diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Masyarakat Indonesia (SMI)
Disusun Oleh:
Aang Angga Nugraha Setiawan (111080008)
1 |SUKU BUOL,SULTENG
SUKU BUOL
(Sulawesi Tengah)
1. Sejarah Masyarakat dan Hak Ulayat Ahli Waris Masyarakat Adat Buol
Sumber berbagai publikasi yang dikompilasi dengan sumber Bapeda Sulteng Sejarah
Buol
mulai
dikenal
sejak
jaman
pemerintahan
NDUBU
dengan
menjadi
atau Sultan
Eato,dia
Abdurahman
2 |SUKU BUOL,SULTENG
3 |SUKU BUOL,SULTENG
Secara geografis Kabupaten Buol terletak diantara 0,35-1,20 LU dan 120,12122,09 Bujur Timur dengan luas wilayah: 4.043,57 Km2.
Wilayah Buol berbatasan dengan :
di wilayah timur dengan Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo,
di wilayah barat dengan Kabupaten Toli-toli,
di sebelah utara berbatasan dengan Lautan Sulawesi dan Negara Philipina,
di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Toli-toli dan Kabupaten Parimo.
Wilayah Buol merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang
beribukota di Kecamatan Biau. Wilayah Boul terbagi atas 11 Kecamatan. 7 Kelurahan
dan 101 Desa.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah penduduk
Kabupaten Buol mencapai 132.381 jiwa yang terdiri dari laki-laki 67.892 jiwa dan
perempuan 64.489 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 29 jiwa/Km2.
Jumlah rumah tangga mencapai 26.929 KK dengan rata-rata anggota rumah tangga 45 orang.
4 |SUKU BUOL,SULTENG
Kabupaten Buol memiliki areal hutan seluas 258.228 Ha, yang terdiri dari:
Hutan lindung 63.602 ha
Hutan produksi biasa tetap 60.413 ha,
Hutan produksi terbatas 100.341 ha,
Hutan yang dapat dikonversi 24.070 ha
Hutan suaka alam dan hutan wisata 9.802 ha.
Kabupaten Buol memiliki wilayah perairan Seluas 40.320 Km2 disepanjang garis
pantai dengan panjang 234.634 Km. Dalam perairan tersebut terkandung jenis ikan tuna,
cakalang, tongkol, karapu, napoleon serta berbagai jenis ikan lainnya.
SUKU BUOL
Sulawesi Tengah
Letak
Populasi
Bahasa
Anggota Gereja
Alkitab dalam bahasa Buol
Film Yesus dalam bahasa Buol
Siaran radio pelayanan dalam bahasa Buol
:
:
:
:
:
:
:
Sulawesi Tengah
75.000 jiwa
Buol
5 (0,006%)
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Suku Buol berdiam di Propinsi Sulawesi Tengah bagian utara, berbatasan dengan
Sulawesi Utara (sekarang propinsi Gorontalo). Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan.
Wilayah kediaman orang Buol meliputi lima di antara 11 kecamatan di Kabupaten Buol
Tolitoli, yakni kecamatan Biau, Momunu, Bokat, Bunobugu, dan Paleleh. Dengan
demikian lima wilayah kecamatan tersebut merupakan wilayah ulayat masyarakat suku
Buol, yang merupakan satu-satunya suku yang ada di kabupaten Buol Sulawesi Tengah.
Suku Buol, adalah suku yang terdapat di kabupaten Toli-Toli provinsi Sulawesi
Tengah. Tersebar di beberapa daerah kecamatan seperti di Biau, Bunobugu, Paleleh dan
Momunu, sebagian kecil tersebar ke daerah dekat wilayah Gorontalo. Populasi suku Buol
diperkirakan lebih dari 75.000 orang.
Masyarakat suku Buol berbicara dalam bahasa Buol, yang masih berkerabat dengan
bahasa Toli-Toli. Selain itu bahasa Buol ini juga mirip dengan bahasa Gorontalo. Karena
terdapat kemiripan ini, mereka sering dianggap sebagai sub-suku Gorontalo.
