat juga
makanan yang dianggap mengandungi unsur bisa yang boleh membawa kesan yang
tidak baik kepada seseorang yang sedang sakit seperti telur, lemak dan beberapa
jenis ikan, makanan ini tidak dibenarkan dimakan sekiranya seseorang itu mengalami
luka, penyakit kulit atau dalam pantang kerana dipercayai boleh menyebabkan rahim
menjadi bernanah dan lambat sembuh (Aishah Haji Muhammad, 1998).
Selain itu orang Melayu juga percaya peranan angin dalam
badan, jika kandungan
angin terlalu banyak boleh menyebabkan sakit. Makanan
berangin ini terdiri dari pada
angka, cempedak, ubi kayu, keledek dan labu.
Di samping itu dalam masyarakat
Melayu mereka mengenali punca penyakit daripada kuman
yang ada di persekitaran
fizikal mereka
Terdapat tokoh tertentu yang sangat dihormati dalam masyarakat kerana
kepandaiannya dalam mengubati sakit demam dan keuzuran ini. Mereka ini
dipanggil bomoh, pawang, dukun, tok puteri, tukang urut, tukang bekam,
tok mudim dan bidan (Zhari Ismail & Norhayati Ismail, 1995). Panggilan
yang paling popular sekali ialah bomoh.
Perkataan bomoh itu sendiri kadang-kadang merangkumi keseluruhan
tokoh perubatan yang lain seperti dukun, pawang atau bidan.
Bagaimanapun sebenarnya terdapat perbedaan kecil antara panggilan-
panggilan itu. Pawang lebih banyak terlibat dalam hal-hal berkaitan makhluk
halus seperti upacara penanaman padi dan penuaian padi yang melibatkan
upacara secara besar-besaran di sesuatu kampung.
Bomoh atau pawang ini menjadi perantara antara manusia dengan segala
makhluk ghaib ini. Bomoh biasanya mempunyai kepakaran atau pun
pengkhususan yang tersendiri. Berdasarkan pengkhususan itu bomoh boleh
dibagi kepada beberapa jenis. Antaranya ialah bomoh patah, bomoh urut,
bomoh ular, bomoh akar kayu dan berbagai-bagai lagi.
Seseorang itu menjadi bomoh dengan beberapa cara antaranya melalui menuntut
dan mimpi. Cara menuntut ialah dengan mempelajari ilmu daripada seorang guru,
melalui sesuatu pengalaman istimewa, misalnya mewarisi daripada ayah atau
keluarga yang rapat yang pernah menjadi bomoh (keturunan). Melalui mimpi pula
lebih kepada bentuk luar biasa iaitu kepandaian dan kuasa mengobati diperolehi
melalui mimpi; mendapat kembaran atau makhluk luar biasa yang dipelihara
misalnya akuan atau berpolong ; penurunan dengan kuasa luar biasa secara
kebetulan selalunya waktu sakit atau tidak sedarkan diri atau apabila seseorang itu
mendapat sesuatu benda ajaib yang mempunyai kuasa magis seperti geliga ular
dan seumpamanya (Mohd Taib Osman, 1977).
Dukun dan bidan merupakan panggilan orang Melayu kepada mereka yang pandai
mengobati penyakit secara pengobatan pisik sama ada dengan menggunakan
bahan bahan obatan yang diambil dari sumber flora dan fauna seperti akar kayu
dan daunan atau pengobatan melalui urutan ke atas badan pesakit. Tugas utama
bidan ialah untuk mengendalikan kelahiran bayi, juga bertanggungjawab terhadap
kesehatan ibu semasa mengandung dan semasa berada dalam pantang. Secara
ringkas bidan berusaha untuk mencegah terjadinya keguguran, kecederaan
kepada bayi dalam kandungan, komplikasi selepas bersalin atau mengambil
langkah-langkah untuk mengelakkan ibu dan bayi daripada serangan sakit-demam.
Tok Mudim pula ialah tokoh perubatan yang mahir melakukan upacara berkhatan
untuk kanak-kanak lelaki. Upacara berkhatan bagi kanak-kanak perempuan
dilakukan oleh bidan. Dengan kata lain bidan ialah pakar dalam mengendalikan
segala urusan berkaitan masalah keuzuran wanita.
[
Tokoh Matematik dan Karya Mereka
a. Syeikh Abdul Rahman Muhammad al-Fatani
b. Syeik Ahmad al-Fatani
c. Syeikh Ahmad bin Abdul Latif al-Khatib al-Minangkabawi
d. Syeikh Tahir Jalaluddin Perak
e. Syeikh Muhammad Ali Abdul Mutalib al-Minkabawi

Antara karya mereka itu adalah:


a. Syeikh Ahmad ‘Abdul Latif al-Khatib. (Raudat al-Hussab fi a’mal al-Hisab,
al Nukhbah al-bahiyyah, al-Jawahir al-Naqiyyah)
b. Syeikh ‘Abdul Rahman Muhammad al-Fatani. (Minhaj al-Qawim pada
mengetahui hisab dan taqwim)
c. Syeikh Ahmad al-Fatani (Ilmu Hisab dan Ilmu Falak)
d. Haji Umar Nuruddin (Miftah al-Ta’lim, al-Durr al-naqiyy fi ma’rifat arqam
al-Hindi, Syams al-Fathiyyah)
e. Syeik Tahir Jalaluddin (Pati kiraan pada menentukan waktu yang lima
dengan hal kiblat dengan logaritma)
f. Ilmu Hitungan , Ilmu Falak, Masalah Ilmu Bumi, Hitungan gedang dan
Hitungan Kecil. ( terdapat dalam simpanan atau koleksi J.A.W. Van
Ophuysen, Belanda.)(Mat Rofa Ismail, 1996).
Berikut ialah antara ilmu yang melibatkan matematik dan
kepentingannya:
Ilmu aljabar: digunakan dalam pengiraan zakat, sewa menyewa, wasiat,
perkongsian, pajak gadai, riba, faraid dan seumpamanya yang berkaitan
dengan fekah dan hukum agama. Ilmu ini juga digunakan dalam
kehidupan seharian seperti pengiraan perniagaan, pertukaran wang,
timbang-menimbang dan sebagainya.
Ilmu falak: ilmu ini penting dalam menentukan penentuan awal Ramadan
dan Syawal, perjalanan matahari termasuk pengiraan waktu
sembahyang, gerhana bulan dan matahari, kedudukan bintang Thabitah
dan sayyarah, galaksi dan seumpamanya.
Ilmu Geometri dan Trigonometri digunakan dalam mengira dan
menentukan arah kiblat, masalah koordinat sesebuah bandar, masalah
yang berkaitan sfera bumi,kompas perjalanan dan pelayaran. Kajian
dalam bidang geometri ini ada dilakukan oleh Syeikh Ahmad bin Abdul
Latif al-Khatib melalui dua bukunya iaitu ‘Raudat al- Hussab dan ‘Alam al
Hussab. Kalendar dan takwim: masyarakat Jawa mempunyai sistem
kalendernya sendiri yang dikenal sebagai Tarikh Aji Syaka yang
berdasarkan kepada pergerakan matahari. Pengiraan takwim ini
kemudiannya ditukar kepada berdasarkan pengiraan bulan pada tahun
1555.
ANALISA BANGUNAN
Umumnya dinamakan “Rumah Bumbung Melayu” atau
“Rumah Belah Bubung” atau “Rumah Rabung”
Nama ini awalnya diberikan oleh para pendatang
bangsa asing terutamaorang Cina dan Belanda karena
berbeda dengan bentuk rumah mereka seperti
Kelenting maupun rumah limas.
Selain itu, sebutan lain yang diberikan kepada rumah
itu berdasarkan
Bentuk Kecuraman Atap,Variasi Atap dan letak Rumah.
JENIS-JENIS RUMAH , YAITU:
1. RUMAH SUDUNG-SUDUNG : TEMPAT TINGGAL KELUARGA DALAM
UKURAN KECIL DAN TIDAK
BERTIANG.
BANGUNAN INI TERBUAT DARI BAHAN YANG SANGAT SEDERHANA, YAITU
ATAP DARI DEDAUNAN DAN DINDING SEKEDARNYA SAJA.TEMPAT INI HANYA
DIGUNAKAN SEBAGAI TEMPAT TINGGAL SEMENTARA ORANG-ORANG YANG
MENCARI IKAN DI SUNGAI DAN ORANG YANG MENCARI HASIL HUTAN.
2. RUMAH BAGAN : BANGUNAN INI SUDAH BERDINDING DAN BERTIANG
RENDAH. SEKARANG DIPERGUNAKAN ORANG-ORANG UNTUK TEMPAT
MENCARI IKAN ATAU MENCARI HASIL HUTAN.
3. RUMAH PONDOK PISANG SESIKAT : BANGUNAN INI BERTIANG TINGGI,
ATAPNYA CURAM KEBELAKANG, DAN SUDAH MENDEKATI BENTUK RUMAH ,
YAITU BERKULIT KAYU DAN BERLANTAI KULIT KAYU.
BANGUNAN INI SAMPAI SEKARANG BANYAK DIPERGUNAKAN DI LADANG-
LADANG, SEBAB ITU PULA DISEBUT “PONDOK LADANG”.
4. RUMAH BELAH BUBUNG :
RUMAH DENGAN ATAP YANG MEMAKAI TULANG BUBUNG (PERABUNG
DITENGAH-TENGAH PUNCAK ATAPNYA).
BANGUNAN INILAH YANG KEMUDIAN DISEBUT DENGAN RUMAH
TRADISIONAL DAERAH RIAU, YANG DALAM PROSES DAN PENEMPATANNYA
DIBERI BERBAGAI NAMA ITU.
JENIS RUMAH BERDASARKAN BENTUK ATAP :

1. Rumah yang atapnya Curam disebut juga Rumah Lipat Pandan


2. Kalau atapnya agak mendatar disebut Rumah Lipat Kanjang
3. Bila atapnya diberi tambahan disebelah bawah (kaki atap) dengan
atap lain maka disebut juga Rumah Atap Layar atau Rumah Ampar
Labu

JENIS RUMAH BERDASARKAN PERABUNG YANG ATAPNYA


SEJAJAR DENGAN JALAN RAYA:

Rumah yang dibuat dengan perabung atapnya sejajar dengan jalan


raya dimana rumah itu terletak,disebut “Rumah Perabung Panjang”
Rumah yang dibuat perabung atapnya tida sejajar dengan jalan raya
dimana rumah itu terletak,disebut “Rumah Perabung Melintang”
Typologi Bangunan
Rumah didirikan diatas tiang yang tingginya rata-rata antara 1,05 –
2,40 M,sehingga disebut juga tipe Rumah panggung.
TIANG
ASPEK AGAMA :
- SEGI EMPAT : MELAMBANGKAN EMPAT PENJURU MATA ANGIN.
DENGAN DEMIKIAN RUMAH ITU MENDATANGKAN REZEKI DARI 4
PENJURU MATA ANGIN TERSEBUT.

- SEGI ENAM : MELAMBANGKAN RUKUN IMAN DALAM AJARAN


ISLAM. DENGAN DEMIKIAN DIHARAPKAN PEMILIK RUMAH DAPAT TETAP
TAAT DAN BERIMAN KEPADA TUHANNYA, SESUAI AJARAN ISLAM.

- SEGI TUJUH : MELAMBANGKAN TUJUH TINGKATAN SURGA


DAN TUJUH TINGKATAN NERAKA. KALAU PEMILIK RUMAH BAIK DAN
SALEH, MAKA IA AKAN MASUK KE SALAH SATU TINGKATAN SURGA
TERSEBUT, DAN SEBALIKNYA.

- SEGI DELAPAN : MELAMBANGKAN DELAPAN ARAH MATA ANGIN.


MAKSUDNYA SAMA SEPRTI SEGI EMPAT.

