Anda di halaman 1dari 20

MAKAM BATORO KATONG

Disusun oleh:

Aninda Oktaviani (05 / 8474)

XII IPS 3

SMA NEGERI 3 PONOROGO

2021/2022
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

MAKAM BATORO KATONG

PENELITIAN SEJARAH

Diajukan untuk memenuhi Ujian Praktik Sejarah Peminatan Kelas XII SMA Negeri 3 Ponorogo
Tahun Pelajaran 2021/2022

Oleh:

ANINDA OKTAVIANI

05 / 8474

XII IPS 2

Ponorogo, 11 Maret 2022

Disetujui Oleh:

Pembimbing:

Erna Handayanah, S.Pd.

(NIP.197802242008012013)

ii
HALAMAN PENGESAHAN

MAKAM BATORO KATONG

PENELITIAN SEJARAH

Ponorogo, 11 Maret 2022

Disahkan Oleh:

Guru Mata Pelajaran: Peserta Didik:

Erna Handayanah, S.Pd. Aninda Oktaviani

(NIP. 19780224 200801 2 013) (8474)

iii
HALAMAN MOTO
"Orang – orang besar sepanjang sejarah adalah mereka yang lebih banyak
bekerja daripada bicara"

~ Habiburrahman El Shirazy

iv
KATA PENGANTAR
Tiada kata lain yang dapat penulis sampaikan selain ucapan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Penelitian Sejarah yang
berjudul “MAKAM BATORO KATONG" ini dengan tepat waktu dan tanpa halangan apa pun.

Penulisan penelitian sejarah ini bertujuan untuk mengasah keterampilan siswa kelas XII
dalam hal melakukan penelitian sejarah sekaligus untuk memenuhi Ujian Praktik Sejarah
Peminatan Kelas XII SMA Negeri 3 Ponorogo Tahun Pelajaran 2021/2022.

Penelitian sejarah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak
lain. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sasmito Pribadi, M.Pd selaku kepala SMA Negeri 3 Ponorogo;

2. Ibu Erna Handayanah, S.Pd selaku pembimbing dan pengampu mata pelajaran
Sejarah Peminatan Kelas XII SMA Negeri 3 Ponorogo;

3. Kedua orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung penulis;

4. Teman-teman yang selalu menyemangati penulis;

5. Pihak-pihak lain yang berjasa selama proses pengerjaan penelitian sejarah ini yang
tidak dapat disebutkan satu-satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penelitian sejarah ini. Oleh sebab
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Ponorogo, 5 Maret 2022

Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................………… i
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................………… ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................………… iii
HALAMAN MOTTO……………………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR................................................................................………….v
DAFTAR ISI...............................................................................................…………vi
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………..…….1
A. Latar Belakang………………………………………………………..……...1
B..Rumusan Masalah……………………………………………………………2
C..Tujuan………………………………………………………………………...2
D. Manfaat……………………………………………………………………….2
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA………………………………………………………….3
A.. Bathoro Katong……………………………………………………………….3
B...Makam Bathoro Katong………………………………………………………3
BAB 3 PEMBAHASAN……………………………………………………………...5
A.. Sejarah Makam Bathoro Katong………………….…………………………..5
B...Peran Bathoro Katong dalam Penyebaran Agama Islam di Pinorogo………...9
C...Kondisi Makam Bathoro Katong Sekarang Ini……………………………….11
D.. Tokoh yang Dimakamkan di Makam Bathoro Katong……………………….11
BAB 4 PENUTUP…………………………………………………………………….14
A.. Kesimpulan……………………………………………………………………14

vi

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makam Batoro Katong merupakan salah satu tempat wisata religi yang bisa di
kunjungi di daerah Kabupaten Ponorogo, terletak di Desa Setono Kecamatan Jenangan
Kabupaten Ponorogo dan jika di tempuh dari alun – alun Kota Ponorogo kurang lebih
memerlukan waktu 30 menit.