5 |SUKU BUOL,SULTENG
Pada masa lalu di wilayah suku Buol ini pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama
Kerajaan Buol. Diduga orang Buol ini adalah keturunan dari orang-orang dari Kerajaan
Buol. Dugaan itu diperkuat dengan adanya sistem penggolongan dalam masyarakat suku
Buol, seperti golongan keluarga raja (tan poyoduiya); golongan bangsawan yang masih
mempunyai hubungan kerabat dekat dengan raja (tan wayu); golongan yang hubungan
kerabat dengan raja sudah jauh (tan wanon); golongan masyarakat (taupat); dan
golongan budak, yaitu orang yang melanggar adat atau kalah perang. Pada masa lalu,
setiap golongan memiliki atribut sendiri, yang dapat dilihat dari pakaiannya.
Sejak agama Islam masuk di kalangan masyarakat suku Buol, maka sistem
penggolongan sudah banyak ditinggalkan. Penggolongan tersebut sekarang sudah
tampak berubah akibat pengaruh ajaran agama Islam, perkembangan pendidikan, serta
perkembangan ekonomi. Pada masa kini, penggolongan masyarakat lebih didasarkan
pada status dalam struktur pemerintahan, tingkat pendidikan umum dan agama.
Walaupun demikian tokoh-tokoh adat dan orang yang dituakan tidak diabaikan dan tetap
dihormati. Saat ini, penggolongan masyarakat lebih didasarkan pada status berdasarkan
tingkat pendidikan.
Suku Buol memiliki kearifan adat yang merupakan kebiasaan dan berhubungan
dengan perlindungan sumber daya alam, baik berupa tanah, air, alam dan hutan. Agama
Islam menjadi agama mayoritas di kalangan suku Buol. Mereka adalah penganut Islam
yang taat, dan agama Islam memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan mereka.
Namun demikian, banyak dari mereka yang masih percaya bahwa alam gaib berpengaruh
dalam kehidupan dan hasil panen mereka. Mereka takut pada tempat-tempat keramat dan
sering mencari bantuan dukun untuk mengobati anggota mereka yang sakit atau
mengusir roh-roh jahat.
Orang Buol pada umumnya memeluk agama Islam. Kepercayaan religi asli mereka
sendiri mengajarkan pemujaan kepada Gunung Pogugul, yang dianggap sebagai tempat
asal mula nenek moyang mereka.
Sebagian besar orang Buol memeluk agama Islam, sedangkan yang lainnya memeluk
agama Kristen.
Adapun doa suku Buol yang memeluk agama kristen:
Kemudian dari pada itu aku melihat : sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang
banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum
dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah
putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring
mereka berseru : "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi
Anak Domba !" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengahtengah suku Buol, agar terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa
agar hati mereka disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka
yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk
mengadopsi suku Buol yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan
hidup mereka.
dari
kelembagaan
ini adalah:
1.
Ta
Bwulrigon
artiya orang
yang
diusung,
adalah
sesorang
yang
diangkat menjadi kepala pemerintahan adat
5.
8 |SUKU BUOL,SULTENG
Mata pencaharian utama masyarakat ini adalah bertani di sawah dan ladang, tanaman
pokok mereka adalah padi. Di ladang mereka menanam cengkeh, pala, kelapa, kopi, dan
berbagai macam palawija lain.
Sistem pengelolahan tanahnya dimiliki dan dikelola secara kelompok berdasarkan
garis keturunan/marga. Untuk tetap menjaga kesuburan tanah, dan untuk mendapatkan
hasil produksi pertanian yang baik, sistem ladang berpindah merupakan cara pertanian
masyarakat, tetapi setiap lahan yang ditinggalkan akan digunakan kembali dan biasanya
akan kembali dibuka untuk perkebunan setelah lahan sudah menjadi doumi /buni (hutan
muda).
