Nim : 121200052
Kelas : Reguler D / Karyawan TVRI
Menurut Joseph Schumpeter pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada inovasi dari para
pengusaha (wiraswasta). Dalam hal ini, inovasi merupakan penerapan pengetahuan
dan teknologi yang baru di dunia usaha. Inovasi memiliki pengaruh sebagai berikut
1. Diperkenalkannya teknologi baru.
2. Menimbulkan keuntungan yang lebih tinggi.
3. Menimbulkan imitasi inovasi, yaitu peniruan teknologi baru oleh pengusaha-
pengusaha lain yang dapat meningkatkan hasil produksi
ISTILAH Creative destructionini ditelurkan oleh ekonom berkebangsaan Austria
Joseph A Schumpeter medio 1940-an. Pengertian awalnya merujuk gagasan
perlunya seorang kapitalis untuk melakukan destruksi (pengrusakan) yang
membangun. Pada awalnya memang konsep ini terdengar nyeleneh, karena
bagaimana mungkin sebuah kerusakan bisa melahirkan pembangunan. Akan tetapi
lambat laun semuanya mulai diterima, sebab secara alamiah sistem dan metode
ekonomi akan selalu berubah pada saat mengalami kejumudan.
Ide Schumpeter ini juga seolah-olah menunjukkan betapa investasi untuk inovasi
sangat diperlukan, terutama untuk mendobrak keterbatasan sumber daya dengan
cara atau pendekatan baru. Para kapitalis diadu untuk melahirkan ekuilibrium yang
paling menguntungkan banyak pihak. Destruction kemudian terus berkembang
menjadi disruptive yang pada dasarnya merupakan inisiasi untuk melahirkan inovasi
dan kreativitas. Disrupsi ekonomi berupaya menemukan titik-titik efisiensi baru
melalui sederet pembaruan yang didalamnya juga membutuhkan biaya ekonomi
(investasi).
Pada saat perekonomian mengalami pelambatan, baik dari sisi produksi atau
sisi permintaan (daya beli melemah), maka investasi adalah solusi untuk masalah
tersebut. Ketika investasi tidak kunjung datang, maka suatu “keniscayaan” untuk
melahirkan inovasi dan kreativitas dalam pengelolaan sumber daya. Inovasi dan
kreativitas diharapkan dapat memompa hasil produksi yang lebih baik, baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas.
Kondisi perekonomian kita, seperti saat ini, menuntut kita untuk semakin serius
bergerak pada pola disrupsi. Disrupsi bukan sekadar mendestruksi “pakaian” lama
menjadi baru, tetapi juga beranjak pada sistem-sistem yang lebih segar dan
menjanjikan. Kita saat ini tengah menghadapi tekanan perekonomian yang sangat
kuat. Produksi kita tersandera dengan ketergantungan terhadap bahan baku dan
bahan penolong impor. Daya beli juga terus terancam seiring kenaikan produk-
produk secara gradual. Harapan untuk investasi di sektor riil juga tengah “freezes
up” karena biaya kelembagaan kita yang tergolong mahal.
Persoalan struktural pada neraca perdagangan juga membuat kita sedang sulit
mengharapkan surplus. Selain itu neraca pembayaran kita juga pasang surut karena
berpola antithesis dengan pertumbuhan ekonomi. Saat kita ingin produksi dan
konsumsi bisa meningkat, maka neraca impor juga akan meningkat. Bisa dikatakan
bahwa ketergantungan impor kita ini, terbukti mereduksi ketahanan ekonomi kita.
