Anda di halaman 1dari 31

EKONOMI PEMBANGUNAN

“URBANISASI DAN MIGRASI DESA KE KOTA”

OLEH:

DENIS RAHMATIKA (01011381720002)


IKA NADYA PUTRI D (01011381720025)
ZELINE THALIA PUTRI (01011381720016)

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Urbanisasi dan
Migrasi Desa-Kota”. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Ekonomi
Pembangunan yang saat ini sedang ditempuh oleh penulis. Shalawat dan juga salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW.

Di dalam makalah ini kami membahas tentang salah satu permasalahan kompleks yang
senantiasa mengikuti pembangunan perekonomian, yaitu fenomena perpindahan penduduk dari
desa ke kota secara besar-besaran. Hal ini mengakibatkan beberapa dampak negative bagi negara
yang bersangkutan, salah satunya pengangguran yang meningkat di daerah perkotaan. Adanya
fenomena perpindahan penduduk secara besar-besaran tersebut harus segera ditanggapi oleh
pemerintah dengan mengambil kebijakan-kebijakan guna membendung arus perpindahan
tersebut.

Kami berharap tugas kami ini dapat memberikan kontribusi positif khususnya bagi kami
selaku penyusun untuk memenuhi kewajiban kami di dalam perkuliahan dan umumnya bagi
semua yang membacanya. Kami sadar bahwa di dalam penyusunan tugas kami ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kritik dan masukan sangat kami harapkan dari semua pihak.

Palembang, 16 Oktober 2017

Kelompok 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Perpindahan penduduk dari desa ke kota atau yang biasa disebut dengan urbanisasi
merupakan masalah yang cukup serius bagi sebuah negara. Persebaran penduduk yang tidak
merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial di
masyarakat. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi
dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan,
penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan
jalan keluarnya.

Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase


penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah
satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan kedalam dua macam, yakni:
Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk
dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk
berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.

Seseorang yang melakukan urbanisasi biasanya mendapatkan pengaruh yang kuat dalam
bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain
sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa
atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian
atau faktor penarik.

Pada pembahasan kali ini kita akan mencoba mencari tahu tentang trend dan prospek
pertumbuhan perkotaan secara menyeluruh, disini kita akan mengkaji potensi peran kota baik di
sektor modern maupun di sektor informal perkotaan dalam mendorong pembangunan ekonomi.
Kemudian kita akan merujuk ke model teoretis terkenal mengenai transfer tenaga kerja dari desa
ke kota, dalam konteks pertumbuhan yang cepat dan tingginya pengangguran di kawasan
perkotaan. dalam bagian terakhir, kita akan mempertimbangkan sejumlah pilihan kebijakan yang
dapat ditetapkan pemerintah negara berkembang, dalam upaya mereka mengurangi arus migrasi
dari desa ke kota untuk menanggulangi masalah-masalah pengangguran serius yang terus
menghantui kota.

3
1.1 Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini yang mengacu pada latar belakang diatas kita
dapat menarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Definisi dari urbanisasi dan migrasi?


2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi urbanisasi?
3. Bagaimana dampak urbanisasi?
4. Bagaimana cara menanggulangi urbanisasi?

1.2 Tujuan

Adapun beberapa tujuan yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini antara lain;

1. Untuk mengetahui definisi urbanisasi dan migrasi


2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya urbanisasi serta
dampaknya bagi pertumbuhan negara
3. Mengetahui perkembangan urbanisasi di Indonesia dan hubungan antara faktor ekonomi
dengan terjadinya urbanisasi

4
.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Urbanisasi dan Migrasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa urbanisasi diartikan sebagai


perpindahan penduduk secara berduyun-duyun dari desa (kota kecil, daerah) ke kota
besar (pusat) dan perubahan sifat suatu tempat dari suasana (cara hidup dsb) desa ke
suasana kota.
Urbanisani adalah berpindahnya penduduk dari desa ke kota, pada umumnya
mereka bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka dan mengadu nasib dikota dan
bertujuan untuk mencapai satu tingkat kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
Urbanisasi mempunyai hubungan yang rapat dengan industrilisasi dan ekonomi, sosial
dan alam sekitar. Industrilisasi merujuk kepada perubahan dalam sektor ekonomi
sesebuah negara iaitu perubahan kegiatan ekonomi dari kegiatan yang berasaskan sumber
pertanian kepada sektor pembuatan dan juga perkilangan sebagai sumber utama
pendapatan.
Konsep urbanisasi sendiri dapat berubah-ubah menyesuaikan dengan kerangka
pikirnya. Karena itu, Ningsih (2002) memberikan pertimbangan dalam rangka
menemukan sebuah defenisi atau konsepsi urbanisasi, dimana pertimbangan ini
didasarkan atas sifat yang dimiliki arti dan istilah urbanisasi, yaitu multi-sektoral dan
kompleks, misalnya pertama. Dari segi demografi, urbanisasi ini dilihat sebagai suatu
proses yang ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah.
Masalah-masalah mengenai kepadatan penduduk berakibat lanjut terhadap masalah
perumahan dan masalah kelebihan tenaga kerja menjadi masalah yang sangat merisaukan
karena dapat menghambat pembangunan. Pemerintah secara khusus menangani masalah
perumahan dengan diadakannya Kementerian Negara Perumahan Rakyat.
Kedua, dari segi ekonomi, urbanisasi adalah perubahan struktural dalam sektor
mata pencaharian. Ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk desa yang meninggalkan
pekerjaannya di bidang pertanian, beralih bekerja menjadi buruh atau pekerja kasar yang
sifatnya non agraris di kota. Masalah-masalah yang menyangkut mata pencaharian sektor
informasi atau yang lebih dikenal dengan istilah pedagang kaki lima.
Ketiga, dalam pengertian sosiologi maka urbanisasi dapat dikaitkan dengan sikap
hidup penduduk dalam lingkungan pedesaan yang mendapat pengaruh dari kehidupan

6
kota. Dalam hal ini apakah mereka dapat bertahan pada cara hidup desa ataukah mereka
mengikuti arus cara hidup orang kota yang belum mereka kenal.
Menurut KBBI pengertian migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat
(negara dan sebagainya) ke tempat (negara dan sebagainya) lain untuk menetap. Migrasi
merupakan perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain. Migrasi dibagi
menjadi dua yaitu migrasi internasional dan nasional. Migrasi internasional adalah
perpindahan penduduk yang dilakukan antarnegara. Migrasi internasional dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Migrasi adalah suatu perpindahan penduduk dari negara lain ke dalam suatu
negara. Sebagai contoh,orang Malaysia masuk ke Indonesia.
2. Emigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu negara menuju ke negara lain.
Sebagai contoh,orang Indonesia yang bekerja ke Malaysia.
3. Remigrasi adalah perpindahan penduduk yang kembali ke negara asal.

