Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MOBILITAS PENDUDUK DAN KETENAGA KERJA

Kelompok 1 :

1. LINA YULIANTI
2. MARSCHA ADINDA P
3. WULAN
4. MEIDANTRI

SMA NEGERI 1 UNAAHA


TAHUN
2023

i
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa, karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnya hingga kami masih di beri kesehatan,
keselamatan dan di mudahkan dalam menuntut ilmu di sekolah sma negeri 1
unaaha tercinta ini.
Taklupa kami berterimakasih kepada ibu / bapak guru yang setia
membimbing kami agar menjadi manusia berilmu dalam pendidikan, dan atas
bimbingannya hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
mobilitas penduduk dan ketenaga kerja, hingga selesai dengan tepat waktu.
Kami menyadari dalam pembuatan/penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaannya oleh karena itu kritik dan saran dari teman – teman kami
harapkan dapat membangun dalam kesempurnaan isi makalah ini hingga akhirnya
makalah ini dapat di jadikan pedoman pembelajaran.
Sekian dan terimakasih. Wassalamualaikum wr.wb.

Unaaha 29 januari 2023

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar..................................................................................................................... i
Daftar isi.............................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 2
A. Defenisi mobilitas penduduk................................................................................... 2
B. Pnegertian tenaga kerja............................................................................................ 14
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 17
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 17
B. Saran........................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pertumbuhan penduduk di suatu Negara dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu fertilitas,
mortalitas dan mobilitas penduduk. Dalam hal ini, peranan mobilitas penduduk terhadap laju
pertumbuhan penduduk antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda. Indonesia
secara keseluruhan, tingkat pertumbuhan penduduknya lebih dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
tingkat fertilitas dan mortalitas, sebab migrasi neto dapat dikatakan nol. Dengan kata lain, tidak
banyak orang Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri, begiti juga orang-orang yang ada
di luar negeri yang bertempat tinggal menetap di Indonesia.
Berbeda halnya dengan beberapa provinsi yang ada di Indonesia, seperti Lampung,
Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Sebab,
beberapa provinsi tersebut banyak penduduk yang melakukan migrasi, karena migrasi
memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan penduduk.
Sebelum Perang Dunia II, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan program
pemindahan penduduk dari Jawa menuju luar Jawa untuk memecahkan tekanan penduduk yang
ada di pulau Jawa. Disamping adanya perpindahan penduduk yang diadakan oleh pemerintah,
juga terdapat perpindahan yang dilakukan penduduk secara pribadi. Misalnya perpindahan
penduduk yang bukan permanen dari suku Minangkabau, dan perpindahan suku Bugis-Makassar
ke daerah-daerah pantai di Indonesia.
Dengan demikian, makalah ini dibuat untuk membahas mengenai perpindahan
(mobilitas) penduduk dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perpindahan
penduduk. Dalam hal ini, pembahasan secara rinci akan dibahas sesuai dengan rumusan
masalah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Bagaimana konsep dan definisi dari mobilitas penduduk?
b. Apa pengertian ketenaga kerjaan?
c. Bagaimana teori yang ada dalam mobilitas penduduk?
d. Apa saja sumber data dari mobilitas penduduk?
e. Bagaimana mobilitas penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen?
f. Apa saja faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas?
g. Bagaimana permasalahan dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk?

1.3 TUJUAN
a. Mengetahui konsep dan definisi dari mobilitas penduduk.
a. Mengetahui pengertian ketenaga kerjaan
b. Mengetahui teori yang ada dalam mobilitas penduduk.
c. Mengetahui sumber data yang ada dalam mobilitas penduduk.
d. Mengetahui mobilitas penduduk secara permanen (migrasi) dan non-permanen.
e. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilitas.
f. Mengetahui permasalahan dan upaya pencegahan dalam mobilitas penduduk.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement)
penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu (Ida Bagus
Mantra: 157). Batas wilayah pada umumnya dipergunakan batas administrasi misalnya provinsi,
kabupaten, kecamatan, kelurahan atau pedukuhan.
Dalam buku yang berjudul Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka karya Daldjoeni
(1981:121) mengatakan bahwa dalam demografi dikenal adanya tiga macam mobilitas (gerak)
penduduk, pertama mobilitas fisik (mobilitas geografis) merupakan berpindahnya penduduk dari
suatu tempat ke tempat yang lain, kedua mobilitas sosial dimana mereka yang bersangkutan
berganti status atau pekerjaan. Ini masih diperinci lagi atas jenis social climbing dan social
sinking, karena terdapatnya kenaikan atau penurunan atas status dibandingkan dengan yang
semula. Ketiga yaitu mobilitas psikis, mereka yang bersangkutan mengalami perubahan sikap
yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
Disisi lain Ida Bagus Mantra dalam bukunya yang berjudul Demografi Umum (2015:174)
mengatakan bahwa mobilitas penduduk non-permanen (sirkulasi, circulation) merupakan
gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tidak berniat untuk menetap di daerah
tujuan. Sifat dan perilaku mobilitas sirkuler seperti semut. Apabila beberapa ekor semut
menemukan sisa-sisa makanan di atas meja makan, maka makanan tersebut tidak dimakan
disana tetapi dibawa beramai-ramai ke tempat liangnya. Mereka terus bekerja tidak mengenal
waktu sampai semua makanan terangkut.
Secara operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan
konsep ruang dan waktu, misalnya ulang alik. Ulang alik adalah gerak penduduk dari daerah asal
ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari itu juga.
Sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal enam bulan atau
lebih kecuali orang yang sudah sejak semula berniat menetap di daerah tujuan seperti seorang
istri berpindah ke tempat tinggal suami.
Berikut ini digambarkan mengenai skema bentuk-bentuk mobilitas penduduk.

MP vertical
(perubahan status)

Mobilitas
Penduduk

MP Permanen

MP Horisontal
(MP Geografis) Ulang Alik
(Commuting)

MP Nonpermanen
(MP sirkuler)

Nginap/mondok

2
Skema bentuk-bentuk mobilitas penduduk
Sumber: Ida Bagoes Mantra (2015:175)

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, menurut definisi dari BPS, seseorang disebut
melakukan mobilitas penduduk apabila orang tersebut bergerak melintasi batas provinsi menuju
provinsi lain dan lama tinggal di provinsi baru yaitu enam bulan atau lebih. Atau dapat pula
dikatakan bahwa seseorang melakukan mobilitas penduduk walaupun berada di provinsi tujuan
kurang dari enam bulan, tetapi orang tersebut berniat tinggal menetap atau tinggal enam bulan
atau lebih di provinsi tujuan.

A. TEORI-TEORI MOBILITAS PENDUDUK


Beberapa teori yang mengatakan mengapa seseorang mengambil keputusan melakukan
mobilitas, diantaranya:

1. Teori Kebutuhan dan Stress (Need and Stress)


Setiap individu mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan tersebut
dapat berupa kebutuhan ekonomi, sosial, politik, dan psikologi. Apabila kebutuhan itu tidak
dapat dipenuhi maka terjadilah stress. Tinggi rendahnya stress yang dialami oleh individu
berbanding terbalik dengan proporsi pemenuhan kebutuhan.
Proses mobilitas itu terjadi apabila:
a. Seseorang mengalami tekanan (stress) baik ekonomi, sosial, maupun psikologidi tempat
ia berada. Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga suatu
wilayah oleh seseorang dinyatakan sebagai wilayah yang memenuhi kebutuhannya
sedangkan yang lain tidak.
b. Terjadi perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara tempat yang satu dengan tempat yang
lain. Apabila tempat yang satu dengan tempat yang lain tidak ada perbedaan nilai
kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas.