Makam Batoro Katong adalah tempat persemayaman salah satu tokoh penting
yang ada di Kabupaten Ponorogo, yang tidak lain ialah Raden Batoro Katong ia adalah
tokoh pendiri Kabupaten Ponorogo, maka dari itu keberadaanya sangat di hormati oleh
masyarakat Ponorogo, alasan mengapa Raden Batoro Katong di semayamkan di disini
tidak lain karena ke inginannya sendiri, pada masa hidupnya Raden Batoro Katong
Sangat suka melaksanakan sholat dan bertapa di kawasan ini,
Selain makam Raden Batoro Katong di area komplek pemakaman ini juga di makamkan
tokoh – tokoh penting di Kabupaten Ponorogo, bahkan ke empat istri Raden Batoro
Katong pun juga di semayamkan di area pemakaman ini, pada dulunya tempat ini
seringkali di gunakan untuk tempat meminta permintaan yang seharusnya tidak patut di
lakukan di area pemakan tersebut, namun sekarang tempat ini sudah bersih dari kegiatan
hal – hal tersebut.

Adapun hal yang harus di perhatikan jika ingin berkunjung ke wisata religi
makam Batoro Katong, anda harus menghubungi juru kunci makam karna pintu gerbang
makam selalu di kunci, hal ini di karenakan untuk selalu menjaga makam agar tidak di
gunakan untuk hal – hal yang tidak semestinya patut di lakukan di area makam tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas mengenai Makam Batoro Katong di Ponorogo
penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah batoro katong?

2. Bagaimana peran batoro katong dalam penyebaran Islam di Ponorogo?


1
3. Bagaimana kondisi makam batoro katong sekarang ini?

4. Bagaimana makna simbolik makam batoro katong?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan
antara lain:

1. Mengetahui sejarah batoro katong

2. Mengetahui peran batoro katong dalam penyebaran Islam di Ponorogo

3. Mengetahui kondisi makam batoro katong sekarang ini

4. Mengetahui makna simbolik makam batoro katong

D. Manfaat

Penelitian mengenai Makam Batoro katong di Ponorogo ini diharapkan mampu


memberikan manfaat, diantaranya:

1. Untuk memenuhi Persyaratan Ujian Praktek Sejarah Peminatan Kelas XII SMA
Negeri 3 Ponorogo.

2. Manfaat secara Akademik atau Teoritis dalam penelitian ini adalah untuk menambah
Khasanah dalam bidang sejarah, khususnya sejarah makam batoro katong.

2
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

A. Batoro katong

Batoro katong adalah pendiri Kabupaten Ponorogo dan juga


merupakan adipati pertama di Ponorogo. Batoro katong merupakan utusan
Kesultanan Demak untuk menyebarkan Islam di Ponorogo. Batoro katong,
memiliki nama Asli Lembu Kanigoro, salah seorang putra Prabu
Brawijaya atau Bhre Kertabhumi dari selirnya yaitu Putri Campa yang
beragama Islam. Berdasarkan catatan sejarah keturunan generasi ke-126 ia
yaitu Ki Padmosusastro, disebutkan bahwa Batoro katong dimasa kecilnya
bernama Raden Joko Piturun atau disebut juga Raden Harak Kali. Ia
adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya dari garwo pangrambe (selir
yang tinggi kedudukannya). Mulai redupnya kekuasaan Majapahit dan saat
kakak tertuanya "Lembu Kenongo" yang berganti nama menjadi Raden
Patah mendirikan Kesultanan Demak Bintoro, Lembu Kanigoro mengikut
jejak kakaknya untuk berguru di bawah bimbingan Wali Songo di Demak.
Untuk mengenang nama Batoro katong diabadikan sebagai nama stadion
dan sebuah jalan utama Ponorogo.

