Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Mobilitas Penduduk Dan Ketenagakerjaan

OLEH

Sry Rahayu Kaino

451420017

PRODI PENDIDIKAN S1 GEOGRAFI

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah Mobilitas
Penduduk Dan Ketenagakerjaan

Saya sangat berharap Makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Mobilitas Penduduk Dan Ketenagakerjaan. Saya
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam Makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan Makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga Makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya Makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya mohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Gorontalo, Desember 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 latar belakang...........................................................................................

1.2 Rumusan masalah....................................................................................

1.3 Tujuan......................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mobilitas.................................................................................

2.2 Konsep Mobilitas Penduduk.....................................................................

1.4 2.3 Hukum Ketenagakerjaan....................................................................

1.5 2.4 Fungsi Hukum Ketenagakerjaan........................................................

1.6 2.5 Pihak-pihak Dalam Hubungan Ketenagakerjaan...............................

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................

3.2 Saran Tujuan............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Mobilitas penduduk telah berlangsung sejak terciptanya manusia pertama kali.


Pada dasarnya manusia melakukan mobilitas dengan suatu tujuan yaitu untuk
meningkatkan kualitas hidupnya mulai dengan pemenuhan kebutuhan pangan
sekunder lainnya, dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa seseorang akan
melakukan mobilitas dengan tujuan untuk memperoleh pekerjaan akan pendapatan.
Dengan demikian daerah tujuan mobilitas penduduk merupakan daerah dimana
terdapat peluang yang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik, atau
peningkatan pendapatan, misalnya didaerah sempaja selatan kecamatan samarinda
utara. Pertumbuhan penduduk di kelurahan sempaja selatan berkembang pesat ,
terlihat dari pemukiman warga yang sangat padat , Mobilitas warga yang sangat
tinggi sehingga memicu pertumbuhan penduduk di daerah itu. Mobilitas penduduk
merupakan salah satu strategi yang sangat penting bagi rumah tangga pedesaan untuk
mendapatkan dan menaikkan penghasilan mereka. Apabila seseorang menuju ke
daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan. orang
tersebut digolongkan sebagai pelaku mobilitas non permanent walaupun bertempat
tinggal di daerah tujuan dalam jangka waktu lama (steele, 1983). banyak para migrant
tidak dapat memberikan ketegasan apakah mereka ada niatan menetap di daerah
tujuan atau tidak pada saat melakukan mobilitas yang pertama kali. Sering niatan
tersebut berubah setelah pelaku mobilitas tinggal di daerah tujuan niata tersebut
dalam jangka waktu relative lama.

Mobilitas permanen disebut juga migrasi, yaitu: perpindahan penduduk dari


suatu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan.
Dipandang dari kepadatan arus lalulintas, mobilisasi penduduk permanen
menguntungkan.
Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ketahun menunjukkan angka
pertumbuhan yang semakin tinggi. Masalah penduduk di Indonesia tidak hanya
terjadi dari jumlah penduduk yang besar, tetapi juga karena pertumbuhan penduduk
yang semakin tinggi. Perkembangan penduduk di Indonesia yang cepat akan di ikuti
oleh perkembangan angkatan kerja yang pesat pula. Tingginya jumlah angkatan kerja
dan terbatasnya kesempatan kerja merupakan salah satu permasalahan penduduk yang
menonjol. Krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun belakangan ini merupakan
salah satu faktor meningkatnya angka pengangguran. Belum pulihnya perekonomian
dan timpangnya perkembangan akan menciptakan angka pengangguran yang semakin
tinggi.

Negara-negara yang ada diasia Indonesia merupakan salah satu negara dengan
jumlah pengangguran yang sangat besar. Banyaknya pekerja yang kehilangan
pekerjaannya ditambah dengan angkatan kerja baru yang belum mendapatkan
pekerjaan karena terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia mengakibatkan tingkat
penganguran yang semakin tinggi. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk
mengurangi penganguran, disaat peluang dan kesempatan kerja didalam negeri sangat
terbatas, adalah migrasi melalui penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar
negeri.