- SEGI SEMBILAN : MELAMBANGKAN BAHWA PEMILIK RUMAH ITU


ADALAH DARI GOLONGAN ORANG BERADA DAN MAMPU. TETAPI INI
TIDAK MUTLAK, KARENA BANYAK PULA ORANG YANG BERADA DAN
MAMPU TAPI TIDAK MEMBUAT TIAMG RUMAHNYA BERSEGI SEMBILAN.
ASPEK ADAT:
- TIANG UTAMA/TIANG TUO : TIANG YANG TERLETAK PADA DERETAN
KEDUA PINTU MASUK (MUKA) SEBELAH KIRI DAN KANAN. TIANG INI TIDAK
BOLEH BERSAMBUNG. BAHAN YANG SERING DIGUNAKAN BIASANYA ADALH
KULIM, TEMBESU, RESAK, DAN PUNAK.
- TIANG GANTUNG : TIANG YANG MENGGANTUNG YANG BIASANYA
DIBERI UKIRAN BERUPA RAKUKAN DENGAN MOTIF DAUN DAN BUNGA YANG
BERMAKNA BAHWA MASYARAKAT RIAU HIDUP DI ALAM DAN HARUS
MENJAGA KELANGSUNGAN ALAM.
BAGIAN-BAGIAN YANG TERHUBUNG LANGSUNG DENGAN TIANG:
RASUK : BALOK PERSEGI EMPAT YANG TERBUAT DARI KAYU KERAS
SEPERTI TEMBUSU, RESAK ,DAN KULIM. BIASANYA RASUK DIBUAT GANDA.
RASUK GANDA DISEBUT RASUK INDUK DAN RASUK ANAK. RASUK INDUK
SEBELAH BAWAH DAN RASUK ANAK SEBELAH ATAS.
TUTUP TIANG : BERBENTUK PERSEGI EMPAT, UKURANNYA
TERGANTUNG KEPADA BESARNYA TIANG, TUTUP TIANG MENGHUBUNGKAN
TIANG-TIANG SUDUT BANGUNAN DISEBUT TUTUP TIANG PANJANG,
SEDANGKAN YANG MENGHUBUNGKAN ANTARA TIANG DENGAN TIANG
LAINNYA DISEBUT TUTUP TIANG PENDEK. BERBAHAB SAMA DENAGN
TIANGNYA.
TANGGA
TANGGA
ASPEK KEPERCAYAAN/RELIGI
ANAK TANGGA DIBUAT LIMA TINGKAT, JUMLAH INI ADA
KAITANNYA DENGAN AJARAN ISLAM, YAKNI LIMA RUKUN
ISLAM.
ASPEK ADAT
TANGGA TERBUAT DARI KAYU KERAS, DAN DIBERI
UKIRAN PADA KAKI DAN ANAK TANGGA. UKIRAN
KHUSUS DIBUAT DIKEPALA ANAK TANGGA. TIANG
DAN ANAK TANGGA PIPIH, BIASANYA DIBIUAT DARI
PAPAN TEBAL. DI PANGKAL TANGGA DIBUAT ALAS DARI
KAYU KERAS ATAU BATU, DAN SAMPINGNYA
DILETAKKAN TEMPAYAN AIR UNTUK MENCUCI KAKI DAN
TERLETAK DISEBELAH KANAN ARAH NAIK.
KOLONG RUMAH
ASPEK KEPERCAYAAN/RELIGI
KOLONG RUMAH BIASANYA DIGUNAKAN OLEH
PENDUDUK UNTUK MENGUMPULKAN KAYU BAKAR GUNA
PERSIAPAN BULAN PUASA.
Arti, Fungsi, Dan Bentuk Bangunan
Setiap bangsa dan sukubangsa tentu
mengenal arti, fungsi, dan bentuk bangunan
tradisional dengan ciri khasnya, di samping
nilai-nilai universal yang dikandungnya.
Demikian pula dengan orang Melayu.
Bangunan tradisional Melayu adalah suatu
bangunan yang utuh, yang dapat dijadikan
sebagai tempat kediaman keluarga, tempat
bermusyawarah, tempat beradat berketurunan,
dan tempat berlindung siapa saja yang
memerlukannya. Ini tergambar pada sebuah
ungkapan tradisional Riau yang berbunyi:
Bangunan tradisional Melayu adalah suatu bangunan yang utuh, yang dapat
dijadikan sebagai tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat
beradat berketurunan, dan tempat berlindung siapa saja yang memerlukannya.
Ini tergambar pada sebuah ungkapan tradisional Riau yang berbunyi:
Yang bertiang dan bertangga
Beratap penampung hujan penyanggah panas
Berdinding penghambat angin dan tempias
Berselasar dan berpelantar
Beruang besar berbilik dalam
Berpenanggah dan bertepian

Tempat berhimpun sanak saudara


Tempat berunding cerdik pandai
Tempat bercakap alim ulama
Tempat beradat berketurunan
Yang berpintu berundak-undak
Bertingkap panjang berterawang
Berparan beranjung tinggi
Berselembayung bersayap layang
Berperabung kuda berlari
Berlarik jerajak luar
Bertebuk kisi-kisi dalam
Bidainya tingkat bertingkat
Bentuk bangunan tradisional Melayu biasanya ditentukan oleh bentuk
atapnya, sepertiAtap Belah Bubung, Atap Limas, dan Atap Lontik.
Rumah dengan perabung lurus pada tengah puncak atap, dengan
kedua bagian sisi atapnya curam ke bawah seperti huruf V terbalik
disebut Atap Belah Bubung, Bubung Melayu, atau Rabung Melayu.
Jika atapnya curam sekali disebut Lipat Pandan. Sebaliknya, jika
atapnya mendatar disebut Lipat Kajang. Jika pada bagian bawah atap
ditambah atap lain, disebut Atap Labu, Atap Layar,Atap Bersayap,
atau Atap Bertinggam. Keterangan mengenai hal ini dapat dijumpai
dalam salah satu ungkapan tradisional yang berbunyi:
Perabung lurus di tengah-tengah
Atap mencucur kiri kanan
Yang mengembang lipat kajang
Yang tegak berlipat pandan
Atap bertingkat Ampar Labu
Berempang leher Atap Bertinggam
Menguak ke samping Atap Bersayap
Tadahan angin Atap Layar
Jika perabung atap bangunan itu sejajar dengan jalan
raja, orang Melayu menyebutnyaRumah Perabung
Panjang. Sebaliknya, jika tidak sejajar disebut Rumah
Perabung Melintang. Ungkapan tradisional menyebut
bangunan ini secara teliti.
Di mana letak Perabung Panjang
Pada labuh dan tambak panjang
Lurusnya bagai antan disusun
Selari bagai induk tangga
Kalau perabung bersilang tambak
Bertelingkai bagai ranting
Bagai tangga dengan induknya
ltu tandanya Perabung Melintang
Jika perabung bangunan itu melentik ke atas pada kedua ujungnya,
disebut Rumah Lontik, Rumah Pencalang, atau Rumah Lancang,
karena bentuk hiasan pada kaki dinding di depan dan di belakang
seperti bentuk perahu. Ini dinyatakan dalam ungkapan:
Lontik rumah pada perabung
Lontik sepadan ujung pangkal
Tempat hinggap sulo bayung
Tempat bertanggam tanduk buang
Jika atap Rumah Lontik ini bertingkat, disebut Rumah Gorai atau Gerai.
Rumah atap limas yang diberi tambahan di bagian muka dan belakang
dengan atap lain yang berbentuk limas disebut Limas Penuh, tetapi jika
atap tambahan itu berbentuk Belah Bubung, maka rumah itu disebut Limas
Berabung Melayu. Keterangan yang ada dalam ungkapan tradisional
mengatakan: Bersorong limas dengan limas
Padanan disebut limas penuh
Yang di muka ke selasar
Yang di belakang ke penanggah
Kalau berpatut limas dengan kajang
Berpandan dengan lipat pandan
Di situ tegak kunyit-kunyit
Yang di muka ke selasar
Yang di belakang ke penanggah
Letak Bangunan
Tempat-tempat yang baik untuk mendirikan bangunan menurut tradisi Melayu
Riau adalah: pertama, tanah liat yang berwarna kuning dan hitam. Rumah di
atas tanah ini diyakini akan membuat penghuninya tidak diserang penyakit
jerih, pitani, dan sawan babi, sebagaimana dikatakan dalam sebuah
ungkapan,
Tegak pada tanah liat
Liat nyawa di badan
Serit jerih menimpa
Yang kuning penolak pening
Yang hitam penawar pitam
Penawar sawan babi

Kedua, tanah yang datar. Rumah yang didirikan di sini dipercayai akan
membuat penghuni bangunan selalu tenang hidupnya dan disenangi dalam
pergaulan, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah ungkapan lama,

