Anda di halaman 1dari 13

MASALAH DAN ISU SENTRAL PEMBANGUNAN

Oleh : M. Firdaus, MM / Universitas Muhammadiyah Bengkulu


Masalah dan Isu
Sentral Pembangunan
Masalah Kemiskinan
1

Masalah Dualisme Pembangunan


2

Masalah Pembangunan Manusia


3

Utang Luar Negeri dan Biaya


4 Pembangunan Indonesia

Investasi Asing dan


5 Perusahaan Transnasional
Masalah Kemiskinan
Kemiskinan adalah masalah yang dihadapi oleh semua negara di
dunia. Di Amerika Serikat yang tergolong negara maju dan salah
satu negara kaya di dunia, masih memiliki jutaan orang yang
tergolong miskin.

Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi


• Kemiskinan absolut, dimana dengan pendekatan ini
diidentifikasi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan tertentu
• Kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang
diterima oleh masing-masing golongan pendapatan. Dengan
kata lain, kemiskinan relatif amat erat kaitannya dengan
masalah distribusi pendapatan.
Masalah Kemiskinan
Kemiskinan menyebar tidak seimbang di dunia ketiga maupun antar
negara yang ada di wilayah tersebut. Hampir 1/2 dari seluruh
masyarakat yang miskin hidup di Asia Selatan dengan penduduk
sebesar 30% dari total populasi dunia. Sub Sahara Afrika punya
penduduk dengan jumlah yang lebih kecil, tetapi tingkat ketimpangan
masih cukup besar.
Di setiap negara, kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu,
yaitu biasanya di pedesaan atau di daerah-daerah yang kekurangan
sumber daya. Persoalan kemiskinan juga berkaitan dengan masalah
lain seperti lingkungan dan lain-lain.
Kaum perempuan pada umumnya adalah pihak yang dirugikan, karena
menanggung kerja lebih banyak dari pria. Anak-anak juga harus
menderita akibat adanya ketidakmerataan dan masa depan yang
terancam karena tidak cukup gizi, pemerataan kesehatan & pendidikan.
Masalah Kemiskinan
Dalam banyak kasus, pendapatan yang rendah selalu berkait
dengan bentuk-bentuk kekurangan. Kemiskinan berbeda dengan
ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan berkaitan erat
dengan standar hidup yang absolut dari bagian masyarakat
tertentu. Sedang ketimpangan mengacu kepada standar hidup
relatif dari seluruh masyarakat. Pada tingkat ketimpangan yang
maksimum, kekayaan dimiliki oleh satu orang saja dan tingkat
kemiskinan yang sangat tinggi.

Di sini kemiskinan didefinisikan sebagai ketimpangan untuk


memenuhi standar hidup minimum. Definisi ini menyiratkan tiga
pertanyaan dasar
• Bagaimana mengukur standar hidup
• Apa yang dimaksud dengan standar hidup minimum
• Indikator sederhana yang bagaimana yang mampu mewakili
masalah kemiskinan yang begitu rumit.
Garis Kemiskinan
Semua ukuran kemiskinan mengacu pada norma tertentu, terutama
pada faktor konsumsi. Garis kemiskinan berdasar konsumsi terdiri atas
dua elemen
• Pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum
dan kebutuhan mendasar lainnya
• Jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan
biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Biaya untuk mendapatkan kalori minimum dan kebutuhan lain dihitung
dengan melihat harga-harga makanan yang menjadi menu golongan
miskin. Sedangkan elemen kedua sifatnya lebih subyektif.
Persepsi mengenai kemiskinan telah berkembang sejak lama dan
sangat bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lain.
Kriteria untuk membedakan penduduk miskin mencerminkan prioritas
nasional dan konsep normatif mengenai kesejahteraan. Namun untuk
negara-negara kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi minimum
yang bisa diterima.
Garis Kemiskinan 02
Cara sederhana untuk mengukur jumlah kemiskinan adalah
dengan menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi dari
populasi. Cara ini lazim disebut Head Count Index (HCI). Ini
sangat bermanfaat, meski sering dikeritik karena mengabaikan
jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Untuk itu kesenjangan pendapatan atau poverty gap digunakan
untuk mengatasi kelemahan HCI. Poverty gap menghitung transfer
yang akan membawa pendapatan setiap penduduk miskin hingga
tingkat di atas garis kemiskinan, sehingga kemiskinan dapat
dilenyapkan.
Penggunaan batas atas kemiskinan $370 menyebabkan timbulnya
estimasi bahwa 1.116 juta orang diNSB hidup dalam keadaan
kemiskinan pada tahun 1985.
Kondisi Kemiskinan di Negara Sedang Berkembang
Pada Tahun 1985

