Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

DASAR KEPENDUDUKAN

MOBILITAS

Dosen Pengampu:
Muhammad Sangap Siregar, SPd,M.A

Disusun Oleh
Kelompok 4 :
1. Meki
2. Rini Haryanti
3. Tuti Lestari

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIkes HANGTUAH PEKANBARU
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah dasar ilmu kependudukan sesuai ketentuan
yang berlaku.
Makalah yang berjudul “Mobilitas” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas
mata kuliah dasar ilmu kependudukan dan diharapkan melalui makalah ini, kami selaku
penulis dapat lebih memahami kaidah bahasa Indonesia dan mampu menerapkan metode
penulisan karya ilmiah dengan konsisten. Adapun isi dari makalah ini yaitu memuat materi
perkuliahan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam proses penyusunan makalah ini juga kepada orangtua dan keluarga kami semua yang
selalu senantiasa memberikan banyak dukungan.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, semoga makalah
ini dapat memberi banyak manfaat untuk kami, maupun teman-teman semua.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 4
C. Tujuan......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 5
A. Konsep dan Definisi Mobilitas Penduduk ................................................. 5
B. Teori-Teori Mobilitas Penduduk ................................................................ 6
C. Sumber Data Mobilitas Penduduk ............................................................. 10
D. Macam-Macam Mobilitas Penduduk ......................................................... 12
E. Faktor yang Mempengaruhi Seseorang Mengambil Keputusan Melaksa- nakan
Mobilitas .................................................................................................... 20
F. Masalah dan Pencegahan dalam Mobilitas Penduduk ............................... 22
G. Pengukuran Angka Migrasi / Mobilitas...................................................... 23

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 28


A................................................................................................................Kesimpulan
................................................................................................................... 28
B................................................................................................................Saran

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk di suatu negara dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu fertilitas,
mortalitas dan mobilitas penduduk. Dalam hal ini, peranan mobilitas penduduk terhadap laju
pertumbuhan penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda.
Indonesia secara keseluruhan, tingkat pertumbuhan penduduknya lebih dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya tingkat fertilitas dan mortalitas, sebab migrasi neto dapat dikatakan nol.
Dengan kata lain, tidak banyak orang Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri, begitu
juga orang-orang yang ada di luar negeri yang bertempat tinggal menetap di Indonesia.
Berbeda halnya dengan beberapa provinsi yang ada di Indonesia, seperti Lampung,
Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Sebab,
beberapa provinsi tersebut banyak penduduk yang melakukan migrasi, karena migrasi
memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan penduduk.
Sebelum Perang Dunia II, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan program
pemindahan penduduk dari Jawa menuju luar Jawa untuk memecahkan tekanan penduduk
yang ada di pulau Jawa. Disamping adanya perpindahan penduduk yang diadakan oleh
pemerintah, juga terdapat perpindahan yang dilakukan penduduk secara pribadi. Misalnya
perpindahan penduduk yang bukan permanen dari suku Minangkabau, dan perpindahan suku
Bugis-Makassar ke daerah-daerah pantai di Indonesia.
Dengan demikian, makalah ini dibuat untuk membahas mengenai perpindahan
(mobilitas) penduduk dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perpindahan
penduduk. Dalam hal ini, pembahasan secara rinci akan dibahas sesuai dengan rumusan
masalah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dan definisi dari mobilitas penduduk?
2. Apa saja sumber data dari mobilitas penduduk?
3. Bagaimana mobilitas penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas?
4
5. Bagaimana permasalahan dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk?
6. Bagaimana perhitungan mobilitas?

C. TUJUAN
1. Mengetahui konsep dan definisi dari mobilitas penduduk.
2. Mengetahui sumber data yang ada dalam mobilitas penduduk.
3. Mengetahui mobilitas penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas.
5. Mengetahui permasalahan dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk.
6. Mengetahui cara perhitungan mobilitas.

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DAN DEFINISI MOBILITAS PENDUDUK

Perilaku mobilitas penduduk berbeda dengan perilaku kelahiran dan kematian.


Mobilitas penduduk tidak ada sifat keajegan atau stabil seperti angka kelahiran dan
kematian. Berdasarkan hal tersebut maka perhitungan proyeksi penduduk tidak mengikut
seratakan komponen mobilitas penduduk. Apabila mengikut sertakan mobilitas penduduk
mereka mengasumsikan volume dan arah mobilitas penduduk suatu wilayah mengkuti
rata-rata dan pola yang terjadi beberapa tahun. Mobilitas penduduk adalah pergerakan

5
penduduk dari satu daerah ke daerah lain, baik untuk sementara maupun untuk jangka
waktu yang lama atau menetap.

Mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk horizontal dan


mobilitas penduduk vertikal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut perubahan
status pekerjaan atau status sosial. Misalnya seseorang yang sebelumnya bekerja di
sektor pertanian sekarang bekerja di bidang non pertanian, orang miskin jadi kaya dan
lain sebagainya . Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan
(movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu
(Ida Bagus Mantra: 157). Batas wilayah pada umumnya dipergunakan batas administrasi
misalnya provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan atau pedukuhan (dusun).

Dalam buku yang berjudul Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka karya
Daldjoeni (1981:121) mengatakan bahwa dalam demografi dikenal adanya tiga macam
mobilitas (gerak) penduduk, pertama mobilitas fisik (mobilitas geografis) merupakan
berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain, kedua mobilitas sosial
dimana mereka yang bersangkutan berganti status atau pekerjaan. Ini masih diperinci lagi atas
jenis social climbing dan social sinking, karena terdapatnya kenaikan atau penurunan atas
status dibandingkan dengan yang semula. Ketiga yaitu mobilitas psikis, mereka yang
bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.