Datar tanah perumahan


Datar pula halamannya
Tak ada batang melintang
Tak ada onak menjemba

,
Ketiga, tanah yang miring ke belakang. Rumah di sini dipercayai akan
membuat penghuninya tidak kekurangan rezeki, seperti dinyatakan dalam
ungkapan

Miring tanah ke penanggah


Tanda tungku kan menyala
Tanda puntung kan berasap
Tanda periuk kan berisi
Kalau curam ke halaman
Yang datang menggolek pergi
Tak terhempang dek pengkelang
Tak tersangkut dek tangga turun
Sumpit kempis, langau tak hinggap

Keempat, tanah belukar. Rumah yang dibangun di sini dipercayai akan


membuat penghuni mendapat rezeki yang halal, bebas dari gangguan hantu
dan makhluk halus lain, seperti dinyatakan dalam ungkapan,

Terkena pada tanah belukar


Kok codingnya bernas-bernas
Tak menjelau jin pelesit
Tak menyonggol jembalang tanah
Kelima, tanah yang dekat dengan sumber air.
Menurut kepercayaan, rumah di atas tanah ini akan
membuat penghuninya mendapat rezeki melimpah,
seperti dinyatakan dalam ungkapan,

Dekat telaga di bawah bukit


Dekat suak anak sungai
Dekat segala ucap pinta
Kalau labu berisi penuh
Kalau petak acap-acapan
Makan tak termakan-makan
Minum tak terminum-minum
Tempat yang tidak terlalu baik dan tidak terlalu buruk untuk
mendirikan bangunan menurut tradisi Melayu Riau antara lain adalah:
pertama, tanah dusun atau kebun yang belum ada tanaman tua atau
tanaman keras. Menurut kepercayaan Melayu, penghuni bangunan di
sini tidak akan melarat hidupnya, tetapi rezekinya juga tidak melimpah.
Ini dinyatakan dalam ungkapan lama,

Tanah ladang berbelukar


Belukar turun ke purun
Purun singgah ke tanah dusun
Terkena ke tanah dusun
Yang tak berdurian bercempedak
Tidak bermacang bermempelam
Tidak bermanggis berbuah rambai
Dapat pagi makan pagi
Bersua malam makan malam
Tapi tidak gadai menggadai
Tidak pula dibelit hutang
Tidak berjuak dan berjurai
Kedua, tanah bercampur pasir. Orang Melayu percaya bahwa penghuni di
sini akan terhindar dari penyakit sampar, seperti diterangkan dalam
ungkapan,
Berserak pasir di perumahan
Kisik-berkisik di halaman
Tak kan singgah jembalang tanah
Tak kan hinggap awe sampar

Ketiga, tanah bekas perumahan lama. Rumah di lahan ini dipercaya akan
membuat penghuninya mendapat nasib seperti pemilik bangunan lama,
seperti ungkapan,
Mengunut jejak mengulang langkah
Kalau unut di bawah betis
Kalau jejak di bawah tapak

Keempat, tanah terbuang atau terlantar. Menurut kepercayaan mereka


penghuni rumah di sini akan berhasil dalam hidup jika kesialan tanah
tersebut dibuang.
Tempat yang dipantangkan untuk mendirikan bangunan antara lain adalah:
pertama, tanah gambut. Penghuni bangunan di atas tanah ini diyakini akan
menderita penyakit tulang, seperti tersebut dalam ungkapan lama,
Kalau gambut tiang rumah
Kok tegak tak berdiri
Kok cangkung tak terlipat
Kok duduk tak tersila
Ngilu tulang yang kan tiba
Kedua, tanah kuburan. Menurut kepercayaan orang Melayu penghuni di atas
lahan ini akan diganggu oleh hantu atau diserang berbagai penyakit,
sebagaimana disebutkan dalam ungkapan,
Berumah di atas kubur
Kok hantunya silau bersilau
Penyakit ulang-berulang
Betah pagi petang tiba
Betah petang pagi berbalik
Ketiga, tanah bekas orang mati berdarah. Rumah di atas
tanah semacam ini dipercayai akan membuat penghuninya
mendapat celaka dan diganggu oleh hantu orang yang mati
di situ, seperti dikatakan,

Berumah di atas tanah berani


Bagai menghimbau musuh tiba
Bagai mengimak bala datang

Keempat, tanah bekas orang yang mati karena penyakit


sampar. Penghuni bangunan di atas tanah ini dipercaya
akan mendapat nasib yang sama, seperti dinyatakan dalam
ungkapan,

Berumah di tanah Awe Gilo


Bagai menghimbau induk awe
Bagai mengimak jembalang awe
Kelima, tanah “tahi burung”, yaitu tanah berlekuk-lekuk.
Menurut kepercayaan orang Melayu penghuni rumah di
atas tanah seperti ini akan mendapat penyakit bubul,
sebagaimana dinyatakan

Tanah lekuk-berlekuk
Tanah bernama tahi burung
Dibuat ladang padinya kerit
Dibuat kebun batang meranggas
Dibuat rumah sakit bubul
Dibuat gelanggang mematahkan
Dibuat tepian tak berair
Keenam, tanah berbusut dan beranai-anai. Orang Melayu
percaya bahwa penghuni rumah di atas tanah ini akan
melarat, seperti diungkapkan dalam pantun,
Tanah berbusut beranai-anai
Busutnya penyemput bala
Anai-anai penyemput hutang
Tak kering kain di pinggang
Tak bersiang tak bermalam

Ketujuh, tanah wakaf. Penghuni rumah di atas tanah ini


dipercayai akan ditimpa kutukan, sebagaimana
diungkapkan,
Membuat rumah di tanah wakaf
Kepala menjunjung bala
Bahu memikul siksa
Delapan, “lidah tanah”, yaitu tanah yang berbusut
panjang. Penghuni bangunan di atas tanah ini diyakini tak
akan tetap mendiami rumahnya, sebagaimana dinyatakan
dalam ungkapan,

Busut panjang lidah tanah


Tak menahan gelegar rumah
Tak memapan lantai tengah
Kekalnya sehari dua
Ketiga mati ditimpa alang
Keempat terbuang ke laut luas
Arah Bangunan
Setelah memilih tempat yang baik, untuk mendirikan
bangunan juga harus diperhatikan arah hadap
bangunan. Oleh karena itu seni bangunan Melayu Riau
mempunyai beberapa patokan berkenaan dengan arah.
Pertama, menghadap ke Utara. Arah hadap utara
dianggap baik sekali, karena diyakini mendatangkan
banyak rezeki, jarang ditimpa penyakit, dan selalu hidup
berkecukupan, seperti dinyatakan ungkapan lama,

Kalau rumah menghadap ke utara


Bagai menahan belat di kuala
Satu dipasang dua isinya
Dua dipasang empat mengena
Kedua, menghadap ke Timur. Arah ini juga dianggap baik
sekali, karena dipercayai akan membuat penghuni rumah
mendapat rezeki melimpah, jauh dari segala macam
penyakit, seperti dinyatakan,