1.2 Rumusan Msalah


a. Apa pengertian Mobilitas ?
b. Bagaimana Konsep Mobilitas Penduduk ?
c. Bagaimana Hukum Ketenagakerjaan?
d. Apa Fungsi Hukum Ketenagakerjaan?
e. Bagaimana Pihak-pihak Dalam Hubungan Ketenagakerjaan?
1.3 Tujuan
a. Dapat mengengetahui pengertian Mobilitas.
b. Dapat mengetahui pengertian Konsep Mobilitas Penduduk.
c. Dapat mengetahiu Hukum Ketenagakerjaan.
d. Dapat mengetahui Fungsi Hukum Ketenagakerjaan.
e. Dapat mengetahui Pihak-pihak Dalam Hubungan Ketenagakerjaan.

    
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mobilitas

Rozy Munir berpendapat (133-134) Mobilitas dalam sosiologi, menurut


sifatnya dibedakan menjadi mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas
horizontal adalah perpindahan penduduk secara teritorial, spasial, atau geografis,
sedangkan mobilitas vertikal adalah perubahan status, atau perpindahan dari cara-
cara hidup tradisional ke cara-cara hidup yang lebih modern. Dan salah satu
contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Seseorang mula-mula bekerja dalam
sektor pertanian sekarang bekerja dalam sektor non pertanian.

Prof. Ida Bagoes Mantra, Ph.D (2003- 173) Mobilitas adalah proses gerak
penduduk dari suatu wilayah menuju wilayah lain dalam jangka waktu tertentu.
Dengan kata lain mobilitas adalah gerak penduduk untuk melakukan perpindahan dari
suatu wilayah atau daerah asal menuju ke wilayah lainnya.

2.2 Konsep Mobilitas Penduduk

Perpindahan atau gerakan penduduk ini dikenal dengan mobilitas penduduk.


Mobilitas penduduk ada yang bersifat permanen atau menetap dan ada pula yang
bersifat sementara. Mobilitas permanen adalah perpindahan penduduk dari suatu
wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan. Mobilitas
non permanen adalah gerakan penduduk dalam suatu tempat ketempat lain dengan
tidak ada niatan untuk menetap di daerah tujuan (Titus, 1982).

Mantra (1981) dalam studinya tentang perpindahan penduduk pada


masyarakat padi sawah di dukuh Kadirejo an di dukuh Piring Yogyakarta dengan
mengatakan bahwa setelah seseorang mengalami tekanan berat (stress) oleh adanya
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi seperti pendapatan, pendidikan,
kesempatan kerja, dan status sosial maka melakukan migran dengan salah satu bentuk
berupa mobilitas sirkuler.

Mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan


mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan
perubahan status, dan salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan
misalnya seseorang yang mula mula bekerja dalam sektor pertanian sekarang bekerja
dalam sektor non prtanian. (Dalam Tadjuddin Noer Effendi 1986:3). Lipton 1980:4
berpendapat bahwa desa yang mempunyai kecendrungan tinggi bermobilitas
(permanen) adalah desa yang relatif dekat kota – kota besar, distribusi penghasilan
tidak merata proporsi petani tak bertanah tinggi rendahnya ratio penduduk dan tanah,
rendahnya proporsi penduduk yang mengetahui huruf, dekat jalan raya atau dekat
dengan kota–kota kecil yang mempunyai kemudahan kontak dengan kota–kota besar
dan mempunyai kemudahan untuk mendapatkan informasi mengenai daerah tujuan.

2.3 Hukum Ketenagakerjaan

Pengertian hukum ketenagakerjaan sangat tergantung pada hukum positif


masing-masing negara. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau definisi mengenai
hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang dikemukakan oleh para ahli hukum juga
berlainan, terutama yang menyangkut keluasannya. Hal ini mengingat keluasan
cakupan hukum perburuhan (ketenagakerjaan) di masing-masing negara juga
berlainan. Disamping itu, perbedaan sudut pandang juga menyebabkan para ahli
hukum memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang berbeda pula.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan)
oleh beberapa ahli.