B. Makam Batoro Katong

Makam Batoro Katong merupakan salah satu tempat wisata religi yang
bisa di kunjungi di daerah Kabupaten Ponorogo, terletak di Desa Setono

3
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo dan jika di tempuh dari alun – alun
Kota Ponorogo kurang lebih memerlukan waktu 30 menit.

Makam Batoro Katong adalah tempat persemayaman salah satu tokoh


penting yang ada di Kabupaten Ponorogo, yang tidak lain ialah Raden Batoro
Katong ia adalah tokoh pendiri Kabupaten Ponorogo, maka dari itu keberadaanya
sangat di hormati oleh masyarakat Ponorogo, alasan mengapa Raden Batoro
Katong di semayamkan di disini tidak lain karena ke inginannya sendiri, pada
masa hidupnya Raden Batoro Katong Sangat suka melaksanakan sholat dan
bertapa di kawasan ini

4
BAB 3

PEMBAHASAN

A. Sejarah Makam Batoro Katong

Raden Katong, yang kemudian lazim disebut Batoro Katong, bagi


masyarakat Ponorogo mungkin bukan sekedar figur sejarah semata. Hal ini
terutama terjadi di kalangan santri yang meyakini bahwa Batoro Katong-lah
penguasa pertama Ponorogo, sekaligus pelopor penyebaran agama Islam di
Ponorogo.

Batoro Katong, memiliki nama asli Lembu Kanigoro, tidak lain adalah
salah seorang putra Prabu Brawijaya V dari selir yakni Putri Campa yang
beragama Islam. Mulai redupnya kekuasaan Majapahit, saat kakak tertuanya,
Lembu Kenongo yang berganti nama sebagai Raden Fatah, mendirikan
kesultanan Demak Bintoro. Lembu Kanigoro mengikut jejaknya, untuk
berguru di bawah bimbingan Wali Songo di Demak. Prabu Brawijaya V yang
pada masa hidupnya berusaha di-Islamkan oleh Wali Songo, para Wali Islam
tersebut membujuk Prabu Brawijaya V dengan menawarkan seorang Putri
Campa yang beragama Islam untuk menjadi Istrinya.

Berdasarkan catatan sejarah keturunan generasi ke-126 beliau yaitu Ki


Padmosusastro, disebutkan bahwa Batoro Katong dimasa kecilnya bernama
Raden Joko Piturun atau disebut juga Raden Harak Kali. Beliau adalah salah
seorang putra Prabu Brawijaya V dari garwo pangrambe (selir yang tinggi
kedudukannya).

Walaupun kemudian Prabu Brawijaya sendiri gagal untuk di-Islamkan,


tetapi perkawinannya dengan putri Campa mengakibatkan meruncingnya
konflik politik di Majapahit. Diperistrinya putri Campa oleh Prabu Brawijaya
V memunculkan reaksi dari elit istana yang lain.

Sebagaimana dilakukan oleh seorang punggawanya bernama Pujangga


Anom Ketut Suryongalam. Seorang penganut Hindu, yang berasal dari
Bali.Tokoh yang terakhir ini, kemudian keluar dari Majapahit, dan

5
membangun peradaban baru di tenggara Gunung Lawu sampai lereng barat
Gunung Wilis, yang kemudian dikenal dengan nama Wengker (atau
Ponorogo saat ini). Ki Ageng Ketut Suryangalam ini kemudian di kenal
sebagai Ki Ageng Kutu atau Demang Kutu. Dan daerah yang menjadi tempat
tinggal Ki Ageng Kutu ini dinamakan Kutu, kini merupakan daerah yang
terdiri dari beberapa desa di wilayah Kecamatan Jetis.

Ki Ageng Kutu-lah yang kemudian menciptakan sebuah seni Barongan,


yang kemudian disebut Reog. Dan reog tidak lain merupakan artikulasi kritik
simbolik Ki Ageng Kutu terhadap raja Majapahit (disimbolkan dengan kepala
harimau), yang ditundukkan dengan rayuan seorang perempuan/Putri Campa
(disimbolkan dengan dadak merak). Dan Ki Ageng Kutu sendiri disimbolkan
sebagai Pujangga Anom atau sering di sebut sebagai Bujang Ganong, yang
bijaksana walaupun berwajah buruk.