Atas dasar fakta tersebut, kita tidak bisa sekadar berpangku tangan menunggu
investasi mampir ke negara kita. Secara agresif seharusnya kita mau membuat
inovasi, keluar dari zona nyaman (kebiasaan), serta mengembangkan cara-cara
baru yang tentu lebih efisien dan memberikan daya dorong yang positif. Kita juga
menyadari bahwa untuk saat ini creative destruction atau disruptive economy masih
tergolong sebagai sumber daya yang paling mahal, namun tidak lantas kita tidak jadi
mengarah ke sana. Justru sekarang ini momentum yang tepat bagi pemerintah
untuk menularkan virus creative destruction-nya melalui kebijakan-kebijakan kreatif
di sektor publik. Hal yang sering terjadi, inovasi yang dilakukan dalam kebijakan
publik, malah sering keluar dari koridor hukum. Untuk itu, inovasi yang dilakukan
sebaiknya masih dalam kerangka governance yang memang menjadi dasar dari
semua inovasi yang akan dilakukan
Pola-pola ekonomi kreatif di sektor industri juga seharusnya tidak terbatas pada
industri yang sifatnya heritage dan tradisional saja, tetapi industri-industri lainnya
juga membutuhkan inovasi dan kreativitas agar mampu menjaga eksistensinya di
era persaingan tak terbatas ini. Apalagi sektor industri juga disinyalir sebagai
penyumbang utama perpajakan kita, sehingga perlu terus dijaga masa depannya.
Lantas, apa yang perlu dikerjakan pemerintah? Pertama, pemerintah perlu mengajak
masyarakat untuk belajar menerima persaingan.
Pada intinya persaingan adalah sebuah keniscayaan ekonomi, karena
keterbatasan sumber daya akan membuat kita saling berebut kekayaan. Belum lagi
dengan karakter manusia sebagai homo economicus yang seringkali kebablasan
dalam menerjemahkan kebebasan berekonomi. Nah sebetulnya disini letak peran
penting pemerintah. Pemerintah pada hakikatnya merupakan penyeimbang pasar
agar tidak bergerak liar hingga mendatangkan konflik horizontal dan krisis sosial.
Salah satu konsekuensi dari sebuah kompetisi adalah monopoli atau
kanibalisme. Dan dalam hal ini pemerintah perlu membatasi ancaman-ancaman
tersebut. Kerangka regulasi menjadi cara terdekatnya, sembari mempersiapkan
langkah-langkah jangka panjang agar kesempatan ekonomi dapat menjadi hak-hak
egaliter bagi setiap individu di Indonesia. Misalnya melalui jaminan akses
pendidikan, kesehatan, serta teknologi informasi yang layak bagi setiap individu,
baik untuk golongan kaya ataupun miskin.
Pemerintah juga perlu mengawasi praktik-praktik persaingan yang dilakukan
dengan cara-cara yang tidak sehat. Misalnya muncul ancaman dari produsen
terhadap konsumen jika mereka berpindah pada produk sejenis tetapi beda
merk/produsen. Jadi secara ringkas, pemerintah perlu menggagas “perang” ekonomi
dengan cara-cara yang menyehatkan. Namun perlu dipersiapkan juga metode-
metode pengembangan behaviour agar tidak menjadi bencana di masa depan.
Kedua, pemerintah perlu menjembatani agar sektor-sektor formal dan informal
bisa mengadopsi tren otomatisasi dan digitalisasi sebagai bahan baku persaingan,
khususnya untuk efisiensi produksi dan pemasaran. China merupakan salah
satu success story dimana mereka bisa mengelola kebangkitan e-commerce untuk
meningkatkan konektivitas di daerah perdesaan. Kita pun juga sebetulnya bisa
mengadopsinya. Karena berdasarkan fakta-fakta di lapangan, sebetulnya kita
memiliki potensi yang hebat dalam hal produksi karya-karya kreatif tetapi kita lemah
di sisi pemasaran (marketing).
Sebagai negara multikultural, kita memiliki gaya yang khas minimal dari sisi
budaya, kuliner, fesyen, maupun produk-produk kerajinan. Oleh sebab itu kita
jangan terlalu alergi (antipati) dengan perkembangan teknologi, karena beberapa
negara sudah membuktikannya bahwa mereka bisa mengawinkan secara sempurna
kemampuan teknologi dengan produksi. Justru kita seharusnya bisa memanfaatkan
kondisi yang ada agar kita tidak ketinggalan nilai-nilai manfaatnya. Keberadaan
teknologi juga bisa memutus mata rantai ketimpangan informasi
(khususnya marketing) yang selama ini hanya bisa dijangkau oleh pemodal-pemodal
besar.