Sedangkan migrasi nasional adalah suatu proses perpindahan penduduk di dalam


satu negara. Migrasi nasional terdiri atas beberapa jenis,yaitu:

Migrasi penduduk sementara atau disebut migrasi sirkuler terdiri sebagai berikut:

1. Penglaju,Yakni perpindahan penduduk dari suatu tempat tinggal asal menuju ke


tempat tujuan yang dilakukan setiap hari pulang pergi untuk dapat melakukan
pekerjaan.
2. Perpindahan penduduk musiman,yakni suatu perpindahan yang bersifat
sementara di musim-musim tertenju saja.

Migrasi penduduk menetap terdiri sebagai berikut:

A. Transmigrasi,yaitu Perpindahan penduduk dari satu wilayah untuk menetap pada


suatu wilayah lain dalam wilayah suatu Negara
B. Urbanisasi,yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota atau juga dari kota
kecil ke kota besar.

Dan yang menjadi fokus pada pembahasan kali ini adalah urbanisasi. Hal ini
terkait dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu daerah. Seperti
yang kita ketahui bahwasannya urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi
kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan

7
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah
peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan
jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan,
penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus
segera dicarikan jalan keluarnya.

Gambar 1. Grafik Urbanisasi di Indonesia

Laju pertumbuhan penduduk perkotaan pada dua dasawarsa terakhir menunjukkan


peningkatan yang sangat pesat. Pertumbuhan penduduk perkotaan pada periode 1971-
1980 mencapai 4,60 persen per tahun, yang kemudian meningkat menjadi 5,36 persen per
tahun pada perode 1980-1990. Laju pertumbuhan penduduk perkotaan pada periode
1980-1990 adalah dua setengah kali lebih daripada laju pertumbuhan penduduk secara
keseluruhan, yang besarnya hanya 1,97 persen per tahun. UN melaporkan bahwa
pertambahan penduduk perkotaan di Indonesia sekitar 65 persen disebabkan oleh migrasi
dan reklasifikasi. Dan sisanya hanya 35 persen disebabkan oleh pertumbuhan alamiah
penduduk kota itu sendiri.

8
Tabel 1. Proyeksi Tingkat Urbanisasi di Indonesia, 1960 - 2025

Tahun Penduduk Perkotaan Tingkat Urbanisasi


2000 87.577,1 41,80
2005 102.534,1 46,01
2010 116.481,0 49,55
2015 129.245,3 52,60
2020 140.309,9 55,19
2025 150.052,0 57,39

Sumber : Firman, 1996 dalam Tjiptoherijanto, 1999

Proyeksi yang dilakukan hingga tahun 2025 memperlihatkan bahwa


penduduk perkotaan di Indonesia pada tahun itu akan mencapai 57,39 persen
(Tabel 1). Lebih lanjut penduduk perkotaan diperkirakan akan menjadi dua
kali lipat dari jumlah yang ada pada saat ini dalam 69 tahun mendatang
(dihitung sejak tahun 1990).

Tabel 2. Presentase Penduduk Daerah Perkotaan per Provinsi, 2000-2025

Provinsi 2000 2005 2010 2015 2020 2025

1 Nangro Aceh Darusallam 23.6 28.8 34.3 39.7 44.9 49.9

2. Sumatera Utara 42.4 46.1 50.1 54.4 58.8 63.5

3. Sumatera Barat 29.0 34.3 39.8 45.3 50.6 55.6

4. Riau 43.7 50.4 56.6 62.1 66.9 71.1

5. Jambi 28.3 32.4 36.5 40.6 44.5 48.4

6. Sumatera Selatan 34.4 38.7 42.9 47.0 50.9 54.6

7. Bengkulu 29.4 35.2 41.0 46.5 51.7 56.5

8. Lampung 21.0 27.0 33.3 39.8 46.2 52.2

9. Kepulauan Bangka Belitung 43.0 47.8 52.2 56.5 60.3 63.9

10. DKI Jakarta 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

11. Jawa Barat 50.3 58.8 66.2 72.4 77.4 81.4

9
12. Jawa Tengah 40.4 48.6 56.2 63.1 68.9 73.8

13. D I Yogyakarta 57.6 64.3 70.2 75.2 79.3 82.8

14. Jawa Timur 40.9 48.9 56.5 63.1 68.9 73.7

15. Banten 52.2 60.2 67.2 73.0 77.7 81.5

16. Bali 49.7 57.7 64.7 70.7 75.6 79.6

17. Nusa Tenggara Barat 34.8 41.9 48.8 55.2 61.0 66.0

18. Nusa Tenggara Timur 15.4 18.0 20.7 23.5 26.4 29.3

19. Kalimantan Barata 24.9 27.8 31.1 34.8 39.0 43.7

20. Kalimantan Tengah 27.5 34.0 40.7 47.2 53.3 58.8

21. Kalimantan Selatan 36.2 41.5 46.7 51.6 56.3 60.6

22. Kalimantan Timur 57.7 62.2 66.2 69.9 73.1 75.9

23. Sulawesi Utara 36.6 43.4 49.8 55.7 61.1 65.7

24. Sulawesi Tengah 19.3 21.0 22.9 24.9 27.3 29.9

25. Sulawesi Selatan 29.4 32.2 35.3 38.8 42.6 46.7

26. Sulawesi Tenggara 20.8 23.0 25.6 28.5 31.8 35.5

27. Gorontalo 25.4 31.3 37.0 42.8 48.2 53.2

28. Maluku 25.3 26.1 26.9 27.9 28.8 29.9

29. Maluku Utara 28.9 29.7 30.6 31.5 32.5 33.6

30. Papua 22.2 22.8 23.5 24.3 25.1 26.0

INDONESIA 42,0 48,3 54,2 59,5 64,2 68,3

Sumber: Ringkasan Proyeksi Penduduk Indonesia, 2005

Tabel 2 menunjukkan bahwa sekalipun terjadi peningkatan jumlah penduduk,


tetapi pada daerah-daerah tertentu terjadi pertumbuhan negatif. Tingginya tingkat urban
tidak dengan otomatis menaikkan pertumbuhan penduduk di kota. Hal ini disebabkan
karena sekalipun daerah pinggiran telah berkembang dengan ciri kekotaan tetapi secara
administratif daerah pinggiran (desa) belum berubah status administratifnya. Penyebab
lainnya adalah terjadinya pemekaran wilayah, konflik dan bencana, yang juga membawa
perubahan besar dalam pertumbuhan penduduk dalam periode 1990-2005.