Pada akhirnya, upaya Ki Ageng Kutu untuk memperkuat basis di


Ponorogo inilah yang pada masa selanjutnya dianggap sebagai ancaman oleh
kekuasaan Majapahit. Dan selanjutnya pandangan yang sama dimiliki juga
dengan kasultanan Demak, yang nota bene sebagai penerus  kejayaan
Majapahit walaupun dengan warna Islamnya. Sunan Kalijaga, bersama
muridnya Kiai Muslim (atau Ki Ageng Mirah) mencoba melakukan
investigasi terhadap keadaan Ponorogo, dan mencermati kekuatan-kekuatan
yang paling berpengaruh di Ponorogo. Dan mereka menemukan Demang
Kutu sebagai penguasa paling berpengaruh saat itu.

Demi kepentingan ekspansi kekuasaan dan Islamisasi, penguasa Demak


mengirimkan seorang putra terbaiknya  yakni yang kemudian dikenal luas
dengan Batoro Katong dengan salah seorang santrinya bernama Selo Aji dan
diikuti oleh 40 orang santri senior yang lain.

Raden Katong akhirnya sampai di wilayah Wengker, lalu kemudian


memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman, yaitu di Dusun
Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan. Saat Batoro Katong

6
datang memasuki Ponorogo, kebanyakan masyarakat Ponorogo adalah
penganut Budha, animisme dan dinamisme.

Singkat cerita, terjadilah pertarungan antara Batoro Katong dengan Ki


Ageng Kutu. Ditengah kondisi yang sama sama kuat, Batoro Katong
kehabisan akal untuk menundukkan Ki Ageng Kutu. Kemudian dengan  akal
cerdasnya Batoro Katong berusaha mendekati putri Ki Ageng Kutu yang
bernama Niken Gandini, dengan di  iming-imingi akan dijadikan istri.

Kemudian Niken Gandini inilah yang  dimanfaatkan  Batoro Katong untuk


mengambil pusaka Koro Welang, sebuah pusaka pamungkas dari Ki Ageng
Kutu. Pertempuran berlanjut dan Ki Ageng Kutu menghilang, pada hari
Jumat Wage di sebuah pegunungan di daerah Wringin-Anom Sambit
Ponorogo. Hari ini oleh para pengikut Kutu dan masyarakat Ponorogo
(terutama dari abangan), menganggap hari itu sebagai hari naas-nya
Ponorogo.

Tempat menghilangnya Ki Ageng Kutu ini disebut sebagai Gunung Bacin,


terletak di daerah Bungkal. Batoro Katong kemudian, mengatakan bahwa Ki
Ageng Kutu akan moksa dan terlahir kembali di kemudian hari. Hal ini
dimungkinkan dilakukan untuk meredam kemarahan warga atas
meninggalnya Ki Ageng Kutu.

Setelah  dihilangkannya  Ki Ageng Kutu, Batoro Katong mengumpulkan


rakyat Ponorogo dan berpidato bahwa dirinya tidak lain adalah Batoro,
manusia setengah dewa. Hal ini dilakukan, karena Masyarakat Ponorogo
masih mempercayai keberadaan dewa-dewa, dan Batara. Dari pintu inilah
Katong kukuh menjadi penguasa Ponorogo, mendirikan istana, dan pusat
Kota, dan kemudian melakukan Islamisasi Ponorogo secara perlahan namun
pasti.

Pada tahun 1486, hutan dibabat atas perintah Batara Katong, tentu bukannya
tanpa rintangan. Banyak gangguan dari berbagai pihak, termasuk makhluk

7
halus yang datang. Namun, karena bantuan warok dan para prajurit Wengker,
akhirnya pekerjaan membabat hutan itu lancar.