Untuk
mengetahui
wilayahnya
masing-masing
biasanya
kelompok
hasil
pertaniannya
didasarkan
atas
kebutuhan
setiap
keluarga
waktu
untuk
menanam,
seperti
menunggu
datangnya
yayukan
(bintang woluku), masyarakat meyakini bahwa ketika ada yayukan, maka curah hujan
akan datang dan hama tanaman tidak ada. Budaya ini ditetapkan oleh orang yang
dituakan dan menjadi panutan masyarakat dengan sebutan Panggoba. Panggoba juga
diyakini memiliki kemapuan untuk mengobati dan mengusir hama tanaman. dalam
mengusir hama dan mengobati tanaman biasanya Panggoba melakukan ritual, membakar
kanaman (kemenyan), lalu menancapkan Uvbut tumbang (kuncup daun sagu) dan Uvbut
pawyuan (pucuk batang bambu kecil) di setiap sudut lahan yang terkena hama. selama 3
hari ladang tidak boleh di didatangi oleh siapapun termasuk oleh pemiliknya sekalipun.
9 |SUKU BUOL,SULTENG
Masyarakat suku Buol mengenal berbagai kearifan adat yang merupakan kebiasaan
dan berhubungan dengan perlindungan sumber daya alam, baik berupa tanah, air,
maupun hutan. Mayarakat adat juga percaya bahwa alam gaib/religi berperan dalam
memberikan kesuburan tanah dan kesejateraan bagi masyarakat sehingga mereka terbiasa
melindunginya dengan melakukan upacara persembahan dan sajian kepada leluhur
mereka.
Masyarakat suku Buol sebagian besar hidup dari pertanian padi pada lahan sawah dan
ladang. Mereka juga menanam kelapa dan cengkeh, yang menjadi komoditi ekspor. Hasil
hutan juga menjadi sumber pendukung hidup bagi mereka, dengan mangumpulkan
rotan, damar, kayu manis, dan gula merah. Sedangkan yang tinggal di daerah pesisir
berprofesi sebagai nelayan. Bidang profesi lain adalah sebagai pedagang, guru dan lainlain.
6. Kemasyarakatan Suku Buol
Walaupun dalam hubungan kekerabatan masyarakat ini cenderung untuk bilateral,
namun karena pengaruh Islam garis keturunan sering ditarik secara patrilineal. Pada
zaman dulu mereka mengenal sistem pemerintahan berbentuk kerajaan-kerajaan kecil
dan pengaruhnya pada pelapisan sosial masih terasa sedikit sampai sekarang. Di masa
lalu mereka mengenal adanya golongan tau poyogdiya, yaitu para raja-raja dan
keluarganya, tau wayu, yaitu golongan bangsawan para pembantu raja dan pembesar
kerajaan, tau wanom, golongan bangsawan kecil, tau pat yaitu golongan rakyat biasa, dan
dibawah sekali adalah golongan budak.
10 | S U K U B U O L , S U L T E N G
Mongoyokapo
ialah
langkah
pertama
orangtua
sang
dari
jejaka
mengadakan pendekatan
dengan
orangtua
gadis.
sang
Bilamana
maka
dengan
langkah berikutnya.
Modolyo Sunangano ialah usaha memperkenalkan kedua remaja yaitu oleh orangtua
mereka dibawa berjalan-jalan semacam piknik seperti pergi makan buah-buahan untuk
melihat apakah kedua remaja ada saling tertarik satu sama lain. Bilaman jelas mereka
saling mencinta, maka barulah diadakan peminangan yang disebut molyako nikah.
Molyako Nikah. Di sini acara peminangan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah
penyampaian pinangan dan bila diterima akan disusul dengan tahap kedua yaitu
penentuan (motaanduano).
