Islam Al-Kindi
M. Mujibuddin
Abstrak
Masuknya Filsafat di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari perannya para
filosof Islam klasik. Berbagai usaha pun dilakukan untuk menguasai ilmu
pengetahuan. Usaha yang dilakukan oleh para filosof ini disertai dukungan dari
pemerintahan, sehingga perkembangan intelektual di masa kerajaan Islam semakin
meningkat. Dalam hal ini peran dari kerajaan Abbasiyah memiliki andil besar dalam
penyebaran ilmu pengetahuan atau filsafat. Di antara usaha yang dilakukan oleh
kerajaan Abbasiyah adalah menerjemahkan filsafat ke bahasa Arab. Salah satu tokoh
filsafat islam yang mencoba membuka gerbang dengan menerjemahkan filsafat
Yunani ke dalam Islam adalah Al Kindi.
1
Al Kindi merupakan salah satu tokoh sentral dalam perkembangan filsafat di
dunia Islam. Al Kindi mendapat dukungan dari pemerintah Al Ma’mun dari dinasti
Abbasiyah untuk menerjemahkan berbagai buku filsafat ke dunia Islam. Proses
penerjamahan ini bukan perkara mudah, sebab ada banyak kosakata yang harus
dicarikan padanannya sehingga filsafat Yunani akan mudah diterima oleh khalayak
umum.
Perlu diketahui bahwa pada masa dinasti Al Ma’mun berbagai upaya dilakukan
oleh pemerintah untuk menerjemahkan berbagai literatur Yunani maupun Neo-
Platonis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Islam. Salah satu upaya Al
Ma’mun yang dilakukan adalah dengan mendirikan baitul hikmah. Ini merupakan
bentuk cintanya sang khalifah kepada ilmu. Apa yang dilakukan oleh Al Ma’mun
merupakan terobosan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam Arab Islam.
Bentuk perhatiannya ini berimplikasi pada meningkatnya ilmu pengetahuan yang
mencakup segala aspek keilmuan pada masa itu, sehingga kejayaan Arab-Islam masa
itu dikenal sebagai penerus keilmuan.
Bukti dari kecintaan ilmu Al Kindi adalah dengan menghasilkan beberapa kitab
atau buku di masa hidupnya. Menurut Ibn Al Nadhim ada sekitar 260 judul karya Al
Kindi. Al Nadhim menambahkan, risalah-risalah Al Kindi meliputi seluruh
2
ensiklopedia ilmu sains, filsafat, logika, arimatika, music, astronomi, geometeri,
kosmologi, kedokteran, astrologi dan sebagainya. Namun hingga hari ini hanya
sedikit naskah yang terkumpul, dan kurang lebih sekitar sepuluh persen saja hasil
karya yang terkumpul dari ratusan karya Al Kindi 1.
1
Seyyed Hossen Nasr & Oliver Leaman (ed), Ensiklopedia Filsafat Islam Jilid 1, Terj. Tim
Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 208.
2
Madjid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, Terj. Mulyadi Kartanegara, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), h.
109
3
dalam bidang teknologi, sains dan ilmu pengetahuan lainnya. Ketertarikan al-Ma’mun
terhadap keilmuan diawali dengan pertemuannya dengan Aristoteles dalam mimpi.
Sejak saat itulah ia kemudian mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kemajuan
peradaban.
4
disebut khizanat al-Hikmah. Dari situlah kemudian al-Ma’mun terobsesi untuk
mendirikan lembaga perpustakaan sekaligus proyek ilmu pengetahuan yang jauh
lebih besar lagi.
Berkat dukungan dari pemerintah pada masa itu, Bayt al-Hikmah akhirnya
menjadi tempat berkumpulnya para ilmuan, dan para pencari ilmu dari berbagai
tempat dan negara. nama-nama besar seperti Al-Khawarizmi, Al Kindi, Al-Razi dan
lain-lain adalah ilmuan besar yang telah meramaikan dan menghidupkan aktivitas
Bayt al-Hikmah. Untuk urusan administrasi Bayt al-Hikmah, al-Mamun
mempercayakan kepada al-Khawarizmi untuk mengelolanya.
5
C. Al Kindi Sang Filosof Muslim Arab
Sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif
dalam kegiatan penerjamahan. Di samping menerjemahkan, al-Kindi juga
memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluarasan
pandangannya, dia diangakt sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra khalifah al-
Mu’tashim yang bernama Ahmad. Dipilihnya Al Kindidi bay al-Hikmah karena dia
menguasai bahasa Yunani dan bahasa Suryani di samping bahasa Arab, menjadi
orang langka pada masa itu yang memiliki kemampuan bahasa lebih dari satu.