Kalau rumah menghadap ke timur


Bagai lukah di pintu air
Pagi direndam petang berisi
Petang direndam malam penuh
Bukan penuhnya oleh apa
Penuh emas dengan urai
Penuh gelak nan berderai
Ketiga, menghadap ke Barat. Arah hadap ini dianggap
tidak baik, karena bisa membuat penghuni bangunan
selalu diserang penyakit panas dan tidak tenteram, seperti
diungkapkan,
Kalau rumah menghadap ke barat
Bagai lesung batu tidak beranak
Lada ada sambal tak lumat
Garam sebuku tak tergiling
Keempat, menghadap ke Selatan. Arah hadap ini dianggap kadang-kadang
mendatangkan kebaikan pada penghuni rumah, kadang-kadang tidak, seperti
diungkapkan,
Kalau rumah menghadap ke selatan
Bagai peluntang di tengah sungai
Tuah kail puntung mengena
Sial kail umpannya habis
Memilih Bahan Bangunan
Sastra lisan yang berupa ungkapan tradisional Riau memberi petunjuk
tentang bermacam-macam kayu yang tidak baik untuk dijadikan bahan
bangunan, misalnya kayu yang dililit akar. Kayu ini dikatakan dapat
menyebabkan bangunan sering dinaiki ular atau penghuninya mendapat
kesulitan, seperti ungkapan,

Kalau kayu dililit akar


Tumbangnya tak jejak ke tanah
Ditebang menyangkut beliung
Dibawa pulang diikut susah
Kayu yang berlubang digirik kumbang atau kayu yang
berlubang di tengahnya juga dianggap tidak baik, seperti
ungkapan,
Kalau kayu digirik kumbang
Dilintangkan ia patah
Ditegakkan ia rebah
Kalau kayu berlubang panjang
Empulurnya membawa miang
Tatalnya melenting mata
Patut dibuat kayu api
Kayu yang sedang berpucuk muda. Kayu ini dianggap dapat menyebabkan
penghuni bangunan sakit-sakitan dan sulit mendapat rezeki, seperti
ungkapan,
Kalau kayu berbunga lebat
Buahnya mengunjung dahan
Pucuknya menjarum-jarum
Kalau panas ia pecah
kalau hujan ia lapuk
Terasnya tidak berurat
Empulur menggenang getah
Kayu yang batangnya berpilin. Kayu ini dianggap akan dapat menyebabkan
penghuni bangunan mendapat fitnah, seperti ungkapan,
Batang kayu berpiuh pilin
Di hutan menyundak dahan
Di rumah menyundak atap
Yang lurus membengkokkan
Yang tegak merebahkan
Kayu tunggal, yaitu kayu yang jenisnya hanya ada sebatang di suatu
tempat. Menurut kepercayaan penghuni rumah yang dibuat dengan kayu ini
akan bercerai dengan keluarganya, sebagaimana diungkapkan,

Kayu tunggal penunggu rimba


Kalau ditebang menghabiskankan
Kalau ditutur mematikan

Kayu bekas tebangan orang. Bangunan yang dibuat dengan kayu ini
diyakini akan membuat penghuninya cepat bercerai dengan keluarganya,
seperti ungkapan,

Kalau ada bekas beliung


Tak boleh dikerat lagi
Di situ letak silang sengketa
Di situ pertemuan dihabisi
Kayu yang tidak langsung tumbang di tanah ketika ditebang. Bangunan yang
dibuat dari kayu ini menurut kepercayaan akan mendatangkan bahaya
kematian bagi penghuninya, seperti ungkapan,

Yang rebah tak mencecah tanah


Menyandar ke kayu lain
Memutus ranting meretas dahan
Matinya mati menganggang
Tergantung lapuk tertegak busuk

Kayu yang akarnya menjulur ke air. Bangunan yang dibuat dengan kayu ini
dianggap akan dapat menyebabkan penghuninya mendapat sial, seperti
ungkapan,
Sebelah akar di tebing
Sebelah akar di air
Satu dipegang satu lepas
Satu dapat satu menghilang
Kayu bekas terbakar. Bangunan yang dibuat dengan
kayu ini dianggap akan menyebabkan penghuninya
menderita kemiskinan dan berbagai penyakit, seperti
ungkapan,
Terpanggang kayu di tengah ladang
Terasnya menjadi gubal
Diketam tidak bertatal
Kulit dikubik berisi arang
Banir diseluk tak berurat tunggang
Dipesandar timpa-menimpa
Ditampung tak tertampung
Dikerat tak terkerat
Mematah pada beliung
Memecah hulu parang
Ukuran Bangunan
Ukuran bangunan juga dipercaya dapat menentukan
baik tidaknya sebuah rumah. Secara tradisional
patokan untuk mengukur adalah ukuran bagian tubuh si
pemilik, seperti tinggi hasta, serta ukuran berdasarkan
banyaknya kasau dan gelepar. Tinggi bangunan yang
paling baik adalah sepemikulan atau setinggi bahu
karena ini berarti beban hidup akan dapat dipikul
sepenuhnya oleh si pemilik. Tentang hal ini ungkapan
lama menyebutkan,
Tinggi rumah sepemikulan
Terpikul bendul nan empat
Terpikul ladang bertumpuk
Tak bertingkat tungku di dapur
Tak tersingkap kain di pinggang
Jika tinggi bangunan itu sejunjungan, yaitu setinggi puncak kepala si
pemilik, hal itu juga berarti baik.
Tinggi rumah sejunjungan
Terjunjung adat dengan lembaga
Terjunjung harta dengan pusaka
Terjunjung pintak dengan bagi
Terjunjung ico dengan pakaian

Jika tinggi bangunan itu sepenjangkauan, itu juga berarti baik karena
dipercaya si pemilik akan dapat menjangkau segala keperluan rumah
tangganya serta mencapai cita-cita.
Tinggi rumah sepenjangkauan
Tergapai kasau dengan alang
Teraih padi dalam petak
Tertutup baju di dada
Tercapai ucap dengan pinta
Jika tinggi bangunan itu sepenyangup, yaitu
setinggi mulut, itu berarti tidak baik, karena
menurut kepercayaan si pemilik akan menjadi
rakus, kikir, serta bertengkar dengan tetangga di
sekitar.
Tinggi rumah sepenyangup,
langau lalat dimakannya,
berlapis kancing pintunya,
duduknya di atas-atas,
cakap tengking-menengking,
tak lawan musuh dicari.
Jika tinggi bangunan itu selutut, berarti
sangat tidak baik, karena si pemilik dianggap
tidak tahu adat serta akan berada dalam
kemiskinan.