2. Ervest S. Lee
Dalam tulisannya yang berjudul A Theory of Migration mengungkapkan bahwa
volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah
di wilayaah tersebut. Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor positif (+), negative
(-) adapula faktor-faktor netral (o) Faktor positif, yang menguntungkan apabila bertempat
tinggaldi daerah itu, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, atau
iklim yang baik. Faktor negatif, yang memberikan nilai negatif pada daerah yang
bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut karena kebutuhan
tertentu tidak terpenuhi.
Menurut Lee proses migrasi itu dipengaruhi oleh empat faktor:
a. Faktor-faktor individu.
b. Faktor-faktoryang terjadi di daerah asal.
c. Faktor-faktor yang terdapat di aerah tujuan.
d. Rintangan antara daerah asal dengan daerah tujuan.

3. Robert Norris (1972)


Norris berpendapat bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting. Di daerah
asal seseorang lahir, dan sebelum sekolah orang itu hidup di daerah tersebut. Dia tahu benar
tentang kondisi lingkungan daerah asal, penuh nostalgia ketika hidup dan berdomisili di
daerah asal. Itulah mengapa seseorang sangat terikat dengan daerah asal. Walaupun mereka
sesudah berumah tangga harus pindah dan berdomisili di daerah lain, mereka tetap
menganggap bahwa daerah asal (daerah tempat mereka dilahirkan) merupakan home

3
pertama, dan daerah tempat domisili sekarang merupakan home kedua. Dapatlah dikatakan
bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local population. Dimana
mereka tinggal, pasti mengadakan hubungan dengan daerah asal.
Hubungan migran dengan desa atau daerah asal di negara-negara berkembang dikenal
sangat erat (Connel, 1976) dan menjadi salah satu ciri fenomena migrasi di negara-negara
berkembang. Hubungan tersebut antara lain diwujudkan dengan pengiriman uang,
pengiriman barang, bahkan pembangunan ide-ide ke daerah asal secara langsung maupun
tidak langsung. Mantra (1979) melihat adanya hubungan timbal balik antara jarak dengan
intensitas hubungan. Semakin dekat dengan tempat tinggal migran, semakin tinggi frekuensi
kunjungan ke daerah asal, dalam migrasikaidah ini disebut dengan “distance decay.”
Norris juga menjelaskan tentang wilayah kesempatan antara yang dijadikan sasaran
pertama pencari kerja dari daerah. Setelah mereka mapan dan sudah ada sedikit modal
mereka melompat ke kota yang lebih besar dimana terdapat kesempatan berusaha yang lebih
luas, dan kalau sudah mapan lagi mereka lompat ke tempat lain. Terjadi lompat katak
(leaping frog) sebagai strategi meningkatkan usaha. Kejadian ini oleh Norris disebut step-
wise movers.

4. Mabogunje (1970)
Menurit Mabogunje (1970) hubunganmigran dengan desa dapat dilihat dari materi
informasi yang mengalir dari kota ke daerah tujuan ke desa asal. Jenis informasi tersebut
dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Informasi positif biasanya berasal dari
migran yang berhasil di daerah tujuan. Hal ini berakibat stimulus untuk pindah semakin kuat
dan pranata yang mengontrol mengalirnya warga desa keluar semakin longgar serta arah
pergerakan penduduk tertuju ke kota yang informasinya positif. Sementara itu informasi
negatif, biasanya datang dari para migran yang gagal atau kurang berhasil sehingga
mengakibatkan dampak sebaliknya.

5. Mitchell (1961)
Mitchell mengatakan bahwa ada beberapa kekuatan yang menyebabkan orang-orang
terikat pada daerah asal, dan ada juga kekuatan yang mendorong orang-orang untuk
meninggalkan daerah asal. Kekuatan yang mengikat orang-orang untuk tinggal di daerah
asal disebut dengan kekuatan sentripetal dan sebaliknya kekuatan yang mendorong
seseorang untuk meninggalkan daerah asal disebut kekuatan sentrifugal. Hal ini tergantung
pada keseimbangan antara dua kekuatan tersebut.

6. Lee (1966), Todaro (1979), dan Titus (1982)


Para ahli di atas berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif
ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah.
Mobilitas ke daerah perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan
harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di pedesaan.
Dengan demikian, mobilitas desa-kota sekaligus mencerminkan adanya ketidakseimbangan
antara kedua daerah tersebut.
Meskipun demikian, ditentukan oleh beberapa faktor lain, seperti faktor jarak, biaya,
dan informasi yang diperoleh. Jarak tetap merupakan faktor penting dalam penting dalam
penentuan arah, setidaknya dalam penentuan bentuk mobilitas penduduk. Kota atau daerah
tujuan berjarak jauh maka cenderung menghasilkan mobilitas permanen, sedangkan yang
erjarak sedang menghasilkan mobilitas nginap/mondok cukup dilakukan dengan ulang-alik.

4
B. SUMBER DATA MOBILITAS PENDUDUK
Pada umumnya terdapat tiga sumber data mobilitas penduduk yaitu sensus penduduk,
registrasi penduduk, dan survey penduduk. Di bawah ini merupakan penjelasan dari macam-
macam sumber data yang berkaitan dengan mobilitas penduduk :

1. Sensus Penduduk
Pada tahun 2002 di Indonesia pelaksanaan sensus penduduk dibagi menjadi dua
yaitu sensus lengkap dan sensus sampel. Sensus lengkap adalah pencacahan seluruh
penduudk dengan responden kepala rumah tangga. Responden ini memberikan informasi
mengenai karakteristik demografi anggota rumah tangganya. Pertanyaan yang diajukan
sangat sederhana. Sebagai contoh, pertanyaan yang diajukan pada sensus penduudk tahun
1990 untuk sensus lengkap yaitu :
a. Nama-nama anggota rumah tangga dan masing-masing dari mereka ditanyakan mengenai
b. Hubungan dengan kepala rumah tangga
c. Umur (tahun)
d. Jenis kelamin
e. Status perkawinan (BPS, 1989)

Untuk hal-hal yang spesifik, misalnya ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan,


ekonomi, pertanian dan mobilitas penduduk ditanyakan dalam sensus sampel. Pencacahan
sampel yaitu pencacahan terhadap penduduk yang tinggal dalam rumah tangga terpilih.
Untuk pencacahan sampel telah dipilih sejumlah wilayah, kemudian dari setiap wilayah
tersebut dipilih sejumlah rumah tangga (BPS, 1989).
Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa tujuan dari sensus adalah untuk
mengumpulkan informasi yang bersifat umum mengenai keadaan sosial ekonomi dan
demografi penduduk di suatu negara. Akan tetapi, kelemahan dari sensus yaitu mobilitas
cenderung meninggalkan daerah asal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kelemahan
ini mengakibtakan jaringan-jaringan migrasi penduduk yang dihasilkan dari sensus
penduduk tidak mencakup seluruh jaring-jaring migrasi penduduk yang ada.