Penentuan yang dimaksud ialah penentuan mengenai:
Besar kecilnya mas kawin (mohar) dan berupa apa (emas, pohon kelapa dan lainlain)
Waktu pelaksanaan
Dalam tahap kedua sudah diundang pula Hukumo Duiyanobutako yaitu Tilo Bubato
(Pemerintah setempat) dan Tilo Rlebi (Pejabat Agama) untuk menyaksikan dan
meresmikan adanya perkawinan tersebut.
11 | S U K U B U O L , S U L T E N G
Mogolya Mongaano. Acara ini ialah undangan makan bersama di rumah pengantin lakilaki. Kedua mempelai kembali lagi ke rumah pengantin laki-laki.
Mogolya Nopol Yongo. Terakhir adalah kedua mempelai dijemput untuk bermalam di
rumah pengantin laki-laki sehari dua. Pada waktu itu kedua mempelai merundingkan di
mana mereka akan tinggal menetap, apakah di rumah orangtuanya perempuan atau di
rumah orangtuanya pengantin laki-laki ataukah sudah akan berdiri sendiri.
Pesta perkawinan menurut adat asli Buol dirayakan secara besar-besaran. Sebelum
hari perkawinan, telah diadakan perhelatan sedikitnya tujuh hari tujuh malam malahan
kadang-kadang sampai empat puluh hari empat puluh malam yang biasanya dilaksanakan
oleh keluarga raja atau orang-orang berada.
Hari-hari sebelum perkawinan itu diisi dengan acara-acara, antara lain:
Moisilamo yaitu khitanan bagi para putra-putri yang masih di bawah umur.
Bagi orang-orang kaya ada pula diadakan judi. Dengan adanya tingkatan penggolongan
seperti telah disebut di atas, maka besar kecilnya mohar seseorang juga didasarkan
tingkat kebangsawanan , apakah termasuk:
Pembagian tingkatan dan golongan itu telah hilang dengan sendirinya sejak zaman
kemerdekaan. Adapun mohar (mas kawin) dalam perkawinan biasanya diganti dengan
pohon kelapa (dapat juga diganti dengan dusun sagu) di samping perhiasan emas.
Mengenai ongkos atau biaya pesta perkawinan di dalam adat sebenarnya tidak ada.
13 | S U K U B U O L , S U L T E N G
Pelaksanaan maupun semua kebutuhan untuk perhelatan/pesta ditanggulangi bersamasama oleh semua keluarga mempelai secara gotong-royong.
8. Bahasa Suku Buol
Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Buol. Karena tidak memiliki prasarana jalan
darat yang memadai, untuk saling berhubungan sesama orang Buol lebih banyak
menggunakan sarana laut, sebab wilayah mereka memang bertautan dengan Laut
Sulawesi. Walaupun terpisah-pisah, mereka tetap merasa sebagai satu suku bangsa,
karena persamaan bahasa, adat istiadat, dan tanah asal yang berlatar belakang mitologi
mereka yang khas. Mereka sudah lama menjalin hubungan dengan anggota suku bangsa
lain, bahkan juga sudah bepergian ke daerah lain, misalnya ke Minahasa, Gorontalo,
Tolitoli, Palu, Ujung pandang, dan Jawa.
9. Tradisi Suku Buol (Mopalus)
Kata Mopalus tentulah sangat asing buat orang diluar suku Buol, namun di Buol
sendiri Mopalus merupakan suatu tradisi turun temurun yang sampai saat ini masih terus
dilakukan oleh masyrakat Buol. Buol merupakan kabupaten yang terletak di Provinsi
Sulawesi Tengah, dan berbatasan langsung dengan Provinsi Gorontalo. Meskipun saat ini
Buol telah berubah menjadi sebuah kota yang terus berkembang namun masyarakatnya
tetap bersahaja dan tetap berpegang teguh terhadap adat dan tradisi yang selama ini
menjadi kebanggaan.