Lantas, bangunan-bangunan didirikan sehingga kemudian penduduk pun


berdatangan. Setelah menjadi sebuah Istana kadipaten, Batara Katong
kemudian memboyong permaisurinya, yakni Niken Sulastri, sedang adiknya,
Suromenggolo, tetap di tempatnya yakni di Dusun Ngampel. Oleh Katong,
daerah yang baru saja dibangun itu diberi nama Prana Raga yang berasal atau
diambil dari sebuah babad legenda "Pramana Raga". Menurut cerita rakyat
yang berkembang secara lisan, Pono berarti Wasis, Pinter, Mumpuni dan
Raga artinya Jasmani. sehingga kemudian dikenal dengan nama Ponorogo.

Kesenian Reog yang menjadi seni perlawanan masyarakat Ponorogo mulai


di eliminasi dari unsur-unsur pemberontakan, dengan menampilkan cerita
fiktif tentang Kerajaan Bantar Angin sebagai sejarah reog. Membuat kesenian
tandingan, semacam jemblungan dan lain sebagainya. Para punggawa dan
anak cucu Batoro Katong, inilah yang kemudian mendirikan pesantren-
pesantren sebagai pusat pengembangan agama Islam.

Dalam konteks inilah, keberadaan Islam sebagai sebuah ajaran, kemudian


bersilang sengkarut dengan kekuasaan politik. Perluasan agama Islam,
membawa dampak secara langsung terhadap perluasan pengaruh, dan berarti
juga kekuasaan. Dan Batoro Katong-lah yang menjadi figur yang diidealkan,
penguasa sekaligus  ulama.

Beliau juga dikenal sebagai Adipati Sri Batoro Katong yang membawa
kejayaan bagi Ponorogo pada saat itu, ditandai dengan adanya prasasti berupa
sepasang batu gilang yang terdapat di depan gapura kelima di kompleks
makam Batoro Katong dimana pada batu gilang tersebut tertulis
candrasengkala memet berupa gambar manusia, pohon, burung (Garuda) dan
gajah yang melambangkan angka 1418 saka atau tahun 1496 M.

Mengenai meninggalnya Raden Batoro katong dapat diketahui dari


Prasasti batu yang ada di pelataran yang ada di komplek makam Raden
Batoro katong. Berdasarkan batu tersebut Batoro katong wafat pada tahun
8
1517 M dalam usia 70 tahun. Menurut kepercayaan yang berkembang di
masyarakat, Raden Batoro katong meninggal karena sakit dan umurnya sudah
tua. Setelah Batoro katong wafat beliau dimakamkan tidak jauh dari
kerajaannya yang sekarang dikenal dengan desa Setono.

B. Peran Batoro katong Dalam Penyebaran Agama Islam di Ponorogo

Dakwah islam adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang muslim


atau lebih untuk merangsang orang lain agar memahami, meyakini kemudian
menghayati ajaran agama Islam, sebagai pedoman hidup dan kehidupan. Hal
ini selaras dengan apa yang dilakukan oleh Raden Batoro katong. Terlepas
dari awal masuknya Raden Batoro katong ke Ponorogo sebagai seorang
muslim maupun utusan dari kerajaan Majapahit. Namun pada awal berdirinya
kota Ponorogo dan sejak dimulainya roda pemerintahan di Ponorogo, Raden
Batoro katong sudah menyatakan dirinya sebagai seorang muslim dan
bersedia melaksanakn dan mengembangkan ajaran-ajaran agama Islam. Yang
kita tahu bahwa Islam merupakan agama dakwah di mana mewajibkan bagi
setiap umatnya untuk melakukan dakwah pada orang lain yang belum
mengenal agama Islam secara mendalam.