2. Registrasi Penduduk
Registrasi penduduk digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian (events)
kependudukan yang terjadi pada setiap saat, misalnya kelahiran, kematian, mobilitas
penduduk keluar, dan mobilitas penduduk masuk, baik itu permanen maupun non-
permanent. Di antara mobilitas penduduk permanen dan non-permanent, catatan mobilitas
penduduk permanen lebih lengkap dibanding dengan mobilitas penduduk non-permanent.
Orang-orang yang pindah domisili harus mempunyai surat pindah dari daerah asal,
selanjutnya disampaikan pada kantor kelurahan/desa dimana mereka akan menetap.
Sejak tahun 2003 diadakan penataan administrasi kependudukan diantaranya
penerbitan terhadap migran permanen dan non-permanent yang datang dan yang masuk ke
suatu wilayah. Mulai saat itu, mobilitas penduduk di catat dengan resmi, dan sangat kecil
kemungkinannya terjadi kelewat atau tercacah lebih dari satu kali.
3. Survey Penduduk
Sumber lain dari data mobilitas penduduk ialah survey penduduk. Jangkauan daerah
penelitian pada survey penduduk ini biasanya terbatas karena keterbatasannya dana, waktu,
dan tenaga peneliti. Namun, terdapat salah satu keuntungan yaitu cakupan permasalahan
yang dapat dijangkau lebih luas. Apabila dalam sensus penduduk informasi yang didapat
hanya mengenai volume dan arus mobilitas penduduk antar provinsi, tetapi dalam survey
penduduk informasi mengenai perilaku mobilitas penduduk dapat ditanyakan secara
mendetail.

5
C. MOBILITAS PENDUDUK PERMANEN (MIGRASI)
Secara garis besar migrasi penduduk dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Migrasi Internasional
Migrasi Internasional lebih peka daripada migrasi dalam negeri karena sering
menimbulkan masalah politik. Setiap negara membuat peraturan tentang syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh warga negara asing yang ingin masuk ke negara tersebut. Dengan
adanya peraturan tersebut maka frekuensi arus migrasi internasional antara negara di dunia
sangat kecil.
Migrasi Internasional ada beberapa macam, yaitu (dalam skripsi Budi Handriawan,
2011) :
a. Imigrasi yaitu masuknya penduduk ke negara lain dengan tujuan menetap.
b. Emigrasi yaitu perpindahan penduduk atau keluarnya penduduk dari negara satu ke
negara lain dengan tujuan menetap.
c. Remigrasi yaitu kembalinya penduduk dari negara satu ke negara asalnya.
Pada tahun 1935-1960 terjadi ketegangan politik antar negara, akibatnya migrasi di
berbagai negara tinggi. Para migran ke luar dari suatu negara karena takut jiwanya terancam
di negara tersebut atau harus membayar pajak yang tinggi apabila tetap berdiam di negara
tersebut. Negara yang melakukan migrasi internasional pada saat itu adalah penduduk di
Jerman Timur yang berpindah ke Jerman Barat dan penduduk di Jepang.
Banyak lagi contoh migrasi internasional yang dipengaruhi oleh faktor politik.
Bentuk migrasi ini ada yang bersifat paksaan yang disebut repatriasi. Disamping migrasi
yang berbentuk paksaan atau repatriasi, ada juga migrasi antar negara yang dilandasi suatu
perjanjian atau peraturan tertentu. Misalnya Australia, Canada, dan Amerika Serikat. Dari
contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa arus migran yang tinggi dari suatu negara
lain umumnya di pengaruhi oleh faktor politik. Di luar faktor tersebut arus migrasi
internasional umumnya sangat rendah.

2. Migrasi Dalam Negeri


a. Transmigrasi
Di Pulau Jawa terdapat timpangan penyebaran penduduk, pulau Jawa yang
luasnya 6,9 persen dari seluruh luas daratan Indonesia, pada tahun 1980 memberikan
tempat tinggal lebih dari 60 persen penduduk Indonesia. (Badan Pusat Statistik
1981:5). Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya pengelompokan penduduk di
Pulau Jawa:
1) Mohr (1938) seorang ahli geologi dan tanah berkebangsaan Belanda berpendapat
bahwa kepadatan penduduk di Jawa disebabkan karena keadaan tanahnya yang
subur dan iklim yang menguntungkan bagi pertanian.
2) Charles A (Hardjono, 1977), ahli geografi berkebangsaan Inggris menambahkan
bahwa penyebab terjadinya ketimpangan distribusi penduduk antara Jawa dan luar
Jawa karena peerintah Belanda sudah sejak lama membangun pusat-pusat
pertumbuhan (misalnya pendidikan, perdagangan, pemerintahan), dan prasarana
pembangunan (transportasi, komunikasi dan irigasi) di Jawa.
Penyebaran penduduk yang tidak merata menimbulkan permasalahan,
diantaranya terjadi kelebihan penduduk di Jawa yang terwujud dalam sulitnya
mendapatkan pasaran kerja, pendapatan penduduk yang rendah, dan angka
pengangguran meningkat. Di luar Pulau Jawa sendiri banyak sumber daya alam yang
belum sempat dijamah manusia. Memperhatikan hal tersebut, Karl J. Pelzer (1945,197)

6
mengusulkan pemecahan masalah penduduk ini dengan memindahkan penduduk dari
Jawa menuju ke luar Jawa.
Gejala kelebihan penduduk di Pulau Jawa dan kekurangan penduduk di luar
Pulau Jawa telah disadari oleh pemerintah Belanda. Menurut Soedigdo
Hardjosoedarmo (1965) kesadaran pemerintah Belanda tersebut dipengaruhi oleh lima
hal:
1) Sistem tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah Belanda di Jawa pada abad
yang lalu menyebarkan kemelaratan bagi rakyat di Pulau ini.
2) Sukses ekonomi yang dicapai oleh kaum liberal di negeri Belanda terasa pula di
Indonesia.
3) Pertambahan penduduk yang cepat di pulau Jawa, menyebabkan pemilikan tanah
per keluarga menjadi semakin berkurang, taraf hidup penduduk makin menurun.
4) Pada tahun 1899 C. Th. Van Deventer melancarkan kritik pedas terhadap kebijakan
Pemerintah yang diwujudkan dalam sebuah tulisan “A Debt of Honor”. Akibat dari
kritik ini Pemerintah melaksanakan politik ethis pada tahun 1900. Politik ethis
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk pulau Jawa melalui tiga cara
yaitu emigrasi, irigasi, dan edukasi.
5) Pertumbuhan penduduk yang cepat di Pulau Jawa sebagian besar pergi ke daerah
pegunungan menebang hutan dengan tujuan memperluas daerah pertanian sehingga
menganggu kelestarian lingkungan. (Oey 1980, 2-3)
Sebagai realisasi dari politik ethis, pada tahun 1905 dipindahkan 155 keluarga
dari Jawa menuju daerah kolonialiasai Gedong Tataan di Lampung. Di daerah ini desa-
desa kolonisasi didirikan, dan tiap-tiap tahun ke daerah dikirim kolonis-kolonis dari
Pulau Jawa. Akhir tahun 1921 jumlah kolonis di Gedong Tataan mencapai 19.572
orang. (Amral Sjamsu 1960, 5)

1) Masa Transmigrasi antara Tahun 1905-1931


Masa 1905-1931 dapat dianggap sebagai masa eksperimen, karena pada
masa itu pemerintah Hindia Belanda belum lagi memberikan perhatian yang
sungguh-sungguh terhadap usaha pemindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa.
Tujuan utamanya ialah memindahkan petani-petani dari daerah yang kebanyakan
penduduk di pulau Jawa ke pulau-pulau lain dan di sana mengadakan kolonisasi
pertanian.
Menurut Nathan Keyfitz dan Widjojo Nitisastro (1964, 116) dalam
penyelenggaraan pemindahan ini banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan,
diantaranya ialah tidak dilaksanakan penyelidikan tanah serta pembuatan peta
terlebih dahulu dan tidak ada perencanaan daerah yang akan dijadikan desa, yang
dijadikan sawah dan rencana irigasi. Akibat kelalaian ini pembagian air tidak
merata, ada desa yang digenangi air pada musim hujan karena letaknya terlalu
rendah. Karena kesalahan ini maka beberapa tahun kemudian sejumlah desa
terpaksa dipindahkan ke tempat yang lebih baik.

2) Masa Transmigrasi Antara Tahun 1931-1941


Kebijakan pemerintah Hindia Belanda berubah, pada awalnya terjadi
depresi pasar hasil ekspor yang mulai sulit dan harga-harga hasil ekspor turun
dengan cepat. Masyarakat desa di Pulau Jawa terpaksa menerima kembali pekerja-
pekerja perkebunan di Jawa dan ditambah lagi dengan dikembalikannya ribuan
pekerja-pekerja perkebunan di Sumatra Timur.
Dengan berbagai alasan pengusaha-pengusaha perkebunan di Sumatra
Timur menghalangi penyelenggaraan kolonisasi pertanian di tanah-tanah konsesi,

7
sehingga ribuan pekerja kembali ke Jawa. Pada masa itulah pemerintah Hindia
Belanda menyadari pentingnya kolonisasi pertanian bagi usaha meringankan
tekanan penduduk di pulau Jawa dan dipelajarinya kesalahan serta pengalaman
sejak kolonisasi Gedong Tataan.
Penyelenggaraan migrasi keluarga serta migrasi spontan di pergiat; mereka
tidak memperoleh sesuatupun dengan cuma-cuma dari pemerintah kecuali
sebidang tanah ongkos, alat-alat pertanian dan rumah tangga, merupakan pinjaman
dan harus di kembalikan dalam waktu 2-3 tahun.

3) Usaha Transmigrasi dalam Zaman Kemerdekaan


Setelah Perang Dunia II, usaha pemindahan penduduk oleh Pemerintah
Republik Indonesia dimulai dengan mendirikan Jawatan Transmigrasi dalam tahun
1947 yang merupakan bagian dari Kemeterian Sosial. Kemudian menjadi bagian
Kementerian Pembangunan dari Pemuda pada tahun 1948, lalu dipindahkan ke
Kementerian Dalam Negeri. Baru setelah terbentuk Negara Kesatuan dalam tahun
1950 Jawatan Transmigrasi yang merupakan bagian Kementerian Sosial mulai
memindahkan penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Adapun tujuan dari program
transmigrasi adalah:
“…….. mempertinggi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan jalam
mengadakan pemindahan pendudukan dari suatu daerah (tempat) lainnya, yang
ditujukan kea rah pembangunan perekonomian dalam segala lapangan……..”
(Keyfitz, el al 1964, 122)
Jadi, transmigrasi merupakan salah satu usaha untuk mengatasi kemiskinan
yang ada di Jawa. Tujuan transmigrasi seperti di atas berlaku hingga tahun 1960-
an (Oey 1980, 8). Provinsi-provinsi yang dijadikan daerah pemukiman
transmigrasi adalah Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimanta Timur, Sulawesi Tenggara,
Maluku, dan Irian Jaya.

b. Mobilitas Penduduk Beberapa Suku di Indonesia


Mobilitas penduduk dari beberapa suku di Indonesia sudah terjadi sejak dahulu.
Mobilitas orang-orang Minangkabau ke kota-kota Sumatera dan Jawa. Petualangan
orang-orang Bugis-Makasar ke kota-kota pelabuhan di beberapa pulau, migrasi spontan
orang-orang Madura, perpindahan suku Banjar ke Kalimantan Timur, metupakan
contoh-contoh dari mobilitas beberapa suku di Indonesia.
1) Mobilitas Suku Minangkabau
Merantau merupakan bentuk mobilitas penduduk suku Minangkabau yang telah
di lakukannya sejak dahulu. Dari segi sosiokultural. Merantau berarti:
a. Pergi meninggalkan kampong halaman dan berinteraksi dengan etnik lain,
b. Dengan suka rela dan atas kemauan sendiri,
c. Dalam waktu yang singkat atupun lama,
d. Dalam rangka mencari rejeki, menuntut ilmu, ataupun menambah pengalaman,
e. Dengan keinginan untuk selalu kembali (non permanen) dan,
f. Didorong oleh sistem sosial yang ada dan melembaga (Mochtar Naim 1979)
Faktor-faktor yang mendorong orang Minangkabau untuk mengadakan migrasi
adalah faktor fisik, ekonomi, dan sosio–kultural. Faktor fisik karena masih muda
mereka ingin mendapat rejeki di daerah rantau. Faktor sosio kultural dapat dibagi
menjadi dua. Pertama, anjuran tradisional di mana orang Minang menganggap
bahwa seorang lelaki dianggap belum mejadi “orang” sebelum mencari ilmu, dan
rezeki di daerah lain. (Mochtar Naim 1979)

8
2) Mobilitas Suku Bugis.
Suku Bugis di Sulawesi Selatan telah lama terkenal dengan sifat petualangan da
pengembaraannya. Sejak akhir abad ke 17 mereka telah tersebar sampai di wilayah
Malaysia, di samping kota-kota perdagangan di Indonesia. Pemerintah Belanda
ingin memonopoli perdagangan yang di jelajah oleh orang-orang Bugis, yang
merupakan pedagang mengarungi Nusantara yang dianggap menjadi penghambat.
Pertentangan antara pemerintahan Belanda dengan suku Bugis tidak dapat
dihindarkan sehingga sebagian besar pedagang Bugis meningglkan daerahnya.
Tahun 1930 ditaksir sebesar 10% dari jumlah penduduk Sulawesi Selatan
(orang Bugis) bertempat tinggal di luar daerah. Di daerah Pontianak dan
Balikpapan, jumlah orang bugis mencapai 50% dari seluruh penduduk. Peristiwa
mobilitas penduduk di Indonesia sejak lama menyebabkan komposisi penduduk
menurut tempat lahir di beberapa wilayah Indonesia sangat heterogin.

3) Migrasi Penduduk Sensus Hidup


Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 1971 dan 1980, di Indonesia pada tahun
1971 terdapat 2.914.000 orang migran sesama hidup, dan pada tahun 1980 jumlah
tersebut meningkat menjadi 5.428.000 orang. Jadi selama 9 tahun dari 60% pulau
tempat lahirnya di Jawa, dan hanya 14% lahir di pulau Sumatra.
Persentase migran Jawa yang masuk ke Sumatera atau sebaliknya mengalami
penurunan. Kenaikan migran masuk ke Kalimantan ini tidak hanya dari Jawa dan
Sumatera saja, tetapi juga berasal pulau-pulau lain. Dengan demikian, migran yang
berasal dari pulau Sulawesi nampak menyebar ke pulau-pulau di Indonesia.
Fenomena ini nampaknya berkaitan dengan sejarah persebaran suku Bugis-
Makasar.
Dari seluruh migran yang tinggal di Sumatera ternyata dari 90% (baik tahun
1971 maupun 1980)) pulau tempat lahirnya di Jawa. Sebaliknya, dari seluruh
migran yang tinggal di pulau Jawa lebih dari 50% berasal dari Sumatera.
Jumlah migran berdasarkan provinsi tempat lahir tahun 1971 sebesar 5,7 juta (4,9
persen dari jumlah penduduk Indonesia), sedangakan tahun 1980 meningkat menjadi
10,2 juta (6,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia).
Berikut ini migrasi digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
a) Migrasi Masuk
Migrasi masuk pada tahun 1971 pada tahun 1980, hanya terpusat pada dua
daerah, yaitu Jakarta dan Lampung. Persentase migrasi masuk ini memang
sangat tinggi, dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Dua
daerah ini jelas mempunyai daya tarik yang berbeda. Arus migran masuk ke
Lampung semakin membesar dan jarak antara Lampung dengan Jawa sangat
dekat menyebabkan banyak yang berpindah ke Lampung.

b) Migrasi Keluar
Pada provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang menduduki urutan
tertinggi dalam hal mobilitas penduduk keluar. Sebab, di provinsi ini banyak
penduduk yang melakukan migrasi keluar karena bagi suku minangkabau ini
erat kaitannya dengan merantau. Dengan demikian, di provinsi Sumatera Barat
khususnya di daerah Minangkabau tingkat migrasi keluarnya sangat tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya.

c) Migrasi Neto

9
Migrasi neto diperoleh dengan jalan mengurangkan migrasi masuk dengan
migrasi keluar. Apabila diperoleh nilai negatif berarti lebih banyak migran
keluar daripada masuk. Sebaliknya, apabila diperoleh nilai positif berarti lebih
banyak migrain yg masuk daripada keluar. Misalnya, Jakarta dan Lampung
mempunyai migrasi neto positif terbesar daripada provinsi lain.

D. MOBILITAS PENDUDUK NON PERMANEN


Dari hasil beberapa penelitian mobilitas penduduk yang disamakan di Jawa dan
dibeberapa tempat di Indonesia (HUGO 1975,Suharso et al 1976, Mantra 1978, Koentjaraningrat
1957), didapatlah bahwa bentuk mobilitas penduduk yang non permanen lebih banyak terjadi
daripada mobilitas penduduk yang permanen, selanjutnya didapat pula mobilitas non-permanen
lebih banyak yang terjadi daripada mobilitas permanen.
Tingginya frekuensi mobilitas penduduk harian dapat diamati apabila pada pagi hari
berdiri di pinggir jalan raya yang menghubungkan daerah pedesaan dengan kota, dapat dilihat
arus pekerja, pedagang, pegawai dan pelajar yang menuju ke kota dan pada sore hari akan
terlihat arus balik dari kota ke desa.
Hugo (1975) dalam penelitiannya mengenai mobilitas penduduk di Jawa Barat
mendapatkan pekerja yang bekerja di Jakarta, Bandung yang berasal dari daerah pinggiran kota
tersebut nglaju (commute) ketempat bekerja. Bagi mereka yang bertempat tinggal di luar daerah
tersebut (beyond commuting distance) umumnya mondok di tempat mereka bekerja. Contohnya
beberapa pekerja yang berasal dari Yogyakarta yang bekerja di Jakarta, mondok di kota ini dan
kembali sebulan sekali di daerah asal menengok keluarganya sambil membawa uang gaji
mereka. Dari penelitian ini didapat juga bahwa migran sirkuler yang menuju ke Jakarta berasal
dari Kabupaten Banten, Bogor, Semarang, tetapi untuk kota Bandung sendiri para migran
sirkluler kebanyakan berasal dari Priangan Timur.

1. Faktor -Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Mobilitas Sirkuler


Ada beberapa macam penyebab mengapa mobilitas sirkuler lebih banyak terjadi
dibandingkan yang menetap, diantaranya yang akan diperbincangkan disini ialah :
a. Faktor Sentripugal dan Sentripetal
Kekuatan sentripugal ialah kekuatan (Forces) yang terdapat dalam suatu
wilayah yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerahnya, sedangkan
kekuatan sentripetal adalah kekuatan yang menyikat penduduk untuk tetap tinggal di
daerah.
Kurangnya kesempatan kerja di bidang pertanian dan non pertanian serta
terbataanya fasilitas pendidikan yang ada dapat mendorong penduduk untuk pergi ke
daerah dimana kesempatan-kesempatan itu terdapat.
Hal -hal yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di desa ialah :
a. Jalinan persaudaraan dan kekeluargaan antar masyarakat sangat erat.
b. Sistem gotong royong pada masyarakat pedesaan sangat erat pula.
c. Penduduk sangat terikat pada tanah pertanian.
d. Penduduk sangat terikat pada kepala desa dimana ia dulu dilahirkan.
Memperhatikan kedua kekuatan (forces) di atas, terlihatlah bahwa satu dengan
yang lain saling bertentangan. Penduduk dihadapkan pada dua keadaan yang sulit
untuk dipecahkan: apakah tetap tinggal di desa, tapi keadaan ekonomi yang sulit dan
terbatasnya fasilitas pendidikan ataukah berpindah ke daerah lain meninggalkan desa,
sawah, ladang dan sanak saudara. Konflik tersebut membuat penduduk melaksanakan
mobilitas sirkuler yang merupakan kompromi antara tetap berdiam di daerah asal dan
berpindah ke daerah yang lain.
b. Perbaikan Prasarana Transport

10
Dorongan untuk melaksanakan mobilitas sirkuler bagi para migran di stimulir
oleh perbaikan prasarana transport yang menghubungkan desa dengan kota sejak 1970-
an. Sebelumnya, bagi penduduk yang bekerja di kota, mereka memondok di kota
tersebut. Akan tetapi, setelah jalan yang menghubungkan desa dengan kota sudah
diperbaiki dan banyaknya kendaraan umum yang melalui rute ini, banyak dari mereka
yang nglaju ke kota tempat mereka bekerja.
Dengan tersedianya prasarana angkutan yang relatif murah banyak dari
penduduk desa pergi ke kota (berdagang, berburuh, dan sekolah). Begitu pula
penduduk kota yang pergi ke desa. Ramainya lalu lintas orang dan barang dari desa ke
kota dan begitu pula sebaliknya dapat dilihat dari tingginya frekuensi kendaraan yang
menghubungkan desa dengan kota, yang hampir setiap kali jalan penuh dengan
penumpang.
Jadi sesuai dengan perubahan yang terjadi, maka terlihatlah adanya perubahan
bentuk mobilitas penduduk, misalnya dari menetap menjadi tidak menetap, dari
mondok menjadi nglaju.
c. Kesempatan Kerja di Sektor Formal dan Informal
Tekanan penduduk yang tinggi di daerah pedesaan dan tidak cukupnya
lapangan kerja diluar sektor pertanian menyebabkan masyarakat mencoba kehidupan di
kota. Menurut Soeharso (1978, 21) proses urbanisasi di Indonesia tidak diikuti dengan
terjadinya perluasan lapangan pekerjaan di kota. Akibatnya, banyak dari para
pendatang bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tidak menentu.
Dari hasil penelitian Milan Titus di Jawa Barat, didapatkan sekitar 60-65 persen
dari pendatang yang terserap di sektor informal. Semakin kecil suatu kota makin
sedikit kesempatan kerja di sektor formal.Kecilnya pendapatan penduduk yang bekerja
di kota dan tingginya biaya hidup, tidaklah mungkin bagi para migran untuk bertempat
tinggal di kota bersama keluarganya. Inilah sebabnya mengapa sebagian dari mereka
tetap tinggal di desa dan tiap hari nglaju ke kota. Dengan tinggal di desa, disamping
biaya hidup murah penduduk dapat bekerja di sawah atau di ladang setelah bekerja di
kota. Ini berarti mereka dapat menambah penghasilan mereka.

2. Mobilitas Sirkuler Dan Pembangunan Regional


Mobilitas sirkuler merupakan sebuah penghubung antara desa dengan kota. Dengan
nglaju atau mondok di kota, orang-orang desa banyak memperoleh pelajaran dan
pengalaman di kota, misalnya cara-cara bekerja, membangun rumah dan lingkungan yang
baik dan hidup sehat. Pengalaman yang berharga ini cepat dialirkan ke desa-desa.
Disamping itu orang-orang kota dapat mengetahui keadaan di desa misalnya taraf hidup
penduduk, kebutuhannya, dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pembangunan.
Dengan kata lain komunikasi antar desa dan kota dapat berlangsung dengan lancar, hal ini
tidak akan terjadi jika mobilitas sirkuler tidak terjadi dan para migran menetap di kota.
Tujuan dari nglaju dan mondok ke kota disamping sekolah adalah untuk berdagang
atau bekerja. Mereka ingin menaikkan pendapatan atau meningkatkan taraf hidup. Dari hasil
penelitian Graeme Hugo (1977,65) sekitar 80% dari para migran sirkuler di 14 desa di Jawa
Barat mengirimkan uang dan barang (remmitances) untuk keluarganya.
Besarnya jumlah uang dan barang yang dibawa tergantung dari bentuk mobilitas
sirkuler. Bagi para penglaju yang biasanya bekerja secara tetap di kota rata-rata 60% dari
pendapatan keluarga datangnya dari hasil ini. Berbeda keadaannya dengan migran sirkuler
yang bekerja musiman di kota maka rata-rata pendapatan keluarga yang berasal dari hasil
bekerja di kota kurang dari 50%. Sebab, sebagian besar dari migran sirkuler bekerja di
sektor informal maka pendapatan mereka sangat berfluktuasi tergantung pada jenis
pekerjaan yang tersedia dan adanya peraturan pemerintah setempat.

11
Penggunaan uang yang dibawa disamping untuk makan banyak digunakan untuk
memperbaiki rumah, membeli pakaian, dan untuk upacara selamatan. Di Dukuh Piring
hampir semua rumah mempunyai pekerjaan tetap di kota (pegawai, dagang, dan lain-lain).
Maka sudah banyak rumah yang diperbaiki sesuai dengan model rumah di kota, misalnya
tata kamar, dan cara pengaturan taman.
Menurut Mochtar Naim (1979:3) mobilitas sirkuler merupakan mekanisme yang
mengatur keseimbangan ekuilibrial antara kemampuan daya dukung ekologis dari
daerahnya yang perkembangan penduduknya padat dan kemampuan daya dukung dari tanah
yang terbatas, maka menyebabkan tingkat dan intensitas migrasi sirkuler tinggi. Di daerah
yang penduduknya relatif masih jarang kemampuan daya dukung dari daya alam,
memungkinkan tingkat dan interaksi mobilitas sirkuler rendah. Selanjutnya, Mochtar Naim
mengatakan dari segi lain mobilitas sirkuler berfungsi sebagai “klep” yang mengatur arus
keluar-masuk dari yang pergi dan yang kembali.
Untuk menghindari konsentrasi sirkulasi ke kota tertentu, misalnya Jakarta, Bandung
dan Surabaya maka pembangunan kota dan pusat industri sebagai pusat pertumbuhan
(growth center) harus disebarkan sehingga arus mobilĺtas sirkuler akan memencar. Di Jawa
strategi ini sudah dikembangkan dengan ditingkatkannya pembangunan kota-kota kecil.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SESEORANG MENGAMBIL KEPUTUSAN


MELAKSANAKAN MOBILITAS
Menurut Everett S. Lee (1970) terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi
migrasi penduduk:
1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.
2. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan.
3. Rintangan
4. Faktor-faktor individu.
Diantara keempat faktor diatas, faktor individu merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Penilaian positif atau negatif suatu
daerah tergantung pada individu itu sendiri. Pada setiap daerah terdapat faktor-faktor yang
menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut (faktor positif), dan faktor-faktor
yang tidak menyenangkan sehingga menyebabkan seseorang meninggalkan daerah tersebut
(faktor negatif).
Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan tertentu untuk dapat dipenuhi, mempunyai
aspirasi yang ingin terlaksana. Apabila disuatu wilayah kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
maka akan terjadi stress pada orang tersebut. Stress dapat muncul akibat adanya tekanan
ekonomi dan psikologi sosial. Intensitas tekanan atau stress dari seseorang tergantung pada besar
kecilnya kebutuhan yang dapat dipenuhi di daerahnya. Tekanan pada seseorang akan
mengakibatkan tegangan (strain). Tinggi rendahnya tegangan yang dialami seseorang terhadap
tekanan tertentu akan bervariasi tergantung pada tingkat emosi dan toleransi seseorang terhadap
tekanan tersebut.

