NIM : 185020100111038
Ekonomi Kelembagaan
2. Kelompok kepentingan
Dalam perubahan kelembagaan secara adaptif, pemerintah sebagai regulator yang
memiliki otoritas, bisa memfasilitasi perubahan kelembagaan tersebut dengan
seperangkat rule of the game sehingga tidak merugikan kepentingan pelaku ekonomi
lainnya. Terdapat dua cara yang berbeda untuk menganalisis perubahan kelembagaan, yaitu:
1. Melihat perubahan kelembagaan hanya dari aspek biaya dan manfaat (costs and
benefits) dan meyakini bahwa kekuatan motif seperti harga relative dalam jangka
panjang dapat membangun kelembagaan yang lebih efisien. Menurut Eggerston,
pendekatan ini disebut “teori naif” (naive theory) dari perubahan kelembagaan.
2. Melihat perubahan kelembagaan sebagai hasil dari perjuangan antara kelompok-
kelompok kepentingan (struggle between interest-groups), yang popular disebut
dengan “teori kelompok kepentingan” (interest-group theory) dari perubahan
kelembagaan.
Menurut Birner, apabila “teori naif”memfokuskan pada hasil perubahan kelembagaan
dan menyatakan bahwa kelembagaan yang efisien bisa muncul secara otomatis walaupun
semu, maka “teori kelompok kepentingan” menekankan pada proses yang mendorong ke
arah perubahan kelembagaan tersebut.
Menurut Davis/North dan Bromley, terdapat empat hal yang meliputi individu atau
kelompok yang berusaha mengubah kesepakatan kelembagaan atau lingkungan
kelembagaan, bisa dipertimbangkan sebagai sumber perubahan, yaitu:
1. Perubahan harga relatif dalam jangka panjang bisa mendorong ke peningkatan
aktivitas ekonomi tertentu atau membuat aktivitas ekonomi baru.
2. Kesempatan teknologi baru bisa menciptakan pendapatan yang potensial, yang hanya
dapat ditangkap jika kelembagaan ekonomi yang sedang berjalan dapat diubah.
3. Kesempatan dalam mencari rente (rent-seeking) dapat memicu kelompok
kepentingan melakukan perubahan kelembagaan guna menyesuaikan sewa dan
redistribusi pendapatan sesuai keinginannya.
4. Perubahan dalam sikap kolektif bisa juga menyebabkan perubahan kelembagaan.
Model perubahan kelembagaan dapat dideskripsikan sebagai proses interaksi antara dua
entitas, yaitu:
1. Wirausahawan ekonomi (economic entrepreneurs)
Merupakan agen yang menjadi subjek dari perubahan kelembagaan. Economic
entrepreneurs menanggapi lingkungan mereka sebagai kesempatan memeroleh potensi
keuntungan dan biaya dari setiap tindakan yang mungkin dilakukan, termasuk biaya
transaksi statis dalam membuat dan mengimplementasikan alokasi keputusan dan
sumber daya kredit.
2. Wirausahawan politik (political entrepreneurs)
Merupakan agen dengan kekuasaan pengambil keputusan yang mengatasi perubahan
kelembagaan. Kekuasaan itu muncul dari partisipasi dalam tindakan pengelolaan yang
menentukan dan mengadministrasi kelembagaan.
3. Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan
Dalam konteks perubahan kelembagaan diperlukan alat ukur dan variabel-variabel yang
terfokus sehingga memudahkan setiap pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan
yang dibutuhkan . Pada negara yang sedang melakukan proses transisi atau reformasi
ekonomi, variabel makro dan mikro digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja
perekonomian. Pada level makro dicirikan dengan angka inflasi yang fluktuatif, pemerintah
menjadi agen ekonomi yang terpenting sehingga sering mengalami defisit anggaran yang
besar, nilai tukar mata uang domestik yang tidak stabil, dan perdagangan lebih ditujukan
pada pasar domestik. Pada level mikro kebijakan harga cenderung dipatok oleh pemerintah,
perusahaan dimiliki oleh negara, iklim pasar sangat monopolistis akibat intervensi negara,
dan tiadanya jaminan terhadap hak kepemilikan individu. Proses perubahan ekonomi sarat
dengan rintangan politik yang antara lain dapat dijelaskan dalam ketiga jenisnya,
1. Kebijakan reformasi ekonomi yang mengenai barang publik
2. Pandangan model distributif kebijakan reformasi
3. Masalah klasik dari reformasi ekonomi