Kalau rumah tinggi selutut


Tak beradat pintu rumah
Tak beradat tangga rumah
Berbeliung tak berpoda
Berparang tidak berasah
Ke hulu pinta-meminta
Ke hilir kata-mengata
Untuk ukuran tinggi bangunan digunakan ukuran tinggi badan pria
(suami), sedang untuk ukuran besar bangunan diutamakan
menggunakan ukuran tangan wanita (istri). Untuk mengukur besar
rumah yang tepat dipakai seutas tali. Hasta pertama disebut ular
berangyang berarti tidak baik, karena bangunan yang ukurannya
jatuh pada hasta pertama ini akan mengakibatkan sengketa.
Hasta kedua disebut meniti riak, juga berarti tidak baik, karena
dipercaya akan membuat penghuninya menjadi sombong. Hasta
ketiga disebut riak meniti kumbang berteduh, yang berarti baik
sekali, karena dapat membuat penghuninya mendapat
ketenteraman, kebahagiaan, rezeki melimpah, serta menjadi
tempat bernaung keluarga dan masyarakat sekitarnya. Hasta
keempat disebut habis hutang berganti hutang yang berarti tidak
baik, karena akan membuat penghuninya miskin akibat
berhutang. Hasta kelima disebut hutang lalu tidak terimbuh yang
berarti tidak baik, karena menurut kepercayaan penghuni
bangunan seukuran itu akan bertambah miskin bila mendiaminya.
Ada cara mengukur yang disebut bilang kasau yang juga diserahkan
kepada wanita (istri). Ukurannya disebut setulang, yakni sepanjang
ujung siku hingga ke ujung buku jari tergenggam. Tulang pertama
disebut kasau yang berarti baik, karena membawa kebahagiaan lahir dan
batin. Tulang kedua disebut risau yang berarti akan mendatangkan
malapetaka. Tulang ketiga disebut rebe yang berarti selalu diancam oleh
bahaya dan melarat. Tulang keempat disebut api yang berarti sering
terjadi perselisihan, pertengkaran, dan mungkin sekali rumah itu
terbakar.

Cara mengukur bilang gelegar sama dengan kasau. Tulang pertama


disebut gelegar yang artinya baik sekali, karena ukuran ini membawa
kesejahteraan dan kebahagiaan. Tulang kedua disebut geligi, artinya
tidak baik karena penghuni bangunan akan selalu sakit, mendapat sial,
dan susah. Tulang ketiga disebut ubur, artinya tidak baik karena
mendatangkan kesusahan dan kemelaratan. Tulang keempat disebut
bangkai, yang berarti sangat tidak baik karena membawa malapetaka
dan bahaya maut bagi penghuninya
Tiang
Dalam bangunan tradisional Melayu terdapat beberapa macam tiang seperti
tiang seri,yaitu tiang yang terletak pada empat sudut bangunan induk. Sastra
lisan di Riau mengungkapkan tentang tiang seri seperti berikut,
Tiang seri di empat sudut
Empat cahaya di langit
Empat cahaya di bumi
Empat seri ke muka
Tempat dinding bertemu kasih
Tempat belebat bergalang ujung
Kalau tegak tiang nan empat
Kalau hutang ke anak jantan
Empat hutang ke anak betina
Empat alim berkitabullah
Empat sahabat Rasulullah
Empat alam ditunggunya
Empat asal kejadiannya
Tiang Penghulu adalah tiang yang terletak di antara pintu
muka dengan tiang seri di sudut kanan muka bangunan.
Dalam ungkapan dikatakan,

Tegak rumah dek tiang seri


Kokoh rumah dek tiang penghulu
Tempat bersandar datuk-datuk
Tempat bertumpu alim ulama
Tiang penghulu bertiang panjang
Lurusnya bagai alif
Nan menahan beban rumah
Nan memikul berat atap
Nan menyangga dinding belebat
Tertegak tiang penghulu
Tegak adat selilupnya
Tiang Tua adalah tiang yang terletak pada deretan kedua sebelah kiri dan
kanan pintu tengah. Dalam ungkapan dikatakan,
Tiang tua sebelah kiri
Tempat kelapa dua jurai
Tiang tua sebelah kanan
Tempat selendang kain campo
Tiang tua di pintu tengah
Tempat bersandar bendul panjang
Tempat adat dipalangkan
Tempat langkah dihentikan
Tiang Tengah adalah tiang-tiang yang terdapat di sekeliling bangunan induk.
Dalam ungkapan dikatakan,
Tiang tengah pemasak rumah
Terpasak kaki ke bumi
Terpasak kepala ke langit
Terpasak dengki dengan aniaya
Terpasak salah dengan silih
Tiang Bujang adalah tiang yang khusus dibuat di bagian tengah rumah. Dalam
ungkapan dikatakan,
Tiang bujang di tengah rumah
Bertanduk rusa bersangkutan
Tempat membuat peluh busuk
Tempat mengusap-usap muka
Tempat menggaru-garu belakang
Tempat kenyang dilepaskan

Tiang dua belas adalah gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah, 2
buah tiang tua, 1 buah tiang penghulu, dan 1 buah tiang bujang. Dalam
ungkapan dikatakan,
Tertegak rumah tiang dua belas
Dua belas cahaya naik
Dua belas cahaya turun
Dua belas tiang dikandungnya
Dua belas bulan ditunangnya
Tangga
Pada bangunan tradisional Melayu, tangga depan
dikatakan mengandung makna lambang-lambang,
sehingga diungkapkan,

Leher berpanggak pada bendul


Kepala bersandar ke jenang pintu
Anak bersusun tingkat-bertingkat
Tempat pusaka melangkah turun
Tempat mengisik-ngisik debu
Tempat membasuh-basuh kaki
Ada dua jenis tangga. Pertama, tangga bulat, yakni
tangga yang dibuat dari kayu bulat. Jenis ini dikenal
dengan tangga bertanggam. Kedua, tangga picak, yaitu
tangga pipih yang terbuat dari papan tebal. Susunan
anak tangga, cara mengikat tali tangga, dan bagian-
bagian induk tangga mengandung makna tertentu sesuai
tradisi seni bangunan Melayu seperti yang diungkapkan
dalam sastra lisan. Misalnya, pangkal kayu anak-anak
tangga harus diletakkan di sebelah kanan tangga. Hal ini
dijelaskan dalam ungkapan lama,
Pangkal kayu sebelah kanan
Ujung terletak di sebelah kiri
Tak bersilang adik-beradik
Tak menyunsang sampan dikayuh
Tak terkejut tengah malam
Tak tergempar orang di banjar
Ikatan tangga harus dibuat secara khusus yang disebut
lilit selari atau belit bercengkam. Disebut seperti itu
karena ikatan tali tidak boleh terputus-putus, mulai dari
anak tangga paling atas sampai ke anak tangga
terbawah, seperti ungkapan,

Belit bercengkam tali tangga


Lilit selari sambung-bersambung
Dari atas turun ke bawah
Ikat bercengkam simpul mati
Tak bertelingkah cakap di rumah
Tak kerit padi di ladang
Kalau ya dipakai, kalau tidak dibuang
Bagian yang disebut leher tangga, yang tersangkut di
atas bendul pintu, melambangkan kasih sayang ibu
kepada anaknya. Dalam ungkapan lama dikatakan,
Leher terpangguk pada bendul
Bagai memangku anak menyusu
Kasih menurut sepanjang jalan
Tak bersekat berhempang-hempang