Pada awal perkembangannya Raden Batoro katong hanya berdakwah


di lingkungan pemerintahan kemudian meluas pada masyarakat di sekitar
pemerintahan. Dalam menyebarluaskan dan mengembangkan agama Islam di
kawasan Ponorogo, Raden Batoro katong menggunakan strategi dan cara-cara
tersendiri meskipun cara-cara ini banyak diilhami dari para Wali Songo.
Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Raden Batoro katong
merupakan perjuangan yang sangat berat, mengingat sebagian besar rakyat
Ponorogo adalah penganut agama Hindu dan Budha terutama di wilayah
bekas kekuasaan Ki Ageng Kutu.

Penyebaran agama Islam di Ponorogo yang dilakukan oleh Raden


Batoro katong dilakukan dengan pendekatan Sosio-Kultural yakni
mempertahankan kondisi masyarakat dan kondisi kepercayaan yang ada
dalam masyarakat Ponorogo. Seiring menempuh cara-cara penyesuaian diri

9
dengan alam pikiran serta adat kebiasaan yang telah berlaku. Misalnya
upacara Slametan Nyadran yang dilakukan di bulan Sya’ban, yang berasal
dari Pasa Srada yaitu pemujaan arwah zaman Majapahit, demikian pula arti
kata “Pasa” memiliki istilah Puasa di dalam Islam diserap dari bahasa
Sansekerta.

Selain hal itu juga terlihat jelas dalam nama Raden Batoro katong,
yaitu tambahan “Bathara” ini dimaksudkan agar masyarakat yang beragama
Budha itu dekat dan mengikuti Raden Katong sebagaimana mereka mengikuti
agama Budha. Bathara di sini berarti Raja atau Dewa. Bathara juga
merupakan panggilan atau gelar untuk memuja, menghormati dan
mengagungkan Dewa dalam agama Hindu dan Budha. Dengan demikian
nama Bathara yang ada dalam nama Raden Katong itu merupakan strategi
penyebaran agama Islam di Ponorogo sebab bagi penganut agama Hindu dan
Budha merupakan sebutan paling tinggi seperti Dewa-Dewa atau keturunan
Dewa. Nama itu dianjurkan dan disarankan oleh Sunan Kalijaga, yang
diketahui bahwa Sunan Kalijaga merupakan tokoh Wali Songo yang sangat
bijaksana dan ahli dalam bidang strategi penyebaran agama Islam di Jawa.

Islam masuk ke Ponorogo dengan jalan damai, sebagai hasil usaha


Raden Batoro katong dengan di bantu oleh sahabatnya yaitu Kyai Ageng
Mirah dan Patih Selo Adji. Meskipun pada awalnya masuknya agama Islam
harus terjadi peperangan antara pasukan Raden Batoro katong dengan para
penentang Islam yang di pimping oleh Ki Ageng Kutu. Dalam praktek
dakwahnya Raden Bathoto Katong menggunakan pendekatan SosioKultural
dan Psikologis, yang berdampak besar dalam lapangan kebudayaan.

Adapun strategi Raden Batoro katong dalam menyebarkan dan


mengembangkan agama Islam adalah dengan memakai acara dari sosok Ki
Ageng Kutu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pendekatan secara
Psikologis. Sebagaimana diketahui bahwa sosok Ki Ageng Kutu ini adalah
tokoh yang sangat disegani dimasyarakat sekitar. Acara ini dibuat oleh Ki
Reksaguna dan kemudian di pasang di halaman depan Kadipaten, tempat
kediaman Raden Batoro katong. Acara Ki Ageng Kutu ini dibuat dengan

10
posisi kaki bersimpuh dan kemudian diberitahukan kepada semua masyarakat
luas bahwa arca yang besar duduk bersimpuh kaki adalah wujud dari Ki
Ageng Kutu. Karna itu banyak masyarakat yang berdatangan ingin melihat
arca yang ada di halaman depan Kadipaten. Pada saat mereka berkumpul
inilah saatnya Raden Bathoto Katong, Kyai Ageng Mirah dan Patih Selo Adji
memulai untuk mengenalkan ajaran baru, berceramah tentang agama Islam
dan memberikan penerangan tentang agama Islam.