Disisi lain Ida Bagus Mantra dalam bukunya yang berjudul Demografi Umum
(2015:174) mengatakan bahwa mobilitas penduduk non-permanen (sirkulasi, circulation)
merupakan gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tidak berniat untuk
menetap di daerah tujuan. Sifat dan perilaku mobilitas sirkuler seperti semut. Apabila
beberapa ekor semut menemukan sisa-sisa makanan di atas meja makan, maka makanan
tersebut tidak dimakan disana tetapi dibawa beramai-ramai ke tempat liangnya. Mereka terus
bekerja tidak mengenal waktu sampai semua makanan terangkut.

Secara operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan


konsep ruang dan waktu, misalnya ulang alik. Ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah
asal ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari itu
juga. Sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal enam
bulan atau lebih kecuali orang yang sudah sejak semula berniat menetap di daerah tujuan
seperti seorang istri berpindah ke tempat tinggal suami.

6
Menurut definisi dari BPS, seseorang disebut melakukan mobilitas penduduk apabila
orang tersebut bergerak melintasi batas provinsi menuju provinsi lain dan lama tinggal di
provinsi baru yaitu enam bulan atau lebih. Atau dapat pula dikatakan bahwa seseorang
melakukan mobilitas penduduk walaupun berada di provinsi tujuan kurang dari enam bulan,
tetapi orang tersebut berniat tinggal menetap atau tinggal enam bulan atau lebih di provinsi
tujuan.

B. TEORI-TEORI MOBILITAS PENDUDUK


Beberapa teori yang mengatakan mengapa seseorang mengambil keputusan
melakukan mobilitas, diantaranya:

1. Teori Kebutuhan dan Stress (Need and Stress)


Setiap individu mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan tersebut
dapat berupa kebutuhan ekonomi, sosial, politik, dan psikologi. Apabila kebutuhan itu
tidak dapat dipenuhi maka terjadilah stress. Tinggi rendahnya stress yang dialami oleh
individu berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan.

Proses mobilitas itu terjadi apabila:


a. Seseorang mengalami tekanan (stress) baik ekonomi, sosial, maupun
psikologidi tempat ia berada. Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-
beda, sehingga suatu wilayah oleh seseorang dinyatakan sebagai wilayah yang
memenuhi kebutuhannya sedangkan yang lain tidak.
b. Terjadi perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara tempat yang satu dengan
tempat yang lain. Apabila tempat yang satu dengan tempat yang lain tidak ada
perbedaan nilai kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas.

2. Ervest S. Lee
Dalam tulisannya yang berjudul A Theory of Migration mengungkapkan bahwa
volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman
daerah di wilayaah tersebut. Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor positif
(+), negative (-) adapula faktor-faktor netral (o) Faktor positif, yang menguntungkan
apabila bertempat tinggal di daerah itu, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah,
kesempatan kerja, atau iklim yang baik. Faktor negatif, yang memberikan nilai negatif
pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut
karena kebutuhan tertentu tidak terpenuhi.
Menurut Lee proses migrasi itu dipengaruhi oleh empat faktor:
7
a. Faktor-faktor individu.
b. Faktor-faktor yang terjadi di daerah asal.
c. Faktor-faktor yang terdapat di aerah tujuan.
d. Rintangan antara daerah asal dengan daerah tujuan.
3. Robert Norris (1972)
Norris berpendapat bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting. Di
daerah asal seseorang lahir, dan sebelum sekolah orang itu hidup di daerah tersebut. Dia
tahu benar tentang kondisi lingkungan daerah asal, penuh nostalgia ketika hidup dan
berdomisili di daerah asal. Itulah mengapa seseorang sangat terikat dengan daerah asal.
Walaupun mereka sesudah berumah tangga harus pindah dan berdomisili di daerah lain,
mereka tetap menganggap bahwa daerah asal (daerah tempat mereka dilahirkan)
merupakan home pertama, dan daerah tempat domisili sekarang merupakan home kedua.
Dapatlah dikatakan bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local
population. Dimana mereka tinggal, pasti mengadakan hubungan dengan daerah asal.
Hubungan migran dengan desa atau daerah asal di negara-negara berkembang
dikenal sangat erat (Connel, 1976) dan menjadi salah satu ciri fenomena migrasi di
negara-negara berkembang. Hubungan tersebut antara lain diwujudkan dengan
pengiriman uang, pengiriman barang, bahkan pembangunan ide-ide ke daerah asal secara
langsung maupun tidak langsung. Mantra (1979) melihat adanya hubungan timbal balik
antara jarak dengan intensitas hubungan. Semakin dekat dengan tempat tinggal migran,
semakin tinggi frekuensi kunjungan ke daerah asal, dalam migrasikaidah ini disebut
dengan “distance decay.”
Norris juga menjelaskan tentang wilayah kesempatan antara yang dijadikan
sasaran pertama pencari kerja dari daerah. Setelah mereka mapan dan sudah ada sedikit
modal mereka melompat ke kota yang lebih besar dimana terdapat kesempatan berusaha
yang lebih luas, dan kalau sudah mapan lagi mereka lompat ke tempat lain. Terjadi
lompat katak (leaping frog) sebagai strategi meningkatkan usaha. Kejadian ini oleh
Norris disebut step-wise movers.

4. Mabogunje (1970)
Menurit Mabogunje (1970) hubunganmigran dengan desa dapat dilihat dari
materi informasi yang mengalir dari kota ke daerah tujuan ke desa asal. Jenis informasi
tersebut dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Informasi positif biasanya
berasal dari migran yang berhasil di daerah tujuan. Hal ini berakibat stimulus untuk
pindah semakin kuat dan pranata yang mengontrol mengalirnya warga desa keluar
semakin longgar serta arah pergerakan penduduk tertuju ke kota yang informasinya

8
positif. Sementara itu informasi negatif, biasanya datang dari para migran yang gagal
atau kurang berhasil sehingga mengakibatkan dampak sebaliknya.