Bagian yang disebut kepala tangga tersandar ke jenang


pintu melambangkan kepala rumah tangga yang
senantiasa menjaga martabat keluarganya, seperti
ungkapan,
Kepala bersandar ke jenang pintu
Memberi tahu orang di rumah
Memberi kabar orang di tanah
Entah orang salah duduk
Entah orang salah cakap
Jumlah anak tangga dalam bangunan tradisional Melayu
dinyatakan dalam ungkapan tradisional sebagai berikut,
Yang pertama memberi salam
Yang kedua pengisik debu
Yang ketiga pelepas penat
Yang keempat peninjau laman
Yang kelima pijakan adat
Yang keenam gantung rantungan

Anak tangga bersusun lima


Lima rukun di dalamnya
Anak tangga bersusun enam
Enam pula kandungannya
Yang sesuai menurut syara‘
Yang lulus menurut kitab
Bendul Dan Lain-Lain
Bendul atau bendul pintu kadang-kadang disebut juga “batas adat”, karena
bendul merupakan batas tempat tamu lelaki dibenarkan masuk apabila di
rumah tersebut tidak ada lelaki. Sang tamu hanya dibenarkan duduk di
bendul pintu muka dengan sebelah kaki berjuntai di anak tangga. Dalam
rumah yang tidak berbilik permanen, bendul dijadikan sekat atau batas yang
biasanya ditutup dengan tabir. Dalam ungkapan dikatakan,
Rumah ada adatnya
Selilup bendul tepi
Selingkup bendul tengah
Kalau rumah tak berjantan
Sebelah kaki di bendul
Sebelah tinggal di anak tangga
Kalau dihimbau naik ke rumah
Masuk terpalang bendul tengah
Itu tandanya rumah beradat
Berbendul sekat menyekat
Bagai durian beruang-ruang
Bagai buluh ruas-beruas
Ragam Hias Dalam Seni Bangunan Melayu Riau
Hiasan yang terdapat dalam seni bangunan Melayu Riau
bermacam-macam. Misalnya, sepanjang kaki dinding di
bagian depan dan belakang rumah lontik diberi ukiran
yang disebut gando ari.
Motif ukiran mengambil bentuk daun, bunga, kuntum,
dan akar-akaran yang menggambarkan kekayaan flora
sebagai pernyataan dekatnya hubungan manusia dengan
alam. Juga terdapat motif-motif hewan dan alam sekitar.
Motif-motif dari seluruh daerah Riau dapat disebut secara
garis besar seperti misalnya Kaluk Pakis, Bunga Hutan,
Bunga Kundur, Tampuk Manggis, Pucuk Rebung, dan
lain-lain yang berasal dari alam flora, dan Itik Pulang
Petang, Semut Beriring, Siku Keluang, dari alam fauna,
dan motif lainnya dari alam seperti Bulan Sabit, Bintang-
bintang, Awan Larat, dan lain sebagainya.
Hiasan-hiasan itu dibuat di dinding-dinding
bangunan, di daun pintu, di kisi-kisi jendela, di
tangga, dan di bagian atap. Hiasan pada bagian
atap biasanya dibuat pada cucuran atap atau
pada perabung.
Di antara hiasan yang dibuat pada perabung atap
adalah selembayung.
Selembayung disebut juga Sulo Bayung atau
Tanduk Buang, yaitu hiasan yang terletak
bersilangan di kedua ujung perabung bangunan
Belah Bubung dan Rumah Lontik. Di bagian
bawahnya kadang-kadang juga diberi hiasan
tambahan seperti tombak terhunus yang
bersambung dengan kedua ujung perabung.
Selembayung yang diletakkan di bagian paling tinggi
suatu bangunan mengandung lambang yang sangat
tinggi artinya. ltulah sebabnya selembayung disebut juga
Tajuk Rumah atau mahkota suatu bangunan yang
dipercaya dapat membangkitkan seri atau cahaya
bangunan itu. Sebagai Tajuk Rumah ungkapan
tradisional daerah Riau mengatakan,
Sepasang tajuk di ujung
Sepasang tajuk di pangkal
Tajuk pembangkit seri pelangi
Membangkit cahaya di bumi
Membangkit cahaya di langit
Membangkit cahaya di laut
Membangkit cahaya di dalam rumah
Selembayung disebut juga Pekasih Rumah sebagaimana
dinyatakan dalam ungkapan,
Selembayung jantan sebelah kanan
Selembayung betina sebelah kiri
Bagai balam dua selenggek Kalau mengukur balam jantan
Angguk-mengangguk balam betina
Selembayung disebut juga Pasak Atap sebagai lambang keserasian
hidup yang “tahu diri”. Hal ini dinyatakan dalam ungkapan,
Terpacak selembayung bubung Melayu
Tegak pemasak atap rumah
Bagai tangan tadah-tadahan
Yang tahu kecil dirinya
Yang tahu papa dengan kedana
Yang tahu nasib dengan untungnya
Yang bercakap di bawah-bawah
Yang mandi di hilir-hilir Bidai untuk rumah orang biasa
Selembayung juga disebut Tangga Dewa yang dipercaya
sebagai tempat turun dewa, mambang, akuan, soko, dan
roh orang sakti. Hal ini dinyatakan dalam ungkapan,
Selembayung balai belian
Tangga Desa nama asalnya
Tempat berpijak Dewo Mambang
Tempat turun soko akuan
Tempat pijakan keramat sidi
Tempat melenggang wali-wali
Yang turun ke balai puncak
Yang turun ke bilik dalam
Yang turun ke tanah sekepal mula jadi
Yang turun ke bumi selebar dulang
Bidai rumah Bangsawan
Yang turun dari langit sekembang payung
Motif ukiran selembayung terdiri dari daun-daunan dan
bunga yang melambangkan perwujudan kasih sayang,
tahu adat, tahu diri, berlanjutnya keturunan, dan serasi
dalam rumah tangga. Hal ini dinyatakan dalam
ungkapan,

Jalin berjalin akar pakis


Lapis berlapis kelopak bunga
Susun bersusun kuntum jadi
Seluk berseluk daun kayu
Yang berjalin kasih saying
Yang berlapis panggilan gelar
Yang bersusun gadis pingitan
Yang berseluk sanak saudara Bidai untuk rumah keluarga istana kerajaan
Hiasan yang terdapat pada keempat sudut cucuran atap
bentuknya mirip denganselembayung dan disebut sayap
layang-layang atau sayap layangan. Hiasan dipakai
sebagai padanan untuk setiap bangunan yang
berselembayung. Hiasan sayap layang-layang yang
diletakkan pada keempat sudut cucuran atap itu
diungkapkan sebagai empat penjuru hakekat
sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan,
Empat sudut cucuran atap
Empat sayap layang-layangan
Empat alam terkembang
Empat pintu terbuka
Pertama pintu rezeki
Kedua pintu hati
Ketiga pintu budi
Keempat pintu Ilahi
ANEKA ORNAMEN MELAYU

Pucuk Rebung

Awan larat Kembang Teratur Awan larat Kuntum Berangkai


Itik Pulang Petang Lebah Bergantung

Badak Balek

Semut Beriring
TANGGA
ASPEK KEPERCAYAAN/RELIGI
ANAK TANGGA DIBUAT LIMA TINGKAT, JUMLAH INI ADA KAITANNYA
DENGAN AJARAN ISLAM, YAKNI LIMA RUKUN ISLAM.
ASPEK ADAT
TANGGA TERBUAT DARI KAYU KERAS, DAN DIBERI UKIRAN PADA KAKI
DAN ANAK TANGGA. UKIRAN KHUSUS DIBUAT DIKEPALA
ANAK TANGGA. TIANG DAN ANAK TANGGA PIPIH, BIASANYA DIBIUAT
DARI PAPAN TEBAL. DI PANGKAL TANGGA DIBUAT ALAS DARI KAYU
KERAS ATAU BATU, DAN SAMPINGNYA DILETAKKAN TEMPAYAN AIR
UNTUK MENCUCI KAKI DAN TERLETAK DISEBELAH KANAN ARAH NAIK.
KOLONG RUMAH
ASPEK KEPERCAYAAN/RELIGI
KOLONG RUMAH BIASANYA DIGUNAKAN OLEH PENDUDUK UNTUK
MENGUMPULKAN KAYU BAKAR GUNA PERSIAPAN BULAN PUASA.
ANAK TANGGA DIBUAT LIMA TINGKAT, JUMLAH INI ADA KAITANNYA DENGAN
AJARAN ISLAM, YAKNI LIMA RUKUN ISLAM.
ASPEK ADAT
TANGGA TERBUAT DARI KAYU KERAS, DAN DIBERI UKIRAN PADA KAKI DAN
ANAK TANGGA. UKIRAN KHUSUS DIBUAT DIKEPALA ANAK TANGGA. TIANG
DAN ANAK TANGGA PIPIH, BIASANYA DIBIUAT DARI PAPAN TEBAL. DI
PANGKAL TANGGA DIBUAT ALAS DARI KAYU KERAS ATAU BATU, DAN
SAMPINGNYA DILETAKKAN TEMPAYAN AIR UNTUK MENCUCI KAKI DAN
TERLETAK DISEBELAH KANAN ARAH NAIK.
KOLONG RUMAH

ASPEK KEPERCAYAAN/RELIGI
KOLONG RUMAH BIASANYA DIGUNAKAN OLEH PENDUDUK UNTUK
MENGUMPULKAN KAYU BAKAR GUNA PERSIAPAN BULAN PUASA.
ASPEK KEBUDAYAAN
UMUMNYA DIPERGUNAKAN UNTUK TEMPAT BERTUKANG PERAHU,
MENYIMPAN PERAHU ( BERUKURAN KECIL ), TEMPAT MENYIMPAN KAYU API
ATAU KAYU BAKAR, TEMPAT KANDANG TERNAK. KOLONG RUMAH TIDAK ADA
PEMBAGIAN RUANGANNYA, KECUALI KOLONG DI BAWAH DAPUR
CONTOHNYA TEMPAT UNTUK BUANGAN AIR CUCI PIRING YANG BIASANYA
DISEBUT PELIMBAHAN.
LANTAI
ASPEK KEPERCAYAAN/RELIGI
ASPEK ADAT
TERBUAT DARI KAYU MERANTI, MEDANG ATAU PUNAK. UNTUK
BAGIAN RUMAH INDUK LANTAINYA DAPAT DIBUAT DARI NIBUNG
YANG DIBELAH – BELAH. SUSUNAN LANTAI SEJAJAR DENGAN
RASUK, DAN MELINTANG DI ATAS GELEGAR, DIMANA UJUNGNYA
DIBATASI OLEH BANDUL.
KETINGGIAN LANTAI TERGANTUNG KEPADA KETINGGIAN TIANG
RUMAH. UMUMNYA SELISIH KETINGGIAN ITU ANTARA 20 – 60 CM.

- ASPEK KEBUDAYAAN
DI RUMAH INDUK LANTAINYA HARUS SELALU DISUSUN RAPAT,
BAHKAN DIBERI BERLIDAH YANG DISEBUT “ PIAN “, SEDANGKAN
DIRUANGAN DAPUR LANTAINYA DISUSUN JARANG ATAU AGAK
JARANG.
LANTAI YANG TERBUAT DARI BELAHAN NIBUNG, BIASANYA
DITEMPATKAN DIRUANG BELAKANG, ATAU DITEMPAT YANG
SELALU KENA AIR, SEPERTI TELODAN DAPUR. LANTA NIBUNG INI
TIDAK DIPAKU, TETAPI DIJALIN DENGAN ROTAN DAN LEBARNYA
ANTARA 5 – 1O CM.
DINDING

ASPEK ADAT
DIDALAM BANGUNAN MODERN DISEBUT PURUS. JADI DALAM
MERAPATKAN DINDING YANG SATU DENGAN YANG LAINNYA, BAGIAN
YANG MENONJOL ITU DIMASUKAN KEBAGIAN YANG CEKUNG SEHINGGA
PAPAN – PAPAN ITU BENAR – BENAR RAPAT TIDAK TEMBUS AIR ATAU
TEMBUS CAHAYA.
DINDING LIDAH PIAN BIASANYA DIPASANG BAGI RUMAH ORANG –ORANG
YANG MAMPU, KARENA UNTUK MEMBUAT PIAN MEMERLUKAN TUKANG
YANG AHLI DAN KAYU KERAS YANG TIDAK BERSERABUT.

ASPEK KEBUDAYAAN
DINDING RUMAH LONTIK BENTUKNYA KHUSUS YAITU SEBELAH LUAR
SELURUHNYA MIRING KELUAR, SEDANGKAN DINDING DALAM TEGAK
LURUS. DINDING SELURUHNYA TIDAK MEMAKAI RANGKA DINDING, TETAPI
DILEKATKAN KEPADA BALOK YANG DI PURUS DIMANA DINDING
DITANAMKAN. BALOK TERSEBUT BERFUNGSI SEBAGAI RANGKA DINDING,
JUGA SEKALIGUS MENJADI PENEMU ANTARA PAPAN SATU DENGAN
PAPAN YANG LAINNYA.
BALOK KAKI DINDING SEBELAH MUKA MELENGKUNG KEATAS, DAN
KALAU DISAMBUNG DENGAN UKIRAN SUDUT – SUDUT DINDING,
KELIHATAN SEPERTI BENTUK PERAHU.

Anda mungkin juga menyukai