Dengan definisi tersebut paling tidak ada dua hal yang hendak dicakup yaitu:
Pertama, hukum perburuhan (ketenagakerjaan) hanya mengenai kerja sebagai akibat
adanya hubungan kerja. Berarti kerja di bawah pimpinan orang lain. Dengan
demikian hukum perburuhan (ketenagakerjaan) tidak mencakup (1) kerja yang
dilakukan seseorang atas tanggung jawab dan resiko sendiri, (2) kerja yang dilakukan
seseorang untuk orang lain yang didasarkan atas kesukarelaan, (3) kerja seorang
pengurus atau wakil suatu perkumpulan. Kedua, peraturan–peraturan tentang keadaan
penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja, diantaranya
adalah :

1. Peraturan-peraturan tentang keadaan sakit dan hari tua buruh/pekerja;


2. Peraturan-peraturan tentang keadaan hamil dan melahirkan anak bagi
buruh/pekerja wanita;
3. Peraturan-peraturan tentang pengangguran;
4. Peraturan-peraturan tentang organisasi-organisasi buruh/pekerja atau
majikan/pengusaha dan tentang hubungannya satu sama lain dan hubungannya
dengan pihak pemerintah dan sebagainya.

2.4 Fungsi Hukum Ketenagakerjaan

Secara umum, hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum imperatif
(dwingend recht atau hukum memaksa) dan hukum fakultatif (regelend recht atau
aanvulend recht atau hukum tambahan). Menurut Budiono Abdul Rachmad, bahwa
hukum imperatif adalah hukum yang harus ditaati secara mutlak, sedangkan hukum
fakultatif adalah hukum yang dapat dikesampingkan (biasanya menurut perjanjian).

Dari segi ini, yakni sifatnya, sebagian besar hukum perburuhan bersifat
imperatif. Kenyataan ini sesuai dengan fungsi dan tujuan hukum perburuhan, yaitu:

1. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang


ketenagakerjaan;
2. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari
pengusaha, misalnya dengan membuat atau mnciptakan peraturanperaturan yang
sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang terhadap
para tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.
2.5 Pihak-pihak Dalam Hubungan Ketenagakerjaan

Dalam praktik sehari-hari ada beberapa kelompok yang terkait sehubungan


dengan Ketenagakerjaan. Kelompok tersebut adalah Pekerja, Pengusaha, Organisasi
Pekerja, dan Pemerintah.

2.5.1 Pekerja / buruh / karyawan


Dalam kehidupan sehari-hari masih terdapat beberapa peristilahan mengenai
pekerja. Misalnya ada penyebutan : buruh, karyawan atau pegawai. Terhadap
peristilahan yang demikian, Darwan Prints menyatakan bahwa maksud dari semua
peristilahan tersebut mengandung makna yang sama; yaitu orang yang bekerja pada
orang lain dan mendapat upah sebagai imbalannya.
Istilah pekerja secara yuridis baru ditemukan dalam Undang-undang No. 25
tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang dicabut dan diganti dengan Undangundang
No. 13 Tahun 2003 yang membedakan antara pekerja dengan tenaga kerja. Dalam
undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa : “Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, guna menghasilkan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.

Pengertian ini jelaslah bahwa pengertian tenaga kerja sangat luas yakni
mencakup semua penduduk dalam usia kerja baik yang sudah bekerja maupun yang
mencari pekerjaan (menganggur). Usia kerja dalam Undangundang No. 13 Tahun
2003 minimal berumur 15 tahun (Pasal 69).