Jadi masyarakat kita yang berada di kategori marjinal perlahan-lahan bisa
meningkatkan kapasitas interaksi pasarnya dengan memanfaatkan kecanggihan
teknologi. Kawasan perdesaan yang selama ini merasa pembangunannya relatif
terabaikan seharusnya sudah sadar untuk mulai menunjukkan tajinya. Dengan
adanya dana desa dan sumber daya fiskal lainnya, maka sudah waktunya desa
mulai unjuk gigi memamerkan produk-produk tradisionalnya tetapi memiliki nilai
tambah ekonomi yang tinggi seperti halnya karakter ekonomi perkotaan
Pekerjaan rumah pemerintah yang paling utama saat ini, tentu memberikan
kepastian hukum, ketersediaan tenaga kerja terampil, dan ketersediaan infrastruktur
yang memiliki spillover sebanyak-banyaknya. Infrastruktur yang mampu mendorong
biaya logistik yang lebih murah. Sebab jika tidak, maka efektifitas infrastruktur yang
dibangun dengan biaya mahal akan menjadi kurang optimal dan dampak positif yang
ditimbulkan akan muncul di waktu yang lebih lama.
Faktor-faktor pembangunan ekonomi
Sumber daya alam yang dimiliki memengaruhi pembangunan ekonomi.Ada
beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor
nonekonomi.Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber
daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau
kewirausahaan.Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan
alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang,
dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara,
terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu,
keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah
dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga
sebSumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan
nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang
besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi,
sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas
yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk
menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-
barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran
pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat
meningkatkan produktivitas.
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat,
keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
Pembangunan ekonomi
Indikator Moneter
Indikator ini berkaitan dengan uang. Uang disini berupa tingkat income
yang diterima oleh masyarakat. Dalam indicator moneter, ada beberapa
indicator yang dapat diukur, yakni :
Indikator Non-Moneter
Indikator ini merupakan indicator yang diambil dari beberapa hal pokok
yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Sama halnya dengan
indicator sebelumnya, Indikator memiliki beberapa macam-macam sub-
Indikator. Berikut ini adalah uraiannya.
1. Indikator Sosial
Menurut Beckerman, dari tiga cara diatas, cara yang dirasa paling tepat
adalah cara yang dilakukan oleh Gilbert dan Kravis. Cara ini merupakan
usaha untuk membandingkan tingkat kesejahteraan dan pembangunan di
berbagai Negara dengan memperbaiki metode pembanding dengan
menggunakan data pendapatan nasional dari masing-masing Negara.
Indikator Campuran
1.Pendidikan
2.Kesehatan
3.Perumahan
4.Angkatan Kerja
Penduduk yang dikatakan angkatan kerja adalah orang yang telah berumur
15-64 tahun. Angkatan kerja ini juga dibagi lagi menjadi dua yakni bekerja
dan sedang mencari pekerjaan (Menganggur). Indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur kesejahteraan angkatan kerja adalah,
partisipasi tenaga kerja, jumlah jam kerja, sumber penghasilan utama, dan
status pekerjaan.
5. KB dan Fertilitas
6. Ekonomi
7.Kriminalitas
Pada dasarnya Negara maju memiliki tingkat kriminalitas yang rendah, hal
ini disebabkan sudah lengkapnya alat keamanan Negara yang digunakan
oleh Negara tersebut. Hal ini berbeda dengan keadaan di Negara sedang
berkembang. Di NSB, banyak terjadi kriminalitas yang disebabkan
beberapa factor seperti adanya cultural shock, ketidak mampuan dalam
memenuhi kebutuhan, dan adanya kepentingan dari suatu pihan. Indicator
kriminalitas itu sendiri diantaranya adalah, jumlah pencurian per tahun,
jumlah pembunuhan per tahun, dan jumlah pemerkosaan per tahun.
8.Perjalanan Wisata
AksesmediabertujuSumber: https://fahendrablog.wordpress.com/
2015/06/19/artikel-pembangunan-pertumbuhan-ekonomian untuk
memenuhi kebutuhan informasi dalam masyarakat itu sendiri. Indikatornya
antara lain : jumlah surat kabar, jumlah radio, dan jumlah televisi.
TERIMA KASIH