10
Urbanisasi menjadi fenomena yang kuat di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia (Baiquni, 2004) Kota besar dan pusat-pusat industri menjadi tujuan kaum muda
untuk mencari pekerjaan. Fenomena ini berkaitan dengan daya tarik petumbuhan
ekonomi yang pesat dan lapangan pekerjaan yang terbuka dengan dibangunnya industri
dan jasa di perkotaan. Faktor daya tarik kota lainnya adalah tersedianya sarana
pendidikan yang lebih tinggi, kehidupan modern yang menyenangkan dan beragamnya
fasilitas hiburan. Kehidupan kota menimbulkan mimpi tentang kemajuan dan
kesejahteraan bagi kalangan muda untuk mengadu nasib. Faktor daya dorong urbanisasi
berkaitan dengan involusi pertanian di pedesaan Jawa dan perubahan pada sektor
pertanian akibat modernisasi. Lapangan kerja di pedesaan mulai menyempit dan
pekerjaan ini tidak lagi menarik bagi kaum muda. Seperti telah dijelaskan pada awal
tulisan ini bahwa persoalan urbanisasi tidak hanya menjadi persoalan demografis tetapi
lebih luas daripada itu. Capital brain dan brain drain adalah sebuah fenomena yang harus
diwaspadai. Jika hal ini dibiarkan maka desa akan mengalami pengurasan sumber daya.

Menurut Kingsley Davis urbanisasi adalah jumlah penduduk yang memusat di


daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut. Sedangkan menurut Bintarto
urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam artian:

1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota ; kota menjadi lebih padat
sebagai akibat dari pertambahan penduduk, baik oleh hasil kenaikan fertilitas
penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk dari desa yang
bermukim dan berkembang di kota.
2. Bertambahnya jumlah kota dalam suatu Negara atau wilayah sebagai akibat dari
perkembangan ekonomi, budaya dan teknologi.
3. Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota.

Urbanisasi biasanya dapat diukur dengan melihat proporsi jumlah penduduk yang
tinggal di daerah perkotaan. Untuk mengukur tingkat urbanisasi di suatu daerah biasanya
dengan menghitung perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan
dengan jumlah penduduk seluruhnya dalam suatu wilayah.

11
Adapun perhitungan dapat dicari dengan rumus:

Dimana:

U = Besarnya jumlah penduduk urban (perkotaan).

P = Populasi/ jumlah penduduk keseluruhan.

Pu = Persentase penduduk yang tinggal di perkotaan.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Urbanisasi

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi urbanisas, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong
merupakan pengaruh yang mendorong seseorang untuk melakukan urbanisasi. Fakor
pendorong urbanisasi diantaranya adalah:

1. Lahan pertanian yang semakin menyempit


2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat atau daerah asal.
3. Rasa jenuh atau merasa tertekan dengan peraturan-peraturan budaya di daerah
membuat imigran memutuskan pindah ke jakarta mengharapkan adanya keleluasaan
dalam menjalani kehidupannya.
4. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa. Minimnya lapangan
pekerjaan di desa membuat para penduduk desa berbondong-bondong mengadu nasib
ke kota.
5. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa. Kurang tersedianya sarana dan prasana di
pedasaan memaksa orang desa untuk berpindah ke kota agar mudah mendapatkan
fasilitas sarana dan prasana yang lebih mudah di dapat dan lebih lengkap dari pada di
desa. Misalnya sarana hiburan yang belum memadai di desa sedangkan di Jakarta
banyak mall dan tempat hiburan yang dapat dijangkau dengan mudah.

1
6. Diusir dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan. Diusir dari desa hal ini
biasanya jarang terjadi, walaupun ada tapi hanya sedikit yang menjadikan alasan
urbanisasi karena diusir dari asalnya. Apabila seseorang/ keluarga di usir biasanya
seseorang/keluarg tersebut melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian
terhadap penduduk desa.
7. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota lebih tinggi.
Penduduk pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan serba wah yang ada di
kota besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya
Ketimpangan pembangunan daerah perdesaan dengan daerah perkotaan sangat tidak
berimbang yang mengakitbatkan kurangnya peralatan dan perkembangan teknologi
di desa.
8. Melanjutkan sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang. Keadaan
pembangunan pendidikan di desa yang kurang memadai membuat para orang tua
murid memutuskan untuk mensekolahkan anak mereka ke kota dengan harapan dapat
mendapatkan ilmu dan fasilitas yang memadai bagi proses belajar pembelajaran anak
mereka.
9. Pengaruh cerita orang atau keluarga bahwa hidup di kota Jakarta mudah untuk
mencari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha kecil-kecilan. Jakarta sebagai
kota besar dan berpenduduk banyak tentunya sangat menjanjikan untuk orang-orang
kecil yang berniat untuk mencari sesuap nasi dikota ini mulai dari pedagang kaki
lima (PKL), pedagang asongan, tukang ojek, tukang sngat menjanjikan untuk hidup.
Padahal tidak semuanya yang datang ke Jakarta mendapatkan pekerjaan. Para
peruraban harus mempunyai keahlian khusus agar dapat diterima bekerja di Jakarta.
10. Kebebasan pribadi lebih luas. Kebebasan disini bukannya bebas melakukan apa saja
akan tetapi bebas dalam konteks ini adalah dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
keinginan kita tanpa harus manaati pertaturan-peraturan yang ada di desa. Tetapi
masih dalam hal yang wajar dan mengikuti dari peraturan dari pemerintah.
11. Adat atau adanya toleransi antar agama . Jakarta menjadi tempat berkumpulan para
migran yang berpindah dari berbagai daerah, agama, suku. Karena itu budaya adat
dari daerah tersebut tidak begitu kental lagi di jakarta. Saling menghormati agama

2
orang lain tidak menggangu satu sama lain merupakan kunci dari toleransi itu
sendiri.
12. Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis (tidak mengalami
perubahan yang sangat lambat). Hal ini bisa terjadi karena adat istiadat yang masih
kuat atau pun pengaruh agama.
13. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung
lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan
bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari
pertanian.
14. Lapangan kerja yang hampir tidak ada karena sebagian besar hidup penduduknya
hanya bergantung dari hasil pertanian pendapatan yang rendah yang di desa
15. Keamanan yang kurang
16. Fasilitas pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang berkualitas.
Kebanyakan dari pelajar di desa berpindah sekolah/ kuliah di jakarta karena fasilitas
sarana dan prasarana pendidikan di jakarta lebih baik dan menggunakan teknologi
yang memadai di bandingkan dengan di desa asal mereka.

3
Sedangkan untuk faktor penarik ( Pull Factors ) urbanisasi adalah:

1. Kehidupan kota yang lebih modern.


2. Sarana dan prasarana kota lebih lengkap.
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota.
4. Pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya
membuka usaha kecil-kecilan.
5. Tingkat upah di kota yang lebih tinggi.
6. Keamanan di kota lebih terjamin.
7. Hiburan lebih banyak.
8. Kebebasan pribadi lebih luas.
9. Fasilitas dan kualitas pendidikan yang tinggi.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi
yang paling kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu
disusul dengan faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi
adalah karena terjadinya “overruralisasi” yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan
terdapat terlalu banyak orang.

2.3 Tren dan Proyeksi Urbanisasi


Adanya hubungan positif antara urbanisasi dan pendapatan perkapita merupakan
fakta khusus paling jelas dan menonjol dari proses pembangunan. Umumnya, semakin
maju suatu negara berdasarkan pendapatan perkapita, semakin besar jumlah penduduk
yang mendiami kawasan perkotaan. Hal ini seperti yang terlihat pada grafik berikut.

4
Dari grafik diatas menunjukkan urbanisasi versus GNI perkapita. Dimana negara-
negara berpendapatan paling tinggi, seperti Denmark, adalah Negara paling urban
(penduduknya paling banyak menghuni perkotaan). Sedangkan Negara-negara miskin,
seperti Rwanda, adalah Negara yang penduduknya tidak banyak berdiam di kawasan
perkotaan. Pada saat yang sama, meskipun suatu Negara mejadi lebih urban ketika
berkembang, namun negara-negara miskin sekarang lebih urban daripada negara-negara
maju sekarang ketika dahulu berada pada tingkat pembangunan yang setara sebagaimana
yang diukur dengan pendapatan perkapita dan rata-rata negara berkembang sekarang
mengalami urbanisasi lebih cepat.
Sedangkan pada grafik dibawah menunjukkan urbanisasi antar waktu tertentu dan
antar tingkat pendapatan yang berbeda dari tahun 1970 samapai 1995. Setiap segmen yang
mewakili lintasan perjalanan sebuah negara dimulai dari titik-titik solid yang mewakili
tingkat pendapatan dan urbanisasi pada tahun 1970 bagi Negara tertentu, dan berakhir pada
ujung bagian garis (yang berbentuk wajik) yang menunjukkan tingkat pendapatan dan
urbanisasi negara bersangkutan pada tahun 1995. Meski Bank Dunia mencantumkan
keterangan dalam peraga itu yang berbunyi “urbanisasi terkait erat dengan pertumbuhan
ekonomi” informasi itu dapat juga ditafsirkan untuk menunjukkan terjadinya urbanisasi di
semua negara serta tidak jadi soal apakan Negara itu berpendapatan tinggi atau rendah dan
apakah pertumbuhan itu positif atau negative. Bahkan ketika garis-garis itu mengarah ke
kiri, yang menunjukkan adanya penurunan pendapatan perkapita dalam periode tersebut,
semua garis itu umunya mengarah keatas, mengindikasikan masih berlanjutnya urbanisasi.
Singkatnya, urbanisasi sedang terjadi di semua Negara di dunia, sekalipun dengan tingkat
yang berbeda-beda. Jadi, kita perlu mempertimbangkan isu urbanisasi dengan seksama
apakah urbanisasi hanya berkorelasi dengan pembangunan ekonomi, atau apakah terdapat
hubungan sebab-akibat.

5
Salah satu fenomena paling penting dari semua demografi modern adalah cepatnya
pertumbuhan kota di negara-negara berkembang. Pada tahun 1950 ada sekitar 275 juta
orang menetap di kota di negara-negara berkembang, 38% dari 724 juta penduduk
perkotaan dunia pada saat itu. Pada tahun 2010, penduduk dunia yang mendiami daerah
perkotaan telah melampaui angka 3,4 miliar dan lebih tiga perempat dari semua pemukim
urban tinggal di daerah-daerah metropolitan dalam negara-negara berpendapatan rendah
dan menengah.
Meski laju urbanisasi di negara-negara berkembang pada akhir abad ke dua puluh
dan awal abad kedua puluh satu dalam sejumlah kasus yang cukup signifikan tidak jauh
lebih cepat daripada di banyak negara maju pada akhir abad ke-19, jumlah penduduk di
Negara-negara berkembang (terutama di Afrika) semakin besar pada tingkat pendapatan
perkapita yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dahulu terjadi di negara-negara
maju pada tahap yang setara. Dalam konteks ini, urbanisasi di Afrika tidak berkaitan
dengan industrialisasi seperti dahulu dialami negara-egara yang sekarang maju. Selain itu,
karena di hampir semua wilayah negara berkembang jumlah penduduknya jauh lebih besar,
jumlah orang yang berduyun-duyun pergi untuk menetap di kota tidak pernah sebanyak
sekarang. Hal yang juga tidak pernah terbayangkan sebelumnya adalah ukuran sebuah kota
yang sangat besar dengan tingkat pendapatan yang sedemikian rendah. Kota-kota besar di
negara maju masa lalu jauh lebih kecil daripada kota-kota besar di negara berkembang saat
ini.
PBB memperkirakan bahwa penduduk dunia akan tumbuh pada periode tahun 2005
sampai tahun 2030 sebesar rata-rata 1,78% setiap tahun, dan pada tahun 2030 akan terdapat
hampir lima miliar penduduk dikawasan perkotaan, nyaris lima per delapan dari perkiraan
jumlah penduduk pada tahun itu sebesar 8,1 miliar. Jumlah orang tinggal di daerah
pedesaan di dunia di proyeksikan mulai benar-benar menurun, sekitar 155 juta orang mulai
dari tahun 2015 samai tahun 2030 atau sebesar -0,32% per tahun. Urbanisasi yang paling
cepat sekarang berlangsung di Asia dan Afrika jauh sebelum tahun 2030 akan ada lebih
dari separuh jumlah penduduk di wilayah ini yang menetap dikawasan perkotaan. Lebih
dari setengah penduduk perkotaan dunia akan tinggal di Asia dan penduduk Afrika yang di
perkirakan akan mencapai 784 juta pada tahun 2030 sehingga lebih besar daripada jumlah
separuh penduduk Eropa yang di proyeksikan mencapai 685 juta pada tahun itu.