Keterlibatan al-Kindi dalam istana menjadi perdebatan bagi para peneliti. Bagi
para pengkaji al-Kindi ada sebagian yang memasukkan al-Kindi sebagai salah
seorang teolog Mu’tazilah,8 sebagian lagi memanggap bahwa al-Kindi tidak ada
keterikatan dengan Mu’tazilah.9 Pandangan pertama diperlihatkan dari beberapa
dan akhirnya meninggal pada usiha 72 tahun. Lihat Mojlum Khan, Seratus Muslim Paling
Berpengaruh Sepanjang Sejarah, Terj. Wiyanto Suud dan Khairul imam (Jakarta: Noura Books Mizan
Publika, 2012), h. 224.
7
Seyyed Hossen Nasr & Oliver Leaman (ed), Ensiklopedia Filsafat, h. 176.
8
Madjid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, h. 112
9
Seyyed Hossen Nasr & Oliver Leaman (ed), Ensiklopedia Filsafat Islam), h. 213.
6
karangannya al-Kindi, misalnya Filsafat Pertama, Kelemahan Benda-benda Langit
yang Paling Jauh dan Ketundukannya kepada Tuhan, dan Sebab Terdekat dari
Pertumbuhan dan Kemusnahan, ditujukan kepada khalifah Al-Mu’tashim, atau
kepada putranya Ahmad, yang juga muridnya, yang keduanya terkenal karena
simpatinya kepada Mu’tazilah.
Namun dari beberapa karya al-Kindi tentang teologis, ada beberapa judul
karyanya yang memperlihatkan secara lebih detail kecenderungan kepada Mu’tazilah,
yaitu Keadilan Tindakan-Tindakan Tuhan, Keesaan Tuhan, Penolakan terhdap
Kaum Manichean, Kekuatan dan Saat Kelahirannya, merupakan tema-tema yang
disukai untuk dikaji oleh beberapa teolog Mu’tazilah.
Sebelum menelaah pemikiran al-Kindi lebih jauh lagi, akan dibahas terlebih
dahulu konsepsinya berkenaan dengan sifat dan lingkup filsafat dan cara
membedakan dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya. Dalam karya, Filsafat Pertama,
ia mendefinisikan filsafat sebagai “pengetahuan tentang realitas segala sesuatu,
sejauh jangkauan kemampuan manusia”, dan filsafat pertama atau metafisika, secara
lebih khusus, sebagai pengetahuan tentang realitas pertama yang merupakan sebab
bagi setiap realitas. Al-Kindi menjelaskan realitas dengan gaya Aristotalian bahwa
pengetahuan metafisika adalah pegnetahuan tentang sebab segala sesuatu. Semakin
luas pengetahuan kita tentang sebab-sebab sebuah obyek, makin tinggi dan sempurna
pengetahuan kita. Sebab-sebab itu ada empat macam: material, formal, efisien
(penggerak), dan final.10
Karya al-Falsafah al-Ula hanya bagian pertama yang kita terima. Di dalam
kitab ini, di samping al-Kindi juga memberikan keterangan kepada filsafat, juga
meminjam peristilahan Aristoteles untuk menggambarkan filsafat itu sendiri. Kitab
Filsafat pertama ini tidak lain adalah metafisika. Aristoteles menyebut metafisika
10
Madjid Fakhry, h. 114.
7
sebagai filsafat pertama. Al Kindi, dengan meminjam sebuatn ini, menjelaskan
maknanya sebagai berikut:
8
dilkukan oleh Socrates. Al-Kindi mengecam para ulama yang memperdagangkan
agama untuk memperkaya diri dan para filsuf yang memperlihatkan jiwa
kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam negara. Dalam kesesakan
jiwa, filsafat menghibur dan megnarakan untuk melatihnya keluar dari kekangan,
keberanian dan hikmah dalam keseimbangan ksebagai keutamaan pribadi. Dalam hal
moral, al-Kindi kemudian mendasarkan pada pemikiran Stoa dan Socrates.12
9
spiritual, maka jiwa berbeda dengan tubuh dan bertentangan dengannya. Potensi-
potensi keburukan nafsu birahi boleh jadi mendorong manusia untuk berbuat jahat,
tetapi jiwa akan mengekangnya. Ketika meninggalkan tubuh, jiwa akan bersatu
kembali dengan dunia real tempat cahaya Pencipta yaitu Tuhan.
Pemikiran tentang jiwa dalam filsafat al-Kindi banyak dipengaruhi oleh ide
Aristoteles, Plato, dan Plotinus. Al-Kindi mendefinisikan jiwa sebagai:
“kesempurnaan awal bagi fisik yang bersifat alamiah, mekanistik, dan memiliki
kehidupan yang energik, atau kesempatan fisik alami yang mempunyai alat dan
mengalami kehidupan”. Definisi ini mirip dengan yang digagas oleh Aristoteles,
namun al-Kindi juga mendefinisikan jiwa yang bersumber dari Plato dan Plotinus.
Menurutnya jiwa adalah “elemen yang mempunyai kehormatan, kesempurnaan,
berkedudukan luhur, dan substansinya bersumber dari Sang Pencipta”. Definisi ini
oleh al-Kindi dialamatkan pada jiwa rasional yang disebutnya dengan al-nafs al-
Nathiqah. Menurutnya, jiwa ini merupakan substansi yang bersifat ilahi dan berasal
dari Cahaya Pencipta, substansi sederhana yang tidak fana, substansi yang turun dari
dunia akal ke dunia indera dan dianugerahi kekuatan memori akan masa lalunya.15
Menurut al-Kindi, jiwa manusia mempunya tiga daya yaitu, daya berpikir; daya
marah; dan daya syahwat. Daya berpikir itu disebut akal. Akal kemudian dibagi lagi
menjadi tiga, pertama akal yang masih bersifat potensial, kedua akal yang telah
keluar dari potensial menjadi actual, dan ketiga akal yang telah mencapai tingkat
kedua dari aktualitas akal kedua. Sedangkan akal yang bersifat potensial tidak akan
menjadi aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkanya dari luar, yang
mempunyai wujud tersendiri di luar jiwa manusia. 16
15
Hasan Basri, Filsafat Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama
Republik Indonesia, 2013) 2013 h. 41-42.
16
Basri, 2013, h. 43.
10
Socrates digambarkan sebagai laki-laki yang telah mampu mengubah pikiran dari
harta benda menuju pemikiran tentang bagaimana menjalani kehidupan manusia yang
bebas.17 Socrates menekankan pada aspek bagaimana diri kita ini terbebas dari
tuntutan luar, karena hal itu nanti bisa mengantarkan pada apa yang disebut dengan
kebahagiaan.18
Kajian terkait dengan kebahagiaan memang menjadi ciri dari etika dalam
filsafat Islam. Menurut Majid Fakhry etika atau filsafat moral dalam Islam
merupakan keseluruhan usaha filosofis dalam rangka mencapai kebahagiaan atau
berkaitan dengan proses tindakan ke arah tercapainya kebahagiaan. Kebahagiaan
tidak sama dengan kepuasan, kenikmatan, dan kesenangan. kebahagiaan
menggambarkan kondisi kejiwaan yang diliputi ketentraman, yaitu perpaduan dari
rasa aman, damai dan tenang. Dengan demkian kebagaian adalah sama dengan
hilangnya hal-hal yang menyusahkan.
17
Mahdi, Muhsin, and Charles E. Butterworth. H. 53
18
Mahdi, Muhsin, and Charles E. Butterworth. H. 54.
11
terkait dengan jiwa dan akal, seperti yang dijelaskan di atas, yang memandang bahwa
kebahagiaan sejati manusia akan datang ketika ia sudah berada di sisi sang Pencipta.
19
Mahdi, Muhsin, and Charles E. Butterworth. H. 39-42.
12
membersihkan diri dari pikiran-pikiran yang kotor dan berusaha untuk selalu berpikir
positif. Di samping itu juga, cara yang bisa ditempuh melalui menghindari perasaan-
perasaan tidak baik yang berasal dari hati. Jiwa harus selalu dibersihkan agar
mendatangkan kebahagiaan.
Penggunaan istilah politik seperti itu oleh al-Kindi karena pengaruhnya yang
besar dari Plato tentang gagasan idenya dan Socrates dengan moralnya. Dua tokoh ini
memiliki pengaruh besar dalam perkembangan politiknya al-Kindi. Al-Kindi bahkan
banyak merujuk pada Socrates tentang moral dan jiwa manusia untuk menjelaskan
ide dan gagasannya tentang jiwa dan moral manusia. Filsuf ini juga banyak
mengkritik dan mengomentari karya Socrates yang sekiranya tidka cocok untuk al-
Kindi.
Kesimpulan
13
Al-Kindi merupakan filsuf pertama Arab Islam yang telah mengembangkan
berbagai bidang keilmuan, seperti filsafat, matematika, psikologi, dan ilmu-ilmu
lainnya. Al-Kindi juga diberi kesempatan oleh negara untuk menerjemahkan bebeapa
buku dari Yunani. Hal ini dengan maksud agar ilmu pengetahuan Islam bisa maju.
Namun demikian, keberhasilan al-Kindi juga tidak bisa dilepaskan dari faktor politik
pada masa itu yang memang mendukung perkembangan keilmuan Islam.
Daftar Pustaka
14
Fakhry, Majid, R. Mulyadhi Kartenagara, and Nurcholis Madjid. Sejarah Filsafat
Islam. Pustaka Jaya, 1986.
Freely, John. Aladdin's Lamp: How Greek science came to Europe through the
Islamic world. Vintage, 2010.
Mattock, J. N. "Seyyed Hossein Nasr: Science and civilization in Islam. XIX, 21–384
pp. cambridge, Mass., Harvard University Press, 1968.(Distriuted in GB by
oxford University Press. 85s. 6d.)." Bulletin of the School of Oriental and
African Studies 32.3 (1969): 618-619.
Nasr, Seyyed Hossein, and Oliver Leaman, eds. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam:
Buku Pertama. Penerbit Mizan, 2003.
15