Mopalus merupakan suatu tradisi atau kegiatan yang secara umum dilakukan oleh
masyarkat Buol, berupa kegiatan menyelesaikan suatu pekerjaan secara bersama-sama
atau gotong royong. Mopalus sering dilakukan pada saat mengolah lahan perkebunan
ataupun persawahan, mulai dari mempersiapkan lahan sampai memanen hasil. Mopalus
juga dilakukan pada saat ada warga yang membutuhkan pertolongan, seperti membangun
atau memperbaiki rumah, membuat atau memperbaiki salauran air dan jalan, persiapan
pesta perkawinan atau syukuran, pokoknya semua hal yang dapat dikerjakan bersamasama. Bahkan mopalus menjadi kegiatan yang sangat ramai dan menarik karena
masyarakat sangat antusias untuk berpartisipasi bahkan kadang-kadang sambil bekerja
sambil diiringi musik, sehingga lelah tak terasa.
14 | S U K U B U O L , S U L T E N G
Mopalus tentu sejalan dengan semboyan gotong royong yang ada di Indonesia.
Gotong royong pernah menjadi salah satu sebutan kabinet di Indonesia. Hal ini sangat
mencerminkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang berjiwa sosial
tinggi, hidup bersama dan berdampingan serta saling membantu. Masyarakat Buol
sampai saat ini masih memegang teguh tradisi mopalus dan semoga tetap dilakukan
selamanya. Tentunyan semboyan gotong royongpun demikian, tetap dipertahankan oleh
masyarakat Indonesia, sehingga masalah apapun yang menimpa kita akan terasa ringan
jika kita bergotong royong. Mopalus tradisi Buol, gotong royong tradisi Indonesia.
10. Kebutuhan Suku Buol
Yang mereka butuhkan saat ini adalah usaha-usaha peningkatan pengelolaan sektor
kehutanan dan perikanan yang merupakan kekuatan wilayah kediaman suku Buol ini.
Sektor pariwisata juga potensial untuk dikembangkan karena daerah pesisir memiliki
banyak pantai yang menarik.
11. Skema Penghancuran Hak Ulayat Masyarakat Buol
Pada perkembangannya, masyarakat adat di berbagai tempat termasuk masyarakat
suku bangsa Buol mengalami kondisi yang tersisikan dalam pembangunan, sering kali
dengan alasan demi kepentingan umum hak-hak mereka dikorbankan untuk mencapai
tujuan pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Sejak pemerintahan orde Baru
berbagai undang-undang dan peraturan di buat sebagai upaya membatasi keberadaan
masyarakat adat terhadap wilayahnya. Setidaknya dilahirkannya UU No. 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa, UU No. 5 tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah, secara
khusus di propinsi Sulawesi Tengah terdapat Surat Edaran Gubernur pada tahun 1992
yang menyatakan Pencabutan Status Tanah Kepemilikan Komunal.
Hal ini kemudian menghancurkan pengakuan dan hak atas wilayah terhadap
masyarakat Buol yang pada perkembangan saat ini melahirkan konflik antara perusahaan
PT. Hardaya Inti Plantations dengan Masyarakat Buol, karena terampas tanahnya untuk
lahan pekebunan kelapa sawit.
12. Pakaian dan Perhiasan
15 | S U K U B U O L , S U L T E N G
A. Pakaian sehari-hari
Bahan-bahannya terdiri dari kulit kayu Nuru (pohon beringin), cara pembuatan
kainnya dari kulit kayu yang bahannya dari kulit kayu Nunu. Cara pembuatannya adalah
sebagai berikut:
a.
b. Merebus kulit kayu tersebut sampai masak lalu di bungkus selama tiga hari.
c. Di cuci dengan air untuk membersihkan getahnya dan biasanya menggunakan pula
abu dapur.
d. Kulit kayu tersebut di pukul dengan alat yang di sebut pola (bahannya dari batang
enau) sampai mengembang dan melebar. Kemudian dipukul dengan alat yang
bernama tinahi yang di buat dari batu yang agak kasar. Disini dapat disambung bahan
yang satu dengan bahan yang lainnya agar menjadi lebar dan panjang, di susul dengan
alat ike yang halus sampai bahan tersebut sudah menjadi sehelai kain yang
panjangnya tiga sampai lima meter.
e. Setelah menjadi kain kemudian di gantung untuk di anginkan (nillave)
f. Sesudah kering dilipat untuk diratakan dengan pola tidak bergigi (niparondo) yaitu
semacam setrika.