Strategi atau usaha yang dilakukan oleh Raden Batoro katong tidak
hanya itu saja, ada beberapa strategi yang dilakukan beliau. Karna memang
peran dari Raden Batoro katong dalam menyebarkan dan mengembangkan
agama Islam sangat besar, antara lain : strategi islamisasi melalui seni –
budaya, strategi islamisasi melalui pernikahan, dan strategi islamisasi melalui
pendidikan.

C. Kondisi Makam Batoro katong Sekarang Ini

Makam Batoro katong merupakan salah satu tempat wisata religi


yang bisa di kunjungi di daerah Kabupaten Ponorogo, terletak di Desa Setono
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo dan jika di tempuh dari alun –
alun Kota Ponorogo kurang lebih memerlukan waktu 30 menit. Makam
batoro katong ramai pengunjung untuk berziarah, terutama pada saat
menjelang ramadhan, grebeg suro, dan peringatan hari jadi ponorogo.
Pengunjung ketika berziarah biasanya berdzikir atau mengingat mati. Kedua,
berharap berkah karena keunggulan si tokoh di masa hidupnya.

D. Makna Simbolik Makam Batoro Katong

Tradisi ziarah makam Batoro katong memiliki makna simbolik di


dalamnya. Makna simbolik tersebut terdapat pada bangunan-bangunan yang
ada area pemakaman, benda-benda yang dibawa oleh peziarah makam, dan
pada proses pelaksanaan tradisi ziarah makam Batoro katong. Bangunan yang
mengandung makna simbolik salah satunya adalah gerbang makam Batoro
katong. Gerbang-gerbang tersebut berwarna putih dan berjumlah tujuh buah.
Warna putih ini mengandung makna kesucian makam Batoro katong dan

11
kesucian hati dari peziarah. Makam Batoro katong merupakan tempat suci,
sehingga orang-orang yang mengunjungi makam ini harus memiliki hati dan
niat yang bersih. Ditinjau secara Islam, gerbang berjumlah tujuh ini
merupakan simbol dari rangkaian kata lailahailallah yang berarti “tidak ada
Tuhan selain Allah”. Bila ditinjau secara kejawen, angka tujuh disebut
dengan pitu yang bermakna pitulungan atau pertolongan. Pertolongan yang
dimaksud adalah pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa. Makna simbolik
lainnya terletak pada ukiranukiran yang indah pada pintu dan tembok
cungkup makam Batoro katong. Ukiranukirannya dipengaruhi oleh corak
Islami (corak tameng segienam) dan Majapahit (bunga-bunga). Perpaduan
kedua corak ini menandakan bahwa dalam kehidupan ini manusia harus
senantiasa rukun dan bersatu padu agar tidak mudah terpecah-belah. Sikap
rukun ini dapat dilakukan dengan cara saling menghormati antara sesama
manusia.

Makna simbolik yang lainnya ditemukan dalam benda-benda yang


dibawa oleh peziarah. Ada berbagai benda yang biasanya dibawa oleh para
peziarah makam Batoro katong, diantaranya adalah kembang/bunga,
dimik/yaspa, dan pambo. Membawa bunga, misalnya jenis kembang boreh
yang berwarna putih bersih mencerminkan maksud dari peziarah yang suci,
tulus, dan ikhlas. Bila tidak bisa membawa jenis-jenis bunga tersebut,
peziarah boleh membawa bunga melati saja. Bunga melati diharapkan dapat
mewakili maksud suci dari peziarah. Akan tetapi apabila peziarah membawa
seluruh bunga dengan lengkap, dipercaya harapannya bisa cepat terkabul. Hal
ini berkaitan dengan kesungguhan peziarah dalam melakukan tradisi ziarah
makam. Jenis bunga-bunga di atas merupakan jenis bunga yang paling baik
untuk diserahkan kepada arwah Eyang Batoro katong. Selain bunga, ada juga
benda lain yang dibawa peziarah makam, yaitu dupa atau dimik/yuspa dan
menyan. Bau harum akan keluar setelah dimik dan menyan dibakar. Peziarah
bisa melakukan proses tersebut sambil memanjatkan doa. Asap yang
dihasilkan dari dimik dan membumbung ke atas diharapkan dapat menjadi
perantara antara manusia dengan Tuhan. Minyak atau lenga srimpi
merupakan minyak yang mempunyai fungsi untuk mengharumkan tubuh.
12
Memakai minyak srimpi dipercaya sebagai simbol kesopanan dan
kenyamanan. Bau harum yang ditimbulkan dari memakai minyak srimpi
diharapkan akan membuat orang di sekitar peziarah menjadi nyaman.
Penggunaan minyak srimpi yang wangi juga mencerminkan penghormatan
terhadap para leluhur.

Makna simbolik lainnya terdapat pada proses tradisi ziarah makam


Batoro katong. Peziarah makam harus menemui juru kunci makam terlebih
dahulu untuk membuat kesepakatan. Kunjungan dan kesepakatan ini
bertujuan untuk uluk salam kepada juru kunci makam. Uluk salam
mencerminkan sikap sopan, saling menghormati kepada sesama manusia atau
istilah jawanya nguwongne. Seorang manusia yang mampu menghormati
orang lain akan dihormati pula oleh orang lain. Tahap selanjutnya, peziarah
yang ingin tercapai harapannya harus berjalan melewati gerbang-gerbang
menuju makam Batoro katong. Proses ini bermaksud untuk menguji
kesungguhan niat dari peziarah. Proses melewati ketujuh gerbang makam
Batoro katong merupakan simbol dari manusia yang ingin mencapai
kesempurnaan hidup seperti Eyang Batoro katong haruslah berusaha keras
dalam hidupnya. Saat memasuki cungkup makam Batoro katong, peziarah
diharapkan agar berjalan menunduk. Hal ini merupakan simbol dari
penghormatan terhadap leluhur.

13
BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan diatas adalah :

1. Raden Batoro katong merupakan putra dari Raden Brawijaya V. Raden


Batoro katong sendiri masih memiliki hubungan saudara dengan Raden
Patah, Raja kerajaan Islam Demak. Namun keduanya berbeda ibu, Raden
Patah adalah putra dari putri cina sedangkan Raden Batoro katong adalah
putra dari putri Bagelan. Beliau memiliki nama lain yaitu Lembu Kanigoro.
Semasa hidupnya Raden Batoro katong memiliki lima orang istri. Batoro
katong meninggal pada 1517 M dalam usia 70 tahun. Menurut kepercayaan
yang berkembang di masyarakat, Batoro katong meninggal karena sakit dan
umurnya sudah tua. Setelah Batoro katong wafat beliau dimakamkan tidak
jauh dari kerajaannya yang sekarang dikenal dengan desa Setono.

2. Dalam menyebarkan agama Islam Raden Batoro katong memiliki berbagai


strategi yaitu, (1) penyebaran agama Islam melalui strategi Seni-Budaya,
(2) penyebaran agama Islam melalui strategi pernikahan, (3) penyebaran
agama Islam melalui strategi pendidikan.

3. Kondisi makam batoro katong ramai pengunjung untuk berziarah.

4. Tradisi ziarah makam Batoro katong memiliki makna simbolik di


dalamnya. Makna simbolik tersebut terdapat pada bangunan-bangunan
yang ada area pemakaman, benda-benda yang dibawa oleh peziarah
makam, dan pada proses pelaksanaan tradisi ziarah makam Batoro katong.

14

Anda mungkin juga menyukai