Anda di halaman 1dari 3

Nama : Evi Febriani

NIM : 185020100111038

Ekonomi Kelembagaan dan Strategi Pembangunan


Peran ekonomi kelembagaan dalam tingkat makro adalah untuk menyiapkan dasar
produksi, pertukaran, dan distribusi dari berbagai macam aspek, baik hukum, ekonomi, politik
dan sosial. Karena peran kelembagaan ini berada pada titik yang sangat krusial, maka negara
perlu membuat strategi pembangunan ekonomi dengan cermat sebagai dasar penyusunan
kelembagaan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi ini harus selaras dengan kelembagaan
yang disusun dan tujuan yang ingin dicapai. Maka, dapat disimpulkan bahwa setiap negara perlu
memiliki strategi pembangunan yang jelas sebagai dasar penyusunan kelembagaan ekonomi
yang lebih detail.

1. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif


Keunggulan komparatif dan kompetitif merupakan tolok ukur yang populer digunakan
negara sebagai menentukan strategi pembangunan ekonomi. Pengukuran keunggulan
tersebut umumnya digunakan dalam negara yang sedang melakukan proses industrialisasi
karena proses industrialisasi sendiri merupakan proses yang sangat bergantung pada
kapasitas produksi dari semua faktor produksi, terutama tenaga kerja.
Teori tentang keunggulan komparatif berkembang seiring dengan terjadinya perdagangan
internasional, yakni melalui tokoh-tokohnya seperti John Stuart Mill dan David Ricardo.
Dalam konsep “tradisional”, teori keunggulan komparatif ini didefinisikan sebagai bentuk
keunggulan nilai produk suatu negara yang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang
dipekerjakan untuk memproduksi barang tersebut. Sehingga cara pandang ini lebih
menekankan unsur “produktivitas” sebagai faktor pentingnya. Apabia suatu negara
produktivitas tenaga kerjanya tinggi, dan dengan begitu biaya produksinya murah, maka
negara tersebut bisa dikatakan memiliki dua sumber keunggulan komparatif. Nicolini
menyebut dua sumber keunggulan komparatif: modal dan tenaga kerja terampil. Tetapi,
dalam perkembangannya, pengertian itu relatif ketinggalan jaman akibat tidak bisa
mengakomodasi dinamika perubahan yang terjadi. Kondisi aktual memperlihatkan, bahwa
letak keunggulan (komparatif) bukan hanya dikontribusikan oleh produktivitas tenaga kerja,
melainkan juga faktor-faktor lain, seperti tingkat upah, sumber daya alam, ketersediaan
infrastruktur ekonomi dan nilai tukar mata uang (kurs). Singkatnya, suatu negara memiliki
keunggulan komparatif jika dalam kegiata-kegiatan ekonominya banyak menggunakan
faktor-faktor produktif yang relatif lebih tersedia atau murah terdapat di negara itu daripada
negara-negara yang merupakan mitra perdagangannya.
Pemahaman teoritik tentang keunggulan komparatif, masih terdapat perspektif lain yang
juga berupaya untuk mendalami makna keunggulan komparatif tersebut dari sudut yang lain.
Pertama, perbedaan cara pandang terhadap sumber-sumber keunggulan komparatif. Kedua,
perbedaan cara pelestarian atas sumber-sumber keunggulan. Sebagai akibat dari perbedaan
terhadap sumber-sumber keunggulan komparatif, selanjutnya berimplikasi kepada
penanganan pelestariannya. Ketiga, perbedaan dalam menciptakan dasar (pondasi)
kebijakan. Dalam hal ini, paradigma neoklasik memilih memakai peranti-peranti tingkat
tabungan dan instrumen makro lainnya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan.
Nama : Evi Febriani
NIM : 185020100111038