1. Proses Migrasi Penduduk dari Asal ke Daerah Tujuan


a. Dalam memilih daerah tujuan, para migran cenderung memilih daerah yang terdekat
dengan daerah asal.
b. Kurangnya kesempatan kerja di daerah asal dan adanya kesempatan kerja di daerah
tujuan merupakan salah satu alasan seseorang melaksanakan mobilitas penduduk.
c. Informasi yang positif dari sanak saudara, kenalan, yang datang dari daerah tujuan
merupakan sumber informasi yang penting dalam pengambilan keputusan seseorang
untuk bermigrasi.
d. Informasi yang negatif yang datang dari daerah tujuan menyebabkan orang enggan

12
untuk bermigrasi.
e. Makin besar pengaruh daerah perkotaan terhadap seseorang, makin tinggi frekuensi
mobilitas orang tersebut.
f. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin tinggi mobilitas orang tersebut.
g. Seseorang akan memilih daerah tujuan di mana terdapat sanak saudara atau kenalan
yang telah berada di daerah tersebut.
h. Migrasi masih akan terjadi apabila di suatu daerah terjadi bencana alam (banjir, gempa
bumi dan sebagainya).
i. Orang yang berumur muda dan belum berumah tangga lebih banyak mengadakan
mobilitas daripada orang yang sudah berumur lanjut dan berstatus kawin.
j. Makin tinggi pendidikan seseorang makin banyak melaksanakan mobilitas penuduk.

2. Migran di Daerah Tujuan


a. Awalnya datang di daerah tujuan migran memilih bertempat tinggal di mana ada sanak
saudara atau teman di daerah tersebut.
b. Kepuasan migran hidup di masyarakat, tergantung pada hubungan baik migran dan
masyarakat.
c. Kepuasan migran hidup di kota, tergantung pada kemungkinan migran mendapat
pekerjaan dan pendidikan bagi anak-anaknya.
d. Setelah beberapa lama bertempat tinggal di daerah tujuan, seorang migran cenderung
memilih tempat tinggal dekat dengan daerah dimana ia bekerja.
e. Keinginan untuk kembali ke daerah asal tergantung pada besar kecilnya kepuasan yang
didapat di kota. Migran di kota merupaan penolong utama bagi migran yang baru dalam
mencari pekerjaan di kota.

F. MASALAH DAN PENCEGAHAN DALAM MOBILITAS PENDUDUK


Berikut ini merupakan permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya mobilitas
penduduk disuatu daerah dan upaya penyelesaian yang dilakukan di daerah tersebut.

1. Masalah yang Timbul


Menurut Sri Rahayu Sanusi, SKM, Mkes. (2003) permasalah yang timbul dalam
mobilitas penduduk yaitu pertumbuhan penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan
yang terus menerus, hal ini disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan
perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan.

2. Upaya Penyelesaian
Pertumbuhan penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat
dibandingkan dengan periode 1980-1990, hal ini disebabkan periode 1971-1980
pertumbuhan ekonomi masih terpusat didaerah perkotaan, sehingga penduduk banyak
pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak. Pada periode 1980-
1990 pemeratan pembangunan mulai terasa sampai ke daerah pedesaan. Keadaan ini
memungkinkan penduduk tidak lagi membangun daerah perkotaan, akan tetapi cendrung
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di pedesaan. (BPS, 1994:18)
Sejalan dengan arah pembangunan yang diharapkan persentase penduduk
perkotaan cendrung meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada peningkatan dari 31,10
persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000.
Menurut Prigno Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan suatu
daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan harapan dan
kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan jumlah
penduduk yang berminat tetap tinggal di desa. Yang perlu diusahakan perubahan status desa

13
itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa urban". Dengan demikian otomatis
penduduk yang tinggal didaerahnya menjadi "orang kota" daalam arti statistik
(Surabaya Post, 23 September 1996). Guna menekan derasnya arus penduduk dari desa
ke kota, maka pola pembangunan yang beroreantasi pedesaan perlu digalakan dengan
memasukan fasilitas perkotaan ke pedesaan, sehingga merangsang kegiatan ekonomi
pedesaan.

2.2 Pengertian Tenaga Kerja

Pengertian ketenagakerjaan menurut undang undang no.13 tahun 2013 bukan hanya
sebatas kegiatan pada masa kerja saja? Menurut peraturan tersebut ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Tenaga kerja yang dimaksud disini didefinisikan sebagai setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan yang menghasilkan barang dan/atau jasa yang berguna bagi dirinya sendiri ataupun
masyarakat secara umum. Peraturan tersebut juga mengatur tentang tenaga kerja asing yang
bekerja di Indonesia. Syarat penting yang harus dimiliki warga asing yang bekerja di Indonesia
adalah memiliki visa kerja.

1. Tenaga Kerja Terlatih

Jenis tenaga kerja selanjutnya adalah tenaga kerja terlatih. Tenaga kerja terlatih adalah tenaga
kerja yang memperoleh keahliannya umumnya melalui pendidikan non-formal seperti pelatihan
keterampilan, kursus, dan lain sebagainya. Contoh tukang las (welder), terutama tukang las
bawah air, mekanik, juru masak (chef) dan lain sebagainya. Meskipun umumnya melalui
pendidikan non-formal, tapi tenaga kerja terlatih juga bisa melalui pendidikan formal seperti ahli
bedah, ahli forensik, dan ahli autopsi.

2. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih

Terakhir adalah tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih yang pada dasarnya, pekerjaan yang
dilakukan tidak mengharuskan seseorang memiliki keahlian atau kewajiban tertentu. Contoh
sederhananya adalah pembantu rumah tangga, buruh panggul barang, dan lain sebagainya.

3. Bukan Tenaga Kerja

Berdasarkan dari pengertian ketenagakerjaan yang telah dijabarkan sebelumnya. Tidak semua
orang bisa didefinisikan sebagai tenaga kerja. Pengertian bukan tenaga kerja adalah orang yang
belum masuk usia kerja atau seseorang yang sudah memasuki usia kerja tapi tidak bekerja
karena alasan tertentu. Contohnya adalah seorang anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan
seseorang yang sudah berumur lebih dari 64 tahun, ibu rumah tangga, pelajar, dan lain
sebagainya.

4. Pembangunan Ketenagakerjaan

Selanjutnya kita akan membahas tentang pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia.


Pembangunan ketenagakerjaan sudah diamanatkan dalam konstitusi dasar kita UUD 1945, yang
pada penyelenggaraannya didasarkan atas dasar keterpaduan melalui koordinasi fungsional
sektoral pusat dan daerah. Adapun pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia sendiri memiliki
tujuan sebagai berikut:

14
 Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
 Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuaidengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
 Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
 Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

5. Perencanaan Tenaga Kerja

Setelah kita bersama-sama membahas tentang pengertian ketenagakerjaan, apa itu tenaga kerja,
dan pengelompokannya. Pada bagian ini kita akan mendalami lebih jauh tentang perencanaan
tenaga kerja di Indonesia. Perencanaan tenaga kerja bertujuan untuk melakukan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam menyusun
kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan lainnya secara
berkesinambungan. Pemerintah Indonesia dalam hal penetapan kebijakan dan penyusunan
progran perencanaan tenaga kerja melakukan pengelompokan menjadi dua kelompok.
Perencanaan pekerja makro dan perencanaan pekerja mikro.
Hal ini disusun berdasarkan analisa dan rangkaian data yang relevan dan dihimpun dalam
informasi ketenagakerjaan. Informasi ketenagakerjan sendiri dihimpun baik itu berasal dari
pemerintah maupun swasta yang memiliki unsur-unsur penting dalam perencanaan tenaga kerja.

6. Kesempatan Kerja

Apabila kita melihat dari pengertian ketenagakerjaan secara umum dan dalam rangka
pembangunananya, salah satu unsur pentin dari perencanaan ketenagakerjaan adalah kesempatan
kerja. Artikel ini akan sama-sama membahas secara khusus tentang kesempatan kerja terhadap
penyandang cacat. Seperti apa sih aturan yang mendukung terciptanya kesempatan kerja yang
adil dan merata secara umum? yuk, langsung saja kita bahas. Pada pasal 5 undang undang no.13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjelaskan secara umum bahwa setiap tenaga kerja di
Indonesia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Tanpa memandang jenis kelamin, suku, ras, agama, politik, sesuai dengan kemampuan tenaga
kerja yang bersangkutan yang termasuk didalamnya penyandang cacat.

7. Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Cacat

Berdasarkan informasi yang sudah dijelaskan diatas. Teman-teman yang memiliki anggota
keluarga atau kerabat yang memiliki keterbatasan sekarang sudah mengetahui haknya dalam
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tidak dibenarkan sebuah perusahaan
menolak orang yang memenuhi kualifikasi baik dari segi pendidikan dan kemampuan dalam
dunia kerja dengan alasan orang yang bersangkutan memiliki keterbatasan. Dalam memberikan
pekerjaan bagi penyandang cacat, perusahaan harus memberikan perlindungan sesuai dengan
jenis dan derajat kecacatan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembangunan dan pelatihan kerja yang dilakukan perusahaan bagi penyandang cacat harus
memperhatikan jenis, deraja kecacatan, dan kemampuan kerja dari yang bersangkutan. Unsur-
unsur perencanaan tenaag kerja antara lain :

 penduduk dan tenaga kerja


 kesempatan kerja
 pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja
 produktivitas tenaga kerja
 hubungan industrial

15
 kondisi lingkungan kerja
 pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan
 jaminan sosial tenaga kerja.

8. Perencanaan Tenaga Kerja Makro

Seperti penjelasan yang baru saja dijelaskan di atas tentang perencanaan tenaga kerja yang
dibagi menjadi perencanaan tenaga kerja makro dan mikro. Yang dimaksud perencanaan tenaga
kerja makro disini adalah perencanaan ketenagakerjaan yang sistematis dengan menggunakan
tenaga kerja secara optimal dan produktif guna merangsang pertumbuhann. Pertumbuhan yang
dimaksud disini adalah pertumbuhan ekonomi dan sosial baik yang berskala nasional, daerah,
dan juga sektoral yang dapat membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, sehingga dapat
meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan para pekerja.

9. Perencanaan Tenaga Kerja Mikro

Lain halnya dengan perencanaan tenaga kerja makro, perencanaan tenaga kerja mikro memiliki
ruang lingkup yang lebih kecil. Ruang lingkup yang dimaksud disini adalah hanya sebatas
lingkup instansinya saja, baik itu pemerintah ataupun perusahaan swasta. Dalam hal pengertian
antara perencanaan tenaga kerja makro dan mikro memiliki persamaan. Dalam hal perencanaan
pekerja mikro pengertiannnya adalah perencanaan ketenagakerjaan yang sistematis dalam suatu
instansi, pemerintah ataupun swasta. Bertujuan dengan penggunaan tenaga kerja yang optimal
dan produktif untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi dalam instansi terkait.

10. Masalah Ketenagakerjaan

Hingga saat ini Indonesia masih mengalami masalah ketenagakerjaan seperti masih rendahnya
kualitas tenaga kerja, jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja,dan
masalah klasik yaitu tingkat pengangguran di Indonesia. Tepat februari 2019 angka tenaga kerja
menurut badan pusat statistik sebanyak 136,18 Jiwa. Angka tersebut mengalami penaikan
sebesar 2,24 juta orang dibanding tahun 2018 di bulan yang sama. Kabar baiknya angka
pengangguran di bulan februari 2019 menurun menjadi 5,01 persen dari periode sebelumnya.

BAB III
PENUTUP

16
3.1 KESIMPULAN
Mobilitas penduduk adalah suatu perpindahan penduduk yang dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan dalam hidupnya, baik karena paksaan (perintah) maupun secara
spontan (keinginan sendiri). Peranan mobilitas penduduk terhadap laju pertumbuhan penduduk
antara satu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda-beda. Secara operasional, macam-macam
bentuk mobilitas penduduk diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu.
Mobilitas penduduk dibagi menjadi dua yaitu mobilitas permanen dan non-permanen.
Mobilitas permanen atau yang sering dikenal dengan sebutan migrasi adalah perpindahan
penduduk dari daerah asal (desa) ke daerah tujuan (kota) untuk mencari pekerjaan dan berniat
untuk tinggal menetap di daerah tersebut dengan keluarganya. Sedangkan mobilitas non-
permanen adalah suatu perpindahan penduduk dare desa ke kota untuk mencari pekerjaan, tetapi
tidak menetap di daerah tujuan (nglaju).
Dalam masyarakat Indonesia, mobilitas penduduk secara non-permanen lebih banyak
terjadi daripada mobilitas penduduk yang permanen, khususnya di daerah-daerah yang
berdekatan dengan kota. Misalnya, Banten, Bogor dan Semarang. Dengan demikian, mobilitas
non-permanen sangat menguntungkan bagi pekerja yang nglaju dari daerah asal karena lebih
menghemat biaya.

3.2 Saran
Masih banyak hal yang perlu dibenahi agar dapat mengatasi masalah-masalah yang di
paparkan di atas. Pembangunan sumber daya manusia, pengembangan industri kreatif dan
program yang mendukung usaha kecil menengah bisa menjadi salah pilihan dalam mengatasi
permasalahan diatas. Salah satu poin penting dari pengertian ketenagakerjaan adalah
penggunaan tenaga kerja yang optimal dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 1994. Trend Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi. Jakarta: BPS

17
BPS. 1994. Proyeksi Penduduk Indonesia Per Kabupaten/Kodya 1990-2000.Jakarta: BPS
Daldjoeni. 1981. Masalah Penduduk Dalam Fakta dan Angka. Bandung: Alumni.
Lucas, David. 1990. Pengantar Kependudukan. Yogyakara: Gadjah Mada University Press.
Mantra, Ida Bagus. 1985. Pengantar Studi Demografi. Yogyakarta: Nur Cahaya.
Mantra, Ida Bagus. 2015. Pengantar Demografi Umum. Yogakarta: Pustaka Pelajar.
Munir, Rozy. 1992. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Suharyanto, P Tji. 1996. Urbanisasi. Surabaya Post. 23 September 1996.
Sanusi, Sri Rahayu. 2003. Masalah Kependudukan di Negara Indonesia. Diunduh pada
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-sri%20rahayu.pdf tanggal 12-09-2016
Handriawan, Budi. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penduduk Melakukan Mobilitas
Non-Permanen Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Malaysia (Studi Kasus TKI
Yang Pulang Di Desa Tanjungsari Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati). Skripsi Sarjana
Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang.

18

Anda mungkin juga menyukai