5. Mitchell (1961)
Mitchell mengatakan bahwa ada beberapa kekuatan yang menyebabkan orang-
orang terikat pada daerah asal, dan ada juga kekuatan yang mendorong orang-orang
untuk meninggalkan daerah asal. Kekuatan yang mengikat orang-orang untuk tinggal di
daerah asal disebut dengan kekuatan sentripetal dan sebaliknya kekuatan yang
mendorong seseorang untuk meninggalkan daerah asal disebut kekuatan sentrifugal. Hal
ini tergantung pada keseimbangan antara dua kekuatan tersebut.

6. Lee (1966), Todaro (1979), dan Titus (1982)


Para ahli di atas berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah
motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar
daerah. Mobilitas ke daerah perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh
pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang
diperoleh di pedesaan. Dengan demikian, mobilitas desa-kota sekaligus mencerminkan
adanya ketidakseimbangan antara kedua daerah tersebut.
Meskipun demikian, ditentukan oleh beberapa faktor lain, seperti faktor jarak,
biaya, dan informasi yang diperoleh. Jarak tetap merupakan faktor penting dalam penting
dalam penentuan arah, setidaknya dalam penentuan bentuk mobilitas penduduk. Kota
atau daerah tujuan berjarak jauh maka cenderung menghasilkan mobilitas permanen,
sedangkan yang erjarak sedang menghasilkan mobilitas nginap/mondok cukup dilakukan
dengan ulang-alik.
C. SUMBER DATA MOBILITAS PENDUDUK
Pada umumnya terdapat tiga sumber data mobilitas penduduk yaitu sensus penduduk,
registrasi penduduk, dan survey penduduk. Di bawah ini merupakan penjelasan dari macam-
macam sumber data yang berkaitan dengan mobilitas penduduk :
1. Sensus Penduduk
Pada tahun 2002 di Indonesia pelaksanaan sensus penduduk dibagi menjadi dua
yaitu sensus lengkap dan sensus sampel. Sensus lengkap adalah pencacahan seluruh
penduudk dengan responden kepala rumah tangga. Responden ini memberikan informasi
mengenai karakteristik demografi anggota rumah tangganya. Pertanyaan yang diajukan
sangat sederhana. Sebagai contoh, pertanyaan yang diajukan pada sensus penduudk
tahun 1990 untuk sensus lengkap yaitu :
a. Nama-nama anggota rumah tangga dan masing-masing dari mereka
ditanyakan mengenai
b. Hubungan dengan kepala rumah tangga
9
c. Umur (tahun)
d. Jenis kelamin
e. Status perkawinan (BPS, 1989)

Untuk hal-hal yang spesifik, misalnya ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan,


ekonomi, pertanian dan mobilitas penduduk ditanyakan dalam sensus sampel.
Pencacahan sampel yaitu pencacahan terhadap penduduk yang tinggal dalam rumah
tangga terpilih. Untuk pencacahan sampel telah dipilih sejumlah wilayah, kemudian dari
setiap wilayah tersebut dipilih sejumlah rumah tangga (BPS, 1989).
Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa tujuan dari sensus adalah untuk
mengumpulkan informasi yang bersifat umum mengenai keadaan sosial ekonomi dan
demografi penduduk di suatu negara. Akan tetapi, kelemahan dari sensus yaitu mobilitas
cenderung meninggalkan daerah asal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kelemahan ini mengakibtakan jaringan-jaringan migrasi penduduk yang dihasilkan dari
sensus penduduk tidak mencakup seluruh jaring-jaring migrasi penduduk yang ada.

2. Registrasi Penduduk
Registrasi penduduk digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian (events)
kependudukan yang terjadi pada setiap saat, misalnya kelahiran, kematian, mobilitas
penduduk keluar, dan mobilitas penduduk masuk, baik itu permanen maupun non-
permanent. Di antara mobilitas penduduk permanen dan non-permanent, catatan
mobilitas penduduk permanen lebih lengkap dibanding dengan mobilitas penduduk non-
permanent. Orang-orang yang pindah domisili harus mempunyai surat pindah dari daerah
asal, selanjutnya disampaikan pada kantor kelurahan/desa dimana mereka akan menetap.
Sejak tahun 2003 diadakan penataan administrasi kependudukan diantaranya
penerbitan terhadap migran permanen dan non-permanent yang datang dan yang masuk
ke suatu wilayah. Mulai saat itu, mobilitas penduduk di catat dengan resmi, dan sangat
kecil kemungkinannya terjadi kelewat atau tercacah lebih dari satu kali.

3. Survey Penduduk
Sumber lain dari data mobilitas penduduk ialah survey penduduk. Jangkauan
daerah penelitian pada survey penduduk ini biasanya terbatas karena keterbatasannya
dana, waktu, dan tenaga peneliti. Namun, terdapat salah satu keuntungan yaitu cakupan
permasalahan yang dapat dijangkau lebih luas. Apabila dalam sensus penduduk
informasi yang didapat hanya mengenai volume dan arus mobilitas penduduk antar
provinsi, tetapi dalam survey penduduk informasi mengenai perilaku mobilitas penduduk
dapat ditanyakan secara mendetail.
10
D. MACAM-MACAM MOBILITAS PENDUDUK
Macam-macam mobilitas penduduk terbagi menjadi 2 yaitu: mobilitas permanen dan
mobilitas non permanen.
1. Mobilitas Penduduk Permanen (Migrasi)
Mobilitas Permanen (migrasi) adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah
ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan.