Wilayah Sangat Miskin Miskin

Jumlah (Juta) HCI Poverty Gap Jumlah (Juta) HCI Poverty Gap

Sub Sahara Afrika 120 30 4 180 47 11

Asia Timur 120 9 0,4 280 20 1

Asia Selatan 300 29 3 520 51 10

Eropa Timur 3 4 0,2 6 8 0.5


Afrika timur tengah
dan utara
40 21 1 60 31 2

Amerika Latin dan


Karibia
50 12 1 70 19 1

Semua NSB 633 16 1 1.116 33 3


Indikator Kemiskinan Indonesia
Badan Pusat Statistik menggunakan batas miskin dari besaran rupiah yang
dibelanjakan perkapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum
makanan dan bukan makanan. Untuk kebutuhan makanan dipakai patokan
2.100 kalori perhari. Sedang pengeluaran kebutuhan minimum bukan
makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang serta aneka
barang dan jasa.
BPS menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan
dasar (basic need approach) dan pendekatan Head Count Index (HCI).
Pendekatan kebutuhan dasar adalah pendekatan yang sering dilakukan.
Dalam metode BPS, miskin sama artinya dengan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Sedang HCI adalah ukuran kemiskinan
absolut. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri atas dua komponen,
yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non
makanan (non food line) Pada Maret 2019 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis
standar garis kemiskinan masyarakat Indonesia adalah Rp 425.250 per kapita
per bulan. Adapun komposisi garis kemiskinan makanan Rp 313.232 (73,66
persen) dan garis kemiskinan bukan makanan Rp 112.018 (26,34 persen).
(kompas.com)
Garis Kemiskinan Yang Lain
Garis kemiskinan yang lain yang paling dikenal adalah garis kemiskinan
Profesor Sujagyo yang dalam studinya bertahun-tahun menggunakan
suatu garis kemiskinan yang didasarkan pada harga beras. Sujagyo
mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per
kapita setahun yang sama dengan beras. Garis kemiskinan Sujagyo adalah
nilai rupiah yang setara dengan 20 kg beras untuk daerah pedesaan dan 30
kg untuk daerah perkotaan.
Pendekatan Sujagyo ini memiliki kelemahan, yaitu tak mempertimbangkan
Perkembangan biaya riil. Dengan menerapkan garis kemiskinan ini
kedalam data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dari tahun 1976
sampai 1987. Karena garis kemiskinan berdasar harga beras adalah lebih
rendah dibanding garis kemiskinan BPS, maka persentase penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan akan lebih rendah setiap tahunnya.
Ukuran Sujagyo tidak menunjukkan penurunan tingkat kemiskinan yang
mulus seperti versi BPS dalam periode 11 tahun keseluruhan. Kendati
demikian, ukuran Sujagyo memperlihatkan suatu penurunan substansial
dalam insidensi kemiskinan baik untuk pedesaan maupun perkotaan.
Penyebab Kemiskinan
Ada banyak penjelasan mengenai sebab kemiskinan. Kemiskinan massal
yang terjadi di banyak negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II
fokus pada keterbelakangan perekonomian sebagai akar masalah.
Penduduk negara tersebut miskin karena menggantungkan diri pada sektor
pertanian yang subsisten, metode produksi yang tradisional yang sering
dibarengi dengan sikap apatis pada lingkungan.
Sharp et. al. (1996) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari
sisi ekonomi
• Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang. Penduduk miskin hanya menjadi sumberdaya dalam jumlah
terbatas dan kualitasnya rendah.
• Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya
manusia. Kualitas sumberdaya rendah artinya produktifitasnya rendah,
yang pada gilirannya upahnya juga rendah. Rendahnya kualitas
sumberdaya ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang
beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.
• Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal
Penyebab Kemiskinan
Ketiga penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran setan
kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan,
ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya
produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya
pendapatan yang diterima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada
rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada
keterbelakangan dan seterusnya.
Negara berkembang sampai kini masih saja memiliki ciri-ciri terutama
sulitnya mengelola pasar dalam negerinya menjadi pasar persaingan yang
lebih sempurna. Mereka tidak dapat mengelola pembangunan ekonomi,
maka kecenderungan kekurangan kapital dapat terjadi, diikuti dengan
rendahnya produktivitas, turunnya pendapatan riil, rendahnya tabungan, dan
investasi mengalami penurunan sehingga melingkar ulang menuju keadaan
kurangnya modal. Demikian seterusnya berputar. Untuk itu setiap usaha
memerangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran
dan perangkap kemiskinan ini.
Thank you
Insert the title of your subtitle Here

Anda mungkin juga menyukai