Anda di halaman 1dari 4

Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan

Seperti yang telah dipaparkan di muka, perubahaan kelembagaan diperlukan mengingat proses
perkembangan dan pembangunan ekonomi tidak dengan sendirinya menciptakan dasar-dasar
kelembagaan. Dalam fase ini mungkin saja tidak adaaan kelembagaan formal dan ditutupi
dengan keberadaan kelembagaan informal, tetapi tentu saja ini tidak bisa berlangsung dalam
janggka panjang. Dalam konteks perubahan kelembagaan ini diperlukan alat ukur dan veriabel-
variabel terfokus sehingga memudahkan siatp pengambilan kebijakan merumuskan jenis
kelembagaan yang dibutuhkan. Pada negara yang melakukan proses transisi atau reformasi
ekonomi, biasanya dapaet variabel makro dan mikro untuk mengukur keberhasilan kinerja
perekonomian. Pada level makro ekonomi, setidaknya ada lima isu penting yang sering ditelaah,
yaitu kontrol terhadap infalasi, pengukuran defisit anggaran stabilisasi ilai tukar mata uang,
insetitas perdagangan internasional, dan peningkatan investasi untuk mendukung pertumbumhan
ekonomi. Sedangkan pada level mikro isu yang dibahas adalah liberalisasi harga, privatisitas,
pengembangan dasar modal, penciptaan sistem hukum untuk menegakkan hak kepemilikan, dan
mempromosikan kompetensi.
Isu makro dan mikro ekonomi pada perekonomian transisi tersebut bisa diterima mengingat
negara ini hendak memindahkan pengelolaan ekonomi dari serba negara menjadi dibimbing oleh
pasar. Negara-negara yang menganut perencanaan terpusat dan serba negara biasanya pada level
makro dicirikan dengan angka infasi yang fluktuatif, pemerintah menjadi agen ekonomi penting
sehingga seringkali defisit anggaran yang besar, nilai tukar mata uang domestik yang tidak stabil,
dan perdagangan lebih ditujukan pada pasar domestik. Sedangkan pada level mikro kebijakan
harga cendrung dipatok oleh memerintah, perudahaan dimiliki oleh negara, iklim pasar sangat
monopolis akibat intervensi negara, dan tiadanya jaminan terhadap hak kepemilikan individu,
karakteristik semacam ini yang menyebabkan negara-negara yang menggunakan perencanaan
terpusat kondisi perekonomian tidak efisien.

Aspek/ Level Makro Mikro Meso


Target Stabilisasi Efisiensi Inovasi
Variabel kunci Uang, nilai tukar Harga Pengetahuan
Tindakan Manajemen negara Pilihan individu Interaksi
Kelembagaan Bank sentral, Hak kepemilikan, Infrastuktur, sistem
formal kewenangan anggaran aturan keluarga dan pendidikan, asosiasi
negara masuk pasar perdagangan
Kelembagaan Reputasi, konsesus sosial Tata kelola perusahaan, Sikap terhadap risiko,
informal terhadap cara pandang perilaku rasional faktor mobaitas,
prilaku individu perilaku menabung

Seperi tabel diatas untuk bisa mencapai fokus perubahan pada masa transisi dibuatlah yang
dibutuhkan, sehingga sekaligus variabel-variabel tersebuat bisa digunakan sebagai parameter,
kususnya mengenai perubahan kelembagaan formal, tampak pada level makro harus terdapat
peraturan yang tegas berkenaan dengan fungsi dan kewenangan bank sentral serta pemberdayaan
anggaran negara untuk mendukung kegiatan perekonomian. Sedangkan pada level mikro,
perusahaan kelembagaan formal yang dibutuhkan adalah hukum mengenai hak kepemilikan
sehingga dapat kepatisan berusaha serta pedoman ke luar dan masuk bagi individu-individu
bertransaksi di pasar. Tentu saja terget dari perubahan kelembagaan mikro ini adalah mencoba
menurunkan biaya transaksi.
Di luar itu, tidak dapat disangka bila proses reformasi/transisi ekonomi sarat dengan rintangan
rintangan politik yang seringkali tidak ramah. Setidaknya ada tiga rintangan politik yang kerap
terjadi untuk melihat perjalanan reformasi ekonomi. Pertama, kebijakan ekonomi yang
menyentuh barang-barang publik selalu menimbulkan masalah penunggang gelap, sehingga pada
titik ini akan sangat mungkin bagi timbulnya tindakan kolektif. Kedua, dalam pandangan model
deistributif kebijakan reformasi diasumsikan akan didukung oleh kelompok pemenang dan akan
sekaligus akan dilawan oleh kelompok pecundang, sehingga hasil reformasi akan bergangtung
dari kekuatan politik di antara kualisi pemenang. Ketiga, masala klasik dari refomasi ekonomi
adalah biaya reformasi biasanya terkonsentrasi pada satu kelompok tertentu,tetapi
keuntungannya menyebar pada banyak kelompok sehingga keberhasilannya sangat tergantung
kepada seberapa kuat perlawanan dari kelompok yang paling terkena dampak reformasi tersebut.
Dalam level meso dan mikro, perubahan kelembagaan juga bisa didekati melalui penciptaan
pranata faktor-faktor produksiberhadapan dengan inovasi produksi. Dalam termiologi ekonomi,
pranata faktor-faktor produksi tersebuat adalah kelembagaan yang mengatur interaksi antara
pemilik modal, tanah, dan tenaga kerja. Dalam masa klasik kuno kelembagaan faktor produksi
lebih banyakmenguntungkan pemilik tenaga kerja,semnetara pada zaman feodal keuntungan itu
banyak dipunggut oleh tuan tanah,dan pada zaman kapitalis saaat ini pemegang polis atas profit
terbesar adalah pemilik modal. Perosalannya adalah ketika inovasi produksi terjadi, pembagian
keuntungan atas kegiatan ekonomi selalu tidak bisa jatuh secara proposional kepada masing-
masing pemilik faktor produksi sepanjang pranata kelembagaan faktor-faktor produksi tidak
mendukung hal tersebut.
Kasus yang terjadi pada zaman kapitalisme sekarang barangkali merupakan contoh yang cukup
gamblang untuk dijelaskan. Setiap unit produksi selalu memakai faktor produksi modal, tanah
dan tenaga kerja. Faktor produksi tersebut dialokasikan dengan berdasarkan hitungan-htungan
ekonomis, sehingga setiap pemanfaatannya harus dipastikan bisa mengkasilkan lagi yang
terbesar. Tetapi dalam sistem kapitalis ini pemegang otoritas terbesar adalah pemilik modal,
sehingga ia bebas untuk menentukan pembagian keutungan. Dalam kejadian ini, upah tenaga
kerja dan sewa tanah merupakan “biaya tetap” yang relaif tergantung pada profit yang diperoleh
perusahaan. Sebaliknya, labaa bagi pemilik modal adalah “pendapatan pariabel”, dimana
besarnya perolehan pendapatan sangat tergantung dengan jumlah keuntungan. Dalam kasus ini,
apabila secara tiba-tiba perusahaan tersebut memperoleh laba yang berlipat seluruh peningkatan
itu akan jatuh haya kepada pemilik modal, sedangkan upah teaga kerja dan sewa lahan
memeroleh bagian seperti sediakala. Inilah kasus mengantarkan Marx pada kesimpulan bahwa
selamanya “superstrutur” tidak akan pernah bisa mengikuti perubahan “infrastruktur”.
Dengan pengertian tersebut, cukup mudah mengeja ulang sebuah kebutuhan terciptanya
hubungan antara proses produksi dan perubahan kelembagaan
Pada akhirnya, perubahan kelembagaan juga menyangkut aspek informal yang bersumber dari
reputasi, kredibilas, dan consensus. Kegiatan ekonomi yang semakin modern dan komples,
ternyata juga memunculkan fungsionalisme structural untuk mengikuti perkembangan kegiatan
ekonomi. Misalnya, dalam masyarakat modern sifat anter individu lebih banyak banyak di
tentukan oleh variabel spesifisitas, pencapaian, dan universalisme sebagai lawan dari diffusiess,
ascription, dan particularisme. Penjelasannya, spesifitas berarti pembagian kerja ditentukan oleh
kemampuan/keterampilan speifik yang dipunyai oleh individu, berlawanan dengan pandangan
ekonomi tradisional yang mengandaikan setiap individu menguasai segala hal. Kemudian
orientasi pencapaian dimaksudkan bahwa individu memperoleh posisi/karir karena presentasi
dan keterampilan yang dipunyai, bukan oleh sebab hubungan keluarga, ras, dan kategori askriptif
lainnya. Sementara itu, universalisme berarti semua individu atau anggota organisasi bertindak
berdasarkanregulasi dan aturan main yang sama, di mana semua ini dilakukan tanpa terkecuali.
Variabel-variabel itulah yang bisa didesain sebagai sumber informal dari perubahan
kelembagaan, seiring dengan perkembangan ekonomi yang menghendaki adanya efisiensi. Jika
proses tersebut berlangsung dengan lancar, maka perubahan kelembagaan yang berbasis nilai
informal tersebut akan menopang bagi pencapaian kinerja perekonomian yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai