Anda di halaman 1dari 4

Nama : Evi Febriani

NIM : 185020100111038
Ekonomi Kelembagaan

Teori Perubahan Kelembagaan


Kelembagaan tidak statis, tetapi dinamis sesuai dengan interaksi ekonomi yang
mempertemukan antar kepentingan. Sifat dinamis dari kelembagaan disebabkan oleh berubahnya
nilai-nilai dan kultur masyarakat seiring dengan perubahan masa. Sehingga kelembagaan pasti
akan berubah sesuai dengan kondisi zaman. Perubahan kelembagaan memiliki dua dimensi, yaitu
perubahan konfigurasi antarpelaku ekonomi akan memicu terjadinya perubahan kelembagaan
(institutional change) dan perubahan kelembagaan sengaja didesain untuk memengaruhi
(mengatur) kegiatan ekonomi. Perubahan kelembagaan sama pentingnya dengan desain
kelembagaan itu sendiri, sehingga diperlukan seperangkat teori yang diperlukan sebagai
pemandu proses perubahan kelembagaan.
1. Transformasi Permanen
Perubahan kelembagaan terjadi akibat adanya perubahan prinsip regulasi dan organisasi
peril aku dan pola-pola interaksi. Prinsip dan pola-pola umum di dalam kelembagaan
yang saling berhubungan, sementara waktu yg bersamaan terjadi peningkatan kebutuhan untuk
berintegrasi dalam sistem sosial yang kompleks. Perbedaan integrasi merupaan proses
pelengkap. Perubahan kelembagaan merupakan proses transformasi permanen yang
merupakan bagian dari pembangunan. Perubahan kelembagaan juga dapat didefinisikan
sebagai proses kontinu yang bertujuan memperbaiki kualitas interaksi antar pelakunya.
Apabila perubahan kelembagaan dianggap sebagai proses transformasi permanen, maka
perubahan kelembagaan dapat menjadi faktor pengaruh utama terhadap perubahan struktur
dalam sistem sosial tertentu, bagaimanapun tingkat kecepatan atau sumber perubahan itu
sendiri. Perubahan-perubahan yang berlangsung dengan adanya rintangan-rintangan informal
(norma-norma, konvensi, atau kejujuran personal) dapat memberikan implikasi yang sama
seperti perubahan dalam peraturan formal (misalnya, hukum) masyarakat.
Karakteristik dasar dari perubahan kelembagaan :
1. Interaksi kelembagaan dan organisasi yang terjadi secara terus-menerus di
dalam setting ekonomi kelangkaan, dan kemudian diperkuat oleh kompetisi,
merupakan kunci terjadinya perubahan kelembagaan.
2. Kompetisi akan membuat organisasi menginvestasikan keterampilan dan pengetahuan
untuk bertahan hidup.
3. Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan yang dianggap
memiliki hasil maksimum (maximum pay-off).
4. Persepsi berasal dari konstruksi/bangunan mental para pemain/pelaku (mental
constructs of players).
5. Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan matriks kelembagaan
menciptakan perubahan kelembagaan yang meningkat dan memiliki jalur
ketergantungan (path dependent),
Perubahan kelembagaan muncul dari perubahan tuntutan pemilih atau perubahan kekuasaan
pemasok kelembagaan. Adapun dua faktor utama sebagai cara memahami dinamika
perubahan kelembagaan adalah dengan melihat hubungan simbiotik antar kelembagaan dan
perubahannya sebagai proses umpan balik.

2. Kelompok kepentingan
Dalam perubahan kelembagaan secara adaptif, pemerintah sebagai regulator yang
memiliki otoritas, bisa memfasilitasi perubahan kelembagaan tersebut dengan
seperangkat rule of the game sehingga tidak merugikan kepentingan pelaku ekonomi
lainnya. Terdapat dua cara yang berbeda untuk menganalisis perubahan kelembagaan, yaitu:
1. Melihat perubahan kelembagaan hanya dari aspek biaya dan manfaat (costs and
benefits) dan meyakini bahwa kekuatan motif seperti harga relative dalam jangka
panjang dapat membangun kelembagaan yang lebih efisien. Menurut Eggerston,
pendekatan ini disebut “teori naif” (naive theory) dari perubahan kelembagaan.
2. Melihat perubahan kelembagaan sebagai hasil dari perjuangan antara kelompok-
kelompok kepentingan (struggle between interest-groups), yang popular disebut
dengan “teori kelompok kepentingan” (interest-group theory) dari perubahan
kelembagaan.
Menurut Birner, apabila “teori naif”memfokuskan pada hasil perubahan kelembagaan
dan menyatakan bahwa kelembagaan yang efisien bisa muncul secara otomatis walaupun
semu, maka “teori kelompok kepentingan” menekankan pada proses yang mendorong ke
arah perubahan kelembagaan tersebut.
Menurut Davis/North dan Bromley, terdapat empat hal yang meliputi individu atau
kelompok yang berusaha mengubah kesepakatan kelembagaan atau lingkungan
kelembagaan, bisa dipertimbangkan sebagai sumber perubahan, yaitu:
1. Perubahan harga relatif dalam jangka panjang bisa mendorong ke peningkatan
aktivitas ekonomi tertentu atau membuat aktivitas ekonomi baru.
2. Kesempatan teknologi baru bisa menciptakan pendapatan yang potensial, yang hanya
dapat ditangkap jika kelembagaan ekonomi yang sedang berjalan dapat diubah.
3. Kesempatan dalam mencari rente (rent-seeking) dapat memicu kelompok
kepentingan melakukan perubahan kelembagaan guna menyesuaikan sewa dan
redistribusi pendapatan sesuai keinginannya.
4. Perubahan dalam sikap kolektif bisa juga menyebabkan perubahan kelembagaan.
Model perubahan kelembagaan dapat dideskripsikan sebagai proses interaksi antara dua
entitas, yaitu:
1. Wirausahawan ekonomi (economic entrepreneurs)
Merupakan agen yang menjadi subjek dari perubahan kelembagaan. Economic
entrepreneurs menanggapi lingkungan mereka sebagai kesempatan memeroleh potensi
keuntungan dan biaya dari setiap tindakan yang mungkin dilakukan, termasuk biaya
transaksi statis dalam membuat dan mengimplementasikan alokasi keputusan dan
sumber daya kredit.
2. Wirausahawan politik (political entrepreneurs)
Merupakan agen dengan kekuasaan pengambil keputusan yang mengatasi perubahan
kelembagaan. Kekuasaan itu muncul dari partisipasi dalam tindakan pengelolaan yang
menentukan dan mengadministrasi kelembagaan.
3. Alat Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan
Dalam konteks perubahan kelembagaan diperlukan alat ukur dan variabel-variabel yang
terfokus sehingga memudahkan setiap pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan
yang dibutuhkan . Pada negara yang sedang melakukan proses transisi atau reformasi
ekonomi, variabel makro dan mikro digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja
perekonomian. Pada level makro dicirikan dengan angka inflasi yang fluktuatif, pemerintah
menjadi agen ekonomi yang terpenting sehingga sering mengalami defisit anggaran yang
besar, nilai tukar mata uang domestik yang tidak stabil, dan perdagangan lebih ditujukan
pada pasar domestik. Pada level mikro kebijakan harga cenderung dipatok oleh pemerintah,
perusahaan dimiliki oleh negara, iklim pasar sangat monopolistis akibat intervensi negara,
dan tiadanya jaminan terhadap hak kepemilikan individu. Proses perubahan ekonomi sarat
dengan rintangan politik yang antara lain dapat dijelaskan dalam ketiga jenisnya,
1. Kebijakan reformasi ekonomi yang mengenai barang publik
2. Pandangan model distributif kebijakan reformasi
3. Masalah klasik dari reformasi ekonomi

4. Organisasi, Pembelajaran, dan Perubahan Kelembagaan


Setiap penawaran atas inovasi kelembagaan membutuhkan sumber daya politik yang besar
yang dilakukan wirausahawan politik maupun inovator. Kegiatan transaksi ekonomi selalu
memakai instrumen pasar dan organisasi. Koordinasi kelembagaaan pasar dan organisasi
akan menuntun proses perubahan kelembagaan berdasarkan kepentingan spontan
pelakunya. Proses pembelajaran dan pencarian pengetahuan akan memicu perubahan
interaksi.
 Perubahan kelembagaan memiliki keuntungan bagi masyarakat hanya jika biaya-biaya
yang muncul akibat perlindungan hak-hak lebih kecil ketimbang penerimaan dari alokasi
sumber daya yang lebih baik. Apabila biaya yang muncul terlalu tinggi, mungkin
diperlukan langkah untuk mendesain kelembagaan non pasar untuk mencapai alokasi
sumber daya yang lebih efisien.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memandu proses perubahan kelembagaan
tidaklah tanpa biaya. Inovasi kelembagaan akan ditawarkan jika hasil yang diekspektasikan
dari inovasi tersebut melebihi biaya marjinal dari mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan
untuk mengintroduksi proses inovasi tersebut. Setiap perubahan kelembagaan memerlukan
pengorganisasian sebagai instrumen untuk memandu dan menghitung manfaat dan
kerugian perubahan kelembagaan.

Anda mungkin juga menyukai