6
Meski mayoritas pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan negara berkembang
akan ditemukan dikota-kota yang jumlah penduduknya kurang dari 5 juta orang,
pertumbuhan penduduk di kota-kota yang berependuduk lebih dari 5 juta orang
berlangsung lebih cepat ketimbang pertumbuhan penduduk di kota-kota yang lebih kecil
(berpenduduk di bawah 500.000 orang) di Negara berkembang. Bahkan, menurut perkiraan
PBB, pada tahun 2025 hanya separuh dari penduduk perkotaan yang tinggal di kota-kota
yang berpenduduk kurang dari setengan juta orang, yang merupakan jumlah terendah yang
pernah terjadi. Selain itu, negara-negara berkembang juga akan memiliki kota-kota terbesar
di dunia yang mencakup kota sangat besar atau megapolitan yang berpenduduk lebih dari
10 juta orang.
Pada tahun 1975 hanya ada 3 megapolitan, tetapi pada tahun 2009 telah muncul
sebanyak 21 megapolitan. Dari 21 megapolitan ini, dua per tiganya berada di negara
berkembang. Pada tahun 2025, hanya 5 dari 29 kota terbesar yang akan berada di negara-
negara berpendapatan tinggi. Selain itu hampir semua tambahan penduduk dunia akan
menyebabkan perkembangan jumlah penduduk di kawasan pedesaan. Dan pada saat yang
sama tingkat urbanisasi di negara berkembang semakin mendekati tingkat urbanisasi di
negara maju.
Pertanyaan penting berkenaan dengan ukuran aglomerasi perkotaan yang tidak
pernah terjadi sebelumnya ini adalah:bagaimana semua kota ini akan mengelola
konsentrasi penduduk sebesar itu secara ekonomi, lingkungan, dan politik. Sekalipun
benar bahwa kota besar dapat memberikan keunggulan efisiensi biaya yang disebabkan
ekonomi eglomerasi serta skala ekonomi dan kedekatan (proximility) serta berbagai
eksternalitas ekonomi dan social (misalnya pekerja terampil, transportasi murah, fasilitas
sosian dan budaya), beban biaya social penyediaan perumahan dan layanan sosial yang
terus membengkak serta meningkatnya kejahatan, polusi, dan kepadatan mungkin akan
melebihi manfaat yang selama ini menjadi keunggulan kawasan perkotaan. Mantan
Presiden Bank Dunia, Robert McNamara, mengemukakan keraguannya mengenai
kemungkinan berhasilnya aglomerasi urban yang sedemikian besar itu:
Ukurannya begitu besar sehingga perekonomian kota itu akan menyusut karena
biaya mengelola kepadatan. Cepatnya pertumbuhan penduduk yang menyebabkan
penumpukan manusia akan jauh melebihi pertumbuhan infrastruktur manusia dan fisik

7
yang dibutuhkan untuk sekedar menjalani kehidupan ekonomi yang cukup efisien serta
hubungan social dan politik yang tertib, apalagi kenyamanan bagi para penghuninya.
Meluasnya urbanisasi yang berlagsung cepat dan bias perkotaan (urban bias) dalam
strategi pembangunan telah menyuburkan pertumbuhan perkampungan miskin dan kumuh
yang besar. Komunitas temporer seperti itu telah berkembang semakin cepat, dari favela di
Rio de Janerio (Brazil) dan pueblos joven di Lima (Peru) sampai ke Bustee di Kalkuta dan
bidonville di Dakkar (India). Dewasa ini, sepertiga penduduk perkotaan di semua Negara
berkembang bermukim di pemukiman kumuh.
Berdasarkan laporan PBB dalam Millenium Development Goals tahun 2006 yang
memperlihatkan pertumbuhan penduduk perkotaan dan pemukiman kumuh di kawasan
perkotaaan dalam periode 1990-2001, Afrika sub-Sahara adalah kawasan yang paling cepat
melakukan urbanisasi di dunia dan hampir penghuninya mengalami persoalan terlalu
padatnya jumlah penduduk, tidak cukupnya perumahan, serta tidak memadainya
ketersediaan air dan sanitasi. Hal yang sama juga terlihat di Asia Barat, dengan hamper
semua pertumbuhan penduduk di perkotaan terjadi di kawasan perkotaan di Asia Selatan
dan Timur telah menciptakan kota-kota dengan ukuran dan kerumitannya tidak
terbayangkan sebelumnya, serta menimbulkan berbagai tantangan baru untuk menyediakan
lingkungan hidup yang layak bagi kaum miskin. Afrika Utara adalah satu-satunya kawasan
berkembang yang kualitas kehidupan perkotaannya mengalami peningkatan, dengan
jumlah penghuni kota yang hidup di pemukiman kumuh telah menurun sebesar 0,15% per
tahun.
Meski pertumbuhan penduduk dan migrasi desa-kota (rural-urban migration) yang
terus meningkat merupakan penyebab utama ledakan kawasan perkampungan kumuh
perkotaan, pemerintah juga turut bertanggung jawab atas timbulnya keadaan itu. Kebijakan
pemerintah dalam perencanaan perkotaan yang salah arah dan peraturan tentang bangunan
yang ketiggalan jaman sering kali berarti bahwa 80 sapai 90% perumahan baru di
perkotaan adalah “illegal”. Sebagai contoh, peraturan tentang pembangunan dijaman
kolonial yang masih berlaku di Nirobi (Kenya) tidak memungkinkan membangun rumah
yang “sah” menurut hukum dengan biaya kurang dari $3.500. Peraturan ini juga
mengharuskan setiap pemukiman bisa diakses dengan mobil. Akibatnya, dua pertiga lahan
di Nairobi hanya dihuni sekitar 10% penduduk, sedangkan banyak kawasan kumuh

8
kondisinya tidak dapat ditingkatkan secara hukum. Demikian juga halnya dengan Manilia
(Filipina), yang sebagian besar penduduknya memang sejak dulu terlalu miskin untuk
dapat membeli atau menyewa rumah yang secara resmi “illegal”.
Statistic menunjukkan bahwa para migran dari pedesaan meliputi sekitar 35%
sampai dengan 60% dari pertambahan jumlah penduduk di perkotaan. Dalam kaitan ini, 90
dari 116 negara berkembang yang ikut serta dalam survey PBB menunjukkan bahwa
Negara-negara ini telah memprakarsai kebijakan untuk memperlambat atau membalikkan
tren peningkatan migrasi dari desa ke kota.
Dengan meluasnya ketidakpuasan yang disebabkan oleh pengalaman akan
pertumbuhan perkotaan yang cepat di Negara-negara berlembang, isu penting yang perlu
dibahas adalah sejauh mana pemerintah Negara berkembang dapat merumuskan kebijakan
pembangunan yang benar-benar bisa memberikan dampak yang pasti bagi trend dan
karakter pertumbuhan kawasan perkotaan. Jelas bahwa penekanan pada modernisasi
industry, kecanggihan teknologi, dan pertumbuhan metropolitan menimbulkan
ketidakseimbangan geografis yang cukup besar dalam kesempatan ekonomi, dan secara
signifikan berkontribusi terhadap penumpukan para migran ke kawasan-kawasan
perkotaan. Apakah ada kemungkinan atau keinginan untuk mencoba membalikkan tren ini
dengan menerapkan kebijakan kependudukan dan pembangunan yang berbeda? Dengan
menurunnya tingkat kelahiran di banyak Negara berkembang, pertumbuhan penduduk di
kawasan perkotaan dan peningkatan migrasi dari desa ke kota tidak diragukan lagi akan
menjadi salah satu isu pembangunan dan demokrasi paling penting dalam beberapa
dasawarsa kedepan. Di kawasan perkotaan sendiri, pertumbuhan dan pembangunan sektor
informal serta peran dan keterbatasannya dalam menyerap tenaga kerja dan kemajuan
ekonomi akan menjadi semakin penting.
Sebelum mengkaji kondisi kota-kota di Negara berkembang secara lebih seksama,
terlebih dahulu kita akan membahas potensi keunggulan yang ditawarkan kota. Kawasan
perkotaan telah memainkan peran sangat konstruktif dalam perekonomian Negara-negara
maju dewasa ini, dan kawasan ini masih menyisakan potensi besar dan belum terjamah
untuk menghasilkan hal serupa di negar berkembang. Pengamatan lebih atas sektor
informal di kota-kota yang sedang berkembang akan memunculkan gagasan mengenai
potensinya sebagai mesin pertumbuhan. Kita juga akan membahas lebih dalam mengenai

9
hal-hal apa yang berbeda dan apa saja yang salah dalam pembangunan perkotaan dan laju
migrasi desa-kota yang terlalu cepat dibanyak negara berkembang. Kita akan menutup
pembahasan dengan uraian tentang sejumlah kebijakan yang dapat membantu kota
meningkatkan pembangunan kawasan perkotaan yang berhasil dan pada saat yang sama
memberikan perhatian yang lebih seimbang dalam pembangunan kawasan pedesaan.

10
2.4 Peranan Kota

Secara umum sebuah kota terbentuk karena dapat memberikan keunggulan dari
segi biaya kepada produsen dan konsumen, melalui apa yang dikenal sebagai ekonomi
aglomerasi. Ekonomi aglomerasi muncul dalam dua bentuk yakni :

1. Ekonomi urbanisasi (urbanization economies): yaitu dampak-dampak yang berkaitan


dengan pertumbuhan kawasan geografis yang terpusat secara umum.
2. Ekonomi lokalisasi (localization economies): yaitu dampak-dampak yang
ditimbulkan oleh sektor-sektor khusus dalam perekonomian. Ekonomi lokalisasi
sering muncul dalam bentuk keterkaitan ke depan maupun ke belakang.

Contohnya ketika biaya transportasi menjadi signifikan, maka pengguna output


industri akan mendapatkan keuntungan bila memilih lokasi yang lebih dekat ke pasar
untuk dapat menghemat biaya. Keuntungan ini adalah salah satu jenis keterkaitan ke
depan. Selain itu perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama atau industri
terkait juga dapat meraih keuntungan karena memilih lokasi di tempat yang sama,
sehingga mereka dapat menarik sejumlah besar pekerja yang memiliki keterampilan
khusus yang diperlukan dalam sektor tersebut, atau karena infrastruktur yang
terspesialisasi. Ini adalah bentuk keterkaitan ke belakang. Pekerja dengan keterampilan
khusus yang sesuai dengan industri tersebut akan lebih memilih untuk bertempat tinggal
di lokasi yang sama, sehingga mereka dapat dengan mudah mencari pekerjaan baru atau
memiliki posisi yang lebih menguntungkan dalam memilih peluang-peluang yang
tersedia.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa ekonomi aglomerasi merupakan


keunggulan atau efisiensi biaya yang diperoleh produsen ke konsumen dari lokasi dalam
kota besar atau sedang, yang berwujud ekonomi urbanisasi dan ekonomi lokalisasi.
Ekonomi urbanisasi merupakan akibat dari aglomerasi yang berkaitan dengan
pertumbuhan umum wilayah geografi yang terkonsentrasi. Sedangkan ekonomi lokalisasi
adalah akibat aglomerasi yang diperoleh sektor–sektor ekonomi, seperti pembiayaan dan
kendaraan bermotor, ketika sector itu tumbuh dan berkembang dalam suatu kawasan.

11
2.5 Teori Ekonomi Migrasi Desa-Kota
Urbanisasi dan industrialisasi pada dasarnya adalah dua sisi dari mata uang yang
sama. Model historis ini kemudian dianggap sebagai suatu cetak biru atau standar
penjelasan yang baru bagi proses.
Akan tetapi, data-data yang menonjol selama beberapa dekade terakhir, yaitu pada
saat Negara-negara berkembang mengalami puncak gelombang migrasi, penduduk desa
secara besar-besaran ke daerah perkotaan, ternyata tidak mendukung pernyataan atau
gagasan yang menonjolkan manfaat perpindahan tenaga kerja itu; jangankan memacu
industrialisasi di perkotaan, migrasi dari desa ke kota itu justru menimbulkan masalah
pengangguran dan aneka kesulitan lainnya yang serba pelik dan menyusahkan. Dengan
demikian, data-data empiris yang ada telah menggoyahkan kesahihan model pembangunan
dua sektor dari lewis.
Model Todaro bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya
merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi
juga merupakan suatu keputusan yang telah dirumuskan secara rasional; para migran tetap
saja pergi meskipun telah tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada di daerah-
daerah perkotaan. Selanjutnya, model Todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus
migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan penghasilan antara
desa dan kota. Namun penghasilan atau pendapatan yang dipersoalkan di sini bukanlah
penghasilan yang aktual, melainkan penghasilan yang diharapkan (expected income).
Adapun premis dasar dalam model ini adalah bahw para migran senantiasa
mempertimbangkan dan membanding-bandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja
yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah
satu diantaranya yang dapat memaksimumkan keuntungan yang “diharapkan” (expected
gains) dari migrasi.
Pada dasarnya, model Todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan kerja,
baik yang aktual maupun potensial, senantiasa membandingkan pengahasilan “yang
diharapkan” selama kurun waktu tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara
penghasilan dan biaya migrasi) dengan rata-rata tingkat penghasilan yang bisa diperoleh di

12
pedesaan. Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih
yang tersedia di kota melebihi penghasilan bersih yang tersedia di desa.
Jadi singkatnya, model migrasi dari todaro memilki empat pemikiran dasar sebagai berikut
1. Migrasi desa-kota dirangsang, terutama sekali oleh berbagai pertimbangan ekonomi yang
rasional dan yang langsung berkaitan dengan keuntungan atau manfaat dan biaya-biaya
relatif migrasi itu sendiri.
2. Keputusan untuk bermigrasi tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan yang
diharapkan di kota dan tingkat pendapatan actual di pedesaan (pendapatan yang
diharapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara rasional bisa diharapkan akan
tercapai di masa mendatang). Besar kecilnya selisih pendapatan itu sendiri ditentukan
oleh dua variable pokok, yaitu selisih upah aktual di kota dan di desa, serta besar atau
kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan yang menawarkan tingkat
pendapatan sesuai dengan yang diharapkan.
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan berkaitan langsung dengan tingkat
lapangan pekerjaan di perkotaan, sehingga berbanding terbalik dengan tingkat
pengangguran di perkotaan.
4. Laju migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung meskipun telah melebihi laju
pertumbuhan kesempatan kerja. Kenyatan ini memiliki landasan yang rasional; karena
adanya perbedaan ekspetasi pendapatan yang sangat lebar., yakni para migran pergi ke
kota untuk meraih tingkat upah yang lebih tinggi yang nyata (memang tersedia). Dengan
demikian, lonjakan pengangguran di perkotaan merupakan akibat yang tidak terhindarkan
dari adanya ketidakseimbangan kesempatan ekonomi yang sangat parah antara daerah
perkotaan dan daerah pedesaan, dan ketimpangan-ketimpangan seperti itu amat mudah
ditemui di kebanyakan Negara-negara Dunia Ketiga.

Meskipun model Todaro secara sekilas nampak kurang memperhatikan arti


penting migrasi desa-kota (karena model ini berpendapat bahwa migrasi pada dasarnya
merupakan suatu mekanisme penyesuaian alokasi tenaga kerja di desa dan kota), namun
model tersebut mengandung sejumlah implikasi kebijakan yang sangat penting bagi
negara-negara dunia ketiga yang terus dipusingkan oleh hal itu. Penjelasan-penjelasannya
bisa dimanfaatkan untuk menunjang perumusan strategi-strategi pembangunan,

13
khususnya yang berkenaan dengan tingkat upah dan pendapatan, pembangunan pedesaan,
dan industrialisasi. Erikut ini adalah lima kebijakan yang paling penting :
1. Ketimpangan kesempatan kerja antara kota dan desa harus dikurangi.
2. Pemecahan masalah pengangguran tidak cukup hanya dengan menciptakan
lapangan kerja di kota.
3. Pengembangan pendidikan yang berlebihan dapat mengakibatkan migrasi dan
pengangguran.
4. Pemberian subsidi upah dan penentuan harga faktor produksi trdisional (tenaga
kerja) justru menurunkan produktivitas.
5. Program pembangunan desa secara terpadu harus dipacu.

2.6 Dampak Urbanisasi


Dibawah ini ada beberapa dampak akibat terjadinya urbanisasi. Ada beberapa
dampak positif dan negatif yang dihasilkan oleh urbanisasi, yaitu:
A. Dampak Positif (Bagi Kota)
a. Kota mendapatkan tenaga kerja yang melimpah karena banyak penduduk desa yang ke
kota. Tenaga kerja tersebut biasanya gajinya murah dan bisa bekarja secara fisik.
b. Penduduk kota yang banyak menyebabkan terjadinya perdagangan yang besar. Hal ini
disebabkan karena penduduk itu merupakan potensi konsumen yang baik untuk
memasarkan produk-produk hasil produksi, makanya di kota banyak kita temui mal
atau supermarket.
c. Pembangunan kota menjadi lebih cepat karena dukungan sumber daya manusia yang
melimpah pada semua sektor kehidupan.
d. Munculnya banyak sekolah dan perguruan tinggi yang berkualitas. Karena persaingan
yang begitu ketat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak maka banyak penduduk
yang memilih lembaga pendidikan yang berkualitas.
e. Industri berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan banyak tenaga kerja dan
banyaknya konsumen yang ada di kota.

14
2. Dampak Positif (Bagi Desa)
a. Kesejahteraan penduduk desa meningkat, karena penduduk yang berhasil di kota
akan mengirimkan uang ke desa.
b. Munculnya penduduk desa yang punya pendidikan tinggi, karena ada sebagian
penduduk yang sekolah pada perguruan tinggi di kota.
c. Adanya alih teknologi. Penduduk desa yang di kota akan memberikan
pengetahuannya kepada penduduk desa tentang teknologi yang suda berkembang di
kota.
d. Adanya perhatian dari pemerintah untuk membangun desa supaya pemerintah bisa
sukses untuk menghambat laju urbanisasi.
e. Adanya industri kecil dan keluarga yang berkembang di desa, karena penduduk kota
yang kembali ke desa akan membuat industri skala kecil di desa, dimana
pengetahuan kerajinan itu dia dapatkan sebelumnya di kota.

B. Dampak Negatif (Bagi Kota)


a. Banyaknya pengangguran yang ada di kota, karena penduduk desa yang
berurbanisasi mempunyai kualitas yang rendah. Sehingga tidak mampu bersaing di
kota.
b. Munculnya tidak kriminal. Ini adalah ekses negatif dari pengangguran, sehingga
banyak orang yang gelap mata untuk melakukan tindak yang tidak terpuji untuk
memenuhi kebutuhannya.
c. Pemukiman kumuh yang semakin banyak dibangun di bantaran sungai sehingga
menimbulkan banjir dan rendahnya mutu kesehatan.
d. Kemiskinan yang meningkat drastis di kota karena banyak orang yang tidak
mendapat pekerjaan.
e. Kota semakin padat dan jalanan menjadi sangat macet. Sehingga mobilisasi
penduduk kota menjadi terganggu.

Dampak negatif (Bagi Desa)


a. Desa menjadi sepi dan kekurangan tenaga kerja karena penduduknya pindah ke kota.

15
b. Pembangunan desa menjadi terhambat karena kekurangan sumber daya manusia yang
berkualitas.
c. Banyaknya fasilitas dan potensi desa yang terbengkalai, misalnya aliran irigasi
menjadi tidak berguna karena banyak sawah yang tanami, karena petaninya pindah ke
kota.
d. Industri kecil dan industri rakyat menjadi tidak berkembang dengan baik.
e. Fasilitas pendidikan dan kesehatan juga tidak bisa berkembang karena keengganan
guru dan dokter untuk bekerja di desa.