2. Substitusi Impor dan Promosi Ekspor


Pemahaman terhadap keunggulan komparatif dalam praksis mempengaruhi
pilihan kebijakan ekonomi di suatu negara. Secara ekstem, pilihan kebijakan tersebut
dapat dipilah dalam dua kategori yaitu kebijakan industrialisasi orientasi promosi ekspor
dan kebijakan orientasi substitusi impor. Kedua pilihan tersebut diterapkan umum oleh
seluruh negara, khususnya negara berkembang. Pola yang biasa digunakan negara
berkembang yaitu memakai orientasi substitusi impor dan baru kemudian memakai
orientasi promosi ekspor setelah perekonomian dianggap cukup kuat. Pola tersebut tidak
tunggal tetapi bervariasi, tergantung dari jenis sumber daya yang dimiliki, percepatan
yang diinginkan, dan kapasitas sumber daya dan fisik yang dimiliki masing-masing
negara.
Secara spesifik, setidaknya terdapat beberapa alasan pokok negara-negara
berkembang perlu menerapkan kebijakan promosi ekspor:
• Pilihan negara berkembang untuk memperkuat posisi eksternal, baik untuk
memperkuat penerimaan devisa atau untuk meredam gejolak pekekonomian
internasional
• Memacu akselerasi pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri untuk tujuan
ekspor dengan pencarian peluang pasar yang luas di berbagai negara
• Memperkuat dan memperluas kedudukan ekspor komoditas tradisional yang telah
dikembangkan sejak lama dalam bentuk yang telah terproses sebagai barang jadi
• Meningkatkan penerimaan produsen (petani, pedagang, industriawan) maupun
eksportir dalam kegiatan ekspor
• Meningkatkan tingkat kepastian usaha bagi produsen dan eksportir melalui pencarian
pasar yang tidak terbatas di luar negeri
• Meningkatkan tingkat penyerapan tenaga kerja lewat berbagai kegiatan ekonomi
yang ditujukan untuk ekspor komoditas tradisional maupun komoditas industri
manufaktur
• Pengembangan industri untuk tujuan ekspor secara tidak langsung merupakan proses
untuk mensubstitusi barang-barang manufaktur
3. Sentralisasi dan Desentralisasi
Secara teoritis, desentralisasi dapat didefinisikan sebagai penciptaan badan yang
terpisah (bodies seperated) oleh aturan undang-undang dari pemerintah pusat, yang
pemerintah lokal diberi kekuasaan formal untuk memutuskan ruang lingkup persoalan
publik. Jadi, basis politik berada di tingkat lokal, bukan nasional. Prinsip desentralisasi
dalam literatur ekonomi, percepatan dan intensitas desentralisasi dapat berjalan dengan
merujuk dua model berikut. Pertama, mengubah secara drastis karakter sentralisasi
Nama : Evi Febriani
NIM : 185020100111038

pengelolaan negara dan menerapkan dalam tempo singkat (shock therapy approach).
Model tersebut dipercaya mampu untuk mewujudkan tujuan. Kedua, pemerintah
menjalankan program terpadu dalam rentang waktu tertentu dengan cakupan yang terukur
dan terorganisir (gradual approach). Model tersebut memiliki kelemahan dalam jangka
panjang.

4. Statisasi dan Privatisasi


Privatisasi merupakan agenda reformasi ekonomi penting yang dijalankan oleh
banyak negara, khusunya di negara-negara berkembang. Sperenger menyatakan
privatisasi merupakan agenda paling penting dari kontroversial dari transisi negara-
negara sosialis menuju ekonomi pasar. Tentu saja, privatisasi tersebut juga tidak lepas
dari dorongan dari lembaga donor, seperti World Bank dan IMF, yang sejak dekade
1980-an mempromosikan kebijakan penyesuaian sturktural bagi negara berkembang, di
mana tujuan dari kebijakan tersebut salah satunya adalah merangsang pengalihan
kegiatan ekonomi dari semula dikelola negara menjadi milik swasta.
Ada lima tujuan yang bisa dindetifikasikan dari proses privatisasi:
• Sebagai instrumen mengingkatkan pendapatan negara/pemerintah;
• Menyebar bagian kepemilikan (aset) di sebuah negara;
• Diharapkan berimplikasi pada perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat;
• Mengurangi masalah yang timbul dalam hal pembayaran di sektor publik; dan
• Mengatasi kinerja yang buruk pada industri (perusahaan) nasional (negara).
Begitulah tujuan dari privatisasi membentang mulai dari sebagai alat meningkatkan
pendapatan negara sampai pada tujuan perbaikan distribusi pendapatan. Tetapi dari
seluruh tujuan tersebut, semangat inti yang hendak diraih dari proses privatisasi adalah
meningkatkan kinerja perekonomian nasional secara keseluruhan. Indonesia sendiri
tidak lepas dari tren privatisasi tersebut, lebih karena diidorong oleh realitas kinerja
BUMN yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai