Prestasi Yimnas sepakbola dan PSSI sepanjang sejarah persebakbolaan Indonesia silih
berganti naik turun. Berbagai prestasi hebat pernah diraih, tetapi sebaliknya prestasi
terburukpun pernah dialami. Sejak tahun 1930 an Timnas sudah berprstasi melalang
buana ke dunia Internasional bahkan sempat berpartisipasi pada kejuaraan dunia FIFA.
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, disingkat PSSI, adalah organisasi induk yang bertugas
mengatur kegiatan olahraga sepak bola di Indonesia. PSSI berdiri pada tanggal 19 April 1930
dengan nama awal Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Ketua umum pertamanya adalah Ir.
Soeratin Sosrosoegondo. PSSI bergabung dengan FIFA pada tahun 1952, kemudian dengan AFC
pada tahun 1954. PSSI menggelar kompetisi Liga Indonesia setiap tahunnya, dan sejak tahun
2005, diadakan pula Piala Indonesia. Ketua umumnya saat ini adalah Nurdin Halid yang sempat
diusulkan untuk diganti karena tersandung masalah hukum
Tim nasional sepak bola Indonesia memiliki kebanggaan tersendiri, menjadi tim Asia pertama
yang berpartisipasi di Piala Dunia FIFA pada tahun 1938. Saat itu mereka masih membawa nama
Hindia Belanda dan kalah 6-0 dari Hongaria, yang hingga kini menjadi satu-satunya
pertandingan mereka di turnamen final Piala Dunia. Indonesia, meski merupakan negara dengan
jumlah penduduk yang sangat besar, tidak termasuk jajaran tim-tim terkuat di AFC.
Indonesia pada tahun 1938 (di masa penjajahan Belanda) sempat lolos dan ikut bertanding di
Piala Dunia 1938. Waktu itu Tim Indonesia di bawah nama Dutch East Indies (Hindia Belanda),
peserta dari Asia yang pertama kali lolos ke Piala Dunia. Indonesia tampil mewakili zona Asia di
kualifikasi grup 12. Grup kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 1938 hanya terdiri dari 2 negara,
Indonesia (Hindia Belanda) dan Jepang karena saat itu dunia sepakbola Asia memang hampir
tidak ada. Namun, Indonesia akhirnya lolos ke final Piala Dunia 1938 tanpa harus menyepak
bola setelah Jepang mundur dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa,
yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang lalu berganti nama menjadi
Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik bangsa Belanda, Hwa Nan
Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia
(PSSI) milik orang Indonesia. Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) sebuah organisasi
sepakbola orang-orang Belanda di Hindia Belanda menaruh hormat kepada Persatoean
Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) lantaran Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond
(SIVB) yang memakai bintang-bintang dari NIVB kalah dengan skor 2-1 lawan Voetbalbond
Indonesia Jacatra (VIJ) salah satu klub anggota PSSI dalam sebuah ajang kompetisi PSSI ke III
pada 1933 di Surabaya.
NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya mengajak bekerjasama. Kerjasama
tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937.
Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI.
Perjanjian itu juga menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepakbola di
Hindia Belanda. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk dikirim ke
Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan
PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVU melanggar
perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya. NIVU melakukan hal tersebut karena tak
mau kehilangan muka, sebab PSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan
internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan, di
antaranya Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari
Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda
dengan skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI mulai kesohor
Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah berhasil menjadi juara Piala AFF
(dulu disebut Piala Tiger). Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah tempat kedua di tahun 2000,
2002, dan 2005. Di ajang SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir
diraih tahun 1991.
Di kancah Piala Asia, Indonesia meraih kemenangan pertama pada tahun 2004 di China setelah
menaklukkan Qatar 2-1. Yang kedua diraih ketika mengalahkan Bahrain dengan skor yang sama
tahun 2007, saat menjadi tuan rumah turnamen bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Setelah kejayaan PSSI era Sutjipto, Muljadi, Basri dan Surja Lesmana memudar diganti generasi
Ronny Patinasarany, Waskito, Jacob Sihasale, Iswadi, Djunaedy dan muka baru Andi Lala, ex-
Junior PSSI 1970
Prestasi Timnas di Kejuaraan Asia Tenggara (Tigers Cup sekarang piala AFF)
1996 – Runner-up
1998 – Peringkat 3
2000 – Runner-up
2002 – Runner-up
2004 – Runner-up
2007 – Babak penyisihan grup
2008 – Semifinali
Dalam kualifikasi ke Piala Dunia 2010, Indonesia tidak mampu lolos ke fase ketiga kualifikasi
Piala Dunia 2010 setelah takluk di tangan Suriah dengan agregat 1-11. Tim nasional Indonesia
U-23 pun juga mengalami kegagalan di SEA Games ke-24 di Thailand; setelah takluk dari
Thailand di pertandingan babak penyisihan grup yang terakhir.pada laga uji coba 2010 tim
nasional Indonesia sempat bertanding juga bertanding dengan tim nasional Uruguay yang
diselenggarakan di stadion Gelora Bung Karno Jakarta Indonesia,yang disaksikan langsung oleh
presiden Indonesia,Susilo Bambang yudhoyono.Tetapi sayangnya tim nasional Indonesia kalah
dengan skor 7-1,gol tunggal Indonesia diciptakan oleh penyerang asal Persipura Jayapura
Papua,Boaz Salossa dengan meneruskan umpan dari Bambang Pamungkas.Di uji coba
selanjutnya tim nasional Indonesia melawan tim nasional Maladewa di stadion Siliwangi
Bandung,tim nasional Indonesia menang dengan skor 3-0,gol Indonesia diciptakan oleh
Octavianus,Yongki Ariwibowo dan Supardi.
Piala Dunia :
Indonesia
Widodo C Putro
Asisten Pelatih
Wolfgang Pikal
Penampilan
Bambang Pamungkas (76)
terbanyak
Pencetak gol
Bambang Pamungkas (34)
terbanyak
Peringkat FIFA
76 (September 1998)
tertinggi
Peringkat Elo
35 (November 1969)
tertinggi
Peringkat Elo
155 (4 Desember 1995)
terendah
Kemenangan terbesar
Indonesia 13 - 1 Filipina
(Jakarta, Indonesia; 23 Desember 2002)
Kekalahan terbesar
Denmark 9 - 0 Indonesia
(Kopenhagen, Denmark; 3 September 1974)
Piala Dunia
Tim nasional sepak bola Indonesia pernah memiliki kebanggaan tersendiri, menjadi tim Asia
pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia FIFA pada tahun 1938. Saat itu mereka masih
membawa nama Hindia Belanda dan kalah 6-0 dari Hongaria, yang hingga kini menjadi satu-
satunya pertandingan mereka di turnamen final Piala Dunia. Ironisnya, Indonesia memiliki
jumlah penduduk yang sangat banyak dan memiliki masyarakat dengan minat yang sangat tinggi
terhadap olahraga sepak bola, menjadikan sepak bola olahraga terpopuler di Indonesia (selain
bulu tangkis), namun Indonesia tidaklah termasuk jajaran tim-tim kuat di Konfederasi Sepakbola
Asia.
Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah berhasil menjadi juara Piala AFF
(dulu disebut Piala Tiger) dan hanya menjadi salah satu tim unggulan. Prestasi tertinggi
Indonesia hanyalah tempat kedua di tahun 2000, 2002, dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan
Indonesia negara terbanyak peraih runner-up dari seluruh negara peserta Piala AFF). Di ajang
SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir diraih tahun 1991.
Di kancah Piala Asia, Indonesia meraih kemenangan pertama pada tahun 2004 di China setelah
menaklukkan Qatar 2-1. Yang kedua diraih ketika mengalahkan Bahrain dengan skor yang sama
tahun 2007, saat menjadi tuan rumah turnamen bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Kostum
Kostum tim nasional Indonesia tidak hanya merah-putih sebab ada juga putih-putih, biru-putih,
dan hijau-putih. Menurut Bob Hippy, yang ikut memperkuat timnas sejak tahun 1962 hingga
1974, kostum Indonesia dengan warna selain merah-putih itu muncul ketika PSSI
mempersiapkan dua tim untuk Asian Games IV-1962, Jakarta.
Saat itu ada dua tim yang diasuh pelatih asal Yugoslavia, Toni Pogacnic, yakni PSSI Banteng
dan PSSI Garuda. Yang Banteng, yang terdiri dari pemain senior saat itu, seperti M. Zaelan,
Djamiat Dalhar, dan Tan Liong Houw, selain menggunakan kostum merah-putih juga punya
kostum hijau-putih. Sedangkan tim Garuda, yang antara lain diperkuat Omo, Anjik Ali Nurdin,
dan Ipong Silalahi juga dilengkapi kostum biru-putih. Tetapi, setelah terungkap kasus suap yang
dikenal dengan "Skandal Senayan", sebelum Asian Games IV-1962, pengurus PSSI hanya
membuat satu timnas. Itu sebabnya, di Asian Games IV-1962, PSSI sama sekali tidak mampu
berbuat apa-apa karena kemudian kedua tim itu dirombak. Selanjutnya digunakan tim campuran
di Asian Games.
Mulyadi (Fan Tek Fong), asisten pelatih klub UMS, yang memperkuat timnas mulai tahun 1964
hingga 1972, menjelaskan bahwa setelah dari era Asian Games, sepanjang perjalanan timnas
hingga tahun 1970-an, PSSI hanya mengenal kostum merah-putih dan putih-putih. Begitu juga
ketika timnas melakukan perjalanan untuk bertanding di sejumlah negara di Eropa pada tahun
1965. Saat itu setiap kali bermain, kita hanya menggunakan merah-putih dan putih-putih dengan
gambar Garuda yang besar di bagian dada hingga ke perut. Seragam hijau-putih kembali
digunakan saat mempersiapkan kesebelasan pra-Olimpiade 1976, dan kemudian digunakan pada
arena SEA Games XI-1981 Manila. "Begitu juga ketika Indonesia bermain di Thailand, di mana
saat itu Indonesia menjadi runner-up Kings Cup 1981," kata Ronny Pattinasarani yang
memperkuat PSSI tahun 1970-1985.
Di Piala Asia 2007 yang digelar mulai 8 Juli hingga Minggu 29 Juli, Nike juga telah mendesain
kostum tim nasional Indonesia, tetapi kali ini bukan hijau-putih, melainkan putih-hijau. Tentu
tetap dengan detail yang sama, seperti Garuda yang selalu bertengger di dada.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepak bola berdasarkan suku bangsa,
yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti nama menjadi
Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik bangsa Belanda, Hwa Nan
Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia
(PSSI) milik orang Indonesia. Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) sebuah organisasi
sepak bola orang-orang Belanda di Hindia Belandamenaruh hormat kepada Persatoean
Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) lantaran Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond
(SIVB)yang memakai bintang-bintang dari NIVBkalah dengan skor 2-1 lawan Voetbalbond
Indonesia Jacatra (VIJ)salah satu klub anggota PSSIdalam sebuah ajang kompetisi PSSI ke III
pada 1933 di Surabaya.
NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya mengajak bekerjasama. Kerjasama
tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937.
Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI.
Perjanjian itu juga menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepak bola di
Hindia Belanda. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk dikirim ke
Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan
PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVU melanggar
perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya. NIVU melakukan hal tersebut karena tak
mau kehilangan muka, sebab PSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan
internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan, di
antaranya Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari
Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda
dengan skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI mulai kesohor.
Atas tindakan sepihak dari NIVU ini, Soeratin, ketua PSSI yang juga aktivis gerakan
nasionalisme Indonesia,sangat geram. Ia menolak memakai nama NIVU. Alasannnya, kalau
NIVU diberikan hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi orang-orang Belanda. Tapi
FIFA mengakui NIVU sebagai perwakilan dari Hindia Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan
secara sepihak perjanjian Gentlemen’s Agreement saat Kongres di Solo pada 1938.
Maka sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938 mayoritas orang
Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman
Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien,
Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka
diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek. Mo Heng, Nawir,
Soedarmadji adalah pemain-pemain pribumi yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia
Belanda, tetapi bertanding di bawah bendera kerajaan Nederland. [1]
Pada 5 Juni 1938, sejarah mencatat pembantaian tim Hungaria terhadap Hindia Belanda. Mereka
bermain di Stadiun Velodrome Municipal, Reims, Perancis. Sekitar 10.000 penonton hadir
menyaksikan pertandingan ini. Sebelum bertanding, para pemain mendengarkan lagu
kebangsaan masing-masing. Kesebelasan Hindia Belanda mendengarkan lagu kebangsaan
Belanda Het Wilhelmus. Karena perbedaan tinggi tubuh yang begitu mencolok, walikota Reims
menyebutnya, "saya seperti melihat 22 atlet Hungaria dikerubungi oleh 11 kurcaci."
Meski strategi tak bisa dibilang buruk, tapi Tim Hindia Belanda tak dapat berbuat banyak. Pada
menit ke-13, jala di gawang Mo Heng bergetar oleh tembakan penyerang Hongaria Vilmos
Kohut. Lalu hujan gol berlangsung di menit ke-15, 28, dan 35. Babak pertama berakhir 4-0.
Nasib Tim Hindia Belanda tamat pada babak kedua, dengan skor akhir 0-6. Pada saat itu Piala
Dunia memakai sistem knock-out.
Meskipun kalah telak, surat kabar dalam negeri, Sin Po, memberikan apresiasinya pada terbitan
mereka, edisi 7 Juni 1938 dengan menampilkan headline: "Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah
Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah".[2]
1951-
Choo Seng Quee
1953
1954-
Antun Pogačnik
1964
1966-
E.A. Mangindaan
1970
1971-
Yusuf Balik
1972
1972-
Suwardi Arland
1974
1974-
Aang Witarsa
1975
1975-
Wiel Coerver
1976
1976-
Suwardi Arland
1978
1978-
Frans Van Balkom
1979
1979-
Marek Janota
1980
1981-
Harry Tjong
1982
1982-
Sinyo Aliandoe
1983
1985-
Bertje Matulapelwa
1987
1987-
Anatoli Polosin
1991
1991-
Ivan Toplak
1993
1993-
Romano Mattè
1995
1995-
Danurwindo
1996
1996-
Henk Wullems
1997
1999-
Nandar Iskandar
2000
2000-
Benny Dollo
2001
2002-
Ivan Venkov Kolev
2004
2004-
Peter Withe
2007
PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April 1930 di Yogyakarta.
Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI
betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa
saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa
yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih
– benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau
menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun
1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja
pada sebuah perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di Yogyakarta.
Disana ia merupakan satu – satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran petinggi
perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi
Soeratin mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari “Sizten en Lausada” ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan
sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk
mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28
Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk
menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita – citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan
tokoh – tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak
pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di
hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri – ketua VIJ (Voetbalbond
Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya
dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga
pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh
pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan
Bung Karno), dan lain – lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir
seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil – wakil dari VIJ (Sjamsoedin –
mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan
Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo;
Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB),
Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat itu
masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische
Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI
(Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo
1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai
Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya “menentang”
berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij
program” yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa
yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal
untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut
“Steden Tournooi” dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku
Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau
tempat – tempat dan di alun – alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X
kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap
kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober
1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan
olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan
Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938) di
Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun
1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis
kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria “Winner
Sport Club “ pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938,
namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9
orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau
menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan
perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut “Gentelemen's
Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari
1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah
bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara
sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua
kehormatan antara tahun 1940 – 1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
M asuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena
Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan
Jepang, kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali
dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
• Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia
persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan
organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat ini tetap
bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari sepakbola nasional ini memang telah
berupaya membina timnas dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil
yang diperoleh masih kurang menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak
cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu
kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal.
Padahal di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat
internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan
belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan
yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
• Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
• Sepakbola Wanita
• Futsal.
PSSI pun mewadahi pertandingan – pertandingan yang terdiri dari pertandingan di dalam negeri
yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola, pengurus cabang, pengurus
daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai dengan program yang
disusun oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang
mendapat izin dari PSSI. Pertandingan dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan
pekan Olah Raga Nasional (PON). Pertandingan – pertandingan lainnya yang mengikutsertakan
peserta dari luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Kepengurusan PSSI pun telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah – daerah di seluruh
Indonesia . Hal ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan untuk rakyat.
Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952
pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI
diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi
pelopor pula pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono,
sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum
dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep
Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3
Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu – satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar
dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdek
Berikut ini adalah sejarah beberapa hasil terbaik yang pernah dilakoni
Timnas Indonesia di ajang sepakbola internasional.
Meski pada piala dunia di Prancis ini bukan diwakili timnas sepakbola Indonesia, karena masih
di bawah jajahan Hindia Belanda. Tapi Indonesia tetap bangga karena para pemain NIVU
(Nederlandsche Indische Voetbal Unie), tim yang berangkat dengan bendera Hindia Belanda
kebanyakan adalah orang pribumi.
Semakin menggembirakan karena penampilan NIVU mencatat sejarah sebagai tim sepakbola
Asia pertama yang tampil di piala dunia.
2. Olimpiade 1956:
Masih dilatih Toni Pogacknik, pada ajang yang digelar di Tokyo ini timnas berhasil meraih
medali perunggu. Cukup berkesan dan sulit terlupakan karena merupakan medali pertama timnas
sepakbola Indonesia di ajang resmi turnamen Internasional.
Bertempat di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, timnas sepakbola Indonesia
untuk pertama kalinya sukses menjadi juara SEA Games. Adalah Ribut Waidi yang berhasil
menyarangkan satu gol ke gawang Malaysia di partai final yang berlangsung seru dan
menegangkan.
5. SEA Games 1991:
Kedua kalinya timnas sepakbola Indonesia berhasil meraih medali emas pada ajang bergengsi
antar negara Asia Tenggara yang berlangsung di Manila, Filipina. Di babak pamungkas,
Indonesia mengalahkan Thailand 4-3 melalui drama adu penalti.
Pertama kalinya dalam sejarah, timnas sepakbola Indonesia berhasil lolos ke piala Asia. Di laga
perdana yang berlangsung di Uni Emirat Arab, tim ‘Merah Putih’ membuat kejutan dengan
menahan imbang 2-2 Kuwait, pemegang juara piala Teluk. Tidak hanya itu, striker Widodo
Cahyono Putra sukses menciptakan gol cantik yang dinobatkan sebagai gol terbaik Asia 1996.
Ajang yang berlangsung di China ini merupakan kali ketiga timnas sepakbola Indonesia tampil
di even bergengsi antar negara se-Asia tersebut. Di mana di ajang inilah ‘Pasukan Garuda’
berhasil menorehkan sejarah baru, setelah mencatat kemenangan pertamanya di piala Asia
dengan mengalahkan Qatar 2-1.
Tim besutan pelatih Ivan Kolev (Bulgaria) sebenarnya berpeluang kembali mencatat sejarah
lolos ke babak perempat-final. Sayang pada partai terakhir, Indonesia kalah 3-1 dari Bahrain.
Meski gagal meraih juara setelah dikandaskan Singapura di babak final, timnas sepakbola
Indonesia sukses melalui babak penyisihan dengan fantastis tanpa kebobolan satu gol pun di
ajang ini. Y
ang paling mengesankan tentunya saat mengalahkan Malaysia di babak semi-final yang
berlangsung seru dan dramatis. Indonesia sempat kalah 2-1 pada leg pertama di Stadion Utama
Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, namun Boas Salossa dan kawan-kawan ‘mengamuk’ di
kandang Malaysia dan menang 4-1 di hadapan puluhan ribu pendukungnya.
Timnas sepakbola Indonesia meraih kemenangan keduanya di ajang piala Asia ketika
mengalahkan Bahrain 2-1, tim yang pernah menyingkirkan Indonesia di even yang sama
beberapa tahun lalu. Di ajang ini pula, striker Elie Aiboy mencetak gol indah ke gawang Arab
Saudi yang membuat publik sepakbola nasional tersentak dan membanjiri stadion utama.
Sayang tim yang kala itu di nahkodai pelatih asal Bulgaria Ivan Kolev, gagal lolos ke babak
kedua, setelah dikalahkan tim kuat Korea Selatan 1-0 di laga terakhir penyisihan grup.
Indonesia lolos ke final dengan mengesankan. Sejak babak penyisihan, Indonesia menciptakan
gol paling banyak (15 gol) tanpa terkalahkan. Indonesia lolos ke babak final dan menghadapi
Malaysia yang pernah dikalahkan 5-1 di babak penyisihan grup. (*)
Aroma suap mulai kencang tercium dari lapangan hijau pada 1960-an. �Kreativitas" mafia yang
ingin mengatur hasil pertandingan kian mencengangkan.
1960
Persatuan Sepak Bola Makassar menonaktifkan Ramang, striker andalannya, karena diduga
menerima suap.
1961
�Skandal Senayan" mengguncang sepak bola Tanah Air. Delapan belas pemain tim nasional,
seperti Bob Hippy dan Wowo Soenaryo, serta tiga wasit dituduh menerima suap sekitar Rp 25
ribu per orang ketika Indonesia menjamu Yugoslavia pada laga persahabatan.
Oktober 1978
Kiper tim nasional, Ronny Pasla, dilarang bertanding lima tahun karena menerima suap pada
ajang Merdeka Games di Kuala Lumpur, Malaysia. Tiga rekannya diberi sanksi dua tahun.
Sedangkan Iswadi Idris dan Oyong Liza mendapat sanksi satu tahun.
Juli 1979
Javeth Sibi, pemain klub Perkesa 78, dan empat rekannya menerima suap Rp 1,5 juta dari bandar
judi. Mereka diberi sanksi setahun larangan bermain.
Oktober 1979
Endang Tirtana, kiper klub Warna Agung, dan gelandang tengah Marsely Tambayong menerima
suap Rp 1 juta dari bandar judi.
Agustus 1981
Budi Santoso, Bujang Nasril, dan M. Asyik dari klub Jaka Utama mengantongi suap minimal Rp
100 ribu dari bandar judi. Mereka diganjar sanksi lima tahun.
1982
Budi Trapsilo dari Persatuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya dilarang bermain sepak bola
sepuluh tahun karena suap.
April 1984
Sun Kie alias Jimmy Sukisman, bendahara klub Caprina Bali, dihukum lima tahun tidak boleh
aktif dalam sepak bola nasional karena menyuap pemain Makassar Utama. PSSI juga
membekukan klub Cahaya Kita milik Lo Bie Tek dan Kaslan Rosidi. Keduanya dilarang
mengurusi sepak bola lagi.
April 1987
Pemain tim nasional Noach Maryen, Elly Idris, Bambang Nurdiansyah, dan Louis Mahodim
menerima suap saat penyisihan pra-Olimpiade di Singapura dan Tokyo. Mereka diberi sanksi
tiga tahun.
Maret 1998
Wakil Ketua Komisi Wasit PSSI Djafar Umar dan 40 wasit lain terbukti menerima suap. Ia
dilarang aktif di sepak bola selama 20 tahun. Tapi pengurus klub yang menyuap malah lolos.
Juni 2007
Ketua Komisi Disiplin PSSI Togar Manahan Nero dan Wakil Sekretaris Jenderal Kaharudinsyah
dituduh menerima suap Rp 100 juta dari klub Penajam. Sekretaris Umum Penajam Syawal Rifai
dan Asisten Manajer Arismen Bermawi dihukum tak boleh mengurus sepak bola selama lima
tahun. Togar dan Kaharudinsyah lolos dan sampai sekarang menjadi pengurus PSSI.
Oktober 2010
Pelatih Persibo Bojonegoro, Sartono Anwar, mengaku dimintai Rp 10 juta oleh wasit ketika
bertanding melawan Persema Malang di Stadion Gajayana. Satgas Anti-Suap dan Mafia Wasit
PSSI memanggil wasit Iis Permana, hakim garis Trisnop Widodo dan Musyafar, serta wasit
cadangan Hamsir. Tak ada sanksi buat para pengadil. Sartono justru didenda Rp 50 juta karena
berkata kasar kepada wasit.