Secara garis besar migrasi penduduk dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Migrasi Internasional
Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari satu negara ke negara
lain dengan tujuan menetap. Perhatian para analis demografi cukup besar pada
internasional. Hal itu dikarenakan selain datanya lebih lengkap juga karena
menimbulkan ketegangan sosial. Seringkali terjadi pertentangan antara orang dengan
latar belakang kebudayaan dan bahasa yang berbeda. Migrasi internasional
merupakan masalah politik pada tingkat nasional. Sebab-sebab terjadinya perpindahan
dapat karena secara paksa atau mengungsi, karena ketegangan politik antara negara
yang satu dengan yang negara yang lainnya.

Migrasi Internasional ada beberapa macam, yaitu (dalam skripsi Budi


Handriawan, 2011) :
1). Imigrasi yaitu masuknya penduduk ke negara lain dengan tujuan menetap.
2). Emigrasi yaitu perpindahan penduduk atau keluarnya penduduk dari negara satu
ke negara lain dengan tujuan menetap.
3). Remigrasi yaitu kembalinya penduduk dari negara satu ke negara asalnya.
Pada tahun 1935-1960 terjadi ketegangan politik antar negara, akibatnya migrasi
di berbagai negara tinggi. Para migran ke luar dari suatu negara karena takut jiwanya
terancam di negara tersebut atau harus membayar pajak yang tinggi apabila tetap
berdiam di negara tersebut. Negara yang melakukan migrasi internasional pada saat
itu adalah penduduk di Jerman Timur yang berpindah ke Jerman Barat dan penduduk
di Jepang.
Banyak lagi contoh migrasi internasional yang dipengaruhi oleh faktor politik.
Bentuk migrasi ini ada yang bersifat paksaan yang disebut repatriasi. Disamping
migrasi yang berbentuk paksaan atau repatriasi, ada juga migrasi antar negara yang
dilandasi suatu perjanjian atau peraturan tertentu. Misalnya Australia, Canada, dan
11
Amerika Serikat. Dari contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa arus migran
yang tinggi dari suatu negara lain umumnya di pengaruhi oleh faktor politik. Di luar
faktor tersebut arus migrasi internasional umumnya sangat rendah.

b. Migrasi Dalam Negeri


Migrasi Dalam Negeri merupakan gerakan perpindahan penduduk dari suatu
tempat ketempat lain melintasi wilayah provinsi atau kabupaten dalam wilayah
negara.
Migrasi dalam negeri (nasional) meliputi:
1). Transmigrasi
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah yang padat
penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya atau dengan alasan-alasan yang
dianggap perlu oleh pemerintah di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Transmigrasi dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni:
a). Transmigrasi Umum
Transmigrasi umum merupakan transmigrasi yang segala sesuatunya terkait
biaya, ditanggung oleh pemerintah.
b). Transmigrasi Spontan
Transmigrasi spontan merupakan transmigrasi yang dilakukan oleh penduduk
atas biaya, kesadaran, dan kemauan sendiri.

c). Transmigrasi Sektoral


Transmigrasi sektoral merupakan transmigrasi yang biayanya ditanggung
bersama oleh pemerintah daerah asal transmigran dan pemerintah daerah yang
akan dituju oleh transmigran.
d). Transmigrasi Swakarsa
Transmigrasi swakarsa merupakan transmigrasi yang pembiayaannya
ditanggung oleh transmigran (orang yang melakukan transmigrasi) atau pihak
lain (non pemerintah, misalnya pihak swasta).
f). Transmigrasi Khusus
Transmigrasi khusus merupakan transmigrasi dalam rangka pembangunan
proyek-proyek tertentu, seperti transmigrasi bedol desa.

12
Adapun keberhasilan program transmigrasi dapat dilihat dari beberapa
indikator, yakni:
– Terjadi akulturasi/perpaduan budaya dengan baik tanpa disertai adanya konflik.
– Terjadi peningkatan kesejahteraan hidup para transmigran.
– Pengurangan tekanan penduduk pada daerah yang ditinggalkan.
– Peningkatan jumlah penduduk yang ditransmigrasikan ke tempat lain tiap
tahunnya, lebih banyak daripada pertambahan penduduk yang ditinggalkan.

2). Urbanisasi
Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari kawasan perdesaan ke
wilayah perkotaan, sedangkan orang yang melakukan urbanisasi dinamakan
urbanisan.
Adanya urbanisasi dapat disebabkan karena adanya ketimpangan
kesejahteraan antara kawasan perkotaan dan desa dimana kawasan perkotaan lebih
bernilai produktif (adanya industri & upah yang besar) dan pembangunannya lebih
cepat.
Selain transmigrasi dan urbanisasi, masih terdapat jenis migrasi lainnya yakni:
a) Turisme, yakni orang yang pergi ke daerah lain dengan tujuan berpariwisata.
b) Ruralisasi, yakni perpindahan penduduk dari kota ke desa atau kebalikan dari
urbanisasi.
c) Evakuasi, yakni perpindahan penduduk karena adanya bencana alam atau adanya
gangguan keamanan, misalnya adanya perang dll.
d) Forensen, yakni para penduduk desa yang menetap di desa, tapi punya pekerjaan
di kota sehingga dia harus pulang bolak-balik (laju).
e) Week end, yakni perginya penduduk kota menuju ke luar kota untuk berliburan
atau sekedar mencari udara segar disetiap akhir minggu.

Berikut ini migrasi juga digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :


a) Migrasi Masuk
Migrasi masuk pada tahun 1971 pada tahun 1980, hanya terpusat pada dua
daerah, yaitu Jakarta dan Lampung. Persentase migrasi masuk ini memang sangat
tinggi, dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Dua daerah ini
jelas mempunyai daya tarik yang berbeda. Arus migran masuk ke Lampung

13
semakin membesar dan jarak antara Lampung dengan Jawa sangat dekat
menyebabkan banyak yang berpindah ke Lampung.

b) Migrasi Keluar
Pada provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang menduduki urutan
tertinggi dalam hal mobilitas penduduk keluar. Sebab, di provinsi ini banyak
penduduk yang melakukan migrasi keluar karena bagi suku minangkabau ini erat
kaitannya dengan merantau. Dengan demikian, di provinsi Sumatera Barat
khususnya di daerah Minangkabau tingkat migrasi keluarnya sangat tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya.

c) Migrasi Neto
Migrasi neto diperoleh dengan jalan mengurangkan migrasi masuk dengan
migrasi keluar. Apabila diperoleh nilai negatif berarti lebih banyak migran keluar
daripada masuk. Sebaliknya, apabila diperoleh nilai positif berarti lebih banyak
migrain yg masuk daripada keluar. Misalnya, Jakarta dan Lampung mempunyai
migrasi neto positif terbesar daripada provinsi lain.

2. Mobilitas Penduduk Non Permanen (Sirkuler)


Mobilitas Non Permanen merupakan gerakan penduduk dari satu wilayah ke
wilayah lain dengan tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan. Mobilitas non
permanen disebut juga dengan sirkuler. Dan beberapa hasil penelitian mobilitas penduduk
yang dilakukan di Jawa oleh Suharso (1976), Hugo (1975), Koenjaraningrat (1957), dan
Matras ditemukan bahwa mobilitas penduduk non permanen lebih banyak terjadi
daripada mobilitas penduduk permanen.

Tingginya frekuensi mobilitas penduduk harian dapat diamati apabila pada pagi
hari berdiri di pinggir jalan raya yang menghubungkan daerah pedesaan dengan kota,
dapat dilihat arus pekerja, pedagang, pegawai dan pelajar yang menuju ke kota dan pada
sore hari akan terlihat arus balik dari kota ke desa.

1). Faktor -Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Mobilitas Sirkuler


Ada beberapa macam penyebab mengapa mobilitas sirkuler lebih banyak terjadi
dibandingkan yang menetap, diantaranya yang akan diperbincangkan disini ialah :
a. Faktor Sentripugal dan Sentripetal
Kekuatan sentripugal ialah kekuatan (Forces) yang terdapat dalam suatu
wilayah yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerahnya, sedangkan

14
kekuatan sentripetal adalah kekuatan yang menyikat penduduk untuk tetap tinggal
di daerah.
Kurangnya kesempatan kerja di bidang pertanian dan non pertanian serta
terbataanya fasilitas pendidikan yang ada dapat mendorong penduduk untuk pergi
ke daerah dimana kesempatan-kesempatan itu terdapat.
Hal -hal yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di desa ialah :
a.Jalinan persaudaraan dan kekeluargaan antar masyarakat sangat erat.
b. Sistem gotong royong pada masyarakat pedesaan sangat erat pula.
c.Penduduk sangat terikat pada tanah pertanian.
d. Penduduk sangat terikat pada kepala desa dimana ia dulu dilahirkan.
Memperhatikan kedua kekuatan (forces) di atas, terlihatlah bahwa satu
dengan yang lain saling bertentangan. Penduduk dihadapkan pada dua keadaan yang
sulit untuk dipecahkan: apakah tetap tinggal di desa, tapi keadaan ekonomi yang
sulit dan terbatasnya fasilitas pendidikan ataukah berpindah ke daerah lain
meninggalkan desa, sawah, ladang dan sanak saudara. Konflik tersebut membuat
penduduk melaksanakan mobilitas sirkuler yang merupakan kompromi antara tetap
berdiam di daerah asal dan berpindah ke daerah yang lain.

b. Perbaikan Prasarana Transport


Dorongan untuk melaksanakan mobilitas sirkuler bagi para migran di
stimulir oleh perbaikan prasarana transport yang menghubungkan desa dengan kota
sejak 1970-an. Sebelumnya, bagi penduduk yang bekerja di kota, mereka
memondok di kota tersebut. Akan tetapi, setelah jalan yang menghubungkan desa
dengan kota sudah diperbaiki dan banyaknya kendaraan umum yang melalui rute
ini, banyak dari mereka yang nglaju ke kota tempat mereka bekerja.
Dengan tersedianya prasarana angkutan yang relatif murah banyak dari
penduduk desa pergi ke kota (berdagang, berburuh, dan sekolah). Begitu pula
penduduk kota yang pergi ke desa. Ramainya lalu lintas orang dan barang dari desa
ke kota dan begitu pula sebaliknya dapat dilihat dari tingginya frekuensi kendaraan
yang menghubungkan desa dengan kota, yang hampir setiap kali jalan penuh
dengan penumpang.
Jadi sesuai dengan perubahan yang terjadi, maka terlihatlah adanya
perubahan bentuk mobilitas penduduk, misalnya dari menetap menjadi tidak
menetap, dari mondok menjadi nglaju.

c. Kesempatan Kerja di Sektor Formal dan Informal


Tekanan penduduk yang tinggi di daerah pedesaan dan tidak cukupnya
lapangan kerja diluar sektor pertanian menyebabkan masyarakat mencoba

15
kehidupan di kota. Menurut Soeharso (1978, 21) proses urbanisasi di Indonesia
tidak diikuti dengan terjadinya perluasan lapangan pekerjaan di kota. Akibatnya,
banyak dari para pendatang bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan
tidak menentu.
Dari hasil penelitian Milan Titus di Jawa Barat, didapatkan sekitar 60-65
persen dari pendatang yang terserap di sektor informal. Semakin kecil suatu kota
makin sedikit kesempatan kerja di sektor formal.Kecilnya pendapatan penduduk
yang bekerja di kota dan tingginya biaya hidup, tidaklah mungkin bagi para migran
untuk bertempat tinggal di kota bersama keluarganya. Inilah sebabnya mengapa
sebagian dari mereka tetap tinggal di desa dan tiap hari nglaju ke kota. Dengan
tinggal di desa, disamping biaya hidup murah penduduk dapat bekerja di sawah atau
di ladang setelah bekerja di kota. Ini berarti mereka dapat menambah penghasilan
mereka.

2). Mobilitas Sirkuler Dan Pembangunan Regional


Mobilitas sirkuler merupakan sebuah penghubung antara desa dengan kota.
Dengan nglaju atau mondok di kota, orang-orang desa banyak memperoleh pelajaran
dan pengalaman di kota, misalnya cara-cara bekerja, membangun rumah dan
lingkungan yang baik dan hidup sehat. Pengalaman yang berharga ini cepat dialirkan
ke desa-desa. Disamping itu orang-orang kota dapat mengetahui keadaan di desa
misalnya taraf hidup penduduk, kebutuhannya, dan hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan pembangunan. Dengan kata lain komunikasi antar desa dan kota dapat
berlangsung dengan lancar, hal ini tidak akan terjadi jika mobilitas sirkuler tidak
terjadi dan para migran menetap di kota.
Tujuan dari nglaju dan mondok ke kota disamping sekolah adalah untuk
berdagang atau bekerja. Mereka ingin menaikkan pendapatan atau meningkatkan taraf
hidup. Dari hasil penelitian Graeme Hugo (1977,65) sekitar 80% dari para migran
sirkuler di 14 desa di Jawa Barat mengirimkan uang dan barang (remmitances) untuk
keluarganya.
Besarnya jumlah uang dan barang yang dibawa tergantung dari bentuk mobilitas
sirkuler. Bagi para penglaju yang biasanya bekerja secara tetap di kota rata-rata 60%
dari pendapatan keluarga datangnya dari hasil ini. Berbeda keadaannya dengan
migran sirkuler yang bekerja musiman di kota maka rata-rata pendapatan keluarga
yang berasal dari hasil bekerja di kota kurang dari 50%. Sebab, sebagian besar dari
migran sirkuler bekerja di sektor informal maka pendapatan mereka sangat

16
berfluktuasi tergantung pada jenis pekerjaan yang tersedia dan adanya peraturan
pemerintah setempat.
Penggunaan uang yang dibawa disamping untuk makan banyak digunakan untuk
memperbaiki rumah, membeli pakaian, dan untuk upacara selamatan. Di Dukuh
Piring hampir semua rumah mempunyai pekerjaan tetap di kota (pegawai, dagang,
dan lain-lain). Maka sudah banyak rumah yang diperbaiki sesuai dengan model rumah
di kota, misalnya tata kamar, dan cara pengaturan taman.
Menurut Mochtar Naim (1979:3) mobilitas sirkuler merupakan mekanisme
yang mengatur keseimbangan ekuilibrial antara kemampuan daya dukung ekologis
dari daerahnya yang perkembangan penduduknya padat dan kemampuan daya dukung
dari tanah yang terbatas, maka menyebabkan tingkat dan intensitas migrasi sirkuler
tinggi. Di daerah yang penduduknya relatif masih jarang kemampuan daya dukung
dari daya alam, memungkinkan tingkat dan interaksi mobilitas sirkuler rendah.
Selanjutnya, Mochtar Naim mengatakan dari segi lain mobilitas sirkuler berfungsi
sebagai “klep” yang mengatur arus keluar-masuk dari yang pergi dan yang kembali.
Untuk menghindari konsentrasi sirkulasi ke kota tertentu, misalnya Jakarta,
Bandung dan Surabaya maka pembangunan kota dan pusat industri sebagai pusat
pertumbuhan (growth center) harus disebarkan sehingga arus mobilĺtas sirkuler akan
memencar. Di Jawa strategi ini sudah dikembangkan dengan ditingkatkannya
pembangunan kota-kota kecil.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SESEORANG MENGAMBIL


KEPUTUSAN MELAKSANAKAN MOBILITAS

Menurut Everett S. Lee (1970) terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan
dalam studi migrasi penduduk:
1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.
2. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan.
3. Rintangan
4. Faktor-faktor individu.
Diantara keempat faktor diatas, faktor individu merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Penilaian positif atau negatif
suatu daerah tergantung pada individu itu sendiri. Pada setiap daerah terdapat faktor-faktor
yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut (faktor positif), dan
faktor-faktor yang tidak menyenangkan sehingga menyebabkan seseorang meninggalkan
daerah tersebut (faktor negatif).
17
Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan tertentu untuk dapat dipenuhi,
mempunyai aspirasi yang ingin terlaksana. Apabila disuatu wilayah kebutuhan tersebut
tidak dapat dipenuhi maka akan terjadi stress pada orang tersebut. Stress dapat muncul
akibat adanya tekanan ekonomi dan psikologi sosial. Intensitas tekanan atau stress dari
seseorang tergantung pada besar kecilnya kebutuhan yang dapat dipenuhi di daerahnya.
Tekanan pada seseorang akan mengakibatkan tegangan (strain). Tinggi rendahnya
tegangan yang dialami seseorang terhadap tekanan tertentu akan bervariasi tergantung
pada tingkat emosi dan toleransi seseorang terhadap tekanan tersebut.

1. Proses Migrasi Penduduk dari Asal ke Daerah Tujuan


a. Dalam memilih daerah tujuan, para migran cenderung memilih daerah yang
terdekat dengan daerah asal.
b. Kurangnya kesempatan kerja di daerah asal dan adanya kesempatan kerja di
daerah tujuan merupakan salah satu alasan seseorang melaksanakan mobilitas
penduduk.
c. Informasi yang positif dari sanak saudara, kenalan, yang datang dari daerah
tujuan merupakan sumber informasi yang penting dalam pengambilan keputusan
seseorang untuk bermigrasi.
d. Informasi yang negatif yang datang dari daerah tujuan menyebabkan orang
enggan untuk bermigrasi.
e. Makin besar pengaruh daerah perkotaan terhadap seseorang, makin tinggi
frekuensi mobilitas orang tersebut.
f. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin tinggi mobilitas orang tersebut.
g. Seseorang akan memilih daerah tujuan di mana terdapat sanak saudara atau
kenalan yang telah berada di daerah tersebut.
h. Migrasi masih akan terjadi apabila di suatu daerah terjadi bencana alam
(banjir, gempa bumi dan sebagainya).
i. Orang yang berumur muda dan belum berumah tangga lebih banyak
mengadakan mobilitas daripada orang yang sudah berumur lanjut dan berstatus
kawin.
j. Makin tinggi pendidikan seseorang makin banyak melaksanakan mobilitas
penuduk.

2. Migran di Daerah Tujuan


a. Awalnya datang di daerah tujuan migran memilih bertempat tinggal di mana
ada sanak saudara atau teman di daerah tersebut.
b. Kepuasan migran hidup di masyarakat, tergantung pada hubungan baik migran
dan masyarakat.
18
c. Kepuasan migran hidup di kota, tergantung pada kemungkinan migran
mendapat pekerjaan dan pendidikan bagi anak-anaknya.
d. Setelah beberapa lama bertempat tinggal di daerah tujuan, seorang migran
cenderung memilih tempat tinggal dekat dengan daerah dimana ia bekerja.
e. Keinginan untuk kembali ke daerah asal tergantung pada besar kecilnya
kepuasan yang didapat di kota. Migran di kota merupaan penolong utama bagi
migran yang baru dalam mencari pekerjaan di kota.

F. MASALAH DAN PENCEGAHAN DALAM MOBILITAS PENDUDUK


Berikut ini merupakan permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya mobilitas
penduduk disuatu daerah dan upaya penyelesaian yang dilakukan di daerah tersebut.

1. Masalah yang Timbul


Menurut Sri Rahayu Sanusi, SKM, Mkes. (2003) permasalah yang timbul dalam
mobilitas penduduk yaitu pertumbuhan penduduk perkotaan selalu menunjukan
peningkatan yang terus menerus, hal ini disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi
dengan perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan.

2. Upaya Penyelesaian
Pertumbuhan penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat
dibandingkan dengan periode 1980-1990, hal ini disebabkan periode 1971-1980
pertumbuhan ekonomi masih terpusat didaerah perkotaan, sehingga penduduk
banyak pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak. Pada
periode 1980-1990 pemeratan pembangunan mulai terasa sampai ke daerah
pedesaan. Keadaan ini memungkinkan penduduk tidak lagi membangun daerah
perkotaan, akan tetapi cendrung menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di pedesaan.
(BPS, 1994:18)
Sejalan dengan arah pembangunan yang diharapkan persentase penduduk
perkotaan cendrung meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada peningkatan dari
31,10 persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000.
Menurut Prigno Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan suatu
daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan harapan dan
kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan jumlah
penduduk yang berminat tetap tinggal di desa. Yang perlu diusahakan perubahan status
desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa urban". Dengan demikian
otomatis penduduk yang tinggal didaerahnya menjadi "orang kota" daalam arti
statistik (Surabaya Post, 23 September 1996). Guna menekan derasnya arus
19
penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan yang beroreantasi pedesaan perlu
digalakan dengan memasukan fasilitas perkotaan ke pedesaan, sehingga merangsang
kegiatan ekonomi pedesaan.

G. PENGUKURAN ANGKA MIGRASI/ MOBILITAS

1. Angka mobilitas (m): merupakan rasio dari banyaknya penduduk (M) yang
berpindah secara lokal dalam suatu jangka waktu tertentu terhadap total jumlah
penduduk (P). Angka mobilitas dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dengan:

m = angka mobilitas.

M = jumlah penduduk yang berpindah secara lokal dalam suatu waktu.

P = jumlah total penduduk/populasi.

2. Angka migrasi masuk (mi) menunjukkan banyaknya migran yang masuk (I), per
1000 jiwa di daerah tujuan dalam waktu setahun.

mi = angka migrasi masuk.

I = jumlah migran yang masuk.

P = biasanya adalah jumlah penduduk di pertengahan tahun.

3. Angka migrasi keluar (mo) menunjukkan banyaknya migran yang keluar (O), per
1000 jiwa dalam waktu setahun.
20
mo = angka migrasi keluar.

O = jumlah migran yang keluar.

P = biasanya adalah jumlah penduduk di pertengahan tahun.

4. Angka migrasi netto (mn) merupakan selisih antara banyaknya migran yang masuk
(I) dan banyaknya migran yang keluar (O) pada suatu wilayah, per 1000 jiwa dalam satu
tahun.

mn = angka migrasi netto.

I = jumlah migran yang masuk.

O = jumlah migran yang keluar.

P = biasanya adalah jumlah penduduk di pertengahan tahun.