2.7 Strategi Kebijakan Untuk Mengurangi Arus Urbanisasi


Berdasarkan analisis aspek demografis secara umum masalah urbanisasi belum
sampai pada kondisi kritis atau menghawatirkan, akan tetapi bila dilihat dari segi
kecepatannya maka semesti pemerintah memperhatikan atau melakukan tindakan
antisipasi sejak awal, oleh karena itu perhatian pemerintah harus diarahkan pada
bagaimana mengontrol atau mengendalikan arus urbanisasi sedemikian rupa sehingga
selalu berjalan serasi dengan kemajuan di berbagai bidang pembangunan yang ada.
Proses urbanisasi di Indonesia sangat berkaitan dengan kebijakan pembangunan
yang diambil oleh pemerintah pada masa lampau, baik menyangkut pembangunan spasial
maupun sektoral. Sebagai akibat dari kebijakan spasial maka migrasi desa-kota sangat
mempercepat tempo urbanisasi di beberapa daerah perkotaan.
Selain itu kebijaksanaan yang bersifat sektoral sangat diperlukan karena secara
tidak langsung juga mempengaruhi urbanisasi, kebijakan sektoral ini antara lain bidang
pendidikan, kependudukan, kebijakan harga, industri dan kebijakan transportasi serta
komunikasi, kebijakan upah dan lain-lain.
Menurut Todaro (1997:343-345) berpendapat bahwa adapun strategi yang tepat
untuk menanggulangi persoalan migrasi dan kaitannya dengan kesempatan kerja secara
komprehensif, adalah sebagai berikut :
1. Penciptaan keseimbangan ekonomi yang memadai antara desa - kota.
Keseimbangan kesempatan ekonomi yang lebih layak antara desa dan kota
merupakan suatu unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam strategi untuk

16
menanggulangi masalah pengangguran di desa-desa maupun di perkotaan, jadi dalam hal
ini perlu ada titik berat pembangunan ke sektor perdesaan.
2. Perluasan industri-industri kecil yang padat karya.
Komposisi atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja
karena beberapa produk. Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bagi tiap unit output dan
tiap unit modal dari pada produk atau barang lainnya.

3. Penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi


Untuk meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki penggunaan sumber daya
modal langka yang tersedia maka upaya untuk menghilangkan distorsi harga faktor
produksi, terutama melalui penghapusan berbagai subsidi modal dan menghentikan
pembakuan tingkat upah diatas harga pasar.
4. Pemilihan teknologi produksi padat karya yang tepat
Salah satu faktor utama yang menghambat keberhasilan setiap program penciptaan
kesempatan kerja dalam jangka panjang baik pada sektor industri di perkotaan maupun
pada sektor pertanian diperdesaan adalah terlalu besarnya kekaguman dan kepercayaan
pemerintah dari negara-negara dunia ketiga terhadap mesin-mesin dan aneka peralatan
yang canggih (biasanya hemat tenaga kerja) yang diimpor dari negara-negara maju.
5. Pengubahan keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja.
Munculnya fenomena “pengangguran berpendidikan” dibanyak negara berkembang
mengundang berbagai pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan khususnya
pendidikan tinggi secara besar-besaran yang terkadang kelewat berlebihan.
6. Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut
dan perbaikan distribusi pendapatan yang disertai dengan penggalakan program keluarga
berencana dan penyediaan pelayanan kesehatan di daerah perdesaan.

Selain itu dikenal pula pembangunan agropolitan yang dapat mendorong kegiatan
sektor pertanian dan sektor komplemennya di wilayah perdesaan. Untuk itu diharapkan
adanya kebijaksanaan desentralisasi, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi secara
spasial antar wilayah perdesaan dengan kawasan perkotaan yang lebih baik dan sekaligus
mampu menyumbang pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

17
Adapun komponen dari strategi pembangunan agropolitan, antara lain :

1. Melakukan dan menggalakan kebijaksanaan desentralisasi dan penentuan keputusan alokasi


investasi dengan mempermudah ijin-ijin kepada pihak swasta yang didelegasikan dari pusat
kepada pemerintah daerah dan lokal.
2. Meningkatnya partisipasi kelompok sasaran dalam pembayaran sub-sub proyek untuk
membangun rasa memiliki terhadap proyek yang dibangun bersama mereka.

18
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Urbanisasi merupakan salah satu aspek yang akan selalu mengiringi proses pembangunan
suatu negara. Dimana urbanisasi sendiri memiliki dampak positif dan negative. Sehingga hal ini
harus menjadi perhatian bagi Pemerintah khususnya, agar dampak positif yang dihasilkan lebih
dominan dari pada dampak negative.
Ada beberapa faktor yang memicu timbulnya urbanisasi, salah satu yang paling dominan
adalah karena faktor ekonomi. Ketidakpuasan penduduk desa dengan kondisi yang mereka alami
di daerah mendorong mereka untuk mengadu nasib ke kota. Meskipun dengan persiapan
seadanya. Hal inilah yang kemudian menjadi masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
Besarnya arus urbanisasi yang tidak terkendali justru akan membawa dampak negative bagi
semua pihak, baik itu desa yang ditinggalkan maupun kota yang menjadi tempat tujuan. Yang
pada akhirnya akan menjadi masalah nasional dari suatu negara.
Oleh karena itu diperlukan adanya kebijakan-kebijkan untuk menanggulangi besarnya arus
urbanisasi yang ada. Dimana yang paling utama adalah menciptakan keseimbangan ekonomi
anatara kota dan desa.

19
DAFTAR PUSTAKA

Istiqomah N. 2012. Urbanisasi dan Migrasi Desa ke Kota. Diambil dari :


https://www.academia.edu/22537955/URBANISASI_DAN_MIGRASI_DESA_KE_K
OTA ( Diakses pada 16 Oktober 2017)

Muliyani, Dara. 2014. Ekonomi Pembangunan – Urbanisasi dan Migrasi Desa-Kota : Teori
dan Kebijakan. Diambil dari : https://daramuliya.wordpress.com/2013/11/30/ekonomi-
pembangunan-urbanisasi-dan-migrasi-desa-kota-teori-dan-kebijakan/ (Diakses pada 15
Oktober 2017)

Salim, Fahruddi, 2006, Urbanisasi, Desa-Kota, Pusat Pertumbuhan, Diambil dari :


http://www.sinarharapan.go.id/ (Diakses pada 16 Oktober 2017)

Tjiptoherijanto, Prijono., 1999. Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia. Populasi-


Buletin Penelitian Kebijakan Kependudukan Volume 10 Nomor 2 Tahun 1999.
PPK UGM, Yogyakarta.

Todaro, M. P. dan Smith, S.C. (2006). Pembangunan Ekonomi. (alih bahasa: Haris Munandar;
Puji A.L.). Jakarta: Erlangga.

20

Anda mungkin juga menyukai