2.5.2 Pengusaha/Majikan
Sebagaimana halnya dengan istilah buruh, istilah majikan ini juga sangat
populer karena perundang-undangan sebelum Undang-undang No. 13 Tahun 2003
menggunakan istilah majikan. Dalam Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan disebutkan bahwa Majikan adalah “orang atau
badan hukum yang mempekerjakan buruh”.
Perundang-undangan yang lahir kemudian seperti Undang-undang No. 3
tahun 1992 tentang Jamsostek, Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang
PokokPokok Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 25 tahun 1997 yang dicabut dan
diganti dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
menggunakan istilah Pengusaha.
2.5.3 Organisasi Pekerja/Buruh
Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan
kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak
pengusaha. Keberhasilan maksud ini sangat tergantung dari kesadaran para pekerja
untuk mengorganisasikan dirinya, semakin baik organisasi itu, maka akan semakin
kuat. Sebaliknya semakin lemah, maka semakin tidak berdaya dalam melakukan
tugasnya. Karena itulah kaum pekerja di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam
suatu wadah atau organisasi.
Pengembangan serikat pekerja ke depan harus diubah kembali bentuk
kesatuan menjadi bentuk federatif dan beberapa hal yang perlu mendapat penanganan
dalam undang-undang serikat pekerja adalah :
1. Memberikan otonom yang seluas-luasnya kepada organisasi pekerja di tingkat
Unit/Perusahaan untuk mengorganisasikan dirinya tanpa campur tangan pihak
pengusaha maupun pemerintah dengan kata lain serikat pekerja harus tumbuh dari
bawah (battum up policy);
2. Serikat pekerja di tingkat Unit/perusahaan ini perlu diperkuat untuk meningkatkan
“bergaining position” pekerja, karena serikat pekerja tingkat unit/perusahaan
selain sebagai subyek/ yang membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dengan
pengusaha, juga sebagai Lembaga Bipartit;
3. Jika serikat pekerja di tingkat unit/perusahaan ingin menggabungkan diri dengan
serikat pekerja dapat dilakukan melalui wadah federasi serikat pekerja, demikian
pula halnya gabungan serikat pekerja dapat bergabung dalam Konfederasi
pekerja;
4. Untuk membantu tercapainya hal-hal di atas, perlu pemberdayaan pekerja dan
pengusaha. Pekerja perlu diberdayakan untuk meningkatkan
keahlian/keterampilan dan penyadaraan tentang arti pentingnya serikat pekerja
sebagai sarana memperjuangkan hak dan kepentingan dalam rangka peningkatan
kesejahteraannya. Pengusaha perlu diberdayakan agar memahami bahwa
keberadaan organisasi pekerja adalah sebagai mitra kerja bukan sebagai lawan
yang dapat menentang segala kebijaksanaannya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keterbatasan lapangan kerja serta kondisi perekonomian di dalam negeri yang


kurang menarik dan penghasilan yang lebih tinggi di luar negeri menjadi pemicu
terjadinya mobilitas tenaga kerja secara internasional (Ananta: 1996). Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Aswatini dalam tulisannya, bahwa mobilitas tenaga kerja
intenasional merupakan respon individu dan negara terhadap terhadap kelebihan atau
kekurangan tenaga kerja di negara tertentu yang disebabkan adanya ketimpangan
dalam pembangunan ekonomi (economic perfomance) dan perubahan demograf

3.2 Saran

Saran dari penulis adalah melakukan perbaikan apa bila terdapat kesalahan-kesalahan
pada makalah ini, sehingga untuk kedepannya menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Hairi. 1996. "Jaringan sosial di kalangan pekerja Indonesia di lembah


Kelang", Kertas kerja Seminar Peranan Tenaga Kerja Asing Dalam
Pembangunan. Medan, 27 Mei. Medan: kerja sama FISIP-USU dengan
FSKK-UKM

Abidin, Muhamad Zainal. 2010. Makalah Mobilitas Penduduk. Online diakses


dihttp://meetabied.wordpress.com/2010/01/14/makalah-mobilitas- penduduk/
pada tanggal 20 mei 2013 pukul 01.45 Undang – Undang Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Noveria, M. (2017). Migrasi berulang tenaga kerja migran internasional: Kasus


pekerja migran asal Desa Sukorejo Wetan, Kabupaten Tulungagung. Jurnal
Kependudukan Indonesia, 12(1), 25-38.
https://doi.org/10.14203/jki.v12i1.255

Sumaatmadja, N. 1981. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisis Keruangan.


Bandung: Alumni.

Anda mungkin juga menyukai