5. Angka migrasi bruto (mb) menunjukkan banyaknya kejadian perpindahan penduduk


per seribu penduduk, yaitu jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar dibagi jumlah
penduduk wilayah asal dan jumlah penduduk wilayah tujuan.

mb = angka migrasi bruto.

I = jumlah migran yang masuk.

O = jumlah migran yang keluar.

21
P1 + P2 = jumlah penduduk wilayah asal ditambah jumlah penduduk wilayah tujuan.

6. Metode Perkiraan Migrasi

Balancing equation, merupakan metode perkiraan migrasi netto (I – O) dengan


menggunakan jumlah penduduk (P), jumlah kelahiran (B), jumlah kematian (D) pada
dua sensus.

I – O = migrasi netto.

P1 – P2 = perubahan penduduk antara dua sensus.

B – D = pertumbuhan alamiah penduduk antara dua sensus.

Contoh penggunaan migrasi antara dua tempat Semarang dan Kendal.


Migrasi keluar dari Semarang ke Kendal tahun 2000 sebesar 26.124 jiwa. Migrasi
masuk dari Kendal ke Semarang pada tahun 2000 sebesar49.133 jiwa. Penduduk Semarang
tahun tersebut sebesar 4.350.710 jiwa. Penduduk Kendal sebesar 21.176.248 jiwa.
Hitung:
- Mi di Semarang dari Kendal
- Mo di Semarang ke Kendal
- Mn di Semarang terhadap Kendal
- Mg di Semarang dengan Kendal

Perhitungan:

Migrasi masuk (Mi) di Semarang dari Kendal:

I 49.133
Mi = x 1000 = x 1000 = 11.3 Perseribu penduduk
P 4.350 .710

22
Migrasi keluar (Mo) di Semarang ke Kendal:

O 26.124
Mo = x 1000= x 1000=6 Perseribu Penduduk
P 4.350 .710

Migrasi netto (Mn) di Semarang terhadap Kendal:

I −O 49.133−26.124
Mn = x 1000= x 1000=5.3 Perseribu Penduduk
P 4.350.710

Migrasi bruto (Mb) di Semarang dengan Kendal:

I +O 49.133+26.124
Mb = x 1000= x 1000=2.9 Perseribu Penduduk
P 1+ P 2 4.350.710+ 21.176.248

Contoh soal Perkiraan migrasi netto Kebumen:

Jika Penduduk pada sensus 1990 sebesar 8.987.000 jiwa.Penduduk pada sensus 2000 sebesar
10.508.000 jiwa. Kelahiran sebesar 1.544.000 jiwa. Kematian sebesar 601.000 jiwa

Pi-P0 = 10.508.000 - 8.987.000 = 1.521.000

B-D = 1.544.000 - 601.000 = 943.000

I-O = (P1 – P2) – (B – D)

= 1.521.000 – 943.000

= 578.000

Perkiraan migrasi netto di Kebumen antara tahun 1990-2000 adalah 578.000 jiwa

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mobilitas penduduk adalah suatu perpindahan penduduk yang dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan dalam hidupnya, baik karena paksaan (perintah) maupun
secara spontan (keinginan sendiri). Peranan mobilitas penduduk terhadap laju
pertumbuhan penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda.

24
Secara operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan
konsep ruang dan waktu.
Mobilitas penduduk dibagi menjadi dua yaitu mobilitas permanen dan non-
permanen. Mobilitas permanen atau yang sering dikenal dengan sebutan migrasi adalah
perpindahan penduduk dari daerah asal (desa) ke daerah tujuan (kota) untuk mencari
pekerjaan dan berniat untuk tinggal menetap di daerah tersebut dengan keluarganya.
Sedangkan mobilitas non-permanen adalah suatu perpindahan penduduk dare desa ke
kota untuk mencari pekerjaan, tetapi tidak menetap di daerah tujuan (nglaju).
Dalam masyarakat Indonesia, mobilitas penduduk secara non-permanen lebih
banyak terjadi daripada mobilitas penduduk yang permanen, khususnya di daerah-daerah
yang berdekatan dengan kota. Misalnya, Banten, Bogor dan Semarang. Dengan demikian,
mobilitas non-permanen sangat menguntungkan bagi pekerja yang nglaju dari daerah asal
karena lebih menghemat biaya.

B. SARAN
Dengan terbentuknya makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun bagi pembaca agar bisa memahami dan mempelajari demografi
khususnya dalam hal mobilitas, karena dari sana kita dapat mengetahui konsep mobilitas,
macam-macam mobilitas,dan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 1994. Trend Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi. Jakarta: BPS

BPS. 1994. Proyeksi Penduduk Indonesia Per Kabupaten/Kodya 1990-2000.Jakarta: BPS

Daldjoeni. 1981. Masalah Penduduk Dalam Fakta dan Angka. Bandung: Alumni.
Lucas, David. 1990. Pengantar Kependudukan. Yogyakara: Gadjah Mada University Press.
Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahaya.
Mantra, Ida Bagus. 2015. Pengantar Demografi Umum. Yogakarta: Pustaka Pelajar.
Munir, Rozy. 1992. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Suharyanto, P Tji. 1996. Urbanisasi. Surabaya Post. 23 September 1996.

Sanusi, Sri Rahayu. 2003. Masalah Kependudukan di Negara Indonesia. Diunduh pada

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-sri%20rahayu.pdf tanggal 12-09-2016


Handriawan, Budi. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penduduk Melakukan Mobilitas

Non-Permanen Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Malaysia (Studi Kasus


25
TKI Yang Pulang Di Desa Tanjungsari Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati). Skripsi

Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang.

26

Anda mungkin juga menyukai