B. Pakaian upacara
16 | S U K U B U O L , S U L T E N G
Kalau pakaian sehari-hari terbuat dari kulit kayu Nunu (pohon beringin), maka khusus
untuk pakaian upacara bahannya juga dibuat dari kulit kayu, tetapi kulit kayu dari kayu
Ivo yang dapat menghasilkan kain kulit kayu yang lebih halus dan bermutu, dan lebih
baik daripada yang terbuat dari kulit kayu Nunu. Kulit kayu Ivo setelah selesai
pengolahannya menjadi kainyang warna dasarnya adalah putih. Cara pembuatanya sama
dengan cara pembuatan kain kulit pohon Nunu.
C. Perhiasan sehari-hari
Baik laki-laki maupun perempuan jarang menggunakan perhiasan. Bagi perempuan
cukup anting-anting, kalung dan gelang yang bahannya dari manik-manik yang
disambung atau diikat satu sama lain.
Daun enau atau daun kelapayang dikeluarkan lidinya. Daun enau atau daun kelapa
tersebut dianyam, dibentuk sesuai keinginan atau terurai begitu saja., dan fungsinya
hanya sebagai dekorasi.
Selain itu juga dikenal dengan menggunakan alat dekorasi yaitu Mbesa, kain kulit
kayu yang khusus dibuat dilengkapi hiasan-hiasan yang fungsinya hanya untuk
hiasan (dekorasi) pada upacara-upacara tertentu.
18 | S U K U B U O L , S U L T E N G
Mendahului pelaksaannya dipilih hari baik, kemudian di undanglah para orang tua
dan tukang yang akan membangun rumah itu. Dalam pertemuan tersebut diadakan
sesajian dengan tujuan agar tiang rumah kuat, dan tahan lama serta merupakan
persembahan bagi makhluk-makhluk halus di sekitar tempat bangunan itu.
3. Mendirikan rumah
Bilamana tiang-tiang telah selesai dilubangi seluruhnya, maka dicarilah suatu hari
yang baik oleh para orang tua untuk menentukan hari mendirikan rumah. Untuk ini
disediakan sesajian pula, yaitu:
-
Pisang setadan
Jagung seikat
Padi sebernas
4. Menyelamati rumah
Upacara ini dilakukan kelak apabila sebuah bangunan rumah sudah selesai didirikan
dan sebelumnya penghuni rumah menempatinya, sebagai upacara selamatan tanda
pengucapan syukur dan kegembiraan atas selesainya bangunan rumah itu.
DAFTAR PUSTAKA
19 | S U K U B U O L , S U L T E N G
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Buol
2. http://misi.sabda.org/profilo_isi.php?id=16
3. http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/01/mopalus-tradisi-suku-buol-asli-indonesia360309.html
4. http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-buol-sulawesi.html
5. Tjoek Soedarmadji, 1983, Mengenal Buol Tolitoli, Tolitoli: Pemerintah Daerah Tingkat
II Kabupaten Buol Tolitoli. Hal. 52-54
6. http://kekunaan.blogspot.com/2012/06/perkawinan-adat-suku-buol.html
7. http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/01/mopalus-tradisi-suku-buol-asli-indonesia360309.html
8. http://nismabdullah.blogspot.com/2012/12/i_1.html
9. http://sultengexploride.blogspot.com/2013_05_01_archive.html
10. masyarakatadat.org
11. mactrem.blogspot.com
12. sabda.org
13. akudansecangkircerita.blogspot.com
14. regionaltimur.com
15. http://dwirenandaputra.blogspot.com/2013/11/suku-pedalaman-di-sulawesi-tengahv.html
20 | S U K U B U O L , S U L T E N G